• Tidak ada hasil yang ditemukan

merupakan proses penggandaan DNA dimana si dengan bantuan primer. Primer merupakan poto 4 nukleotida yang didesain komplemen dengan D

as multiplikasi segmen DNA target (Aritonang e

ri suatu jenis tanaman diperoleh melalui proses se elum memiliki primer spesifik sehingga diper gunakan primer spesifik dari jenis terdekatnya

r yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari mimba (3 primer) menunjukkan bahwa hanya a gamplifikasi DNA mindi. Primer tersebut yaitu pr a), dan SM45 (jenis mahoni). Amplifikasi yang pola polimorfik pada pita DNA hasil PCR se lamid. Suatu gen dikatakan polimorfik jika diju varian (alel) yang berbeda (Finkeldey et al. 2 l akrilamid disajikan pada Gambar 9.

A mindi yang diamplifikasi dengan primer SM45, Ai34 dan

dan penghitungan dengan persamaan kuad jang fragmen yang mampu diamplifikasikan pada m

62. Primer Ai-05 mengamplifikasi pada fragmen agmen A108, A116, A120; dan SM45 pada fragmen an amplifikasi primer mimba dan mahoni pada meskipun berada pada panjang fragmen yang ber

a basa otongan n DNA g et al. seleksi erlukan a yaitu ari jenis a ada 3 primer ng baik setelah ijumpai 2005). an Ai05. uadratik a mindi n A142, en A116, da jenis erbeda.

Panjang fragmen untuk masing-masing primer disajikan pada Tabel 7. Selanjutnya hasil skoring genotipe dari populasi yang diteliti berdasarkan indukan dan anakan disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 7 Panjang fragmen untuk masing-masing primer

Lokus Jumlah alel Size range (bp) Size range (bp) Ket

Ai-05 3 A130-A182* A142, A154, A162 Polimorfik

Ai-34 3 A146-A168* A108, A116, A120 Polimorfik

SM45 2 A140-A178** A116, A118 Polimorfik

Ket : *: panjang fragmen mimba, **: panjang fragmen mahoni

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa perbedaan panjang fragmen yang teramplifikasi terdapat pada primer 34 dan primer SM45 sedangkan primer Ai-05 mampu mengamplifikasi mindi pada panjang fragmen yang diharapkan. Pada Tabel 7 terlihat bahwa jumlah alel dalam lokus pada primer Ai-05 dan Ai-34 sebanyak 3 alel. Hal ini berbeda jauh dengan jumlah alel yang terdapat pada jenis mimba yang diamplifikasi dengan primer yang sama. Primer Ai-05 mempunyai 9 alel per lokus pada jenis mimba Indian dan 8 alel per lokus pada jenis mimba Thailand. Sedangkan primer Ai-34 sama-sama mempunyai 7 alel per lokus pada jenis mimba Indian dan mimba Thailand (Boontong et al. 2008). Primer SM45 juga yang diamplifikasikan pada mindi menunjukkan bahwa hanya ada 2 alel per lokus padahal primer ini memiliki 15 alel per lokus apabila diamplifikasikan pada mahoni (Lemes et al. 2002). Posisi alel dalam lokus sesuai hasil amplifikasi secara rinci disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil amplifikasi tiga primer mikrosatelit mindi

Lokus Allele (bp)

108 110-114 116 118 120 122-140 142 144-152 154 156-160 162

Ai-05 - - - - - - - -

Ai-34 - - - - - - -

-SM45 - - - - - - - -

-Ket :√: panjang fragmen dimana DNA teramplifikasi 4.2 Keragaman genetik dalam populasi Mindi

Keragaman genetik merupakan salah satu indikator genetik dalam praktek manajemen hutan yang lestari (Namkoong et al. 1996). Keragaman genetik mempengaruhi daya adaptasi tanaman. Keragaman genetik yang rendah pada suatu individu atau populasi akan membuatnya rentan terhadap kondisi lingkungan yang heterogen (Namkoong et al. 1996). Keragaman genetik dalam suatu populasi seringkali dicirikan melalui beberapa ukuran seperti PLP

20

(Persentase Lokus Polimorfik), jumlah alel yang teramati, jumlah alel efektif dan heterozigositas harapan (He) (Finkeldeyet al. 2005).

