• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Karakterisasi Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC

Film kitosan - CMC hasil fabrikasi dikarakterisasi untuk mengetahui karakteristik film yang dihasilkan yang meliputi, pengamatan kondisi fisik permukaan film dengan mikroskop optik, analisa termal bahan film menggunakan Differential Thermal Analysis (DTA), analisa komposisi kimia film dengan Fourier Transform Infrared (FTIR) dan dengan UV - VIS Spectroscopy.

4.3.1 Hasil Pengamatan Permukaan Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC dengan Mikroskop Optik

Hasil Karakterisasi kualitas fisik permukaan film kitosan dan film kitosan - CMC dengan variasi penambahan CMC hasil deposisi diamati menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 500x disajikan sebagai berikut:

Gambar 4.10. Tampilan permukaan film kitosan tanpa penambahan CMC

Gambar 4.12. Tampilan permukaan film kitosan dengan 0,05 g CMC

Gambar 4.14. Tampilan fisik permukaan film kitosan dengan 0,5 g CMC

Berdasar pada gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa larutan kitosan - CMC telah berhasil dideposisikan diatas permukaan substrat tembaga menghasilkan film kitosan - CMC. Lapisan film yang terbentuk secara keseluruhan ditampilkan tidak berwarna atau bening dengan tekstur yang beragam mulai dari yang merata tanpa sumuran atau pengotor hingga permukaan yang kasar atau tidak merata. Perbedaan yang dihasilkan oleh masing - masing film yang difabrikasi pada kondisi dan metode yang sama dikarenakan kondisi serta komposisi larutan yang berbeda sehingga dihasilkan karakteristik larutan yang berbeda - beda sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya (Tabel 4.1 s/d 4.2). Hal inilah yang kemudian mempengaruhi kualitas fisik film kitosan - CMC.

Permukaan yang kurang rata pada sampel film kitosan tanpa penambahan CMC ditandai dengan adanya noda partikel akibat distribusi partikel yang nonhomogen. Sementara pada sampel film kitosan dengan penambahan CMC masing - masing 0,01 g dan 0,05 g mulai menunjukkan tampilan fisik film yang homogen/merata. Meningkatnya kestabilan larutan sampel dengan penambahan CMC menjadi dasar terbentuknya permukaan yang merata tersebut.

Sedangkan sampel film kitosan dengan penambahan 0,1 g dan 0,5 g CMC dihasilkan film dengan kualitas fisik yang kurang baik dimana permukaan film terbentuk tidak merata. Ini dikarenakan meningkatnya kekentalan larutan kitosan oleh semakin banyaknya CMC yang ditambahkan juga meningkatkan besar suplai tegangan yang diperlukan pada proses elektrodeposisi. Sejalan dengan kondisi tersebut dihasilkan permukaan film yang cenderung kurang baik.

4.3.2 Analisa Sifat Termal Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC dengan Differential Thermal Analysis (DTA)

Sifat termal film ditentukan dengan metode Differential Thermal Analysis (DTA) dimana sampel uji akan dipanaskan mulai dari suhu ruang sampai 600oC dengan kecepatan pemanasan 20oC/menit. Hasil analisa ini ditampilkan pada Gambar 4.16 s/d 4.20.

Hasil pengujian dengan DTA pada tiap sampel film kitosan secara keseluruhan menunjukkan perubahan kondisi termalnya melalui tiga tahapan yang sama yang ditunjukkan oleh puncak - puncak yang dihasilkan oleh alat DTA. Perubahan puncak - puncak pada DTA ini terjadi akibat perubahan dan reaksi kimia yang diikuti oleh perubahan suhu pada tiap sampel film (Edi dkk., 2012).

Gambar 4.15. Analisa DTA untuk film kitosan tanpa penambahan CMC

Gambar 4.16. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,01 g CMC

Gambar 4.17. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,05 g CMC

105 285

550

540 270

Gambar 4.18. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,1 g CMC

Gambar 4.19. Analisa DTA untuk film kitosan dengan 0,5 g CMC

110 280 510 120 275 590

Dari grafik hasil pengujian DTA diketahui tahapan pertama, diberikan oleh puncak maksimum pertama untuk proses perubahan termal film yang di awali pada suhu 105oC - 120oC yang menunjukkan proses endoterm dimana film mulai menyerap panas. Puncak kedua maksimum pada 270 - 285oC merupakan tahapan kedua perubahan termal yang ditandai adanya reaksi eksoterm dimana rantai molekul penyusun film mulai putus. Tahapan terakhir proses ini merupakan proses eksoterm yang terjadi pada kisaran suhu 510oC - 590oC, dimana serapan panas oleh film menyebabkan putusnya rantai molekul film.

