• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan

2.2 Landasan Teoretis .1 Pawang .1 Pawang

2.2.3 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan

Menurut Kuswarsantyo (2014: 49) seni jathilan merupakan salah satu jenis kesenian yang hidup dan berkembang dimasyarakat pedesaan. Kesenian jathilan memiliki sifat mudah dikenal dan memasyarakat. Di pedesaan jenis kesenian ini lebih akrab disebut sebagai seni kerakyatan. Jathilan dalam perjalanannya mengalami berbagai macam pengembangan, baik secara teknik penyajian, fungsi, maupun latar belakanh cerita yang dipakai.

Menurut Wasino (2006: 3) kesenian jaran kepang (kuda lumping, jaran dor, jathilan) merupakan seni pertunjukan tradisional yang keberadaannya sudah ada

sejak lama dan sampai sekarang perkembangannya mengalami pasang surut. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh para pelaku seni itu sendiri dan lingkungan sejarah lokal. Hal ini terlihat dari munculnya nama-nama kesenian tersebut ditiap-tiap daerah mempunyai nama dan ciri khas sendiri-sendiri walaupun

kesenian-kesenian pada intinya menggunakan kuda dari kepang sebagai permainan intinya. Bahwa jenis tari jathilan atau kuda kepang dengan melihat latar belakang

sejarahnya merupakan tari rakyat yang paling tua di Jawa. Tari yang selalu dilengkapi dengan perlengkapan tari yang terbuat dari anyaman bambu berupa kuda kepang ini lazim dipertunjukkan sampai puncak yaitu saat salah seorang penarinya tidak sadarkan diri (Soedarsono 1992: 95). Di dalam seni pertunjukan jaranan hal terpenting dalam pertunjukkannya yaitu kuda kepang sebagai properti yang digunakan penari dalam pementasannya.

Seni pertunjukan kuda lumping mempunyai fungsi: (1) ritual sakral dalam upacara bersih desa, (2) pertunjukan, (3) hiburan. Mencermati kata ritual akan terbayang adanya suasana magis dalam pelaksanan ritual seni pertunjukan kuda lumping. Kesenian kuda lumping merupakan bagian dari kesenian rakyat yang sejak dulu digunakan sebagai sarana untuk melibatkan masyarakat secara langsung dalam pertunjukan. Kesenian kuda lumping dapat dengan cepat dilingkungan masyarakat dan lingkungannya melalui gending-gending jawa serta gerak tari para pemain jhatilan dengan menunggangi kuda dari anyaman bambu. (Budayalokal.communication.uii.ac.id/jhatilan-sang-kuda-lumping-dengan-segala-dilema/) diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015

Seni pertunjukan jaranan adalah sebuah pertunjukan yang masih ada kaitannya dengan ritual. Seni pertunjukan jaranan ini mengandung unsur mistis yang sangat kuat, tak jarang para pemainnya kesurupan dan melakukan hal yang diluar kewajaran. Seni pertunjukan jaranan ini berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat, karena masyarakat di Desa Sranten sangat menggemari seni pertunjukan jaranan. Dalam seni pertunjukan jaranan, kesurupan atau kehilangkan kesadaran pemain merupakan bagian utama dari atraksi sehingga wajib ditampilkan. Kesurupan berarti menandakan tubuh para penari dimasuki roh halus.

Penari yang kesurupan kerap kali mengejar penonton dan penonton yang tersentuh olehnya akan mengalami kesurupan juga. Ketika penari ada yang mengalami kesurupan, maka pawang jaranan dengan segera mengobati pemain yang kesurupan dengan cara dibacakan mantra-mantra yang hanya dikuasai oleh sang pawang. Proses kesurupan terjadi karena adanya gangguan makhluk halus dari bangsa jin yang merasuk kedalam jasad tubuh manusia, yang mana dalam kondisi tersebut kesurupan terjadi karena memang ada unsur kesengajaan yaitu kerjasama dengan jin oleh sang pawang jaranan. Kesurupan adalah kondisi dimana makhluk halus masuk kedalam jasad tubuh seseorang, sehingga sehingga orang tersebut menjadi hilang kesadaran, mampu melakukan hal-hal yang diluar logika dan jiwanya dipengaruhi oleh makhluk halus tersebut.