Pada penelitian ini, keragaman genetik dapat dilihat dalam dua populasi yaitu populasi anakan dan populasi indukan. Frekuensi alel yang teramati pada kedua populasi menunjukkan nilai yang sama yaitu 2.67. Sedangkan nilai frekuensi alel efektif pada populasi indukan sebesar 2.39 dan pada anakan sebesar 2.41. Rata-rata persentase lokus polimorfik adalah 100%. Rata-rata nilai heterozigositas harapan (He) sebesar 0.565 (Tabel 9). Adapun nilai variabilitas genetik populasi indukan dan anakan secara rinci disajikan pada Lampiran 3. Tabel 9 Variabilitas genetik mindi di tegakan benih Wanayasa

Pop N PLP Na Ne He

Induk 10 100.00% 2.67 2.39 0.56

Anak 50 100.00% 2.67 2.41 0.57

Rata-rata 100.00% 2.67 2.40 0.565

Ket: N: jumlah individu, Na: jumlah alel yang teramati, Ne: jumlah alel efektif, He: heterozigositas harapan, PLP: Persentase Lokus Polimorfik

Nilai keragaman genetik dalam populasi indukan memiliki nilai lebih rendah dari pada populasi anakan. Keragaman genetik indukan sebesar 0.56 sedangkan pada anakan sebesar 0.57. Kedua populasi ini dapat dikategorikan memiliki nilai keragaman genetik yang tinggi. Yulianti (2011) menyatakan bahwa keragaman genetik mindi di Wanayasa dengan teknik analisis RAPD sebesar 0,1712 termasuk ke dalam kategori keragaman genetik sedang. Sementara Rambey (2011) dengan teknik analisis mikrosatelit menyatakan bahwa mindi di daerah Garut, Jawa Barat memiliki nilai keragaman genetik sebesar 0,373 dan dikategorikan keragaman genetik tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa mindi di wilayah Jawa Barat memiliki nilai keragaman yang tinggi. Dengan nilai keragaman genetik yang tinggi, maka mindi diharapkan memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan yang beragam.

Keragaman genetik yang tinggi pada kedua populasi mindi kemungkinan disebabkan oleh adanya perkawinan silang yang terjadi dalam populasi. Selain sistem perkawinan, faktor yang mempengaruhi keragaman genetik suatu spesies yaitu ukuran luas populasi dan produksi bunga (Sedley dan Griffin 1989). Faktor lain yang juga mempengaruhi pola keragaman genetik suatu populasi yaitu mutasi dan aliran gen (Finkeldeyet al. 2005).

Jarak genetik, diferensiasi genetik dan analisis klaster biasa digunakan sebagai penciri keragaman genetik antar populasi. Jarak genetik mengukur perbedaan struktur genetik antar dua populasi pada lokus gen tertentu (Finkeldey

et al. 2005). Informasi jarak genetik dalam suatu populasi penting diketahui sebagai acuan dalam program pemuliaan pohon. Semakin lebar jarak genetik suatu tanaman maka semakin jauh perbedaan genetiknya (Hidayat 2011 dalam Rambey 2011). Jarak genetik biasa divisualisasikan melalui dendogram. Nilai jarak genetik menurut Nei’s (1972) secara lengkap disajikan pada Lampiran 4. Dendogram diperoleh dengan mengolah data menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Grouping Method with Aritmatic Averaging) pada program NTSys. Melalui dendogram ini, dapat dilakukan analisis klaster. Dendogram yang menunjukkan jarak genetik antara indukan dan anakan mindi berdasarkan Nei’s (1972) disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10Dendogram mindi berdasarkan jarak genetic Nei’s (1972).

Analisis klaster pada dendogram jarak genetik antar populasi mindi menunjukkan adanya penggabungan antara indukan dan anakan. Populasi indukan dan anakan menyebar dan tidak membentuk klaster tersendiri. Indukan dan anakan yang memiliki jarak genetik rendah bergabung dalam satu jarak disusul dengan indukan dan anakan yang memiliki jarak genetik lebih jauh. Jarak genetik yang rendah menunjukkan bahwa populasi-populasi tersebut memiliki persamaan (similarity) yang tinggi, sedangkan jarak genetik yang jauh menunjukkan sebaliknya (Mardiningsih 2002). Hal ini menunjukkan adanya kedekatan genetik

22

antara indukan dan anakan. Adanya fenomena ini dimungkinkan karena penyebaran polen yang mengindikasikan adanya perkawinan silang dalam populasi indukan mindi.

