• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 ASPAL DAN ASPAL BERKARET

Aspal adalah bahan semi padat yang terdiri dari hidrogen dan karbon yang tersusun menjadi fraksi hidrokarbon. Fraksi tersebut dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu fraksi padat dan fraksi cair. Fraksi padat larut dalam fraksi cair yang disebut malten. Malten dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu nitrogen base, acidafit I, acidafit II, dan parafin. Perbandingan antara jumlah nitrogen base dan acidafit I dengan jumlah acidafit II dan parafin disebut parameter komposisi malten yang menentukan ketahanan aspal terhadap abrasi (Suroso, 2005).

Aspal adalah bahan visko elastis yang sifatnya berubah akibat perubahan temperatur.

Pada temperatur rendah berbentuk semi padat sedangkan pada temperatur tinggi berbentuk cair.

Hal ini disebabkan perubahan jarak partikel aspal. Pada temperatur tinggi jarak antar partikel menjadi renggang sehingga aspal berubah menjadi cair, pada temperatur rendah, jarak antar partikel menjadi dekat sehingga aspal menjadi padat (Suroso, 2005).

Menurut Suroso (2005), kadar asphalten dalam aspal sangat menetukan sifat reologi aspal. Kenaikan kadar asphalten menyebabkan aspal menjadi keras. Dengan kata lain penetrasi aspalnya rendah dan memiliki titik leleh tinggi. Kadar asphalten dalam aspal untuk pengerasan jalan sebaiknya 5-25%. Kekentalan aspal akan naik seiring dengan kenaikan kadar asphalten dalam malten. Asphalten dapat berinteraksi dengan fraksi cair (pelunak) sehingga asphalten diyakini mempunyai sifat lengket, tergantung dari strukturnya. Ikatan asphalten merupakan kesatuan yang kontinyu, dengan kata lain kekentalannya akan menurun sebanding dengan kenaikan temperatur.

Aspal telah digunakan sebagai bahan konstruksi dasar selama bertahun-tahun karena sifat alaminya, yakni memiliki daya ikat dan tahan air. Di atas suhu 100°C, aspal berbentuk cairan yang viskos. Aspal mulai mengeras pada suhu yang rendah. Semakin rendah (hingga di bawah nol derajat) suhunya, maka aspal semakin keras dan rapuh (Robinson, 2004).

Pada penerapan untuk jalan bebas hambatan, aspal memegang peranan yang baik dalam pembangunan jalan raya yang sibuk. Situasi tersebut membuat penggunaan polimer untuk pemodifikasi aspal lebih disukai. Penggunaan polimer tersebut dapat meningkatkan ketahanan terhadap deformasi permanen dengan memperbaiki temperatur kerja, memperbaiki daktilitas (ketahanan terhadap tarikan atau renggangan tanpa mengalami kerusakan) aspal untuk mengurangi resiko retak atau pecah pada suhu rendah, memperbaiki daya ikat dengan agregat untuk mengurangi resiko agregat terlepas dari permukaan aspal (Robinson, 2004).

Aspal merupakan produk turunan dari minyak mentah atau minyak bumi yang didapatkan dengan proses destilasi atau penyulingan dengan cara memisahkan fraksi-fraksi yang lebih tinggi sehingga menyisakan aspal sebagai residu yang lebih berat dari fraksi-fraksi lain. Aspal merupakan bahan yang viskoelastis dan sensitif terhadap perubahan temperatur.

Aspal juga cenderung mudah mengalami deformasi permanen dalam aplikasinya untuk menahan beban atau muatan, laju deformasi aspal tergantung dari kualitas aspal, komposisi aspal, temperatur udara ambien, tingkat tekanan dan volume beban (Robinson, 2004).

