• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

D. Remaja

4. Aspek-aspek Perkembangan Remaja

Aspek-aspek perkembangan pada remaja meliputi fisik, intelektual (kognitif), emosi, sosial, kepribadian, moral, dan kesadaran beragama.

a. Perkembangan Fisik

Syamsu Yusuf (2006: 193-194) menjelaskan bahwa pada masa remaja terjadi perkembangan fisik yang sangat pesat dan mencapai kematangan pada bagian-bagian fisiknya. Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Ciri-ciri seks primer pada remaja pria yaitu ditandai dengan matangnya organ-organ seks (pertumbuhan testis, penis bertambah panjang, pembuluh mani dan prostat semakin membesar), sehingga

77

memungkinkan remaja pria mengalami ”mimpi basah”. Sedangkan ciri-ciri seks primer pada remaja perempuan ditandai dengan tumbuhnya rahim, vagina, dan ovarium secara cepat serta mengalami menstruasi.

Ciri-ciri seks sekunder pada remaja pria ditandai dengan tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak, terjadi perubahan suara, tumbuh kumis, dan tumbuh jakun. Sedangkan ciri-ciri seks sekunder pada remaja perempuan ditandai dengan tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, serta buah dada dan pinggul bertambah besar.

b. Perkembangan Intelektual (Kognitif)

Menurut Piaget (dalam Syamsu Yusuf, 2007: 195), masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal. Remaja telah dapat berpikir logis mengenai berbagai gagasan yang abstrak sehingga sudah mampu memecahkan masalah secara benar. Keating (dalam Syamsu Yusuf, 2007) mengungkapkan bahwa remaja dapat memikirkan masa depan dengan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya. Remaja juga sudah mampu melakukan introspeksi diri dalam kehidupan sehari-harinya.

Perkembangan kognitif pada remaja salah satunya ditunjukkan dengan pandangan remaja terhadap risiko kesehatan. Menurut Quadrel (dalam Heaven, 1996: 17), remaja memandang bahwa mereka memiliki kekebalan yang lebih dibandingkan orang dewasa. Secara umum terdapat stereotip remaja yang memandang mereka memiliki risiko kesehatan yang lebih

78

kecil daripada orang dewasa. Namun, dalam hal apapun sebenarnya remaja dinilai memiliki risiko lebih besar.

Heaven (1996: 16) juga menjelaskan bahwa remaja meyakini dirinya sebagai pusat perhatian sehingga mereka seringkali menghabiskan waktu untuk mencari perhatian dengan cara melakukan hal-hal yang berbeda. Selain itu, remaja juga mengganggap diri mereka sebagai orang yang istimewa dan mengalami peristiwa dengan cara yang sangat intens. Remaja juga meyakini tidak ada orang lain yang dapat melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Keyakinan-keyakinan tersebut menunjukkan bahwa remaja melihat diri mereka sebagai orang yang unik dan kebal terhadap risiko.

c. Perkembangan Emosi

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Menurut Syamsu Yusuf (2006: 196), hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan fisik terutama organ-organ seksualnya, sehingga memunculkan perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.

Syamsu Yusuf (2006: 197) juga mengungkapkan bahwa pencapaian kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio emosional lingkungannya terutama keluarga dan teman sebaya. Remaja yang dalam proses perkembangannya berada dalam iklim yang kondusif,

79

cenderung akan memperoleh perkembangan emosinya secara matang. Sedangkan remaja yang berada dalam iklim yang tidak kondusif maka remaja cenderung mereaksinya secara depensif, sebagai upaya untuk melindungi kelemahan dirinya.

d. Perkembangan Sosial

Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Menurut Syamsu Yusuf (2006: 198), remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya. Hal ini yang mendorong remaja menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan teman sebaya dan orang di sekitarnya, baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan.

Santrock (2003: 522) mengungkapkan bahwa dalam hubungan persahabatan, remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interest, sikap, nilai, dan kepribadian. Sehingga seringkali pada masa ini berkembang sikap conformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran dan keinginan orang lain (teman sebaya). e. Perkembangan Kepribadian

Sifat-sifat kepribadian mencerminkan perkembangan fisik, seksual, emosional, sosial, kognitif, dan nilai-nilai (Syamsu Yusuf, 2006: 200). Erikson (dalam Syamsu Yusuf, 2006: 201) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan

80

identity merupakan aspek sentral bagi kepribadian sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya.

Apabila remaja gagal mengintegrasikan aspek-aspek dan pilihan atau merasa tidak mampu untuk memilih, maka dia akan mengalami kebingungan (confusion). Namun, apabila remaja dapat memperoleh pemhaman yang baik tentang aspek-aspek pokok identitas dirinya, maka remaja siap untuk berfungsi dalam pergaulannya yang sehat tanpa dibebani oleh perasaan cemas atau frustasi.

Menurut Heaven (1996: 14), masa remaja adalah masa dimana remaja bereksperimen melakukan perilaku yang berbeda dari biasanya untuk mencapai identitas dirinya. Perilaku berbeda tersebut seringkali bersifat maladaptif, seperti mengkonsumsi narkoba dan minuman keras, serta pergaulan bebas. Hal ini didukung oleh Elkind (dalam Heaven, 1996: 16) yang mengungkapkan bahwa remaja hanya fokus pada manfaat dari suatu perilaku yang mereka lakukan dan bukan pada risikonya.

f. Perkembangan Moral

Menurut Syamsu Yusuf (2006: 199), remaja sudah lebih mengenal nilai nilai moral, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan kedisiplinan dibandingkan dengan usia anak. Pada usia ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Kusdwiarti (dalam Syamsu Yusuf, 2007: 199) menambahkan, pada

81

umumnya remaja berada pada tingkatan konvensional atau berperilaku sesuai tuntutan dan harapan kelompok. Keragaman tingkat moral remaja disebabkan oleh faktor penentu yang beragam pula, salah satunya adalah orang tua.

g. Perkembangan Kesadaran Beragama

Syamsu Yusuf (2006: 204-209) mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir abstrak remaja memungkinkan untuk dapat mentransformasikan keyakinan beragamanya. Remaja mampu mengapresiasi kualitas kebastrakan Tuhan sebagai yang Maha Adil dan Maha Kasih Sayang. Berkembangnya kesadaran atau keyakinan beragama seiring dengan mulainya remaja menanyakan dan mempermasalahkan sumber-sumber otoritas dalam kehidupan.

Apabila remaja kurang mendapat bimbingan keagamaan dalam keluarga, kondisi keluarga yang kurang harmonis, orang tua yang kurang memberikan kasih sayang, serta bergaul dengan teman sebaya yang kurang menghargai nilai-nilai agama, maka akan memicu berkembangnya sikap dan pergaulan remaja yang kurang baik, seperti pergaulan bebas, minum-minuman keras, merokok, dan mengkonsumsi narkoba.

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan suatu masa pertumbuhan dan perkembangan yang berkembang dengan lebih cepat dibandingkan masa sebelum dan sesudahnya. Pertumbuhan pada remaja dapat dilihat dalam pertumbuhan fisik yang di dalamnya juga terdapat perkembangan seksualitas. Sedangkan aspek perkembangan dalam diri remaja

82

dipengaruhi oleh faktor keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekitar. Aspek perkembangan tersebut adalah perkembangan intelektual (kognitif), emosi, sosial, moral, kepribadian, dan kesadaran beragama.

Dokumen terkait