4.3 Sistem perkawinan pada tegakan benih Mindi di Wanayasa

Sistem seksual yang dimiliki oleh suatu individu menentukan pola sistem perkawinan yang mungkin terjadi antara anggota-anggota populasi. Sistem perkawinan menentukan penggabungan gamet-gamet organisme yang berbeda untuk membentuk zigot. Sistem perkawinan ini penting dalam pembentukan struktur genetik pada generasi selanjutnya (Finkeldeyet al. 2005).

Sistem perkawinan yang terjadi dalam suatu populasi dapat diduga dengan

software MLTR (Multilocus Mating System Program). MLTR mampu menduga beberapa parameter yang biasa digunakan untuk menentukan pola sistem perkawinan yang terjadi. Parameter yang biasa digunakan yaitu tingkat perkawinan silang multilokus, tingkat perkawinan silang lokus tunggal, nilai korelasi paternitas dan jumlah polen efektif.

MLTR memiliki dua metode dalam pengolahan data yaitu Newton Raphson dan Expected Maximum. Menurut Ritland (1996) metode Newton Raphson (NR) memiliki kemampuan untuk menganalisis data dengan cepat namun sering kali menghasilkan pencilan karena adanya data yang hilang atau kesalahan asumsi. Kesalahan asumsi ini terjadi karena adanya fenomena homogeneity of “pollen cloud”. Metode NR mensyaratkan adanya penyebaran pollen yang menyebar di semua area sehingga menimbulkan bias yang besar. Sedangkan metode Expected maximum (EM) lebih lama dalam menganalisis data namun memiliki nilai bias yang kecil. Metode EM lebih sering digunakan untuk mencari nilai p (sebaran polen dan frekuensi ovul) dalam suatu perkawinan. Sedangkan metode NR lebih baik digunakan untuk mencari nilai parameter perkawinan seperti estimasi populasi. Penggunaan metode NR dalam pendugaan keluarga akan menimbulkan bias yang besar karena besarnya nilai t yang digunakan tm= 2.00.

Pada penelitian ini, metode Expected Maximum digunakan untuk menduga nilai-nilai parameter perkawinan. Nilai dari parameter tersebut disajikan pada Tabel 10 dan 11.

Tabel 10 Nilai multilokus pada masing-masing pohon induk Nomor pohon N tm P001 5 1.00 ± 0.00 P003 5 0.68 ± 0.30 P008 5 1.00 ± 0.00 P009 5 1.00 ± 0.00 P012 5 1.00 ± 0.00 P014 5 1.00 ± 0.00 P015 5 1.00 ± 0.00 P016 5 1.00 ± 0.00 P017 5 1.00 ± 0.00 P020 5 1.00 ± 0.00

Ket: N:Jumlah anakan, tm: nilai multilokus

Secara individu, 9 pohon induk di Wanayasa memiliki tingkat perkawinan silang multi lokus (tm) sebesar 1.00 yang berarti bahwa 9 pohon induk tersebut melakukan perkawinan silang. Sedangkan 1 pohon induk memiliki nilai perkawinan silang pada multilokus sebesar 0.68. Hal ini menunjukkan bahwa 32% dari anakan pohon ini merupakan hasil silang dalam (selfing dan perkawinan kerabat). Adanya fenomena tingginya silang dalam dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Finkeldey 2005). Faktor genetik yang mempengaruhi silang dalam pada mindi mempengaruhi yaitu struktur bunga, sistem seksual dan waktu pembungaan yang dimiliki oleh tanaman mindi. Sementara faktor lingkungan yang mempengaruhi silang dalam yaitu kurangnya polinator atau vektor penyerbuk (Finkeldey 2005).

Tabel 11 Hasil estimasi parameter sistem perkawinan menggunakan MLTR dengan metode Expected Maximum

Parameter Nilai Famili 10 tm 1.00 ts 1.00 tm–ts 0.00 rp 0.26 Fm 0.00 Nep(1/rp) 3.86

Ket: tm: tingkal perkawinan silang multi lokus, ts: tingkat perkawinan silang lokus tunggal, tm-ts: derajat selfing, rp: nilai korelasi paternal, Fm: koefisien perkawinan kerabat pada lokus tunggal, Nep: jumlah polen efektif untuk pembuahan.

