• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAWANG DALAM SENI PERTUNJUKAN JARANAN DI DESA SRANTEN KECAMATAN BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PAWANG DALAM SENI PERTUNJUKAN JARANAN DI DESA SRANTEN KECAMATAN BOYOLALI"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Nama : Hesti Wijayanti NIM : 2501411063

Program Studi : Pendidikan Seni Tari Jurusan : Pendidikan Sendratasik

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)
(3)
(4)
(5)

1. Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles) 2. Hanya kebodohan meremehkan pendidikan. (P.Syrus)

PERSEMBAHAN:

(6)

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judulPawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan Di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada.

1. Prof. Dr Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan studi di Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS)

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

3. Dr. Udi Utomo, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sendratasik, FBS Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Agus Cahyono, M.Hum., pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam skripsi ini.

5. Drs.Indriyanto,M.Hum, pembimbing yang telah memberi bimbingan dan pengarahan dalam skripsi ini.

(7)
(8)

Pembimbing (I) Dr. Agus Cahyono, M.Hum, Pembimbing (II) Drs. Indriyanto, M.Hum

Kata kunci:pawang, seni pertunjukan jaranan, aspek-aspek pertunjukan

Seni pertunjukan jaranan identik dengan terjadinya kesurupan. Hal tersebut dikarenakan terdapat pawang yang mengatur jalannya seni pertunjukan jaranan. Latar belakang dalam Penelitian ini peneliti memilih pawang sebagai pusat dari penelitian, dikarenakan masih terdapat minat untuk mendalami hal-hal yang bersifat spiritual dan juga masih banyak yang belum tahu proses menjadi pawang. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pawang dalam seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali dengan kajian pokok, aspek-aspek apa saja yang ada pada seni pertunjukan jaranan, bagaimana peranan pawang dalam seni pertunjukan jaranan dan bagaimana proses menjadi pawang pada seni pertunjukan jaranan. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi dan memperluas pengetahuan bagi calon pawang, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya, dan dapat memberikan informasi tentang keberadaan seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten agar dapat mengenal dan melestarikan seni pertunjukan jaranan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan etnometodologi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.

Penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa aspek-aspek yang ada dalam seni pertunjukan jaranan yaitu: sebelum pertunjukan (ritual dan mantra, persiapan penari dan pawang, persiapan perlengkapan, sesaji dan pelaku), saat pertunjukan (gerak, iringan, tata rias dan busana, kesurupan, atraksi, ritual dan mantra, peran pawang) dan sesudah pertunjukan (ritual dan mantra). Peranan pawang yaitu menyadarkan penari yang kesurupan dan mengatur jalannya pertunjukan.Lelaku pawang dari trah keturunan harus berani menjalankan dasar-dasar yang berhubungan dengan gaib. Proses menjadi pawang dapat dilakukan dengan berkunjung kerumah pawang atau guru. Proses menjadi pawang juga harus menaati semua peraturan dan persyaratan yang diberikan pawang kepada calon pawang. pawang juga harus mengerti bahasa sandi yang digunakan penari saat kesurupan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

PENGESAHAN KELULUSAN...iii

PERNYATAAN...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v

PRAKATA...vi

SARI...viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR BAGAN...xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR TABEL………...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

(10)

1.4 Manfaat Penelitian...4

1.5 Sistematika Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS...6

2.1 Tinjauan Pustaka...6

2.2 Landasan Teoretis...7

2.2.1 Pawang...7

2.2.2 Upacara Ritual...9

2.2.3 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan...12

2.2.4 Konsep Kesurupan...18

2.2.5 Kerangka Berfikir...21

BAB III METODE PENELITIAN...23

3.1 Pendekatan Penelitian...23

3.2 Lokasi Penelitian...24

3.3 Teknik Pengumpulan Data...25

3.3.1 Teknik Observasi...25

3.3.2 Teknik Wawancara...27

(11)

3.5 Teknik Keabsahan Data...31

3.5.1 Triangulasi Sumber...31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PERSEMBAHAN...32

4.1 Pawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan di Desa Sranten...32

4.1.1 Aspek-Aspek Dalam Seni Pertunjukan Jaranan...32

4.1.1.1 Seblum Pertunjukan...32

4.1.1.2 Saat Pertunjukan...34

4.1.1.2.1 Ritual dan Mantra...34

4.1.1.2.2 Ragam Gerak...35

4.1.1.2.3 Iringan...79

4.1.1.2.4 Tata Rias dan Busana...87

4.1.1.2.5 Atraksi...91

4.1.1.2.6 Peranan Pawang Dalam Seni Pertunjukan Jaranan...92

4.1.1.3 Sesudah Pertunjukan...103

4.1.2 Proses Menjadi Pawang...104

BAB V PENUTUP...111

(12)

5.2 Saran...114

DAFTAR PUSTAKA...115

(13)

