• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM AKUNTANSI DAN LAPORAN KEUANGAN SKPD

Dalam dokumen Fungsi Penganggaran Sektor Publik Indonesia (Halaman 42-56)

Catatan ini mengulas tentang pemahaman dan teknis akuntansi dan penyusunan laporan keuangan SKPD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan daerah. Adanya peralihan sistem akuntansi dari sistem akuntansi pembukuan tunggal dan berbasis kas dan terpusat ke sistem akuntansi berpasangan berbasis modifikasi kas ke akrual dan desentralisasi pelaksanaannya, manual ini memberikan suatu panduan praktis bagi pemerintah daerah dalam akuntabilitas keuangan daerah.

Secara umum proses akuntansi SKPD ini terbagi dalam 3 tahapan utama, yaitu pemahaman dasar akuntansi, konsep penjurnalan dan posting ke buku besar, serta proses penyusunan laporan keuangan SKPD. Manual ini diharapkan akan membantu mempercepat proses peralihan sistem akuntansi keuangan daerah guna menciptakan akuntabilitas keuangan daerah yang lebih baik dan mandiri.

Secara sistematik, penyajian materi ditampilkan dalam urutan sebagai berikut:

1) Prinsip dasar akuntansi dan kaitannya dengan Standar Akuntansi Pemerintahan

2) Prosedur Akuntansi SKPD dan Penjurnalan 3) Pemahaman dan penyusunan Buku Besar

4) Posting Buku Besar dan penyusunan Neraca Saldo 5) Jurnal Penyesuaian

6) Penyusunan Neraca Lajur

7) Laporan Keuangan SKPD – Laporan Realisasi Anggaran 8) Jurnal Penutup

9) Neraca SKPD

Akuntansi bagi SKPD adalah amanat dari PP nomor 24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan dimana pelaksanaan dan penyusunan laporan keuangan berada pada tingkat SKPD. Pemahaman prinsip dasar dan proses akuntansi pelaporan adalah hal yang mutlak harus dipahami dan dilaksanakan oleh staf dan pimpinan SKPD sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum ada 3 konsep utama

yang disajikan agar peserta dapat memahami akuntansi bagi SKPD ini dengan baik. Pertama adalah pemahaman akuntansi secara umum dan standar akuntansi yang ditetapkan bagi sektor pemerintahan. Ini sebagai pemahaman dasar yang membedakan konsep akuntansi yang digunakan sebelumnya dengan konsep akuntansi yang baru.

Kedua adalah pemahaman konsep penjurnalan dan posting ke buku besar. Di sini termasuk juga jurnal penyesuaian dan jurnal penutup. Penjurnalan sebagai inti dari akuntansi pembukuan berpasangan yang mengacu pada aturan dasar akuntansi pembukuan berpasangan.

Ketiga adalah penyusunan laporan keuangan, baik berupa penyusunan neraca lajur atau neraca percobaan, laporan realisasi anggaran, sampai dengan penyusunan neraca SKPD. Laporan keuangan SKPD inilah yang merupakan akuntabilitas pelaksanaan realisasi anggaran yang diamanatkan.

Tujuan kegiatan lokakarya ini adalah menjadikan pimpinan dan staf SKPD mandiri dalam melaksanakan proses akuntansi dan keuangannya sehingga mereka dapat menyampaikan laporan keuangan SKPD baik dalam bentuk Laporan Realisasi Anggaran, Neraca SKPD, dan mampu menyusun Catatan Atas Laporan Keuangan dengan baik dan benar.