Kesurupan dapat terjadi tanpa disengaja, yaitu dimana ketika makhluk halus yang merasa terusik keberadaannya lalu berontak dan masuk kedalam badan manusia. Tentu pernah mendengar orang yang kerasukan gara-gara mengganggu

suatu tempat yang dianggap terdapat penghuninya yaitu jin dan sebangsanya. Namun kesurupan dapat terjadi karena disengaja dan atas dasar kemauan manusia itu sendiri, misalnya pada saat penari jaranan sedang kesurupan karena sang pawang memerintahkan para jin untuk masuk kedalam tubuh manusia. Kesurupan disengaja karena memang bekerja sama dengan jin dan bertujuan untuk menjadi tontonan dan menjadi daya tarik agar banyak penonton yang menyaksikan seni pertunjukan jaranan, sehingga para pemain jaranan yang sudah kehilangan kesadaran itu mampu melakukan hal-hal yang terlihat luar biasa bagi seseorang manusia.

Selain mengobati para penari seni pertunjukan jaranan yang kesurupan, pawang juga melakukan ritual terlebih dahulu sebelum seni pertunjukan jaranan dipertunjukkan. Terdapat 6 pawang di Desa Sranten yang membantu dalam mengobati pemain yang kesurupan. Dua diantaranya pawang yang utama dan lainnya hanya membantu jika pemain yang kesurupan tingkatannya lebih mudah dengan mantra dan sesaji tertentu maka pawang mampu mengendalikan roh halus tersebut untuk merasuk kedalam tubuh pemain jaranan, tentunya tidak semua orang dapat mengendalikan makhluk halus tersebut.

Pada saat seni pertunjukan jaranan dilaksanakan, diperlukan juga aspek pendukung di dalamnya. Aspek-aspek tersebut akan lebih membuat daya tarik tersendiri di dalam pertunjukan jaranan. Aspek-aspek tersebut bisa dilihat dari pelaku, gerak, tata rias, tata busana, iringan atau musik iringan dan properti. Uraian secara rinci bisa dilihat sebagai berikut.

Pelaku merupakan seniman yang terlibat langsung dalam seni pertunjukan tersebut. Pelaku yang dimaksud dalam seni pertunjukan jaranan adalah pencipta tari, pawang, penari, pemusik, penyanyi, dan penonton. Pencipta tari adalah orang yang menciptakan tarian untuk sebuah karya seni tari dengan tujuan untuk di pertontonkan. Pawang adalah seseorang yang berperan sebagai perantara roh-roh yang dipercaya dapat membantu lancarnya sebuah pertunjukan. Penari adalah orang yang berperan sebagai penari dari sebuah penciptaan karya seni tari. Pemusik adalah orang yang tugasnya memainkan musik untuk mengiringi seni pertunjukan. Penyanyi adalah orang yang beperan dalam menyanyikan sebuah lagu. Penonton adalah sekumpulan orang yang berperan sebagai penikmat dari seni pertunjukan.

Menurut Sumaryono (2006: 82) ada dua jenis gerak tari yang berhubungan dengan maknanya yaitu gerak abstrak (gerak murni) dan gerak representatif (gerak maknawi). Gerak abstrak adalah gerak yang semata-mata menekankan pada kualitas geraknya itu sendiri. Gerak representatif adalah gerak yang menggambarkan suatu benda atau suatu perilaku manusia atau binatang misalnya gerak daun, gerak menanam padi, gerak burung terbang, dan sebagainya. Menurut Kusudiarjo (2000: 11) gerak merupakan anggota-anggota badan manusia yang telah terbentuk kemudian digerakkan, gerak ini dapat sendiri-sendiri atau bersambung dan bersama-sama. Gerak dalam tari mempunyai arti serangkaian jenis gerak dari anggota tubuh yang dapat dinikmati dalam satuan waktu dan dalam ruang tertentu.