Hasil analisis dengan metode Expected Maximum (MLTR) menunjukkan bahwa nilai rata-rata perkawinan silang pada multi lokus (tm) dan rata-rata perkawinan silang pada suatu lokus (ts) sangat tinggi yaitu tm=1.00 dan ts=1.00. Nilai tm dan ts yang sangat tinggi menunjukkan terjadinya perkawinan silang

24

(outcrossing) pada populasi mindi di tegakan benih Wanayasa. Tingkat selfing

yang sangat rendah ditunjukkan oleh nilai tm-ts = 0, yang berarti bahwa tingkat perkawinan kerabat yang terjadi di populasi mindi sebesar 0% atau tidak ada perkawinan kerabat.

Nilai korelasi paternitas (rp) menunjukkan nilai sebesar 0.26. Nilai rp

dipengaruhi oleh pembungaan (Nurjahjaningsih 2010). Nilai rp yang rendah menunjukkan adanya pembungaan yang lebih seimbang yaitu bunga betina yang melimpah diimbangi dengan bunga jantan yang melimpah pula. Sebaliknya, nilai rpyang lebih tinggi menunjukkan adanya ketidakseimbangan pembungaan dimana bunga betina lebih melimpah ketimbang bunga jantan (Mahfudzet al. 2010). Nilai Nep menunjukkan besaran jumlah polen efektif yang dibutuhkan dalam proses pembuahan. Jumlah polen efektif yang dibutuhkan untuk menyerbuki putik oleh populasi mindi di tegakan benih Wanayasa yaitu sebesar 3.86. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 38,6% dari total polen yang menyebar yang dibutuhkan untuk membuahi ovul.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Seleksi primer terhadap 13 primer spesifik dari jenis mahoni dan mimba menunjukkan bahwa ada tiga primer yang mampu diamplifikasikan pada jenis mindi. Primer tersebut yaitu Ai-5, Ai-34 (jenis mimba), dan SM45 (jenis mahoni).

2. Keragaman genetik dalam populasi indukan dan anakan mindi berturut-turut menunjukkan nilai He= 0,56 dan He= 0,57. Nilai keragaman genetik ini dapat dikategorikan tinggi sehingga dapat dinyatakan bahwa tegakan benih mindi Wanayasa memiliki variasi keragaman genetik yang beragam.

3. Karakterisasi parameter sistem perkawinan dilihat berdasarkan tingkat perkawinan silang multilokus (tm). Tingkat perkawinan silang multilokus pada tegakan benih mindi Wanayasa menunjukkan nilai tm = 1,00. Hal ini berarti sistem perkawinan pada tegakan benih Mindi di Wanayasa yaitu sistem perkawinan silang.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem reproduksi mindi. 2. Perlu dilakukan pendekatan primer untuk mengetahui urutan basa mindi

26

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang KV, Siregar IZ, Yunanto T. 2007. Manual Analisis Genetik Tanaman Hutan di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor.

Azrai M. 2005. Pemanfaatan markah molekuler dalam proses seleksi pemuliaan tanaman.Jurnal Agro Biogen1(1):26-37.

Balitbanghut. 2009. Mindi. Brosur Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Bonbouza H, Jaquemin JM, Baudoin JP, dan Mergeai G. 2006. Optimization of a realible, fast, cheap and sensitive silver staining method to detect SSR markers in polyacrylamide gels.Biotechnol Agron Soc Environ10 (2): 77-81.

Boontong C, Pandey M, Changtragoon S. 2008. Isolation and characterization of microsatellite markers in Indian neem (Azadirachta indica var. indica A. Juss) and cross-amplification in Thai neem (A. Indica var siamensis

Valenton).Conserv GenetDOI 10.1007/s10592-008-9610-5.

Davidson. 2001. Microsatellite DNA Methodology. Departement of Biology: Davidson college.

Doyle JJ, Doyle JL. 1990.Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 12-15

Esau K. 1976. Anatomy of Seed Plants. 2 nd edition John Wiley & Sons.

Estoup A, Jarne P, Cornent JM. 2002. Homoplasy and mutation model at microsatellite loci and their consequences for population genetic analysis. Mol. Ecol.11: 1591-1604

Fahmi ZI. 2011. Pemanfaatan teknologi DNA molekuler dalam identifikasi dan verifikasi varietas tanaman perkebunan. Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan.

Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Jamhuri E, Siregar IZ, Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-Univerity-Gottingen. Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetics.

Khan AV, Athar AK, Indu S . 2008. In VitroAntibacterial Potential ofMelia azedarachCrude Leaf Extracts Against Some Human Pathogenic Bacterial Strains. Ethnobotanical Leaflets 12: 439-445. 2008.