DAFTAR BAGAN

Halaman

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Sesaji Pagar Gaib...34

Gambar 4.2 Pengrawit Mengiringi Penari...79

Gambar 4.3 Alat Rias...88

Gambar 4.4 Rias Wajah Penari Perempuan...89

Gambar 4.5 Rias Wajah Penari Laki-Laki...89

Gambar 4.6 Tata Busana Untuk Perempuan...90

Gambar 4.7 Tata Busana Untuk Laki-Laki...91

Gambar 4.8 Proses Pawang Memasukkan Makhluk Halus...94

Gambar 4.9 Atraksi Memecahkan Genting...95

Gambar 4.10 Penari Kesurupan Meminta Jaran Kepang dan Kemenyan...96

Gambar 4.11 Proses Pawang Mengeluarkan Makhluk Halus...96

Gambar 4.12 Atraksi Penari Memecahkan Lampu...97

Gambar 4.13 Penari yang Keserupan Memakan Kayu Bakar...98

Gambar 4.14 Penari yang Kesurupan Meminta Ikat Kepala...98

(15)

Gambar 4.16 Atraksi Memecahkan Genting...101

Gambar 4.17 Atraksi Penari Jaranan Dilewati Sepeda Montor...101

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Ragam Gerak Pada Babak Pertama...36

Tabel 4.2 Ragam Gerak Pada Babak Kedua...46

Tabel 4.3 Ragam Gerak Pada Babak keempat...60

Tabel 4.4 Unsur Gerak Kepala...76

Tabel 4.5 Unsur Gerak Tangan...76

Tabel 4.6 Unsur Gerak Kaki...77

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian……….117

Lampiran 2 Hasil Dokumentasi………...120

Lampiran 3 Biodata Penulis……….124

Lampiran 4 Biodata Narasumber ………...………….125

Lampiran 5 Surat Tugas Pembimbing………..126

Lampiran 6 Surat Tugas Izin Penelitian………...127

(18)

1.1 Latar Belakang Masalah

Seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten sebelumnya terdapat dua kelompok seni pertunjukan yang ada, yaitu kelompok seni pertunjukan Kudo Taruno yang ada di Dukuh Karangbendo dan kelompok seni pertunjukan yang ada di Dukuh Kaworan. Seni pertunjukan di Dukuh Kaworan lambat laun mengalami penurunan, hal tersebut dikarenakan warga yang ada di Dukuh Kaworan sudah banyak yang mulai bekerja. Seni pertunjukan di Dukuh Kaworan hanya bertahan selama 6 tahun. Seni pertunjukan jaranan Kudo Taruno walaupun awalnya hanya tingkat Dukuh sekarang sudah menjadi tingkat Desa. Seni pertunjukan Kudo Taruno lebih dikenal pada masyarakat di dalam Desa maupun di luar Desa dengan sebutan seni pertunjukan Desa Sranten. Walaupun tidak banyak yang tahu tentang nama kelompok seni pertunjukan jaranan tersebut tapi tidak menyurutkan para pawang dan penari yang ada untuk selalu tampil dan tidak mempermasalahkan hal tersebut.

(19)

merupakan bukti yang paling jelas dari adanya hubungan yang erat antara seni pertunjukan jaranan dengan kepercayaan disuatu masyarakat. Masyarakat masih percaya akan adanya roh halus yang ada pada suatu tempat yang dianggap sakral.

Seni pertunjukan jaranan yang identik dengan terjadi kesurupan dan atraksi-atraksi yang dilakukan oleh para penari-penari jaranan, membuat seni pertunjukan jaranan memiliki daya tarik tersendiri. Sebelum para penari-penari jaranan kesurupan terdapat juga proses pemanggilan roh halus yang dilakukan oleh pawang. Biasanya terdapat ritual yang akan dilakukan oleh pawang, terdapat juga sesaji untuk roh halus dan terdapat bacaan mantra-mantra yang dilakukan oleh pawang. Sesajijuga berfungsi untuk memancing para roh untuk hadir dalam seni pertunjukan jaranan dan ikut serta bergabung didalamnya. Hal tersebut membuat peranan pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat penting.

(20)

pawang dalam seni pertunjukan jaranan dapat menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang yang ingin tahu dibalik diri pawang sebenarnya terdapat hal yang menarik untuk diteliti atau bisa juga ditelusuri seperti apa perjalanan sebelum menjadi pawang. Tentunya semua hal tersebut berhubungan dengan kekuatan supranatural yang dimiliki oleh pawang tersebut. Kekuatan-kekuatan tersebut memiliki tingkatan yang berbeda-beda tergantung dengan diri seseorang tersebut dalam ketercapaian keberhasilannya dan juga seberapa tingkatan yang diinginkan, karena semakin tinggi tingkatannya akan terlihat semakin kuat.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti berupaya meneliti tentang Pawang dan pawang dalam Seni Pertunjukan Jaranan Di Desa Sranten. Alasan mengapa peneliti memilih pawang sebagai pusat dari peneliti, dikarenakan lingkungan khususnya di Desa Sranten tidak jauh dari hal-hal mistis dan masih terdapat minat untuk mendalami lagi hal yang berbau spiritual. Melihat kenyataan yang terjadi, maka dari itu peneliti berharap dengan diadakannya penelitian tentang pawang dalam seni pertunjukan jaranan di Desa Sranten Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca agar mengetahui pawang yang sebenarnya.