Iringan tidak akan terlepas dari pertunjukan musik. Musik atau iringan selain sebagai pengiring juga berfungsi sebagai pemberi suasana syair atau lagu yang ditampilkan. Iringan atau musik juga berperan penting dalam kelanjaran suatu pertunjukan, agar terlihat lebih menarik dan berkesan lebih mengisi dalam suatu pertunjukan. Untuk iringan tari tidak seluruh jenis instrumen itu dipergunakan, kadang-kadang mempergunakan instrumen tambahan atau bunyi-bunyian yang lain sebagai pelengkap seperti organ dan drum, semuanya itu sebagai pelengkap dalam seni.

Busana merupakan pakaian dalam suatu pementasan. Fungsi busana untuk mendukung tema atau isi dan untuk memperjelas peran seseorang dalam suatusajian pertunjukan seni. Selain itu, busana juga berfungsi untuk mendukung suatu penyajian kesenian jaranan, sehingga mampu membuat daya tarik tersendiri kepada penonton.Busana dalam pentas dan tari harus betul-betul harmonis dan cocok.

Fungsi rias adalah mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik penampilannya. Tata rias untuk pertunjukan berbeda dengan tata rias sehari-hari. Riasan yang digunakan biasanya adalah rias panggung untuk arena terbuka yaitu pemakaian rias tidak terlalu tebal dan yang lebih perlu diperhatikan harus nampak halus dan rapi riasannya. Karakter rias yang dipakai dalam seni pertunjukan jaranan adalah rias korektif dan rias fantasi.

Properti adalah peralatan tari yang sangat khusus digunakan penari untuk mendukung sebuah tarian. Properti bisa berupa jaran kepang, topeng, dan

lain-lain. Properti digunakan untuk pendukung bagi para penari dalam melakukan sebuah pertunjukan yang berlangsung.

2.2.4 Konsep Kesurupan

Kesurupan adalah badan kosong yang diikuti oleh arwah. Hal ini bisa diartikan bahwa saat tubuh seseorang itu sedang dalam keadaan labil atau tidak fokus, bisa memungkinkan seseorang tersebut dapat dirasuki roh-roh halus. Dalam kesenian jaranan, kesurupan dapat terjadi saat para penari sudah merasa tidak konsentrasi karena sudah merasa kelelahan saat menari. Penari bergerak dengan lincah layaknya seekor kuda. Saat para penari beradegan perang ketika tubuh penari mulai lelah bergerak, musik semakin meningkat iramanya dan mendorong penari untuk tetap bergerak saat itulah kesurupan dapat terjadi.(jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelE9A488FCC4GB6B7DEEBF2CB B7E4D7BCF.pdf) diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015

Kerasukan atau biasa disebut hanya kesurupan adalah sebuah fenomena di saat seseorang berada di luar kendali dari pikirannya sendiri. Beberapa kalangan mengganggap kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang. Semakin meyakinkan ketika orang yang dirasuki seolah bukan menjadi dirinya. Suaranya berubah, gerakannya tak terkendali dan membuat kita gelisah ketakutan. Hal itu bahkan bisa menular pada banyak orang di sekitarnya. Konsep kesurupan adalah sebuah fenomena tentang mahluk halus yang menguasai pikiran, perasaan, dan intelek (kesanggupan untuk membuat keputusan) pada diri seseorang dengan menyatu pada kesadarannya . Hasilnya adalah mahluk halus ini bisa menguasai tindakan seseorang. Orang mengalami kesurupan ketika badannya

dimasuki oleh mahluk halus yang menguasai jiwanya. Oleh karena itu, tingkah laku seseorang yang kesurupan akan dikuasai oleh makhluk halus. Hampir pada setiap kasus kesurupan, seseorang yang kesurupan tidak tahu atau tidak ingat bahwa sedang kesurupan.

Kesurupan adalah kemasukan setan atau roh, orang yang kemasukan roh maka tidak sadar lagi. Hal ini mengalami keadaan di luar kesadaran manusia kemudian tidak ingat apa-apa, seperti halnya penari jaranan yang mengalami kesurupan atau kesurupan akan melakukan gerakan di luar kesadarannya, karena telah dikuasai oleh roh yang masuk ke dalam tubuh penari melalui pawang. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, kesurupan merupakan sesuatu yang dilandasi dengan adanya masuknya roh dalam diri seseorang disamping itu juga diperlukan sesaji yang merupakan suatu cara untuk memanggil roh untuk datang melalui barang atau benda. Hal ini mengingat seni pertunjukan jaranan tidak lepas dari gerakan yang atraktif atau akrobatik yang dianggap penuh dengan unsur kekuatan gaib serta sulit diterima dengan akal sehat.