A. SISTEM AKUNTANSI DAN LAPORAN KEUANGAN SKPD

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa reformasi akuntansi di pemerintahan daerah dimulai dengan terbitnya Kepmendagri 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah. Sejak munculnya Kepmendagri 29 Tahun 2002 tersebut, pemerintah daerah mulai disibukkan dengan upaya untuk menerapkan akuntansi sebagaimana yang diarahkan dalam Kepmendagri tersebut. Pada waktu itu, di Indonesia belum memiliki standar akuntansi pemerintahan yang bisa digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan sistem akuntansi. Sehingga pemerintah daerah mengalami stagnasi dalam mengimplementasikan sistem akuntansi keuangan daerah. Kondisi ini dipersulit dengan lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Sangat sedikit sekali pemerintah daerah yang memiliki tenaga dengan latar belakang pendidikan akuntansi. Kedua hal tersebut menyebabkan proses pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan menjadi terhambat. Perubahan mulai

terjadi lagi sejak diterbitkannya PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sampai saat ini kita masih mengacu pada peraturan-peraturan tersebut dalam mengimplementasikan sistem akuntansi di pemerintahan daerah.

Pelaksanaan akuntansi di pemerintah daerah tidak terlepas dari aturan legal yang mewajibkannya. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang sistem akuntansi di pemerintah daerah, mulai dari UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sampai dengan Permendagri 13 Tahun 2006 yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menjalankan manajemen keuangan daerah. Kesemua dasar hukum tersebut menyebutkan bahwa pemerintah daerah diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, Laporan Arus Kas (LAK) serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Implikasi dari kewajiban untuk menyusun laporan keuangan tersebut adalah penyelenggaraan sistem akuntansi di lingkup pemerintah daerah. Terlepas dari kewajiban yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, pada dasarnya setiap entitas memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan. Terlebih lagi organisasi publik yang memperoleh sumber dana dari masyarakat/publik. Mengingat aktivitas yang dilakukan menggunakan dana publik, maka pertanggungjawaban atas pengelolaan dana tersebut menjadi tuntutan publik.

Rata-rata pemerintah daerah menganggap bahwa akuntansi merupakan suatu proses yang sulit dipahami sehingga sulit untuk dilaksanakan. Hal ini tidak terlepas dari kapasitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh pemerintah daerah yang tidak memiliki background pendidikan akuntansi. Namun perlu kami tegaskan dalam workshop ini bahwa aparat pemerintah daerahpun bisa mempelajari dan memahami akuntansi tanpa harus kuliah dulu di S1 akuntansi. Kita akan melakukan latihan dan mempelajari akuntansi dengan bahasa yang sederhana sehingga bisa diikuti oleh semua peserta dengan berbagai latar belakang pendidikan.

Akuntansi pada dasarnya tidak hanya merupakan proses pencatatan semata, namun ruang lingkup akuntansi meliputi baik pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian pengikhtisaran transaksi serta menginterpretasikan hasilnya dan menyajikannya dalam bentuk laporan keuangan. Jika dicermati dari definisi akuntansi tersebut, sebenarnya SKPD selama ini juga telah menjalankan akuntansi. SKPD telah

melakukan proses pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian dan pengikhtisaran transaksi. SKPD telah melakukan proses pencatatan di Buku Kas Umum (BKU), telah melakukan proses pengukuran dengan memberikan nilai di setiap transaksi keuangan yang dilakukannya, telah melakukan proses pengklasifikasin dengan membuat buku sendiri-sendiri atas mata anggaran yang ada dalam BKU serta telah melakukan pengikhtisaran/perangkuman/rekapitulasi dalam bentuk laporan pertanggungjawaban (SPJ). Hanya saja, proses akuntansi yang dilakukan berbeda dengan konsep akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu, pada pertemuan kali ini kita akan mencoba untuk mempelajari akuntansi sebagaimana yang diamanatkan oleh PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Selama ini, pemerintah daerah kurang memperhatikan posisi keuangan yang dimilikinya. Hal ini disebabkan oleh karena pemerintah daerah belum menjalankan akuntansi secara penuh. Akuntansi yang dijalankan oleh pemerintah daerah masih terbatas pada unsur pendapatan dan belanja. Sementara itu, posisi aset dan kewajiban belum mendapat perhatian yang memadai. Dengan menggunakan akuntansi, maka posisi kekayaan pemerintah daerah yang diwakili dengan jumlah aset serta jumlah kewajiban yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dapat diketahui. Kondisi keuangan pemerintah daerah bisa diketahui dan bisa diperbandingkan antar pemerintah daerah ataupun antar SKPD. Jika dulu pemerintah daerah berupaya untuk menutupi informasi keuangan pemerintah daerah, dengan adanya reformasi di bidang pengelolaan keuangan yang mengarahkan untuk mengimplementasikan good governance maka pemerintah daerah tidak dapat lagi menutup-nutupi kondisi keuangannya dari publik. Jangankan kepada publik, kepada SKPD di lingkungan pemerintah daerah itu sendiripun seringkali tidak transparan. Sebagai contoh, jika salah satu SKPD ingin mengetahui posisi kas pemerintah daerah, maka yang muncul adalah kecurigaan dan tidak dipublikasikan dengan alasan bahwa informasi tersebut rahasia sifatnya (hanya pimpinan yang boleh mengetahuinya). Konsep good governancemenuntut adanya transparansi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Upaya transparansi ini bisa dilakukan melalui pelaksanaan akuntansi dan pembuatan laporan keuangan. Dengan diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, maka informasi laporan keuangan juga harus dipublikasikan agar masyarakat selaku stakeholdersmengetahui