1.2Rumusan Masalah

(21)

(1) Aspek apa saja yang ada pada seni pertunjukan jaranan?, (2) Bagaimana peranan pawang pada seni pertunjukan jaranan?, (3) Bagaimana proses menjadi pawang dalam seni pertunjukan jaranan?.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan aspek yang ada pada seni pertunjukan jaranan. (2) Mendeskripsikanperanan pawang dalam seni pertunjukan jaranan. (3) Mendeskripsikan proses menjadi pawang dalam seni pertunjukan jaranan.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Penelitian ini bermanfaat sebagai informasi bagi para pembaca dan sebagai bahan referensi bagi para peneliti berikutnya. (2) Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya dibidang seni tari.

1.4.2 Manfaat Praktis

(22)

mengenai diri pawang yang sesungguhnya. (4) Bagi masyarakat luas terutama bagi generasi muda, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang keberadaan seni pertunjukan jaranan, agar dapat mengenal dan melestarikan seni pertunjukan jaranan.

1.5 Sistematika Penulisan

(23)

2.1 Tinjauan Pustaka

Pawang dan seni pertunjukan jaranan sudah banyak yang melakukan penelitian, yaitu diantaranya adalah: Asri Nofiana yang berjudul Peran Pawang Dalam Kesenian Barongan Bimo Kurdo di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Peran pawang dalam kesenian barongan Bimo Kurdo pada era

2000 masih kental akan suasana mistis, dalam pertunjukkannya terdapat trans sebagai akibat pemanggilan roh oleh seorang pawang. Akan tetapi pada era 2004 pawang sudah berubah fungsi dan sudah tidak lagi melaksanakan tugasnya dengan semestinya, bahwa pawang mempunyai peran ganda yaitu menjadi seorang Gendruwon. Persamaan pada penelitian yang dilakukan oleh Asri Nofiana adalah sama-sama mengkaji tentang pawang. Perbedaannya adalah dalam penelitian pawang sudah beralih fungsi dari yang fungsi pawang sebagai pengendali kesenian barongan Bimo Kurdo tetapi sekarang fungsi pawang juga menjadi seorang Gendruwon.

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Kuncahyowati yang berjudul Bentuk Penyajian Kuda Lumping di Desa Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten

(24)

perbedaanya yaitu dalam penelitian ini lebih membahas pada bentuk penyajian kuda lumping.

Penelitian dilakukan oleh Rindang Anjarsari yang berjudul Kajian Gaya Tari Jaranan Sindhung Riwut di Desa Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora.

Tari jaranan Sindhung Riwut di Desa Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora memiliki 57 ragam gerak dan 6 ragam gerak inti. Gerak pada tari jaranan menggambarkan kesan lincah, kuat dan berani dengan unsur gerak seperti unsur gerak kaki, unsur gerak tangan, unsur gerak kepala dan unsur gerak badan. Bentuk pertunjukan tari jaranan ini secara berkelompok dan dapat ditarikan dipanggung ataupun lapangan terbuka. Gaya tari jaranan dilihat melalui aspek pokok dan aspek pendukung. Persamaan pada penelitian tersebut adalah sama-sama mengkaji tentang seni pertunjukan jaranan. Sedangkan perbedaanya dalam penelitian tersebut adalah lebih mengkaji tentang gaya tari jaranan.

2.2 Landasan Teoretis

2.2.1 Pawang

Pawang merupakan seseorang yang mempunyai keahlian istimewa yang berkaitan dengan ilmu gaib. Ilmu gaib disebut science occulte. Orang Jawa menyebut istilah ini menjadi ngelmu gaib. Di dalamnya terdapat pemahaman terdapat hal-hal yang sulit diterka, sulit terpahami, ramal-meramal dan sebagainya (Rasjidi dalam Endraswara 2011: 67).

(25)

segi ajarannya. Para ahli pada umumnya menyatakan bahwa kebatinan adalah merupakan gerakan mistik magis yaitu gerakan yang bertujuan menciptakan hubungan sedekat mungkin antara manusia dengan Tuhan, bahkan bersatu dengan-Nya, serta berusaha mengembangkan kekuatan daya linuwih yaitu kemampuan-kemampuan di luar kemampuan manusia biasa dalam bentuk ilmu gaib (Sofwan 1999: 17). Pawang yang dimaksud adalah seseorang yang mempunyai kekuatan yang lebih dari kebanyakan manusia yang lain. Kekuatan tersebut bisa didapat dari pemujaan, bertapa, melakukan sebuah upacara ritual untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Pawang adalah pemimpin grup kesenian kuda kepang atau jaranan yang memimpin jalannya pentas, mengatur persiapan dan perlengkapan pentas. Pawang juga mengatur datangnya indang ke arena pentas dan melepaskan indang dari pemain. Pawang mempunyai keahlian tertentu, yaitu dapat berhubungan dengan alam lain tempat bersembunyinya indang. Pawang adalah pemimpin yang dipilih karena mempunyai keahlian dalam memimpin kelompok, memanggil dan melepas indang, pandai membagi dan mengatur tugas dalam pentas kuda kepang (Wasino 2006: 25-26). Indang yang dimaksudkan adalah makhluk halus yang memasuki tubuh pemain yang kesurupan. Makhluk halus pada seni pertunjukan jaranan dikendalikan oleh pawang. Pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat berperan dalam mengatur jalannya pentas sampai dengan selesai.

