• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Hakikat Kecerdasan Spiritual

3. Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) dalam diri manusia dapat berkembang, jika manusia mengisi ruang spiritualnya dengan hal-hal baik. Jika ruang spiritual itu dibiarkan kosong, maka hal-hal yang buruk akan mudah masuk dalam ruang tersebut dan membuat manusia menjadi bodoh secara spiritual.

Keadaan individu yang bodoh secara spiritual antara lain ditandai dengan tidak memiliki pemahaman yang cerdas mengenai tujuan hidupnya sendiri yang

18

dianggapnya penting, ambisius (dia harus mencapai sesuatu demi pencapaian itu sendiri), menganggap keinginannya adalah kebutuhannya dan memaksakan memiliki lebih banyak lagi dan sebagainya (Zohar-Marshal, 2000:250-258).

Agar seseorang bisa cerdas secara spiritual maka di dalam SQ ada beberapa aspek yang bisa dikembangkan oleh seorang individu. Aspek-aspek kecerdasan spiritual adalah sebagai berikut (Zohar-Marshall, 2005:138-176):

a. Kesadaran Diri Tinggi

Kesadaran diri adalah salah satu kriteria tertinggi dari kecerdasan spiritual yang tinggi. Mengembangkan kesadaran diri yang lebih besar merupakan prioritas utama untuk meningkatkan SQ. Langkah pertama untuk memiliki kesadaran adalah menyadari, mengenal dan mengetahui tentang keberadaan diri sendiri dengan meningkatkan komunikasi dengan diri sendiri. Meditasi dan refleksi membantu seseorang untuk membangun kesadaran diri, sehingga ia mengetahui, menyadari dan meyakini nilai atau motivasi apa yang menggerakkan dia dalam bertindak atau berbuat sesuatu.

Rogacion (Safaria, 2005:46) mengartikan kesadaran diri sebagai kemampuan orang dalam menginsafi totalitas keberadaannya sejauh mungkin, seperti menyadari keinginan, cita-cita, harapan, dan tujuan hidupnya. Orang memiliki kesadaran diri berarti orang yang bersangkutan mengetahui apa yang diyakini, apa yang dihargai, dan apa yang memotivasinya secara mendalam atas tindakan dan keputusan-keputusan yang ia buat.

Seseorang yang tekun dalam menyelami diri sendiri akan semakin mengenal seluruh keberadaan dirinya, kekurangan dan kelebihannya,

bakat-19

bakatnya, pengalamannya yang akan memunculkan kesadaran baru terhadap realita hidup yang telah dan hendak dijalaninya. Kesadaran diri seperti ini akan membawa orang bersentuhan dengan pusat terdalam diri batinnya, memungkinkannya untuk membaharui diri terus-menerus dan mendengarkan panggilan nuraninya.

Kesadaran diri yang tinggi dapat dimiliki oleh seseorang jika ia sungguh-sungguh mengenali jati dirinya sendiri. Ketika ia bisa menerima dirinya dengan baik maka ia terbebas dari rasa iri hati kepada orang lain yang melebihi dirinya. Ia bisa menerima kekurangan dirinya baik dalam hal fisik, bakat dan potensinya itu sehingga ia mampu mencintai dirinya dan terpacu mengembangkan diri. Penerimaan dan pengakuan keberadaan diri berpengaruh terhadap penerimaan dan pengakuannya terhadap sesamanya. Hal ini sangat penting dan diperlukan dalam membangun relasi dengan sesama secara lebih baik.

b. Bertindak Spontan

Spontanitas adalah “ketanggapan” seseorang terhadap sesuatu yang untuknya seseorang terdorong untuk mengambil tanggung jawab atas sesuatu itu. Bertindak spontan artinya seseorang cepat tanggap dan secara cekatan memberikan tanggapan yang konstruktif dalam situasi tertentu yang tidak diharapkan. Spontan di sini bukan berarti tingkah laku atau sikap yang impulsif semata-mata tetapi sebuah tanggapan atau improvisasi terhadap sesuatu yang diketahui dari dalam melalui kepekaan batin terhadap situasi yang dihadapinya (Zohar-Marshall, 2000:185).