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa tahapan termal film kitosan - CMC pada dasarnya sama namun adanya penambahan variasi massa CMC pada bahan dasar pembuatan film mempengaruhi kondisi termal film yang dihasilkan namun tidak terlalu signifikan. Tingginya kelarutan kitosan dengan bertambahnya CMC berarti bahwa ikatan molekul kitosan dalam pelarutnya semakin kuat sehingga dibutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk memutus rantai ikatan tersebut.

4.3.3 Analisa Gugus Fungsional Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC dengan Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Karakterisasi kandungan kimia pada film kitosan - CMC menggunakan metode FTIR menunjukkan puncak - puncak vibrasi tertentu dari bahan yang digunakan untuk pembuatan film berdasarkan khas gugus fungsionalnya.

Gambar 4.20. Analisa FTIR film kitosan tanpa penambahan CMC

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 650.0 60.9 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102.3 cm-1 %T chitosan 3275 1636 1556 1408 1152 1067 1025 2881 1322 1261 895 1375

Gambar 4.21. Analisa FTIR film kitosan dengan 0,01 g CMC

Gambar 4.22. Analisa FTIR film kitosan dengan 0,05 g CMC

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 650.0 74.1 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 103.5 cm-1 %T CMC 0.01 % 3274 1558 1408 1153 1021 2886 1641 1375 1069 900 761713 4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 650.0 65.9 68 70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102.9 cm-1 %T CMC 0.05 % 3273 1645 1550 1408 1151 1022 2901 1373 1069 943 897 761698 657 1325 1256

Gambar 4.23. Analisa FTIR film kitosan dengan 0,1 g CMC

Gambar 4.24. Analisa FTIR film kitosan dengan 0,5 g CMC

4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 650.0 70.0 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 103.4 cm-1 %T CMC 0.1% 3280 2929 1551 1407 1152 1020 2349 1638 1322 1072 950 897 756 708 4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 650.0 77.3 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 103.3 cm-1 %T 3274 1559 1407 1152 1019 662 761 1259 1370 1635 1974 2926 1327 1072

Pada spektra IR film kitosan murni yang dikarakterisasi muncul pita serapan pada bilangan gelombang 3273 cm-1 yang tumpang tindih antara vibrasi rentang gugus -OH dan -NH. Pita serapan pada bilangan gelombang 2881 cm-1 menunjukkan vibrasi rentangan C-H dari alkana yang diperkuat dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1408 cm-1. Spektra IR kitosan juga memunculkan vibrasi C=O dari amida sekunder pada bilangan gelombang 1636 cm-1 dan vibrasi -NH amida sekunder pada bilangan gelombang 1556 cm-1. Pita serapan dari rentangan C-H asimetris dari CH3 muncul pada bilangan gelombang

1375 cm-1 dengan intensitas yang lebih rendah dan vibrasi rentangan C-N amina teridentifikasi pada bilangan gelombang 1322 cm-1 dan 1261 cm-1 pada intensitas yang lebih rendah juga. Pita serapan tajam C-O asimetris teridentifikasi dibilangan 1152 cm-1. Pita serapan tajam pada bilangan gelombang 1069 cm-1 dan 1021 cm-1 merupakan vibrasi C-O alkohol primer. Vibrasi sedang dari CH3 muncul pada gelombang 895 cm-1. Hasil ini bersesuaian dengan yang pernah dilakukan oleh Reem et al., (2013), Asep (2011), Mourya et al., (2010) dan Taufiqur dkk., (2009) yang juga melakukan karakterisasi membran kitosan.

Hasil ini dibandingkan dengan film kitosan dengan penambahan variasi massa CMC. Pada dasarnya spektra IR-nya menunjukkan gugus fungsional yang relatif sama. Ini dikarenakan penambahan CMC dalam hal ini sebagai zat tambahan yang berarti bahwa keberadaan CMC tidak serta merta merubah struktur kimia larutan kitosan ataupun film kitosannya. Ini bersesuaian dengan hasil karakterisasi FTIR yang ditampilkan pada Gambar 4.21 - 4.25.