dan bias melakukan analisa yang diperlukan dalam rangka mengevaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

Pengertian sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan erat satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan secara bersama- sama. Artinya bahwa sebuah sistem itu berjalan bersama-sama, berurutan untuk mencapai sebuah tujuan yang sama sehingga dihasilkan informasi yang berkualitas. Sistem akuntansi merupakan serangkaian metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi suatu organisasi. Bahasa lebih teknisnya, sistem akuntansi ini merupakan aktivitas mengorganisir formulir, catatan dan laporan sedemikian rupa untuk menghasilkan informasi keuangan yang dibutuhkan manajemen dalam pengambilan keputusan. Jadi, sistem akuntansi merupakan proses yang berkelanjutan dan berulang dalam upaya menghasilkan laporan keuangan.

Ada beberapa item yang harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah dalam rangka menyusun sistem akuntansi. Tujuannya adalah agar sistem akuntansi yang dibentuk memiliki tingkat konsistensi yang tinggi. Beberapa elemen yang membentuk sistem akuntansi diantaranya adalah kebijakan akuntansi, pembuatan pedoman sistem akuntansi, perancangan formulir, laporan serta teknologi informasi yang digunakan. Kualitas sistem akuntansi yang dibentuk sangat dipengaruhi oleh keterpaduan di antara elemen-elemen tersebut. Elemen-elemen sistem akuntansi ini dirancang oleh pemerintah daerah untuk kemudian ditetapkan dengan menggunakan peraturan kepala daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem akuntansi yang dirancang oleh sebuah pemerintah daerah bisa berbeda dari daerah lainnya.

Hal ini disebabkan karena ada unsur kebijakan daerah yang mewarnai perumusan sistem akuntansi tersebut. Artinya bahwa sistem akuntansi dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah. Pemerintah daerah tidak perlu terlalu takut untuk melakukan modifikasi dan inovasi karena aturan main yang lebih tinggi telah memberikan kelonggaran kepada daerah untuk merancang peraturan kepala daerah tentang sistem akuntansi yang akan dijalankan. Meskipun Permendagri 13 Tahun 2006 telah memberikan rambu-rambu dan beragam format laporan, namun format laporan yang disajikan bukan merupakan harga mati bagi pemerintah daerah. Pemda diperkenankan untuk melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan dengan tidak menghilangkan esensi dari laporan tersebut.