Korzun, V. 2003. Molecular markers and their applications in cereals breeding. marker assisted selection : a fast track to increase genetic gain in plant and animal breeding? page 18-22.

Kusnawan FS.6 kota impian. 2011. http://cocokusnawan.blogspot.com/2011/07/6-kota-impian.html. [ 3 November 2011]

Lemes MR, Brondani RPV, Grattapaglia D. 2002. Multiplexed Systems of Microsatellite Markers for Genetic Analysis of Mahogany, Swietenia macrophylla King (Meliaceae), a Threatened Neotropical Timber Species. The Journal of Heredity 93(4)

Mahfudz, Na’iemM, Sumardi, Hardiyanto EB. 2010. Analisis Sistem Perkawinan Merbau (Intsia bijuga O.Ktze) Berdasarkan Penanda Isoenzim.J Pemuliaan Tanaman Hutan. Edisi November 2010, Vol 4: 157-165.

Mardiningsih O. 2002. Teknik kultur in vitro dan variasi genetik Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb.) [skripsi]. Fakultas kehutanan : Institut Pertanian Bogor.

Mulyadiana A. 2010. Keragaman genetik Shorea laevis Ridl. Di Kalimantan berdasarkan penanda mikrosatelit [skripsi]. Fakultas kehutanan : Institut Pertanian Bogor.

Nurjahjaningsih ILG. 2010. Sistem perkawinan di kebun benihPinus merkusii di Jember. Makalah dalam prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan: Jogjakarta. Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Simons A. 2009. Agroforestree

Database:a tree reference and selection guide version 4.0 (http://www.worldagroforestry.org/af/treedb/)

Pramono AA, Danu, Rohandi A, Royani H, Abidin AZ, Supardi E, Nurokhim N. 2008. Sebaran Potensi Sumber Benih jenis Potensial (Mindi) di Jawa Barat. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor. Pramono AA. 2008. Buah mindi (Melia azedarach) masak: Forest seed.

http://treesseed.blogspot.com/2008/10/mewaspadai-penyebab-benih-yang-abcd.html [3 November 2011]

Rambey R. 2011. Pengetahuan lokal sistem agroforestri mindi (Melia azedarach

Linn) (Studi kasus di Desa Selaawi, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat [tesis]. Sekolah Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Rohlf FJ. 1998. Numerical Taxonomy and Analysis System (NTSYSpc) Version

2.0. New York: Departement of Ecology and Evolution Sate University of New York.

28

Ritland K. 1996. Multilocus Mating System Program. MLTR. Departement of Biology : University of Toronto.

Stanley TD, Ross EM. 1983. Flora of south-eastern Queensland. Vol. 1 Queensland Department of Primary Industries. Brisbane. Australia

Sedgley M, Griffin AR. 1989. Sexual Reproduction of Tree Crops. Academic Press. Sydney.

Schmidt L. 2000. Guide to handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Danida Forest Seed Centre. Humlebaek. Denmark.

Siregar IZ. 2000. Genetic aspects of the reproductive system of Pinus merkusii Jungh.et de Vriese in Indonesia. Cuvillier Verlag, Gottingen.

Weising K, Nybom H, Wolff K, Kahl. 2005. DNA Fingerprinting in Plants: Principle, Methods and Applications. London: CRC Press.

Yeh FC, Yang R. 1999. POPGENE Version 1.31: User guide. Centre for Internasional Forestry Research: University of Alberta.

Yulianti. 2011. Strategi pengembangan Sumber Benih Mindi (Melia azedarach L.) pada Hutan Rakyat Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Yunanto T. 2010. Uji Lapang Lacak Balak Kayu Meranti Balau (Shorea laevis Ridl.) dengan Penanda Mikrosatelit. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Zulfahmi. 2006. Variasi DNA kloroplas Shorea spp (S. acuminata, S. leprosula

Miq, dan S. parvifolia Dyer) Berdasarkan penanda Mikrosatelit [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

30

Lampiran 1 Dokumentasi Alat Laboratorium

Keterangan: A) tips, B) vortex,C) stirrer, D) shaker, E) desikator, F) mesin PCR, G) sentifuse mini, H) waterbath (dokumentasi pribadi), I) alat elektroforesis untuk gel akrilamid, J) timbangan digital, K) alat elektroforesis untuk gel agarose, L) pipet (Mulyadiana 2010