(26)

penjamin keselamatan para penarinya. Dilain sisi secara magis seorang pawang jhatilan adalah juga sosok pengendali roh-roh halus yang memasuki pemain pada pementasan jhatilan. Seorang pawang jhatilan juga dituntut untuk bisa menari dan berjoget lantaran ketika para pemain jhatilan sedang tak sadarkan diri dan hanya berlaku diam maka pawang jhatilan jugalah yang wajib berperan mengajak dan menuntunnya untuk melanjutkan menari. ( www.jantixixii.com/2012/11/pawang-jathilan--bekso-kyai-janti.html) diunduh pada tanggal 02 Agustus 2015

Berdasarkan uraian di atas pawang merupakan seseorang yang mempunyai ilmu atau kekuatan yang akan digunakan untuk tujuan tertentu. Selain itu pawang jaranan ini juga mempunyai perjalanan hidup dimana seorang yang belum menjadi pawang belajar untuk menjadi seorang pawang, terdapat juga syarat-syarat yang harus dilaksanakan oleh seorang pawang.

2.2.2 Upacara Ritual

Upacara merupakan salah satu alat penting yang membentuk kebudayaan masyarakat di Indonesia. Pada satu tataran tertentu, upacara sering disamakan dengan ritual atau ritus. Biasanya ritual dikonotasikan sebagai upacara yang bersifat sakral, semisal ritual keagamaan atau kepercayaan yang sakral pada gaibnya dijadikan sebagai objek atau sarana penyembahan dalam upacara-upacara spiritual tersebut (Lubis 2007: 190).

(27)

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan terutama untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalam ritual juga terdapat sesaji untuk persembahan kepada makhluk halus yang menempati tempat yang dianggap sakral. Sesaji adalah penyerahan sajian pada saat tertentu, di tempat dan pada waktu tertentu. Sesaji biasa berbentuk hidangan, bunga-bunga tertentu dan beberapa macam makanan ataupun minuman tertentu. Sesaji tidak akan bisa lepas dari upacara ritual, karena sesaji memang diharuskan ada dan sudah menjadi kewajiban pada saat melakukan kegiatan yang berkaitan dengan upacara ritual.

Menurut Hadi (2007: 98-99) ritual merupakan suatu bentuk upacara yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu pengalaman yang suci atau sakral. Pengalaman itu mencangkup segala sesuatu yang dibuat atau dipergunakan oleh manusia untuk menyatakan hubungannya dengan sesuatu yang tinggi atau luar biasa. Hubungan atau komunikasi itu bukan sesuatu yang sifatnya biasa atau umum, tetapi sesuatu yang bersifat khusus atau istimewa, sehingga manusia membuat suatu cara yang pantas guna melaksanakan perjumpaan itu, maka muncullah beberapa bentuk ritual. Ritual itu dipandang dari bentuknya secara lahiriah merupakan hiasan atau semacam alat saja. Pada intinya yang lebih hakiki adalah emosi kepercayaan atau sistem keyakinan yang ada. Oleh karena itu upacara ritual biasanya diselenggarakan pada tempat dan waktu yang khusus dan berbagai sarana atau peralatan yang khusus pula.

(28)

kehidupannya masih mengacu pada nilai-nilai budaya agraris, serta masyarakat yang memeluk agama yang dalam kegiatan-kegiatan ibadahnya sangat melibatkan seni pertunjukan. Walaupun kadarnya bermacam-macam namun secara garis besar seni pertunjukan ritual memiliki ciri-ciri khas yaitu: (1) diperlukan tempat pertunjukan yang terpilih, yang biasanya dianggap sakral. (2) diperlukan pemilihan hari yang biasanya juga dianggap sakral. (3) diperlukan pemain yang telah membersihkan diri secara spiritual. (4) diperlukan seperangkat sesaji yang kadang-kadang sangat banyak jenis dan macamnya. (5) tujuan lebih dipentingkan dari pada penmapilannya secara estetis dan (6) diperlukan busana yang khas.

Keris adalah suatu sarana dari para manusia ahli untuk menunjukkan bahwa Yang Maha Luhur mampu dan selalu menuruti untuk menciptakan apa saja yang dihimbau oleh manusia, asalkan permohonan itu tidak menyimpang dari garis kesucia (Koesni 2003: 23). Pawang juga memiliki benda-benda pusaka atau benda yang memiliki kekuatan gaib, seperti keris, batu cincin, dan sebagainya. Selain itu pawang juga memiliki doa atau mantra tertentu untuk setiap kegiatan yang dilakukan pawang, tidak dapat sembarangan orang dapat memiliki keahlian ini. Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan ilmu gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang, namun ada juga orang awam yang mengucapkannya.