Sumber dan jenis minyak bumi berpengaruh terhadap komposisi kimia aspal yang berpengaruh juga terhadap ciri fisiknya. Aspal terdiri dari kompleks hidrokarbon yang mengandung kalsium, besi, mangan, nitrogen, oksigen, sulfur, dan vanadium. Struktur aspal

sangat bervariasi pada tiap-tiap sumbernya dan tidak mungkin dapat dipetakan secara akurat.

Kimia aspal ditentukan dengan pendekatan analisis saturates-aromatics-resins-asphaltenes (SARA) untuk membandingkan komposisi dengan reologi (Robinson, 2004).

Menurut Robinson (2004), aspal dapat teroksidasi karena adanya udara. Oksidasi menyebabkan pengerasan aspal dan penggetasan. Hal ini menyebabkan kegagalan pelekatan aspal terhadap agregat dan keretakan. Pengerasan aspal pada permukaan atau lapisan dasar membantu meningkatkan kelakuan aspal yang berkontribusi untuk memperbaiki daya guna aspal.

Laju pengerasan aspal tergantung dari beberapa faktor, antara lain komposisi campuran aspal, ketebalan lapisan pengikat, rongga udara yang terkandung dalam aspal, dan komposisi aspal. Rongga udara sangat penting karena jika udara tidak bisa menembus campuran aspal yang tebal secara mudah, maka laju oksidasi akan lebih lambat bila dibandingkan bahan yang lebih berpori (Robinson, 2004).

Menurut Robinson (2004), aspal memberikan respon yang beragam pada aplikasinya, respon tersebut tergantung dari temperatur dan waktu muatan. Terdapat berbagai macam uji empiris yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari aspal yang dikendalikan oleh badan standarisasi yang berbeda dengan versi yang berbeda pula. Akan tetapi, kelas atau kualitas aspal yang digunakan untuk pengerasan jalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan nilai penetrasi (pen) yang diukur pada 25°C dan dinyatakan dalam dmm (0,1 mm) serta titik lunak atau titik lembek dalam °C. Nilai tersebut yang digunakan untuk merancang atau menentukan kelas atau kualitas dari aspal. Sebenarnya masih terdapat banyak uji spesifikasi empiris untuk aspal yang bisa digunakan, namun kedua uji empiris tersebut merupakan pendekatan utama yang digunakan untuk menentukan ketahanan aspal terhadap deformasi permanen (Robinson, 2004).

Menurut Robinson (2004), terdapat juga uji yang digunakan untuk mengukur viskositas dinamis aspal pada selang temperatur 100-190°C. Pengujian atau pengukuran tersebut penting juga untuk mengetahui kemampuan aspal untuk dipompa dan melapisi agregat.

Pengujian ini menggunakan pemanasan aspal dalam ruang sampel dalam kondisi yang terkendali serta pengukuran daya tahan putaran menggunakan spindel berputar dengan nilai yang terbaca sebagai nilai viskositas, biasanya dikatakan sebagai centipoise (cP).

Polimer secara umum digunakan untuk memodifikasi aspal sehingga dapat meningkatkan daya guna aspal. Polimer juga dapat digunakan untuk mengurangi laju kerusakan aspal. Polimer juga dapat memperbaiki kelekatan atau daya ikat aspal dengan agregat yang sering terlepas karena adanya kikisan dari air sehingga dapat memelihara kekakuan atau kekuatan struktur aspal tersebut.

Perbaikan dalam sifat mekanis atau struktur dari aspal menggunakan pemodifikasi berupa polimer terkadang sulit untuk diukur dan dikendalikan. Misalnya polimer jenis elastomer biasanya menghasilkan penurunan kekakuan aspal akan tetapi ketahanan deformasi dan kerekatan meningkat. Selain itu, polimer biasanya digunakan untuk mengurangi deformasi permanen, meningkatkan kerekatan aspal, dan mengurangi resiko keretakan aspal akibat temperatur rendah.