Lampiran 2 Hasil skoring mikrosatelit

Individu Ai-05 Ai-34 SM45

Indukan 1 A142 A162 A116 A116 A116 A118 Anakan 1a A162 A162 A108 A120 A116 A118 Anakan 1b A162 A162 A108 A120 A118 A118 Anakan 1c A142 A162 A108 A108 A116 A118 Anakan 1d A142 A154 A108 A108 A118 A118 Anakan 1e A162 A162 A116 A120 A116 A118

Indukan 3 A154 A162 A116 A120 A118 A118

Anakan 3a A142 A142 A108 A120 A118 A118

Anakan 3b A162 A162 A120 A120 A118 A118

Anakan 3c A154 A162 A116 A116 A118 A118

Anakan 3d A142 A162 A116 A120 A118 A118

Anakan 3e A142 A162 A116 A116 A118 A118

Indukan 8 A154 A154 A116 A120 A118 A118 Anakan 8a A142 A142 A108 A116 A116 A118 Anakan 8b A142 A154 A108 A120 A116 A118 Anakan 8c A142 A154 A120 A120 A116 A118 Anakan 8d A162 A162 A120 A120 A116 A118 Anakan 8e A162 A162 A120 A120 A116 A118 Indukan 9 A142 A162 A108 A120 A116 A118 Anakan 9a A142 A162 A116 A120 A118 A118 Anakan 9b A142 A162 A116 A120 A118 A118 Anakan 9c A154 A154 A108 A120 A116 A118 Anakan 9d A162 A162 A116 A120 A116 A118 Anakan 9e A162 A162 A120 A120 A116 A118 Indukan 12 A154 A162 A116 A120 A116 A118

Anakan 12a A154 A162 A120 A120 A116 A118

Anakan 12b A154 A162 A108 A116 A116 A116

Anakan 12c A142 A142 A108 A120 A116 A118

Anakan 12d A142 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 12e A162 A162 A108 A120 A118 A118

Indukan 14 A142 A154 A120 A120 A116 A118

Anakan 14a A154 A154 A108 A120 A116 A118

Anakan 14b A154 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 14c A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 14d A162 A162 A108 A120 A116 A118

32

Lampiran 2 (Lanjutan)

Individu Ai-05 Ai-34 SM45

Indukan 15 A162 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 15a A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 15b A162 A162 A116 A120 A116 A118

Anakan 15c A142 A162 A120 A120 A118 A118

Anakan 15d A142 A142 A116 A116 A116 A118

Anakan 15e A154 A162 A120 A120 A118 A118

Indukan 16 A142 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 16a A154 A162 A108 A120 A118 A118

Anakan 16b A142 A154 A108 A108 A118 A118

Anakan 16c A162 A162 A116 A120 A116 A118

Anakan 16d A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 16e A142 A154 A108 A108 A116 A118

Indukan 17 A162 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 17a A154 A162 A116 A120 A118 A118

Anakan 17b A142 A154 A120 A120 A116 A118

Anakan 17c A154 A162 A120 A120 A116 A116

Anakan 17d A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 17e A142 A162 A108 A120 A116 A118

Indukan 20 A154 A162 A108 A120 A118 A118

Anakan 20a A154 A154 A108 A120 A116 A118

Anakan 20b A162 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 20c A142 A154 A108 A120 A118 A118

Anakan 20d A142 A142 A116 A120 A116 A118

Lampiran 3 Variabilitas genetik populasi indukan dan anakan mindi di Tegakan benih Wanayasa

!%#%

34

Lampiran 4Nilai jarak genetik menurut Nei’s (1972)