(29)

atau dengan iringan membakar kemenyan. Mereka mengucapkan doa secara berulang sebanyak tiga kali. Doa dan mantra ini dibagi dalam tiga jenis, yaitu: (1) panulahan atau penulahan yaitu doa dan mantra untuk menolak kehadiran dan pengaruh setan, hantu dan roh jahat, atau memanggil dan memohon pertolongan roh-roh yang baik. (2) jampe adalah mantra untuk manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan dan rerumputan, hujan, angin dan sebagainya. (3) rajah atau doa dalam bentuk riwayat raja dan pangeran. Di tanah sunda, riwayat raja diceritakan dalam bentuk pantun dan diyakini memiliki kekuatan penolak bala.

Berdasarkan uraian di atas pada dasarnya setiap kegiatan yang berhubungan dengan ilmu gaib atau keagamaan ada kaitannya dengan melakukan upacara ritual agar dapat berjalan dengan lancar. Demikian juga dalam menjadi pawang juga terdapat syarat-syarat dan upacara ritual yang harus dipenuhi. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat percaya akan diri pawang beserta kekuatan yang dimiliki lebih dari orang pada umumnya.

2.2.3 Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan

Menurut Kuswarsantyo (2014: 49) seni jathilan merupakan salah satu jenis kesenian yang hidup dan berkembang dimasyarakat pedesaan. Kesenian jathilan memiliki sifat mudah dikenal dan memasyarakat. Di pedesaan jenis kesenian ini lebih akrab disebut sebagai seni kerakyatan. Jathilan dalam perjalanannya mengalami berbagai macam pengembangan, baik secara teknik penyajian, fungsi, maupun latar belakanh cerita yang dipakai.

(30)

sejak lama dan sampai sekarang perkembangannya mengalami pasang surut. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh para pelaku seni itu sendiri dan lingkungan sejarah lokal. Hal ini terlihat dari munculnya nama-nama kesenian tersebut ditiap-tiap daerah mempunyai nama dan ciri khas sendiri-sendiri walaupun

kesenian-kesenian pada intinya menggunakan kuda dari kepang sebagai permainan intinya. Bahwa jenis tari jathilan atau kuda kepang dengan melihat latar belakang

sejarahnya merupakan tari rakyat yang paling tua di Jawa. Tari yang selalu dilengkapi dengan perlengkapan tari yang terbuat dari anyaman bambu berupa kuda kepang ini lazim dipertunjukkan sampai puncak yaitu saat salah seorang penarinya tidak sadarkan diri (Soedarsono 1992: 95). Di dalam seni pertunjukan jaranan hal terpenting dalam pertunjukkannya yaitu kuda kepang sebagai properti yang digunakan penari dalam pementasannya.

(31)

Seni pertunjukan jaranan adalah sebuah pertunjukan yang masih ada kaitannya dengan ritual. Seni pertunjukan jaranan ini mengandung unsur mistis yang sangat kuat, tak jarang para pemainnya kesurupan dan melakukan hal yang diluar kewajaran. Seni pertunjukan jaranan ini berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat, karena masyarakat di Desa Sranten sangat menggemari seni pertunjukan jaranan. Dalam seni pertunjukan jaranan, kesurupan atau kehilangkan kesadaran pemain merupakan bagian utama dari atraksi sehingga wajib ditampilkan. Kesurupan berarti menandakan tubuh para penari dimasuki roh halus.

Penari yang kesurupan kerap kali mengejar penonton dan penonton yang tersentuh olehnya akan mengalami kesurupan juga. Ketika penari ada yang mengalami kesurupan, maka pawang jaranan dengan segera mengobati pemain yang kesurupan dengan cara dibacakan mantra-mantra yang hanya dikuasai oleh sang pawang. Proses kesurupan terjadi karena adanya gangguan makhluk halus dari bangsa jin yang merasuk kedalam jasad tubuh manusia, yang mana dalam kondisi tersebut kesurupan terjadi karena memang ada unsur kesengajaan yaitu kerjasama dengan jin oleh sang pawang jaranan. Kesurupan adalah kondisi dimana makhluk halus masuk kedalam jasad tubuh seseorang, sehingga sehingga orang tersebut menjadi hilang kesadaran, mampu melakukan hal-hal yang diluar logika dan jiwanya dipengaruhi oleh makhluk halus tersebut.

(32)

suatu tempat yang dianggap terdapat penghuninya yaitu jin dan sebangsanya. Namun kesurupan dapat terjadi karena disengaja dan atas dasar kemauan manusia itu sendiri, misalnya pada saat penari jaranan sedang kesurupan karena sang pawang memerintahkan para jin untuk masuk kedalam tubuh manusia. Kesurupan disengaja karena memang bekerja sama dengan jin dan bertujuan untuk menjadi tontonan dan menjadi daya tarik agar banyak penonton yang menyaksikan seni pertunjukan jaranan, sehingga para pemain jaranan yang sudah kehilangan kesadaran itu mampu melakukan hal-hal yang terlihat luar biasa bagi seseorang manusia.