20

Tindakan spontan mengandung keberanian, kemauan dan kerelaan menerima tanggung jawab serta sanggup menjalankan tanggung jawab dalam mengatasi atau menerima situasi yang tidak menyenangkan. Sikap berani berarti sadar dan mau menanggung resiko untuk merasa tidak nyaman atas setiap tanggung jawab yang diterima dan dijalani. Ketika seseorang bersikap spontan ia menemukan dan lebih mengenal dirinya serta mengetahui bahwa ia adalah bagian dari dunia.

c. Mengambil Jarak dan Mengambil Manfaat dari Kemalangan

Mengambil manfaat dari kemalangan berarti mampu belajar dari pengalaman penderitaan atau kegagalan yang dialami. Penderitaan yang dialami oleh seseorang mengajar orang tersebut mengetahui batas-batas kemampuannya dan melampaui keterbatasan itu. Orang bisa bertumbuh ketika ia mau belajar dari penderitaan atau kesalahan yang ia alami sehingga ia dapat meraih keberhasilan atas kegagalan yang dialami sebelumnya.

Kemampuan memanfaatkan penderitaan ini meliputi sikap jujur atas penderitaan yang dialami, kelemahan, kekeliruan yang telah dilakukan, berani menanggung kepedihan serta rasa malu yang timbul dari kesalahan atau penderitaan yang di alami. Memanfaatkan penderitaan menuntut pengakuan atas realita bahwa ada persoalan atau masalah tertentu yang tidak dapat dipecahkan, bahkan ketika suatu persoalan tertentu tidak dapat dipecahkan meskipun telah mengunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan persoalan tersebut.

21

Pengaruh penderitaan dan kesulitan yang dihayati sebagai kesempatan untuk membangun diri, akan mengubah sesuatu yang lemah akibat penderitaan itu menjadi kuat dan matang. Pengakuan seperti ini memberikan kearifan dan kematangan dalam diri orang tersebut sehingga ia menjadi lebih dewasa dari keadaan sebelumnya.

Seseorang dapat mengambil manfaat dari kesulitan atau penderitaan yang ia hadapi jika ia dapat berdamai dengan kehidupannya yang diwarnai dengan penderitaan, kelemahan dan kesalahan. Ia akan menjadi orang yang mampu menghadapi penderitaan dalam hidupnya dengan ringan sehingga orang dapat melampaui penderitaannya tanpa terbebani oleh persoalan dan penderitaan yang ia hadapi.

Kemampuan mengambil manfaat dari penderitaan bisa juga berarti kemampuan untuk mengubah kutuk menjadi berkat. Artinya, mampu melihat suatu penderitaan ini menjadi titik tolak perkembangan dirinya menjadi lebih matang, lebih dewasa dan lebih mantap dalam menjalani kehidupannya. Kemampuan mengambil manfaat dari penderitaan berarti ketrampilan seseorang untuk mengolah setiap situasi atau peristiwa tertentu yang membuat mereka lemah tidak berdaya dan mengubahnya menjadi satu kekuatan untuk melangkah maju.

d. Terbimbing oleh Visi dan Nilai

Visioner didefinisikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berpikir atau merencanakan masa depan secara bijak dan imajinatif, dengan menggunakan gambaran mental tentang situasi yang dapat

22

dan mungkin terjadi di masa mendatang (Buzan, 2003:33), sedangkan visi adalah suatu tujuan yang ingin dicapai dari apa yang ia gambarkan dan rencanakan untuk masa yang mendatang. Visi pasti mengandung nilai-nilai yang sangat berarti untuk diwujudkan.

Visi menjadi “cahaya pembimbing” dalam hidup seseorang. Tujuan hidup bukan sekedar suatu gagasan yang baik namun sebagai sesuatu yang bermuatan perasaan dalam kerja dan hidup yang menyediakan orientasi serta arah hidup. Tujuan hidup membuat seseorang tergerak untuk mencurahkan segala perhatian dan tenaganya dengan sepenuh hati dalam usaha mencapainya.

Junaidi (2006:182-183) mengatakan bahwa keselarasan antara angan-angan atau cita-cita yang ingin dicapai sebagai tujuan hidup dengan kegiatan atau kerja sehari-hari, membuahkan pertumbuhan pribadi, keberhasilan dan kepuasan dalam hidup. Buechner berpendapat bahwa tujuan hidup atau tempat tujuan yang ditentukan oleh Tuhan adalah tempat di mana seseorang menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya (Junaidi, 2006:183).

Jadi orang yang terbimbing visi dan nilai dalam menjalani hidup berarti ia tahu persis visi dan nilai apa yang saat ini ia hidupi dan ia perjuangkan. Visi dan nilai yang ia perjuangkan menjadi “cahaya pembimbing” dalam menjalani dan mengisi hidupnya sehingga menjadi lebih terarah, bermakna dan bernilai.