Pop A IndB IndC IndD IndE IndF IndG IndH IndI IndJ AnkA AnkB AnkC AnkD AnkE AnkF AnkG AnkH AnkI AnkJ IndA **** IndB 0,4700 **** IndC 0,8047 0,1116 **** IndD 0,5493 0,5493 0,9486 **** IndE 0,3262 0,1438 0,2554 0,4055 **** IndF 0.9808 0,4700 0,3993 0,3262 0,3262 **** IndG 0,3993 0,2451 0,6931 0,4377 0,4377 1,4979 **** IndH 0,5493 0,5493 0,9486 0,0000 0,4055 0,3262 0,4377 **** IndI 0,6931 0,4700 1,0924 0,1438 0,3262 0,6931 0,2451 0,1438 **** IndJ 0,9808 0,1335 0,2451 0,3262 0,3262 0,4700 0,2451 0,3262 0,2877 **** AnkA 0,5265 0,3129 0,6869 0,0950 0,3361 0,6266 0,1272 0,0950 0,0745 0,1370 **** AnkB 0,2799 0,0918 0,3248 0,3253 0,2845 0,5117 0,1752 0,3253 0,4283 0,2132 0,2188 **** AnkC 0,5148 0,3325 0,5311 0,0709 0,1886 0,1093 0,5776 0,0709 0,2147 0,2917 0,1981 0,2661 **** AnkD 0,3603 0,1043 0,3541 0,1756 0,0986 0,2802 0,2487 0,1756 0,1710 0,1710 0,1396 0,0954 0,0791 **** AnkE 0,3668 0,2390 0,4784 0,0559 0,1785 0,3224 0,2372 0,0559 0,1257 0,1620 0,0442 0,1658 0,0687 0,0647 **** AnkF 0,6983 0,2357 0,3109 0,2096 0,2522 0,4405 0,2758 0,2096 0,2357 0,0658 0,0886 0,2953 0,2264 0,1946 0,0816 **** AnkG 0,3396 0,1164 0,334 0,1549 0,1157 0,2218 0,2970 0,1549 0,2218 0,1854 0,1572 0,0814 0,0584 0,0067 0,0598 0,1990 **** AnkH 0,6202 0,2524 0,3640 0,1478 0,2757 0,4195 0,2548 0,1478 0,2147 0,0766 0,0605 0,2500 0,1881 0,1736 0,0527 0,0068 0,1696 **** AnkI 0,6202 0,2524 0,3640 0,1478 0,1086 0,1093 0,5776 0,1478 0,2147 0,2146 0,2146 0,3161 0,0290 0,0791 0,0849 0,1586 0,0735 0,1542 **** AnkJ 0,3606 0,1288 0,2754 0,1742 0,2167 0,4050 0,1736 0,1742 0,2772 0,0949 0,0824 0,0802 0,1736 0,0951 0,0462 0,0653 0,0822 0,0443 0,1736 ****

29

Lampiran 1 Dokumentasi Alat Laboratorium

Keterangan: A) tips, B) vortex,C) stirrer, D) shaker, E) desikator, F) mesin PCR, G) sentifuse mini, H) waterbath (dokumentasi pribadi), I) alat elektroforesis untuk gel akrilamid, J) timbangan digital, K) alat elektroforesis untuk gel agarose, L) pipet (Mulyadiana 2010

31

Lampiran 2 Hasil skoring mikrosatelit

Individu Ai-05 Ai-34 SM45

Indukan 1 A142 A162 A116 A116 A116 A118 Anakan 1a A162 A162 A108 A120 A116 A118 Anakan 1b A162 A162 A108 A120 A118 A118 Anakan 1c A142 A162 A108 A108 A116 A118 Anakan 1d A142 A154 A108 A108 A118 A118 Anakan 1e A162 A162 A116 A120 A116 A118

Indukan 3 A154 A162 A116 A120 A118 A118

Anakan 3a A142 A142 A108 A120 A118 A118

Anakan 3b A162 A162 A120 A120 A118 A118

Anakan 3c A154 A162 A116 A116 A118 A118

Anakan 3d A142 A162 A116 A120 A118 A118

Anakan 3e A142 A162 A116 A116 A118 A118

Indukan 8 A154 A154 A116 A120 A118 A118 Anakan 8a A142 A142 A108 A116 A116 A118 Anakan 8b A142 A154 A108 A120 A116 A118 Anakan 8c A142 A154 A120 A120 A116 A118 Anakan 8d A162 A162 A120 A120 A116 A118 Anakan 8e A162 A162 A120 A120 A116 A118 Indukan 9 A142 A162 A108 A120 A116 A118 Anakan 9a A142 A162 A116 A120 A118 A118 Anakan 9b A142 A162 A116 A120 A118 A118 Anakan 9c A154 A154 A108 A120 A116 A118 Anakan 9d A162 A162 A116 A120 A116 A118 Anakan 9e A162 A162 A120 A120 A116 A118 Indukan 12 A154 A162 A116 A120 A116 A118

Anakan 12a A154 A162 A120 A120 A116 A118

Anakan 12b A154 A162 A108 A116 A116 A116

Anakan 12c A142 A142 A108 A120 A116 A118

Anakan 12d A142 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 12e A162 A162 A108 A120 A118 A118

Indukan 14 A142 A154 A120 A120 A116 A118

Anakan 14a A154 A154 A108 A120 A116 A118

Anakan 14b A154 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 14c A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 14d A162 A162 A108 A120 A116 A118

