• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Aseton

2.6.1 Sumber Aseton

Keton adalah senyawa sederhana yang mengandung sebuah gugus karbonil dan sebuah ikatan rangkap C=O. Keton termasuk senyawa sederhana jika ditinjau berdasarkan ada tidaknya gugus - gugus reaktif yang lain seperti -OH yang terikat langsung pada atom karbon di gugus karbonil seperti yang ditemukan pada asam karboksilat yang mengandung gugus -COOH.

Senyawa keton banyak terdapat dalam makhluk hidup seperti gula ribosa yaitu gula dengan atom C sebanyak lima buah dan mengandung gugus karbonil. Salah satu contoh yang termasuk senyawa keton adalah aseton yang dikenal dengan propanon, dimetil keton, 2-propanon, dimetilformaldehida dan β- ketopropena. Bentuk struktur aseton ini digambarkan berupa trigonal planar seperti di bawah ini:

H

3

C

C

CH

3

O

Gambar 2.17. Struktur molekul aseton

Aseton dapat bercampur dalam air dan dalam semua perbandingan adalah suatu zat pelarut yang baik bagi banyak zat-zat organik, aseton dipakai dalam pembuatan senyawa penting. Air kencing biasanya mengandung sedikit aseton, tetapi lebih banyak dalam keadaan sakit tertentu seperti diabetes melitus.

2.6.2 Sifat Fisika dan Kimia Aseton

Aseton merupakan suatu keton yang dapat dibuat dari bahan dasar isopropil alkohol dengan cara oksidasi. Aseton adalah zat tidak berwarna dan mempunyai bau yang sengit yang menjadi tandanya. Adapun sifat - sifat aseton lebih lengkapnya diuraikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.5. Sifat fisika dan kimia aseton

Sifat Keterangan

Rumus Molekul CH3COCH3

Massa Molar 58,08 g/mol

Wujud Cairan tidak berwarna

Densitas 0,79 g/cm3

Titik Beku -94,9oC

Titik Didih 56,55oC

2.6.2.1 Sifat Fisika Aseton Titik Didih

Keton sederhana seperti aseton memiliki wujud cair dengan titik didih 56,55oC. Senyawa keton mengandung 3 - 12 atom C berupa cairan berbau sedang dan pada suhu tinggi akan berupa jadi padatan dengan titik didih yang lebih tinggi. Besarnya titik didih ini dikarenakan adanya gaya dispersi dan gaya dipol dipol Van Der Walls antara molekul - molekul yang berdekatan.

Kelarutan Dalam Air

Keton kecil dapat larut secara bebas dalam air tapi kelarutannya berkurang dengan bertambahnya rantai molekulnya. Hal ini menyatakan bahwa, keton tidak dapat berikatan dengan atom H dari sesama tapi bisa berikatan dengan H2O. Salah

satu atom H yang bermuatan positif dalam molekul air dapat tertarik ke salah satu pasangan elektron bebas dari atom O2 dari keton membentuk ikatan H. Dan

kondisi ini juga dipengaruhi oleh adanya gaya dispersi dan gaya dipol - dipol yang membantu meningkatkan kelarutan aseton.

Kepolaran

Aseton bersifat semipolar, hal ini dilihat dari struktur kimianya. Dimana terdapat ikatan C=O dengan selisih keelektronegatifan sebesar satu yang menyatakan bahwa senyawa tersebut bersifat polar. Tetapi adanya gugus C-H dengan selisih keelektronegatifan sebesar 0,4 yang menyatakan bahwa senyawa aseton ini juga bersifat non polar. Oleh karena itu, senyawa aseton dapat digunakan sebagai pelarut polar dan pelarut non polar.

2.6.2.2 Sifat Kimia Aseton Reaktivitas

Atom O pada gugus karbonil jauh lebih elektronegatif dibandingkan dengan karbon sehingga memiliki kecenderungan kuat untuk menarik elektron yang terdapat dalam ikatan C=O kearahnya sendiri dan bahkan lebih mudah ditarik kearah O2. Sehingga menyebabkan ikatan C=O polar. Karenanya karbon

Nukleofil ini merupakan sebuah ion bermuatan negatif atau bagian yang bermuatan negatif dari sebuah molekul (seperti pasangan elektron pada molekul NH3).