Perubahan spektra IR film kitosan ditunjukkan pada penambahan 0,1 dan 0,5 g CMC. Penambahan CMC pada kitosan seiring dengan bertambahnya jumlah pita serapan baru yang muncul yang merupakan perpanjangan dari pita serapan kitosan murni sebagai bahan utama pembuatan film. Seperti munculnya rentangan NH dari amida pada bilangan gelombang 2349 cm-1 dan 1974 cm-1, vibrasi pembentukan NH2 dari amida primer yang muncul pada bilangan gelombang 713

cm-1 pada sensor dengan pure chitosan dan 708 cm-1 pada sensor dengan CS - CMC 0,01 w/v dan bergeser ke bilangan gelombang 696 cm-1 pada sensor CS - CMC 0,05 w/v, 657 cm-1 pada sensor dengan CS - CMC 0,1 w/v dan 662 cm-1 pada sensor CS - CMC 0,5 w/v (Tabel 4.4).

Hasil - hasil ini menunjukkan bahwa penambahan CMC hingga 0,05 g pada kitosan belum memberikan perubahan struktur yang berarti pada film kitosan, artinya CMC yang ditambahkan masih berfungsi sebagai zat aditif untuk tujuan perbaikan. Sedangkan penambahan 0,1 g dan 0,5 g CMC mulai menunjukkan perubahan pada struktur film kitosan yang terbentuk. Ini ditandai dengan munculnya pita serapan baru yang menyatakan gugus fungsional bawaan CMC. Yang berarti bahwa CMC sudah tidak berfungsi sebagai zat tambahan seperti tujuan awal penggunaan CMC tersebut.

4.3.4 Analisa Hasil Pengukuran Absorbansi Film Kitosan dan Film Kitosan - CMC dengan UV-Vis Spectroscopy

Spektrum UV-VIS merupakan metode pengukuran jumlah radiasi UV dan Visible yang diserap oleh senyawa sebagai fungsi panjang gelombang radiasi. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh digunakan untuk analisa kuantitatif. Pemilihan panjang gelombang maksimum didasarkan pada panjang gelombang ini terdapat kepekaan sampel uji yang juga maksimum karena absorbansi yang dihasilkan adalah yang paling besar (Husni, 2012).

Gambar 4.25. Perbandingan spektrum absorbsi tiap sensor berbasis film kitosan dan film kitosan dengan penambahan variasi massa CMC

-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 0 200 400 600 800 Ab so rb a n si Panjang Gelombang (nm) Pure Chit (S1) Chit + CMC 0,01 g (S2) Chit + CMC 0,05 g (S3) Chit + CMC 0,1 g (S4) Chit + CMC 0,5 g (S5) Pure Chitosan CS - CMC 0,01 w/v CS - CMC 0,05 w/v CS - CMC 0,1 w/v 317 nm

Gambar 4.25 menunjukkan perbandingan nilai absorbansi sampel film kitosan - CMC terhadap panjang gelombang UV-VIS yang dipilih. Absorbansi maksimum sampel ditunjukkan pada gambar berbeda untuk tiap sensor dengan komposisi pure chitosan, CS - CMC 0,01 w/v, CS - CMC 0,05 w/v, CS - CMC 0,1 w/v, CS - CMC 0,5 w/v dimana masing - masing diberikan oleh 0,240585 (306 nm); 0,466355 (270 nm); 0,690161 (317 nm); 0,332941 (324 nm) dan 0,499912 (334 nm). Ini berarti bahwa sensor berbasis film kitosan dengan penambahan 0,05 g CMC menghasilkan absorbansi maksimum dibandingkan sampel lainnya. Hasil ini juga menunjukkan bahwa sensor aseton berbasis film kitosan dengan penambahan 0,05 g CMC memiliki kepekaan paling tinggi.

Hasil pengukuran UV-VIS spectroscopy juga dapat digunakan untuk menghitung ketebalan film yang dibuat. Sebagaimana disebutkan dalam Yap et al., (2011) bahwa absorbansi film bertambah dengan bertambahnya ketebalan film. Karenanya, ketebalan film dapat ditentukan secara matematis menggunakan persamaan 3.6. Dan diperoleh ketebalan tiap film sebesar 177 nm (Pure Chitosan), 135 nm (CS - CMC 0,01 w/v), 189 nm (CS - CMC 0,05 w/v), 197 nm (CS - CMC 0,1 w/v) dan 209 nm (CS - CMC 0,5 w/v) (Lampiran C.3).

4.4 Hasil Pengujian Sifat Listrik Sensor Aseton Berbasis Film Kitosan dan

Dokumen terkait