23

e. Berpandangan Holistik

Holisme adalah sebuah pandangan pada sebuah realitas bersama yang lebih mendalam yang mendasari kebanyakan perbedaan dan mampu melihat suatu masalah dan membuka masalah tersebut menuju potensialitas yang lebih dalam, sehingga orang menemukan hal baru yang mengembangkan dirinya.

Berpikir holistik merupakan suatu kemampuan dalam melihat pola-pola dan hubungan-hubungan yang lebih luas, melihat hubungan-hubungan antar hal yang bekerja secara internal, hubungan yang tumpang tindih, dan pengaruh-pengaruh secara utuh. Orang yang berpandangan holistik berarti seorang yang mampu melihat suatu permasalahan dari setiap sisi dan melihat bahwa setiap persoalan memiliki setidaknya dua sisi atau lebih.

Cirri orang yang berpikir holistik adalah orang yang reflektif dan berpikiran luas, sangat peka terhadap gerak batin dalam situasi tertentu. Mereka selalu sadar bahwa mereka ikut bertanggung jawab dalam keseluruhan dan selalu sadar bahwa keseluruhan itu mempengaruhi dirinya sendiri dan orang lain.

f. Kepedulian

Kepedulian adalah satu rasa kebersamaan yang aktif dan kemauan untuk terlibat. Kepedulian menuntut orang merasakan kesetaraan sebagai sesama manusia dengan orang di sekitarnya, bahkan jika ada pandangan-pandangan yang berbeda di antara mereka. Seseorang tidak lagi terkurung dengan pandangannya sendiri, tetapi bisa memahami pandangan orang lain

24

juga dan bisa merasakan apa yang menjadi latar belakang dari pandangan orang lain tersebut.

Buzan (2006:43) mengungkapkan bahwa salah satu ungkapan kepedulian terhadap orang lain adalah belas kasih (compassion). Belas kasih menjangkau orang lain melalui rasa sayang dan hormat, memiliki komitmen kepada orang lain dan ikut bertanggung jawab dalam menolong mereka.

Orang yang memiliki kepedulian adalah orang yang mampu berempati karena merasa bahwa ia menjadi bagian dari yang lain dan menjadi pelindung bagi yang lain tanpa pamrih. Ia hanya digerakkan oleh motivasi yang tertinggi yaitu kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain.

Safaria (2005:106) mengartikan empati sebagai pemahaman seseorang tentang orang lain berdasar sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, pengalaman-pengalaman orang yang bersangkutan. Untuk itulah sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses bersosialisasi agar tercipta hubungan yang bermakna dan saling menguntungkan.

g. Merayakan Keragaman

Ada pandangan bahwa tiap orang adalah sebuah mujizat dan masing-masing memiliki kisah hidup yang unik. Pandangan ini mengajak setiap orang untuk berpikir positif tentang seseorang. Situasi apapun yang dihadapi oleh seseorang, itu merupakan kekayaan dari pengalamannya. Mengagumi dan menghormati orang lain merupakan satu cara untuk mengakui bahwa masing-masing orang itu memiliki keunikan.

25

Merayakan keragaman bisa berarti mempercayai orang lain, mencintai atau setidak-tidaknya menghargai orang lain yang berbeda dengan diri sendiri. Menghargai pandangan-pandangan orang lain yang berbeda dan bahkan yang bertentangan dengan pandangannya, merupakan ciri khas bagi orang yang bisa merayakan keragaman. Orang yang demikian berarti mampu melihat bahwa dengan adanya perbedaan menjadi sebuah peluang. Hal ini mensyaratkan orang memiliki sikap yang bisa selalu bersyukur kepada Tuhan atas perbedaan yang ada pada orang lain. Ia mampu melihat bahwa adanya perbedaan akan memperkaya realitas dan peluang-peluang dirinya. Hal ini mengandung sikap rendah hati terhadap pandangannya sendiri dan mengakui kebaikan atau kebenaran juga ada dalam pandangan orang lain.

h. Independensi terhadap Lingkungan

Orang yang memiliki independensi terhadap lingkungan adalah orang yang memiliki keyakinan teguh dalam diri dan sanggup menentang arus dalam lingkungannya ketika nilai yang tengah diperjuangkannya demi kepentingan umum dan kebaikan bersama mendapat pertentangan. Ia sanggup mengambil jarak dari keadaan lingkungannya yang mempengaruhi independensinya, meskipun ia akan menemui dirinya terisolasi dan tidak popular dalam lingkungannya. Ia memiliki keteguhan dan ketabahan hati untuk tetap melangkah di jalan yang dipilihnya.