Reaksi Oksidasi Reduksi Aseton

Reaksi oksidasi pada senyawa aseton menghasilkan asam karboksilat. Pada dasarnya, oksidasi pada senyawa ini tidak mudah atau sukar terjadi dikarenakan dalam prosesnya melibatkan ikatan karbon sehingga diperlukan energi yang cukup besar untuk terjadinya reaksi oksidasi tersebut.

2.6.3 Pemeriksaan Gas Aseton Nafas

Dibandingkan dengan metode - metode pemeriksaan DM sebelumnya, metode ini relatif baru. Karena sampel yang digunakan berupa nafas yang berbentuk gas maka diperlukan suatu alat deteksi yang memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibanding alat pemeriksaan lainnya. Dan hingga saat ini, alat pemeriksaan untuk metode ini masih tersedia dalam jumlah kecil dan hanya tersedia di rumah sakit sehingga untuk sekali pemeriksaan dibutuhkan biaya tinggi.

Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GS-MS) dan Proton Transfer Reaction - Mass Spectrometry (PTR-MS) adalah beberapa alat deteksi gas dengan ketepatan tinggi yang ada saat ini. Namun, alat - alat tersebut tidak memenuhi persyaratan klinis dan tidak dapat diterapkan di rumah karena sifatnya yang kurang portabel dengan biaya relatif mahal dan analisa yang kurang real - time. Alternatif lain yang kemudian ditawarkan adalah pengembangan berbagai jenis sensor gas aseton dari berbagai material. Dan sensor berbasis semikoduktor adalah yang paling banyak dilakukan, seperti:

Penelitian oleh Lilik dkk., (2012) yang membuat sensor aseton dari keramik kombinasi Fe2O3-NiO melalui proses pembakaran hingga 1000oC selama

90 menit. Kun-Wei et al., (2012) mengembangkan sensor aseton dari ultrathin Indium Nitrat (InN) epilayer yang mampu mendeteksi hingga 0,4 ppm konsentrasi gas dan beroperasi pada suhu 200oC. Hasil penelitian lainnya oleh Yeobyol et al., (2014) membuat sensor berbasis komposit Graphene Oxide. Tabel menunjukkan

beberapa sensor aseton dari berbagai material semikonduktor. Tetapi, kebanyakan belum bisa memberikan keluaran yang bersifat high sensitivity dan high liniearity padahal proses fabrikasi melibatkan proses kompleks dengan biaya yang relatif mahal.

Tabel 2.6. Daftar sensor gas aseton yang telah difabrikasi

Material Prinsip Operasi Sensor Konsentrasi terendah yang dideteksi (ppm) Waktu Respon Temperatur Operasi In2O3 Resistansi/ Tegangan 25 10 s 400oC WO3 0.2 3,5 m 400 o C ZnO 100 30 s 200oC LaFeO3 500 33 s 275 o C TiO2 1 10 s 500oC GaN 500 10 s 350oC InN 0.4 150 s 200oC

Pada perkembangan selanjutnya, polimer komposit dan polimer konduktif hadir sebagai material baru untuk bahan pembuat sensor gas. Jikas sensor gas dari metal oksida digunakan untuk memonitor gas hasil pembakaran kendaraan dan industri maka sensor gas dari polimer komposit dan polimer konduktif dibutuhkan untuk mendeteksi polutan berupa gas seperti sulfur oksida dan uap senyawa organik beracun yang dihasilkan oleh industri (Robert dkk., 2010).

Kelebihan polimer konduktif antara lain tersedianya material dengan struktur molekul yang bervariasi, memiliki harga material yang relatif murah, memilki sensitivitas yang tinggi untuk bermacam-macam uap senyawa organik, sensor gas dari polimer konduktif organik dapat digunakan pada suhu ruang. Umumnya, sensor gas dari polimer konduktif organik menunjukkan sensitivitas yang baik, khususnya untuk senyawa polar (Slamet dkk., 2010).

Dokumen terkait