Adegan yang paling ditunggu ketika seni pertunjukan jaranan sedang berlangsung adalah ketika penunggang kuda kepang ini mengalami kesurupan (diserap makhluk halus). Dalam masyarakat Jawa kuno yang menganut kejawen, seseorang mempercayai kehadiran dan peran roh-roh orang yang sudah meninggal. Roh-roh ini bisa dipanggil dan melakukan sesuatu yang diinginkan pemanjat doa (biasanya dukun atau bomoh). Roh ini kemudian masuk ke dalam roh penunggang kuda kepang, dan memanfaatkan fisik penunggang kuda untuk melakukan sesuatu yang mustahil dilakukan orang biasa, seperti memakan beling(pecahan kaca), paku dan

memakan bunga. Fisik penunggang kuda bisa juga berdarah dan kesakitan, namun ia tak dapat merasakannya. Di satu sisi, adegan mistis ini mengundang decak kagum dan perasaan terhibur. Namun di sisi lain, adegan ini juga mengundang kontroversi terutama jika dipertemukan dengan ajaran agama Islam.

Secara prosesnya kesurupan dalam seni pertunjukan jaranan meliputi proses pemanggilan roh lewat pembakaran kemenyan dan pembacaan mantra (doa) untuk meningkatkan ketahanan tubuh penunggang kuda sehingga tahan memakan kaca dan lainnya. Ritual magis itulah yang dilakukan pada setiap kali seni pertunjukan jaranan berlangsung. Ritual magis ini yang menjadikan seni pertunjukan jaranan memiliki keunikan. Keunikan itu terletak pada sebuah seni pertunjukan yang tidak hanya mempertunjukkan sebuah tarian kuda tetapi dengan melibatkan sosok roh makhluk halus didalamnya. Hal inilah yang menjadi sebab para penari mengalami kesurupan sehingga seolah-olah penari seperti kuda, berjingkrak-jingkrak, meringkik, makan bunga, beling dan lain sebagainya.

Kesurupan timbul diperkirakan sebagai akibat bunyi-bunyian yang khusus dan berirama statis dengan gerakan yang monoton. Pemain menari dengan berkonsentrasi terhadap keyakinan akan datangnya roh-roh. Mula-mula terasa pusing-pusing, seterusnya kehilangan daya pikir dan akhirnya menjadi kesurupan roh-roh halus. Kesurupan pada seni pertunjukan jaranan dilakukan dua pihak yaitu pawang dan para penari. Kehadiran pawang dalam setiap pertunjukan mutlak dipentaskan, mengingat proses terjadinya kesurupan tergantung dari pawang. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa pawang di dalam seni pertunjukan jaranan

memiliki kedudukan yang sangat yang sangat penting, karena tanpa kehadiran pawang maka daya tarik seni pertunjukan jaranan tidak dapat terlaksana.

2.2.5 Kerangka Berfikir

Pawang merupakan seseorang yang mendapat kemampuan dengan melakukan bertapa, puasa, menyembah hal yang gaib, melakukan upacara ritual dan pawang juga bisa diperoleh dari pewarisan melalui proses transmisi dari nenek moyangnya. Proses menjadi pawang juga mempunyai syarat-syarat, mantra tertentu, memiliki upacara ritual yang harus dilaksanakan dan terdapat sesaji. Di dalam seni pertunjukan jaranan terdapat aspek-aspek yang dibagi menjadi tiga yaitu sebelum petunjukan, saat pertunjukan, sesudah pertunjukan. Pada saat sebelum pertunjukan terdapat ritual, mantra, persiapan penari, properti, dan juga pelaku.Saat pertunjukan berlangsung terdapat gerak, iringan, tata rias dan busana, atraksi, ritual dan mantra, dan juga peran pawang.Sesudah pertunjukan pawang mengadakan sebuah ritual dan juga membacakan mantra.Setelah menjadi pawang akan mendapat kepercayaan pada masyarakat akan kekuatannya yang lebih dari manusia biasa yang kemudian dijadikanlah pawang pada seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali. Kerangka berfikir di bawah ini akan diarahkan pada peranan pawang pada seni pertunjukan jaranan. Lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada bagan 2.1