Elemen-elemen pembentuk sistem akuntansi ini bias mengacu pada Permendagri 13 Tahun 2006 ataupun Surat Edaran dari Departemen Dalam Negeri tentang Sistem dan Prosedur Akuntansi maupun tentang kebijakan akuntansi. Selebihnya, daerah diperkenankan untuk mengambil kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memberikan rambu-rambu bagi pemerintah daerah dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas. SAP tidak menentukan satu kebijakan akuntansi yang harus dianut oleh pemerintah daerah, melainkan memberikan kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk berkreasi dalam merancang system akuntansi yang sesuai dengan karakteristik keuangan di masing- masing daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan akuntansi yang berisi sistem dan prosedur yang telah dipilih oleh pemerintah daerah dalam rangka menyajikan laporan keuangan. Dengan kata lain, kebijakan akuntansi ini bisa bervariasi antar daerah. Poin penting dari kebijakan akuntansi ini berisi pengakuan, pengukuran dan penyajian. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan kapan suatu transaksi harus dicatat dalam jurnal. Pengakuan atas transaksi akuntansi terbagi menjadi 2 basis, yaitu Basis Kas dan Basis Akrual. Penjelasan mengenai kedua basis ini akan kita bahas pada slideselanjutnya. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan pemerintah daerah. Contoh dari pengukuran adalah apakah suatu transaksi atau kejadian akan diukur dengan menggunakan nilai historis (nilai jual-beli ketika transaksi itu dilakukan) atau menggunakan nilai pasar (yang didasarkan pada harga pasar yang berlaku). Penyajian menunjukkan bagaimana sebuah laporan atau pos laporan keuangan itu disajikan atau dibuat. Penyajian ini lebih mengarah pada format laporan. Sebagai contoh, SAP telah memberikan panduan bagaimana Laporan Realisasi Anggaran (LRA) disajikan dan memberikan contoh format LRA.

Pedoman akuntansi berisi beberapa konsep yang telah disepakati untuk dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam menjalankan sistem akuntansi. Pedoman akuntansi berisi format laporan keuangan yang akan dihasilkan. Format laporan keuangan ini tentunya mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Bagan akun merupakan standarisasi pos-pos yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu transaksi. Adanya bagan akun ini mendorong terciptanya

konsistensi dan keseragaman dalam penyusunan laporan keuangan. Konsistensi dan keseragaman ini diperlukan untuk memudahkan analisis terhadap laporan keuangan dan memudahkan untuk membandingkan kinerja keuangan antar tahun.

Dalam pedoman sistem akuntansi juga harus dibuatkan jurnal standar berisi pedoman membuat jurnal secara umum berdasarkan karakteristik transaksinya. Bagaimana cara menjurnal transaksi yang bersumber dari pencairan UP/ GU/TU (Uang Persediaan/Ganti Uang/Tambahan Uang), bagaimana cara menjurnal transaksi yang bersumber dari penerimaan kas, bagaimana jurnal untuk mencatat pengurangan aset tetap dan lain-lain. Dengan adanya jurnal standar ini, fungsi akuntansi di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) maupun di SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah) memiliki acuan dalam menyelenggarakan akuntansi. Pedoman akuntansi ini juga memberikan arahan tentang model pelaporan keuangan dan format buku/dokumen/ formulir yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan sistem akuntansi. Bila SAP memberikan pedoman format laporan keuangan, maka pedoman akuntansi ini memuat informasi yang lebih detil lagi dengan mengemukakan bentuk buku ataupun catatan yang menjadi bagian dari sistem dan prosedur akuntansi yang dibentuk. Seperti bentuk buku jurnal, buku besar, buku besar pembantu, dan lain-lain. Intinya, pembuatan pedoman akuntansi ini diharapkan dapat meningkatkan keseragaman pelaksanaan system akuntansi di suatu daerah.

Prinsip-prinsip akuntansi merupakan suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. SAP telah menetapkan 7 prinsip akuntansi yang wajib ditaati oleh pemerintah daerah di wilayah Indonesia dengan tujan untuk menyeragamkan praktik-praktik akuntansi yang digunakan walaupun dengan beberapa kelonggaran yang diberikan. Secara lebih terinci, prinsip-prinsip akuntansi ini bisa dibaca di PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan kami juga merancang materi pelatihan tersendiri tentang SAP ini.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memberikan rambu-rambu bagi pemerintah daerah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam slide ini dinyatakan dengan tegas bahwa SAP digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Pengertian