Selain mengobati para penari seni pertunjukan jaranan yang kesurupan, pawang juga melakukan ritual terlebih dahulu sebelum seni pertunjukan jaranan dipertunjukkan. Terdapat 6 pawang di Desa Sranten yang membantu dalam mengobati pemain yang kesurupan. Dua diantaranya pawang yang utama dan lainnya hanya membantu jika pemain yang kesurupan tingkatannya lebih mudah dengan mantra dan sesaji tertentu maka pawang mampu mengendalikan roh halus tersebut untuk merasuk kedalam tubuh pemain jaranan, tentunya tidak semua orang dapat mengendalikan makhluk halus tersebut.

(33)

Pelaku merupakan seniman yang terlibat langsung dalam seni pertunjukan tersebut. Pelaku yang dimaksud dalam seni pertunjukan jaranan adalah pencipta tari, pawang, penari, pemusik, penyanyi, dan penonton. Pencipta tari adalah orang yang menciptakan tarian untuk sebuah karya seni tari dengan tujuan untuk di pertontonkan. Pawang adalah seseorang yang berperan sebagai perantara roh-roh yang dipercaya dapat membantu lancarnya sebuah pertunjukan. Penari adalah orang yang berperan sebagai penari dari sebuah penciptaan karya seni tari. Pemusik adalah orang yang tugasnya memainkan musik untuk mengiringi seni pertunjukan. Penyanyi adalah orang yang beperan dalam menyanyikan sebuah lagu. Penonton adalah sekumpulan orang yang berperan sebagai penikmat dari seni pertunjukan.

(34)

Iringan tidak akan terlepas dari pertunjukan musik. Musik atau iringan selain sebagai pengiring juga berfungsi sebagai pemberi suasana syair atau lagu yang ditampilkan. Iringan atau musik juga berperan penting dalam kelanjaran suatu pertunjukan, agar terlihat lebih menarik dan berkesan lebih mengisi dalam suatu pertunjukan. Untuk iringan tari tidak seluruh jenis instrumen itu dipergunakan, kadang-kadang mempergunakan instrumen tambahan atau bunyi-bunyian yang lain sebagai pelengkap seperti organ dan drum, semuanya itu sebagai pelengkap dalam seni.

Busana merupakan pakaian dalam suatu pementasan. Fungsi busana untuk mendukung tema atau isi dan untuk memperjelas peran seseorang dalam suatusajian pertunjukan seni. Selain itu, busana juga berfungsi untuk mendukung suatu penyajian kesenian jaranan, sehingga mampu membuat daya tarik tersendiri kepada penonton.Busana dalam pentas dan tari harus betul-betul harmonis dan cocok.

Fungsi rias adalah mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik penampilannya. Tata rias untuk pertunjukan berbeda dengan tata rias sehari-hari. Riasan yang digunakan biasanya adalah rias panggung untuk arena terbuka yaitu pemakaian rias tidak terlalu tebal dan yang lebih perlu diperhatikan harus nampak halus dan rapi riasannya. Karakter rias yang dipakai dalam seni pertunjukan jaranan adalah rias korektif dan rias fantasi.

(35)

lain-lain. Properti digunakan untuk pendukung bagi para penari dalam melakukan sebuah pertunjukan yang berlangsung.

2.2.4 Konsep Kesurupan

Kesurupan adalah badan kosong yang diikuti oleh arwah. Hal ini bisa diartikan bahwa saat tubuh seseorang itu sedang dalam keadaan labil atau tidak fokus, bisa memungkinkan seseorang tersebut dapat dirasuki roh-roh halus. Dalam kesenian jaranan, kesurupan dapat terjadi saat para penari sudah merasa tidak konsentrasi karena sudah merasa kelelahan saat menari. Penari bergerak dengan lincah layaknya seekor kuda. Saat para penari beradegan perang ketika tubuh penari mulai lelah bergerak, musik semakin meningkat iramanya dan mendorong penari untuk tetap bergerak saat itulah kesurupan dapat terjadi.(jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artikelE9A488FCC4GB6B7DEEBF2CB B7E4D7BCF.pdf) diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015

(36)

dimasuki oleh mahluk halus yang menguasai jiwanya. Oleh karena itu, tingkah laku seseorang yang kesurupan akan dikuasai oleh makhluk halus. Hampir pada setiap kasus kesurupan, seseorang yang kesurupan tidak tahu atau tidak ingat bahwa sedang kesurupan.