Aspal minyak adalah residu pengilangan minyak bumi, oleh karena itu mutu sangat tergantung pada lokasi dan kondisi geologi dimana minyak bumi diproses. Saat ini aspal yang dihasilkan banyak yang kurang sesuai dengan standar, yaitu aspal dengan titik lembek tinggi agar menghasilkan stiffness yang tinggi, sehingga tahan terhadap terjadinya deformasi. Selain

aspal harus mempunyai stiffness yang tinggi diperlukan aspal yang mempunyai ketahanan terhadap retak, ketahanan terhadap oksidasi sehingga pengerasan dapat tahan lama.

Indonesia terletak di negara tropis serta pada ruas jalan tertentu lalu lintas cukup tinggi dan bebannya pun melebihi kapasitas jalan sehingga faktor cuaca, temperatur, kerusakan dini berupa terjadinya alur, gelombang, deformasi menjadi alasan mengapa aspal perlu dimodifikasi agar dapat mengurangi faktor-faktor tersebut diatas. Banyak faktor yang menentukan keawetan konstruksi jalan salah satunya adalah aspal sebagai bahan pengikat, dan pengisi. Sebagai bahan pengikat sifat adhesi harus baik, sedangkan sebagai bahan pengisi maka jumlah (kadar aspal dalam campuran beraspal) harus cukup serta mutunya harus baik agar diperoleh umur pelayanan yang maksimal.

Ketika Mac Donald menemukan metode untuk memperbaiki lubang-lubang kecil di jalan, ia bereksperimen dengan menambahkan karet ban bekas pada aspal cair panas. Dia menemukan bahwa setelah mencampurkan karet dengan aspal selama 45 – 60 menit, dihasilkan suatu material baru. Material ini memiliki karakteristik teknis yang menguntungkan pada kedua komposisi yang disebut aspal karet (Huffman, 1980). Aspal tersebut diabsorbsi oleh partikel karet yang bertambah besar pada temperatur tinggi sehingga meningkatkan konsentrasi aspal cair dalam campuran beraspal.

Polimer umumnya digunakan untuk memodifikasi sifat-sifat yang dimiliki aspal untuk meningkatkan daya guna aspal. Peningkatan dalam sifat mekanik maupun struktur aspal menggunakan polimer sebagai bahan pengikat kadang sulit untuk di ukur. Sebagai contoh, polimer jenis elastomer bisa menghasilkan penurunan kekakuan, walaupun ketahan terhadap deformasi dan kekuatan ikatan didapatkan (Robinson, 2004).

Polimer yang umum dipakai sebagai bahan pengikat untuk memodifikasi aspal adalah polimer jenis elastomer termoplastik dan plastomer termoplastik. Elastomer adalah polimer yang paling banyak digunakan sebagai bahan pengikat atau pemodifikasi. Jenis elastomer yang sering digunakan meliputi polimer termoplastik karet sintetis. Dalam praktek, polimer styrene butadiene styrene (SBS) adalah polimer yang memberikan kombinasi yang paling optimum dari daya guna, ketahanan, kemudahan penggunaan dan ekonomis bila dibandingkan dengan elastomer sintetis lainnya (Robinson, 2004).

Karet alam telah digunakan dalam campuran aspal selama lebih dari 30 tahun dan karet alam dirasa dapat meningkatkan daya guna aspal walaupun dispersi polimer dalam campuran aspal biasanya kurang homogen. Secara keseluruhan, karet alam (dispersi cair polimer) yang ditambahkan secara langsung ke dalam pencampur aspal tidak memodifikasi sifat-sifat aspal pada derajat yang sama dengan plastomer dan elastomer yang membutuhkan perlakuan pra-pencampuran dengan aspal panas. Karet alam mudah digunakan karena dapat langsung ditambahkan ke dalam pencampur aspal tanpa membutuhkan tangki penyimpanan khusus. Karet alam merupakan polimer alami dan menunjukkan reaksi yang mirip dengan bentuk polimer termoplastik sintetis (Robinson, 2004).

Dokumen terkait