pedoman adalah bahwa prinsipprinsip akuntansi yang dituangkan dalam SAP member kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk memilih dan membuat kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Pilihan-pilihan atas prinsip-prinsip akuntansi yang akan diterapkan oleh suatu pemerintah daerah dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Sebagai contoh, dalam SAP dinyatakan bahwa periodisasi penyusunan laporan keuangan dilakukan minimal 1 kali dalam setahun. Namun, bila pemerintah daerah setempat merasa perlu untuk menyusun laporan keuangan semesteran, maka pilihan prinsip akuntansi tersebut dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah. Contoh lain, dalam SAP tidak memberikan batasan yang tegas untuk pengukuran sebuah aset tetap. Berapa batasan suatu belanja untuk dapat diakui sebagai aset tetap. SAP hanya memberikan petunjuk secara umum tentang kapan sebuah aset diakui sebagai aset tetap. Pengakuan sebuah aset menjadi aset tetap sangat bervariasi antar pemerintah daerah. Di suatu pemerintah daerah dengan jumlah APBD yang relatif kecil, pembelian aset senilai Rp 250.000 bisa dianggap sebagai aset tetap karena dipandang cukup material. Sementara itu, di pemerintah daerah dengan jumlah APBD yang besar, pembelian aset senilai Rp 250.000 dianggap sebagai barang pakai habis karena dianggap tidak material. Oleh karena itu, penetapan batasan suatu pembelian aset diakui sebagai aset tetap harus dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah.

Pengertian dari bagan akun (chart of account) atau yang seringkali disebut sebagai perkiraan atau rekening. Bagan akun ini merupakan daftar akun yang disusun secara sistematis dalam rangka menjaga konsistensi dan keseragaman perlakuan akuntansi baik di level SKPD, SKPKD maupun antar SKPD dan SKPKD. Bagan akun ini digunakan untuk memudahkan proses pencatatan dan pelaporan serta memudahkan proses konsolidasi laporan keuangan SKPD.

Kode rekening adalah kode-kode atau simbol dari rekeningrekening transaksi suatu organisasi yang mempermudah pencatatan data yang akan menjadi dasar penyusunan laporan-laporan keuangan. Pada dasarnya rekening-rekening transaksi perusahaan dibagi atas 2 golongan, yaitu: Rekening neraca atau rekening riil, yaitu

rekening yang pada akhir periode akan dilaporkan di dalam neraca. Rekening- rekening ini terdiri dari: Aktiva (aset), Kewajiban (utang), dan Ekuitas (modal).

Rekening-rekening LRA atau rekening-rekening nominal, yaitu: rekening-rekening yang pada akhir periode akan dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran dan sifatnya sementara (temporary) artinya nilainya harus Rp 0 pada setiap awal periode. Rekening-rekening ini terdiri dari: Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan. Mengenai standarisasi kode rekening secara nasional, sampai saat ini bentuk Bagan Akun Standar (BAS) yang dijanjikan belum ada. Pihak Komite Standar Akuntansi Pemerintahan hanya memberikan petunjuk untuk mengacu pada urut-urutan yang ada dalam PP 24 Tahun 2005 tentang SAP. Namun urut-urutan tersebut juga hanya menampung 1 digit saja, sedangkan digit ke 2 dan seterusnya diserahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah masing-masing. Artinya, setiap daerah diperkenankan untuk mengembangkan bagan akun standar sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.

Keterkaitan antara posisi keuangan, transaksi keuangan serta pelaporannya. Pada dasarnya, neraca akhir diperoleh dari saldo awal yang diambil dari neraca awal (neraca pada awal periode akuntansi) ditambah dan/atau dikurangi dengan transaksi-transaksi selama tahun berjalan yang tertuang dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas. Saldo awal ini diambilkan dari saldo rekening- rekening riil, yaitu rekening-rekening yang ada di neraca yang terdiri dari aset, kewajiban dan ekuitas pada awal periode. Bila sebelumnya pemerintah daerah belum menyusun laporan keuangan, maka saldo awal ini diambilkan dari neraca awal yang diperoleh dari hasil inventarisasi danappraisal (penilaian). Pada periode berjalan, terjadi transaksi penerimaan dan pengeluaran kas serta transaksi non kas. Transaksi ini ada yang mempengaruhi neraca secara langsung ada pula yang mempengaruhi LRA. Pada akhir periode pelaporan, transaksi-transaksi yang mempengaruhi neraca secara langsung akan menambah saldo neraca akhir, sedangkan transaksi transaksi yang mempengaruhi LRA akan diakumulasi sehingga menghasilkan informasi sisa perhitungan. Pada akhir periode, sisa perhitungan ini akan dimasukkan atau bahasa akuntansinya ditutup ke dalam neraca dan menambah saldo ekuitas di neraca akhir. Jadi, saldo neraca akhir pemerintah daerah bersumber dari transaksi yang terjadi pada periode berjalan, dan dari hasil penutupan saldo yang ada di LRA.