Kesurupan adalah kemasukan setan atau roh, orang yang kemasukan roh maka tidak sadar lagi. Hal ini mengalami keadaan di luar kesadaran manusia kemudian tidak ingat apa-apa, seperti halnya penari jaranan yang mengalami kesurupan atau kesurupan akan melakukan gerakan di luar kesadarannya, karena telah dikuasai oleh roh yang masuk ke dalam tubuh penari melalui pawang. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, kesurupan merupakan sesuatu yang dilandasi dengan adanya masuknya roh dalam diri seseorang disamping itu juga diperlukan sesaji yang merupakan suatu cara untuk memanggil roh untuk datang melalui barang atau benda. Hal ini mengingat seni pertunjukan jaranan tidak lepas dari gerakan yang atraktif atau akrobatik yang dianggap penuh dengan unsur kekuatan gaib serta sulit diterima dengan akal sehat.

(37)

memakan bunga. Fisik penunggang kuda bisa juga berdarah dan kesakitan, namun ia tak dapat merasakannya. Di satu sisi, adegan mistis ini mengundang decak kagum dan perasaan terhibur. Namun di sisi lain, adegan ini juga mengundang kontroversi terutama jika dipertemukan dengan ajaran agama Islam.

Secara prosesnya kesurupan dalam seni pertunjukan jaranan meliputi proses pemanggilan roh lewat pembakaran kemenyan dan pembacaan mantra (doa) untuk meningkatkan ketahanan tubuh penunggang kuda sehingga tahan memakan kaca dan lainnya. Ritual magis itulah yang dilakukan pada setiap kali seni pertunjukan jaranan berlangsung. Ritual magis ini yang menjadikan seni pertunjukan jaranan memiliki keunikan. Keunikan itu terletak pada sebuah seni pertunjukan yang tidak hanya mempertunjukkan sebuah tarian kuda tetapi dengan melibatkan sosok roh makhluk halus didalamnya. Hal inilah yang menjadi sebab para penari mengalami kesurupan sehingga seolah-olah penari seperti kuda, berjingkrak-jingkrak, meringkik, makan bunga, beling dan lain sebagainya.

(38)

memiliki kedudukan yang sangat yang sangat penting, karena tanpa kehadiran pawang maka daya tarik seni pertunjukan jaranan tidak dapat terlaksana.

2.2.5 Kerangka Berfikir

(39)

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir pawang dalam seni pertunjukan jaranan Pawang Seni Pertunjukan Jaranan

Proses Menjadi Pawang Aspek-Aspek Seni Pertunjukan Jaranan

(40)

5.1 Simpulan

Aspek yang ada dalam seni pertunjukan jaranan yaitu pelaku, ritual dalam seni pertunjukan jaranan, ragam gerak, tata rias dan busana, properti, iringan dan pawang dalam seni pertunjukan jaranan. Aspek pelaku yang dimaksud seperti pawang, penari jaranan, pengrawit, sindhen dan penonton. Ragam gerak yang digunakan pada setiap pertunjukan dibuat sendiri oleh penari. Gerakan yang digunakan tidak memiliki patokan-patokan khusus atau sudah pakem. Gerakan yang digunakan dari setiap penampilan berbeda-beda. Hal ini bertujuan agar tidak terlihat membosankan.

Sebelum pertunjukan diadakan ritual membuka pintu gaib. Setiap pawang harus mengetahui danyang atau penunggu desa. Pawang juga melakukan ritual pada malam hari untuk meminta ijin untuk keselamatan para penari jaranan. Pada saat dilokasi sebelum diadakan pertunjukan pawang memasang pagar gaib dan menyiapkan uborampe. Uborampe digunakan untuk menghadirkan makhluk halus dengan menggunakan mantra. Setelah selesai pertunjukan pawang mengembalikan makhluk halus kealam gaib dengan membacakan mantra penutup pintu gaib. Kemudian pawang melakukan serangkaian ritual terakhir dengan

(41)

Tata rias yang digunakan rias korektif dan rias fantasi. Rias korektif yaitu rias wajah yang hanya mempertebal garis-garis wajah. Sedangkan rias fantasi yaitu rias wajah yang sesuai dengan ide yang digunakan pada seseorang. Pada bagian rambut penari wanita hanya digerai saja. Tata busana yang digunakan tidak terikat dengan patokan-patokan pakaian tradisional. Penari jaranan bebas memilih dan menggunakan pakaian yang akan digunakan pada saat pertunjukan. Proterti yang digunakan oleh penari yaitu kuda lumping dan juga topeng.

Musik iringan yang mengiringi seni pertunjukan jaranan sebagai berikut. Pada babak I: ladrang wilujeng, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, ilustrasi keyboard lelagon prau layar, ilustrasi keyboard lelagon jaranan, lancaran sluku-sluku batok, dan budhalan (penari keluar panggung). Babak II: bende+ilustrasi keyboard suara srompet, budhalan (improvisasi saron dan drum), ada-ada durma, bende+ilustrasi keyboard suara srompet, lagu campursari, bende+ilustrasi

keyboard suara srompet, lagu campursari “jambu alas”, dan lelagon prau layar.