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir pawang dalam seni pertunjukan jaranan Pawang Seni Pertunjukan Jaranan

Proses Menjadi Pawang Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan x Ritual x Mantra x Sesaji x Syarat Sebelum Pertunjukan Saat Pertunjukan Sesudah Pertunjukan x Ritual x mantra x Persiapan Penari x Properti x Pelaku x Gerak x Iringan x Tata Rias dan Busana x Atraksi x Ritual dan Mantra x Peranan Pawang x Ritual x Mantra

Pawang dalam Seni Pertunjukan Jaranan di Desa Sranten

5.1 Simpulan

Aspek yang ada dalam seni pertunjukan jaranan yaitu pelaku, ritual dalam seni pertunjukan jaranan, ragam gerak, tata rias dan busana, properti, iringan dan pawang dalam seni pertunjukan jaranan. Aspek pelaku yang dimaksud seperti pawang, penari jaranan, pengrawit, sindhen dan penonton. Ragam gerak yang digunakan pada setiap pertunjukan dibuat sendiri oleh penari. Gerakan yang digunakan tidak memiliki patokan-patokan khusus atau sudah pakem. Gerakan yang digunakan dari setiap penampilan berbeda-beda. Hal ini bertujuan agar tidak terlihat membosankan.

Sebelum pertunjukan diadakan ritual membuka pintu gaib. Setiap pawang harus mengetahui danyang atau penunggu desa. Pawang juga melakukan ritual pada malam hari untuk meminta ijin untuk keselamatan para penari jaranan. Pada saat dilokasi sebelum diadakan pertunjukan pawang memasang pagar gaib dan menyiapkan uborampe. Uborampe digunakan untuk menghadirkan makhluk halus dengan menggunakan mantra. Setelah selesai pertunjukan pawang mengembalikan makhluk halus kealam gaib dengan membacakan mantra penutup pintu gaib. Kemudian pawang melakukan serangkaian ritual terakhir dengan

Tata rias yang digunakan rias korektif dan rias fantasi. Rias korektif yaitu rias wajah yang hanya mempertebal garis-garis wajah. Sedangkan rias fantasi yaitu rias wajah yang sesuai dengan ide yang digunakan pada seseorang. Pada bagian rambut penari wanita hanya digerai saja. Tata busana yang digunakan tidak terikat dengan patokan-patokan pakaian tradisional. Penari jaranan bebas memilih dan menggunakan pakaian yang akan digunakan pada saat pertunjukan. Proterti yang digunakan oleh penari yaitu kuda lumping dan juga topeng.

Musik iringan yang mengiringi seni pertunjukan jaranan sebagai berikut. Pada babak I: ladrang wilujeng, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, ilustrasi keyboard lelagon prau layar, ilustrasi keyboard lelagon jaranan, lancaran sluku-sluku batok, dan budhalan (penari keluar panggung). Babak II: bende+ilustrasi keyboard suara srompet, budhalan (improvisasi saron dan drum), ada-ada durma, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, lagu campursari, bende+ilustrasi

keyboard suara srompet, lagu campursari “jambu alas”, dan lelagon prau layar.

Babak III: lancaran gambuh, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, kijing miring, lagu pepeling, lagu dangdut oplosan, dan lagu dangdut sate. Babak IV: alat musik bende dimainkan sejak awal sampai akhir, ilustrasi keyboard suara srompet, saron, palaran pangkur, ilustrasi keyboard suara srompet, vokal dan selingan suara srompet dari keyboard, saron, dan langgam campursari. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi yaitu: kethuk, kenong, kempul, gong, gendang ketipung, gendang jawa, bende, saron, organ dan drum.

Pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat berperan penting. Proses terjadinya kesurupan sudah diatur oleh pawang. Jika tidak ada pawang seni pertunjukan jaranan tidak akan berjalan dengan lancar. Pada saat penari kesurupan, tugas pawang dalam pertunjukan terlihat jelas. Pada saat kesurupan pawang berusaha mengendalikan penari yang kesurupan. Pawang juga memberikan makanan atau sesaji yang diminta oleh penari yang kesurupan. Setelah selesai pawang juga mengeluarkan makhluk gaib yang ada didalam tubuh penari. Pada saat kesurupan penari juga melakukan atraksi-atraksi berupa memecahkan genteng, memakan ayam hidup, dan sebagainya.

Proses menjadi pawang bisa dilaksanakan dengan cara memperdalam dan mempelajari ilmu yang sudah ada dalam diri seseorang. Cara melaksanakannya bisa langsung dengan memperdalam ilmu kepada seorang pawang. Proses menjadi pawang juga bisa dilaksanakan dari keturunan yang diturunkan turun temurun. Pawang juga memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan upacara ritual, walaupun terdapat kesamaan dalam pelaksanaan upacara ritual. Pencapaian dalam melaksanakan lelaku pawang tergantung dari niatan yang dilakukan oleh masing-masing individu. Jika memiliki niat yang sungguh-sungguh, pasti akan tercapai untuk menjadi seorang pawang.

Bahasa sandi juga perlu diketahui oleh para pawang. Bahasa sandi digunakan oleh pawang untuk mengetahui apa yang diinginkan penari yang sedang kesurupan. Karena penari yang kesurupan tidak dapat berbicara, hanya menggunakan bahasa sandi melalui gerakan tangan atau badan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil saran-saran sebagai berikut. Bagi pawang dan penari lebih meningkatkan latihan agar pada saat pertunjukan berlangsung bisa lebih maksimal.Bagi pelatih sekaligus penari agar dapat memfariasikan gerakan supaya tidak terlihat monoton.Seni pertunjukan jaranan Kudo Taruno di Desa Sranten harus terus dipertahankan dan dijaga pelestariannya.Perlu adanya langkah dalam melibatkan generasi muda untuk menjadi seorang pawang, supaya generasi muda juga dapat melestarikan seni pertunjukan jaranan yang didalamnya melibatkan seorang pawang.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS.

...,. 2011. Agama Jawa dalam Menyusuri Jejak Spiritualitas Jawa. Yogyakarta: Lembu Jawa.

Hadi, Sumandiyo.Y. 2007. Kajian Tari “Teks dan Konteks”. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Koesni. 2003. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV Aneka Ilmu. Kuncahyowati, Endang. 2010. Bentuk Penyajian Kuda Lumping di Desa

Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. Semarang: UNNES PRESS.

Kusudiarjo, Bagong. 2000. Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Padepokan PRESS.

Kuswarsantyo. 2014. Seni Jathilan dalam Dimensi Ruang dan Waktu. Jurnal Kajian Seni, 01(01), 49-59.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada PRESS. Lubis, Safrinal dkk. 2007. Jagad Indonesia dalam Dialegtika yang Sacral dan

yang Profane. Yogyakarta: Ekspresibuku.

Murgiyanto, Sal. 2002. Kritik Tari “Bekal dan Kemampuan Dasar”. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Nofiana, Asri. 2009. Peran Pawang Dalam Kesenian Barongan “Bimo Kurdo” di

Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Semarang: UNNES PRESS.

Soedarsono. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka.

Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS.

Sofwan, Drs H. Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan (Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa). Semarang: Aneka Ilmu.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFA BETA.

Suyono, Capt R.P. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.

Wasino. 2006. Jaran Kepang. Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito.

Wahyuningtiyas, Furi. 2012. Kondisi Kesurupan Penari Jaranan “Mekar Sari’

Dusun Plumbang Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang yang Berstatus sebagai pelajar SMP Dalam Interaksi Sosial di Sekolah.Jurnalonlaine.um.ac.id/data/artikel/artikelE9A488FCC4GB6B7DE EBF2CBB7E4D7BCF.pdf (diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015).

Budayalokal.communication.uii.ac.id/jathilan-sang-kuda-lumping-dengan-segala-dilema/ (diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015).

www.jantixixii.com/2012/11/pawang-jhatilan-bekso-kyai-janti.html (diunduh pada tanggal 02 Agustus 2015).

Dokumen terkait