Bagan ini menggambarkan secara umum proses atau alur akuntansi. Proses diawali dari ketersediaan dokumen sumber. Dokumen sumber adalah dokumen yang dianggap sah untuk diakui sebagai dasar pencatatan. Dokumen sumber tersebut berasal dari transaksi penerimaan kas, pengeluaran kas dan selain kas. Dalam konteks pemerintah daerah, dokumen sumber yang dianggap sah terdiri dari Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D (baik Pembayaran Langsung/LS, UP, GU maupun TU) dan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang untuk transaksi pengeluaran kas, STS (Surat Tanda Setoran) untuk transaksi penerimaan kas, dan Bukti Memorial untuk transaksi selain kas. Berdasarkan dokumen sumber tersebut, maka fungsi akuntansi akan mencatatnya ke dalam buku jurnal. Buku jurnal merupakan catatan resmi pertama yang dilakukan oleh fungsi akuntansi dalam mencatat transaksi ataupun kejadian.

Buku jurnal bisa dibedakan menjadi buku jurnal penerimaan kas, pengeluaran kas dan bukujurnal umum. Hal yang perlu mendapat penekanan pada slide ini juga adalah penggunaan jenis buku jurnal sangat tergantung pada kebijakan akuntansi yang ditetapkan oleh masing-masing daerah. Pemilihan untuk menggunakan jurnal khusus dan jurnal umum diserahkan pada kebutuhan masing-masing pemerintah daerah. Setelah transaksi dicatat dalam buku jurnal yang dilakukan secara historis,

langkah selanjutnya adalah melakukan posting ke dalam buku besar. Pengertian posting adalah memindahkan saldo atau angka yang ada di buku jurnal ke dalam masing-masing buku besar berdasarkan kode rekeningnya. Posting dari buku jurnal ke buku besar dilakukan secara periodik. Buku besar merupakan kumpulan dari catatan historis per kode rekening.

Buku besar pembantu dibuat bila dianggap perlu oleh pemerintah daerah. Intinya adalah buku besar pembantu merupakan buku yang menjelaskan secara lebih rinci transaksi yang ada dalam buku besar. Sebelum membuat laporan keuangan, maka pemerintah daerah dapat membuat kertas kerja dalam rangka membantu/mempermudah penyusunan laporan keuangan. Kertas kerja berisi historis mutasi debit dan kredit dari ringkasan per kode rekening sampai menjadi saldo akhir dan laporan keuangan. Penggunaan kertas kerja ini biasanya dilakukan bila proses akuntansi dilakukan secara manual tanpa bantuan komputer. Setelah kertas kerja dibuat, maka laporan keuangan siap untuk disajikan. Terdapat 4 jenis laporan keuangan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca Daerah, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Mulai dari proses penjurnalan sampai dengan penyusunan laporan keuangan, kebijakan akuntansi memegang peranan yang penting. Sebelum melakukan penjurnalan, fungsi akuntansi di pemerintah daerah, baik di SKPD maupun di SKPKD perlu memperhatikan kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan oleh kepala daerah dalam peraturan kepala daerah. Dalam penyusunan laporan keuanganpun, kebijakan akuntansi pemerintah daerah juga memegang peranan penting, terutama dalam hal bentuk laporan keuangan serta komponen-komponen yang membentuk laporan keuangan

Dalam dokumen Fungsi Penganggaran Sektor Publik Indonesia (Halaman 42-56)

Dokumen terkait