Independensi terhadap lingkungan mensyaratkan satu kesanggupan mengambil jarak dari paradigma pribadi, kesanggupan untuk mengetahui kapan ia berbuat keliru atau berpikir sempit serta keberanian merombak

26

bahkan meruntuhkannya. Independensi lingkungan berarti independen dari keterbatasan-keterbatasan, bebas dari kecenderungan-kecenderungan negatif yang memenjarakan diri.

Pada tingkat spiritual independensi terhadap lingkungan berarti memiliki perspektif yang lebih luas dan independen. Ia teguh, terfokus, tabah, berpikiran independen, kritis terhadap diri sendiri, berdedikasi dan berkomitmen.

i. Kecenderungan Bertanya “Mengapa?”

Seseorang yang cerdas secara spiritual selalu mencari arti atau makna dibalik setiap kejadian atau peristiwa dari pengalaman, baik yang dialami sendiri ataupun yang dialami orang lain. Dalam proses menemukan makna, seseorang terdorong untuk mempertanyakan kejadian atau peristiwa tertentu yang dialaminya tersebut kepada dirinya sendiri. Jika ia belum juga memahami, ia berusaha untuk mengerti dengan merenung, berbicara pada diri sendiri dalam relung-relung hati terdalam.

Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah “Mengapa?”. Pertanyaan “Mengapa” ini memotivasi seseorang secara mendalam untuk memahami segala sesuatu sampai ke akar-akarnya atau intinya. Artinya ia tidak menerima begitu saja suatu keadaan, pendapat, keputusan, dan aturan yang ada. Ia akan menanyakan alasan-alasan, cara kerja dan dasar dari keadaan, pendapat, keputusan atau aturan yang ada. Melalui permenungan yang dalam dan refleksi yang serius membawa orang melampaui apa yang ada

27

dalam situasi saat ini dan mendorong orang mengeksplorasi masa depan. Dengan demikian ia dapat menjalankan berbagai aturan, keputusan, dan pendapat yang ada dengan penuh kesadaran dan kerelaan dalam menjalankannya.

Jika pertanyaan “Mengapa” selalu bergema dalam diri seseorang, ia akan selalu waspada dalam menjalani hidup dan menjadi lebih peka dan awas terhadap gerakan batin yang akan menuntunnya untuk melihat nilai dan makna baru yang belum dilihatnya ketika ia mengalami suatu peristiwa dalam hidupnya.

Saat orang merenungkan dan merefleksikan mengenai diri sendiri, situasi atau peristiwa tertentu serta jujur mengakui jawabannya ia akan melihat dan menyadari pontensialitas-potensialitas yang dimilikinya. Oleh karena ia dapat memahami potensialitas-potensialitas itu, maka akhirnya ia mampu mengubah potensialitas-potensialitas itu menjadi aktualitas.

j. Membingkai Ulang Pengalaman (Merekonstruksi atau Mengolah Hidup) Membingkai ulang merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dalam proses pengolahan hidup yang ia jalani. Pengolahan hidup ini diawali dengan melihat masa lalu dan menghadirkan masa sekarang sehingga dari aktivitas itu ia mendapatkan bahan pembelajaran diri. Pertama-tama yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin membingkai ulang adalah menyadari asumsi-asumsi atau pandangan-pandangan diri sendiri terhadap suatu hal.

28

Pada level spiritual, membingkai ulang akan membawa sesuatu yang baru dalam cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak. Hal baru itu akan muncul jika orang berusaha dan berani meruntuhkan batas-batas, asumsi-asumsi dan pandangan-pandangan yang keliru atau sempit. Perlu disadari hal tersebut akan membawanya pada zona ketidaknyamanan. Orang yang bisa membingkai ulang akan lebih visioner, sanggup membayangkan atau bahkan merealisasikan masa depan yang belum ada. Keterbukaan terhadap segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi merupakan salah satu ciri orang yang mampu membingkai ulang seluruh pengalaman hidupnya. Ia dapat melihat bagaimana kemungkinan itu relevan dengan pengambilan keputusan di masa kini. Ini berarti orang bisa menempatkan satu satu masalah atau situasi ke dalam bingkai berbeda sehingga melihatnya dengan perspektif yang baru dan lebih luas.

Halangan paling besar dalam membingkai ulang atau merekonstruksi suatu pengalaman, masalah atau kejadian yang dialami adalah pikiran orang itu sendiri. Manusia sering berpikir dan terpaku pada batas-batas asumsi sendiri tanpa melihat kebenaran yang lain atau perspektif yang berbeda dengan perspekstif yang selama ini diyakini kebenarannya.

