• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Penyesuaian diri

3. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Atwater (1983: 36) mengatakan dalam penyesuaian diri itu sendiri dapat dilihat dari 3 aspek yaitu diri sendiri, orang lain serta perubahan yang terjadi. Namun pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang diuraikan sebagai berikut : a. Penyesuaian Pribadi

Penyesuaian pribadi merupakan kemampuan seorang individu dalam menerima dirinya sendiri sehingga dapat tercapai hubungan yang harmonis antara diri dengan lingkungannya. Individu menyadari betul siapa dirinya yang sebenarnya, apa kelebihan serta kekurangannya dan mampu bertindak secara objektif sesuai dengan kondisi dirinya. Keberhasilan dalam penyesuaian pribadi ditandai dengan hilangnya rasa benci, perasaan ingin lari dari kenyataan ataupun tanggungjawab, kecewa, dongkol atau tidak percaya pada kondisi dirinya sendiri. Kehidupan kejiwaan ditandai dengan tidak adanya kecemasan atau pun goncangan yang menyertai rasa cemas, bersalah, rasa tidak puas, perasaan selalu merasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan dalam penyesuaian pribadi akan ditandai dengan adanya guncangan emosi, ketidakpuasan, kecemasan serta keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat dari adanya gap

antara individu sendiri dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya sebuah konflik yang kemudian dapat terwujud kedalah manifestasi rasa takut serta kecemasan sehingga hal tersebut dapat diredakan hanya dengan penyesuaian diri individu itu sendiri.

b. Penyesuaian Sosial

Setiap individu psti hidup dalam sebuah masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut selalu terdapat proses saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Dari proses tersebut akan timbul sebuah pola kebudayaan serta tingkah laku sesuai dengan sejumlah hukum, aturan, adat, nilai-nilai yang harus dipatuhi. Hal tersebut dilakukan demi tercapainya penyelesaian terhadap persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dinamakan dengan penyesuaian sosial. Penyessuaian sosial biasanya terjadi dalam lingkup hubungan sosial dimana individu berinteraksi dengan orang lain. Interksi tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, sekolah, keluarga, teman atau masyarakat luas pada umumnya. Dalam hal ini individu serta masyarakat sebenarnya sama sama saling memberikan dampak terhadap komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, adat istiadat serta budaya yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh kesistensi serta karya yang diberikan oleh masing-masing individu tersebut.

Apa yang diserap maupun dipelajari individu selama proses berinteraksi dengan masyarakat rasanya masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan seorang individi mencapai penyesuaian pribadi dan sosial yang dikatakan baik. Proses yang selanjutnya yaitu kemauan untuk mematuhi norma-norma serta peraturan sosial yang ada di masyarakat. Setiap masyarakat pada umumnya memiliki aturan yang telah tersususn dibarengi dengan sejumlah ketentuan serta norms maupun nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Ketika proses penyesuaian sosial individu akan mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah serta aturan kemudian mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada diri individu itu sendiri sera menjadi pola tingkah laku kelompok.

Kedua hal tersebut adalah proses pertumbuhan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan serta mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan selama dalam proses penyesuaian diri berfungsi sebagai pengawas yang mengatur kehidupan kejiwaan serta sosial. Bisa jadi hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Freud (dalam Sobur, 2013: 114) sebagai hati nurani (superego), yang mana superego ini berusaha mengendalikan kehidupan individu tersebut dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap pola perilaku yang disukai serta diterima masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.

Schneiders (1964: 71) mengatakan bahwa penyesuian diri yang meliputi enam aspek, yaitu:

1) Kontrol terhadap emosi berlebih

Aspek ini lebih nenekankan terhadap adanya kontrol serta ketenangan emosi individu yang mana hal ini memungkinkan untuk menghadapi berbagai macam permasalahan secara lebih cermat serta dapat menentukan berbagai kemungkinan penyeleseaian dalam setiap permasalahan. Hal tersebut bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, namun lebih kepada keluwesan dalam mengontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.

Jadi individu dapat dikatakan dia mampu menyesuaikan diri dengan baik apabila ia dapat mengontrol emosi dengan baik. Mengontrol emosi dengan baik ini dapat ditandai dengan individu dapat mengungkapan emosi dengan kadar yang tepat, tidak kurang dan tidak berlebihan.

2) Mekanisme pertahanan diri minimal

Dalam aspek ini dijelaskan bahwa pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan kepada respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang mana hal tersebut disertai tindakan nyata yang tujuannya untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan normal ketika bersedia mengakui kegagalannya serta berusaha kembali untuk mendapatkan sesuatu yang telah dia

rencanakan sebelumnya. Seorang individu dapat disebut mengalami gangguan penyesuaian apabila individu tersebut mengalami kegagalan dan dia menyatakan bahwa tujuannya tersebut bukan hal yang penting untuk dicapai.

Jadi individu dikatakan mampu menyesuaiakan diri jika ia sadar serta berani mengakui kegagalan dan kembali berusaha untuk bangkit setelah mengalami kegagalan. (Schneiders, 1964: 71)

3) Frustasi personal minimal

Individu dikatakan mengalami frustasi jika muncul perasaan tidak berdaya serta tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk dapat mengorganisir kemampuan berpikirnya, perasaan, motivasi serta tingkah laku ketika menghadapi situasi yang menuntut individu untuk menyelesaikannya. (Schneiders, 1964: 72)

Individu yang dikatakan mampu menyesuaikan diri adalah ketika dia dapat meminimalisir perasaan frustasi yang ada di dalam dirinya sehingga individu dapat lebih stabil dalam mengontrol pikiran, perasaan, motivasi serta tingkah laku ketika menghadapi situasi sulit. 4) Pertimbangan rasional serta kemampuan mengarahkan diri

Setiap individu memiliki kemampuan untuk berfikir dan juga melakukan pertimbangan terhadap masalah maupun konflik serta kemampuan mengorganisasikan pikiran, perasaan serta tingkah laku dalam pemecahan masalah. Dalam kondisi sesulit apapun masih menunjukkan penyesuaian yang terlihat normal. Individu tidak akan

mampu menyesuaikan diri dengan baik jika individu dikuasai oleh emosi yang terlalu berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang dapat menimbulkan konflik. (Schneiders, 1964: 72)

Individu dikatakan mampu menyesuaiakan diri apabila memiliki kemampuan berfikir rasional serta pengarahan diri yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang normal ketika mengalami situasi tertentu.

5) Kemampuan belajar serta memanfaatkan pengalaman masa lalu

Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu adalah sebuah proses belajar yang berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya dalam mengatasi situasi konflik dan juga stress. Individu dapat mengambil pelajaran dalam setiap pengalamannya pribadi maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu mampu melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang membantu ataupun mengganggu dalam hal penyesuaian diri. (Schneiders, 1964: 73)

Jadi individu yang dikatakan mampu menyesuaikan diri adalah ketika mampu mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalu, entah pengalaman baik ataupun buruk. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik lebih memilih untuk mengambil pelajaran dari pada menyesali yang telah terjadi.

6) Sikap realistik serta objektif

Sikap yang realistik serta obejktif bersumber dari pemikiran yang cenderung rasional, kemampuan menilai situasi, masalah serta keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya (Schneiders, 1964: 73)

Jadi individu yang mampu menyesuaiakan diri adalah individu yang memiliki pemikiran yang rasional, jeli dalam melihat situasi serta mampu menyadari keterbatasan dirinya serta mampu menyesuaikannya dengan kenyataan yang sesungguhnya.

Dokumen terkait