• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

A. Penerimaan Diri Penyandang Cacat 1 Pengertian Penerimaan Diri Penyandang Cacat

5. Aspek-Aspek Penerimaan Dir

Menurut Jersild (dalam Hurlock, 1974), individu yang menerima dirinya sendiri memiliki keyakinan akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain. Orang yang menerima dirinya memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional. Individu yang menerima dirinya menyadari potensi diri yang dimiliki,

merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginan, serta menyadari kekurangan yang dimiliki tanpa menyalahkan diri sendiri.

Secara rinci, Jersild (1963) mengemukakan beberapa poin mengenai aspek penerimaan diri sebagai berikut :

a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan realistis.

Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik akan berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana ia terlihat dalam pandangan orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara secara objektif mengenai dirinya yang sebenarnya.

b. Sikap terhadap kelemahan dan kekutan diri sendiri dan orang lain realistis. Individu yang memiliki tingkat penerimaan diri yang baik akan memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya dengan lebih baik daripada individu yang tidak memiliki penerimaan diri. Individu tersebut kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan energinya untuk menjadi hal yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang lain. Ia pun tidak berdiam diri dengan tidak memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, akan menggunakan bakat yang dimilikinya dengan lebih leluasa. Individu yang bersikap baik dalam menilai kelemahan dan kekuatan dirinya akan bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan kekuatan orang lain.

c. Merasa sejajar dengan orang lain.

Seseorang individu yang terkadang merasakan infeoritas atau disebut dengan infeority complex adalah seseorang individu yang tidak memiliki sikap

penerimaan diri dan hal tersebut akan mengganggu penilaian yang realistik atas dirinya. Adapun orang yang menerima diri akan cenderung untuk merasa sejajar dengan orang lain dan memandang diri secara realistis.

d. Respon realistis atas penolakan dan kritikan

Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun demikian ia mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Ia berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, ini merupakan hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang individu dewasa dan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru menganggap kritikan sebagai wujud penolakan terhadapnya. Yang penting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri.

e. Memiliki keseimbanganantara “real self” dan “ideal self

Individu yang memiliki penerimaan diri akan mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dalam batas-batas kemungkinan. Individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya. Oleh karena itu, untuk memastikan ia tidak akan kecewa saat nantinya, ia menyeimbangkan antara ideal self dengan real self.

f. Menerima orang lain.

Apabila seorang individu menyanyangi dirinya, maka akan lebih memungkinan baginya untuk menyayangi orang lain. Sebaliknya, apabila seorang

individu merasa benci pada dirinya, maka akan lebih memungkinkan untuk merasa benci pada orang lain. Terciptanya hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang lain akan berakibat individu yang memiliki penerimaan diri merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial.

g. Berusaha untuk menuruti kehendak, dan menonjolkan diri.

Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan dirinya, akan tetapi, ia akan menerima bahkan menuntut kelayakan dalam kehidupannya dan tidak akan mengambil yang bukan haknya dalam mendapatkan posisi yang menjadi incaran dalam kelompoknya. Individu yang menerima dirinya tidak akan membiarkan orang lain selangkah lebih maju darinya dan menggagu langkahnya. Individu dengan penerimaan diri menghargai harapan orang lain dan meresponnya dengan bijak, memiliki pendirian yang terbaik dalam berfikir, merasakan dan membuat pilihan, serta tidak hanya menjadi pengikut setia inisiatif orang lain.

h. Spontanitas dan menikmati hidup

Individu dengan penerimaan diri yang baik mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya, namun terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya, akan tetapi juga leluasa untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.

i. Aspek moral penerimaan diri: Jujur dalam menerima diri

Individu dengan penerimaan diri yang baik bukanlah individu yang berbudi baik dan bukan pula fleksibelitas dalam pengaturan hidupnya. Ia memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya, dan ia tidak menyukai kepura-puraan. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus menipu diri dan orang lain.

j. Sikap terhadap penerimaan diri positif

Menerima diri merupakan hal peting dalam kehidupan seseorang. Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin mengalami keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar dapat menerima dirinya. Individu dengan penerimaan diri membangun kekuatannya untuk menghadapi kelemahan dan keterbatasaannya. Banyak hal dalam perkembangan seorang individu yang belum sempurna, bagi seseorang individu akan lebih baik jika ia dapat menggunakan kemampuannya dalam perkembangan hidupnya.

Ahli lain, yaitu Sheerer (dalam Cronbach, 1963) mengungkapkan adanya tujuh aspek penerimaan diri, antara lain:

a. Percaya terhadap kemampuan diri

Individu yang menerima diri cenderung mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan sekarang dan yang akan datang, sehingga individu tersebut percaya bahwa kemampuan yang dimilikinya dapat membantu dirinya menghadapi kehidupannya, baik sekarang maupun yang akan datang.

b. Perasaan sederajat

Individu yang menerima diri menganggap diri sendiri berharga sebagai manusia yang sama derajatnya dengan orang lain. Perasaan ini akan mengarahkan individu tersebut untuk merasa sama seperti orang lain, tidak merasa dirinya menyimpang ataupun istimewa.

c. Orientasi ke luar diri

Individu yang menerima diri akan merasa tidak malu atau self conscious dalam berperilaku di lingkungannya. Hal ini akan membuat individu yang bersangkutan lebih memperhatikan dan toleran terhadap orang lain.

d. Bertanggungjawab

Individu yang menerima diri cenderung berani memikul tanggung jawab atas perilaku yang dilakukannya.

e. Berpendirian

Individu yang menerima diri akan cenderung lebih suka mengikuti standarnya sendiri daripada bersikap conform terhadap standard-standard yang diberlakukan oleh orang lain.

f. Menyadari keterbatasan

Individu yang menerima diri tidak menyalahkan diri atas keterbatasan- keterbatasan yang dimiliki atau mengingkari kelebihan-kelebihan yang dimiliki. g. Menerima sifat kemanusiaan

Individu yang menerima diri tidak menyangkal impuls atau emosinya, atau merasa bersalah karenanya.

Setelah membandingkan antara dua teori mengenai aspek-aspek penerimaan diri di atas, penulis lebih cenderung menggunakan aspek-aspek penerimaan diri menurut Sheerer yang berisi: (a) Percaya terhadap kemampuan diri; (b) Perasaan sederajat; (c) Orientasi ke luar diri; (d) Bertanggungjawab; (e) Berpendirian; (f) Menyadari keterbatasan; (g) Menerima sifat kemanusiaan. Aspek-aspek dari Sheerer ini dipilih karena telah mewakili aspek-aspek yang ada pada teori yang lain, serta lebih mudah dioperasionalkan.

Dokumen terkait