Kemampuan ini mensyaratkan bahwa orang mampu mengambil jarak dari satu situasi atau masalah untuk mencari gambaran yang lebih lengkap dan konteks yang lebih luas, misalnya dengan cara bermeditasi dan berefleksi. Kemampuan mengambil jarak dari suatu situasi atau masalah yang dialami akan membuat orang mempunyai kesempatan untuk keluar dari dirinya

29

sehingga memiliki perspektif yang baru. Ia bisa melihat posisi dirinya dalam situasi atau masalah tersebut dan akhirnya tahu ia harus dan bisa berbuat apa untuk keluar dari masalahnya, atau ia siap sedia menerima situasi tersebut jika ternyata ia tak mampu mengubahnya.

k. Kerendahan Hati

Sikap rendah hati melampaui batas-batas yang dibuat oleh ego dan perasaan seseorang. Sikap rendah hati membuat orang tidak terlalu disibukkan dengan hal-hal yang harus dilakukan hanya sekedar untuk memperoleh pengakuan bahwa dirinya orang penting, serba bisa dan paling hebat. Kesombongan muncul saat orang berpikir bahwa mereka merasa tahu lebih banyak daripada siapapun. Orang seperti ini memiliki sedikit motif untuk mendengarkan atau belajar dari orang lain

Sikap rendah hati membuat orang sadar bahwa keberhasilan dan kesuksesan hidupnya hanya karena anugerah Tuhan lewat peran orang lain. Kerendahan hati mendorong orang lebih peka terhadap kebutuhan sesama dan rela memberi ruang bagi mereka untuk menyadari bakat-bakat terbaiknya. Sikap rendah hati juga tampak pada sifat orang yang mau bertanya untuk memperoleh pemahaman mengenai sesuatu hal. Ia mencari saran dari orang lain yang ia anggap lebih bijaksana dan lebih mengetahui seluk beluk tentang hal itu. Ia mau mengakui bahwa dirinya memiliki keterbatasan yang bisa membuatnya salah. Ia juga mau mengakui orang lain bisa benar atau lebih

30

benar dari dirinya. Kerendahan hati memunculkan sikap kritis terhadap diri sendiri dan siap mengakui keterbatasan diri.

l. Rasa Keterpanggilan

Rasa keterpanggilan sangat berkaitan dengan sikap rendah hati yang dimiliki oleh seseorang, karena orang yang rendah hati mampu bersentuhan dengan kesadaran bahwa nilai sejati dirinya muncul dari sesuatu yang lebih dalam daripada egonya. Ia menyadari bahwa dirinya bagian dari alam semesta, umat manusia dan hamba Tuhan. Ketika orang mampu melampaui egonya dan bisa melihat dirinya menjadi bagian dari orang lain, maka ia terdorong untuk melayani sesama sebagai ungkapan syukur atas segala kebaikan yang telah diterimanya.

Seseorang yang terpanggil digerakkan oleh kesadaran akan visi dan tujuan hidup untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Ia merasa terpanggil untuk mengabdi kepada sesuatu yang lebih tinggi serta mewujudkan kebaikan dan keindahan di dunia ini. Hal ini merupakan panggilan untuk mengikuti suatu perasaan akan tujuan personal yang dalam, sebuah kebutuhan untuk berbuat berdasarkan cita-cita dan nilai-nilai terdalam.

Perasaan terpanggil lebih mendalam daripada semata-mata memiliki ambisi atau tujuan. Memiliki rasa keterpanggilan berarti dikendalikan oleh satu keinginan untuk membuat hidup berguna dan kebutuhan kuat untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Perasaan terpanggil ini biasanya mengikuti rasa syukur yang mendalam, sebuah perasaan bahwa seseorang

31

sudah menerima sangat banyak dan kini ia ingin memberi. Tindakan memberi ini tidak dimaksudkan untuk memanipulasi orang yang menerima pemberian, melainkan sebuah hadiah, ungkapan terima kasih yang timbul dari rasa hormat atas anugerah hidup.

Orang yang memiliki rasa keterpanggilan biasanya penuh perhatian dan realistis. Ia memiliki rasa damai dengan kehidupan dan memiliki rasa yang mendalam atas seluruh aspek kehidupannya. Ia memiliki vitalitas atau kemampuan yang dapat menginspirasi orang lain. Ia murah hati, tidak hitung-hitung dalam berbelas kasih pada sesama, ia mempergunakan bakat-bakatnya, karyanya, waktu dan memberi semua itu dengan penuh kerelaan. Ia memiliki sikap keterlibatan yang mendalam sesamanya.

4. Karakteristik Individu yang memiliki Kecerdasan Spiritual yang tinggi

Dokumen terkait