Lampiran 2 (Lanjutan)

Individu Ai-05 Ai-34 SM45

Indukan 15 A162 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 15a A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 15b A162 A162 A116 A120 A116 A118

Anakan 15c A142 A162 A120 A120 A118 A118

Anakan 15d A142 A142 A116 A116 A116 A118

Anakan 15e A154 A162 A120 A120 A118 A118

Indukan 16 A142 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 16a A154 A162 A108 A120 A118 A118

Anakan 16b A142 A154 A108 A108 A118 A118

Anakan 16c A162 A162 A116 A120 A116 A118

Anakan 16d A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 16e A142 A154 A108 A108 A116 A118

Indukan 17 A162 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 17a A154 A162 A116 A120 A118 A118

Anakan 17b A142 A154 A120 A120 A116 A118

Anakan 17c A154 A162 A120 A120 A116 A116

Anakan 17d A154 A162 A108 A120 A116 A118

Anakan 17e A142 A162 A108 A120 A116 A118

Indukan 20 A154 A162 A108 A120 A118 A118

Anakan 20a A154 A154 A108 A120 A116 A118

Anakan 20b A162 A162 A108 A116 A118 A118

Anakan 20c A142 A154 A108 A120 A118 A118

Anakan 20d A142 A142 A116 A120 A116 A118

33

Lampiran 3 Variabilitas genetik populasi indukan dan anakan mindi di Tegakan benih Wanayasa

!%#%

Lampiran 4Nilai jarak genetik menurut Nei’s (1972)

Pop A IndB IndC IndD IndE IndF IndG IndH IndI IndJ AnkA AnkB AnkC AnkD AnkE AnkF AnkG AnkH AnkI AnkJ IndA **** IndB 0,4700 **** IndC 0,8047 0,1116 **** IndD 0,5493 0,5493 0,9486 **** IndE 0,3262 0,1438 0,2554 0,4055 **** IndF 0.9808 0,4700 0,3993 0,3262 0,3262 **** IndG 0,3993 0,2451 0,6931 0,4377 0,4377 1,4979 **** IndH 0,5493 0,5493 0,9486 0,0000 0,4055 0,3262 0,4377 **** IndI 0,6931 0,4700 1,0924 0,1438 0,3262 0,6931 0,2451 0,1438 **** IndJ 0,9808 0,1335 0,2451 0,3262 0,3262 0,4700 0,2451 0,3262 0,2877 **** AnkA 0,5265 0,3129 0,6869 0,0950 0,3361 0,6266 0,1272 0,0950 0,0745 0,1370 **** AnkB 0,2799 0,0918 0,3248 0,3253 0,2845 0,5117 0,1752 0,3253 0,4283 0,2132 0,2188 **** AnkC 0,5148 0,3325 0,5311 0,0709 0,1886 0,1093 0,5776 0,0709 0,2147 0,2917 0,1981 0,2661 **** AnkD 0,3603 0,1043 0,3541 0,1756 0,0986 0,2802 0,2487 0,1756 0,1710 0,1710 0,1396 0,0954 0,0791 **** AnkE 0,3668 0,2390 0,4784 0,0559 0,1785 0,3224 0,2372 0,0559 0,1257 0,1620 0,0442 0,1658 0,0687 0,0647 **** AnkF 0,6983 0,2357 0,3109 0,2096 0,2522 0,4405 0,2758 0,2096 0,2357 0,0658 0,0886 0,2953 0,2264 0,1946 0,0816 **** AnkG 0,3396 0,1164 0,334 0,1549 0,1157 0,2218 0,2970 0,1549 0,2218 0,1854 0,1572 0,0814 0,0584 0,0067 0,0598 0,1990 **** AnkH 0,6202 0,2524 0,3640 0,1478 0,2757 0,4195 0,2548 0,1478 0,2147 0,0766 0,0605 0,2500 0,1881 0,1736 0,0527 0,0068 0,1696 **** AnkI 0,6202 0,2524 0,3640 0,1478 0,1086 0,1093 0,5776 0,1478 0,2147 0,2146 0,2146 0,3161 0,0290 0,0791 0,0849 0,1586 0,0735 0,1542 **** AnkJ 0,3606 0,1288 0,2754 0,1742 0,2167 0,4050 0,1736 0,1742 0,2772 0,0949 0,0824 0,0802 0,1736 0,0951 0,0462 0,0653 0,0822 0,0443 0,1736 ****

Dokumen terkait