(42)

Pawang dalam seni pertunjukan jaranan sangat berperan penting. Proses terjadinya kesurupan sudah diatur oleh pawang. Jika tidak ada pawang seni pertunjukan jaranan tidak akan berjalan dengan lancar. Pada saat penari kesurupan, tugas pawang dalam pertunjukan terlihat jelas. Pada saat kesurupan pawang berusaha mengendalikan penari yang kesurupan. Pawang juga memberikan makanan atau sesaji yang diminta oleh penari yang kesurupan. Setelah selesai pawang juga mengeluarkan makhluk gaib yang ada didalam tubuh penari. Pada saat kesurupan penari juga melakukan atraksi-atraksi berupa memecahkan genteng, memakan ayam hidup, dan sebagainya.

Proses menjadi pawang bisa dilaksanakan dengan cara memperdalam dan mempelajari ilmu yang sudah ada dalam diri seseorang. Cara melaksanakannya bisa langsung dengan memperdalam ilmu kepada seorang pawang. Proses menjadi pawang juga bisa dilaksanakan dari keturunan yang diturunkan turun temurun. Pawang juga memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan upacara ritual, walaupun terdapat kesamaan dalam pelaksanaan upacara ritual. Pencapaian dalam melaksanakan lelaku pawang tergantung dari niatan yang dilakukan oleh masing-masing individu. Jika memiliki niat yang sungguh-sungguh, pasti akan tercapai untuk menjadi seorang pawang.

(43)

5.2 Saran

(44)

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS.

...,. 2011. Agama Jawa dalam Menyusuri Jejak Spiritualitas Jawa. Yogyakarta: Lembu Jawa.

Hadi, Sumandiyo.Y. 2007. Kajian Tari “Teks dan Konteks”. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Koesni. 2003. Pakem Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV Aneka Ilmu. Kuncahyowati, Endang. 2010. Bentuk Penyajian Kuda Lumping di Desa

Donorojo Kecamatan Secang Kabupaten Magelang. Semarang: UNNES PRESS.

Kusudiarjo, Bagong. 2000. Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Padepokan PRESS.

Kuswarsantyo. 2014. Seni Jathilan dalam Dimensi Ruang dan Waktu. Jurnal Kajian Seni, 01(01), 49-59.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada PRESS. Lubis, Safrinal dkk. 2007. Jagad Indonesia dalam Dialegtika yang Sacral dan

yang Profane. Yogyakarta: Ekspresibuku.

Murgiyanto, Sal. 2002. Kritik Tari “Bekal dan Kemampuan Dasar”. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI).

Nofiana, Asri. 2009. Peran Pawang Dalam Kesenian Barongan “Bimo Kurdo” di

Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Semarang: UNNES PRESS.

Soedarsono. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka.

Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University PRESS.

Sofwan, Drs H. Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan (Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa). Semarang: Aneka Ilmu.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFA BETA.

(45)

Suyono, Capt R.P. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.

Wasino. 2006. Jaran Kepang. Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito.

Wahyuningtiyas, Furi. 2012. Kondisi Kesurupan Penari Jaranan “Mekar Sari’

Dusun Plumbang Desa Pandansari Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang yang Berstatus sebagai pelajar SMP Dalam Interaksi Sosial di Sekolah.Jurnalonlaine.um.ac.id/data/artikel/artikelE9A488FCC4GB6B7DE EBF2CBB7E4D7BCF.pdf (diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015).

Budayalokal.communication.uii.ac.id/jathilan-sang-kuda-lumping-dengan-segala-dilema/ (diunduh pada tanggal 05 Agustus 2015).

Gambar

Gambar 4.17 Atraksi Penari Jaranan Dilewati Sepeda Montor...........................101
Tabel 4.3 Ragam Gerak Pada Babak keempat.......................................................60

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan mengenai sejarah kcsen inn kuda lumping scbagai salah satu jenis seni pertunjukan ; mengctahui tahapan-tahapan dalam seni

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat penulis berikan adalah kepada para pemain kelompok angklung Carang Wulung agar lebih menambah koreografi gerakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertunjukan seni barongan dari Sanggar Seni Kademangan di Desa Gebang Kecamatan Bonang Kabupaten Demak dapat mempertahankan eksistensinya

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sejarah kesenian kuda lumping di Desa Bangun Rejo; untuk mengetahui tahapan-tahapan proses dalam pertunjukan kesenian kuda

Dalam seni pertunjukan calempong terdapat pula makna dari situasi simbolik yang direspon oleh pemain calempong, produk interaksi sosial berupa makna dari simbol-simbol

Pertumbuhan seni pertunjukan Buto Gedruk di dalam komunitas Saleho Karya Budaya juga tidak dapat dilepaskan dari proses dialog budaya yang terjadi dengan pertumbuhan kesenian

Nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik dari seni pertunjukan Cepung yaitu; nilai pendidikan agama, nilai pendidikan etika/moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai

Namun bagi saya ada yang lebih menarik diartikulasikan— sebagaimana pertanyaan dari artikel ini—, yakni 1 bagaimana mengubah bentuk dan logika kritik seni pertunjukan dengan lebih