• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek adanya berita-berita atau isyarat-isyarat ilmiah dari Al Quran

Dalam dokumen Fisika dalam Al Quran DOCX (Halaman 28-41)

Fakta Dalam Pergantian Musim

III. Aspek adanya berita-berita atau isyarat-isyarat ilmiah dari Al Quran

Ada banyak sekali contoh tentang ini. Berikut adalah beberapa di antaranya, misalnya bahwa: Segalanya yang hidup diciptakan dari air:

Pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada yang berpikir kalau segala yang hidup itu tercipta dari air. Sekarang, tidak ada seorang pakar pun yang membantah bahwa segala yang hidup itu tercipta dari air, yang adalah materi pokok bagi kehidupan setiap makhluk hidup.

Sementara itu, urut-urutan penciptaan benda langit menurut Injil adalah bahwa Bumi diciptakan terlebih dulu (Kejadian 1:1), kemudian tetumbuhan (Kejadian 1:11-12), baru kemudian Matahari (Kejadian 1:14-16). Yang menarik di sini kiranya, jika menurut logika Injil, adalah bagaimana mungkin tetumbuhan dapat hidup tanpa berfotosinteis di saat itu, karena Matahari sebagai sumber energi untuk berfotosintesi diciptakan belakangan setelah tetumbuhan?

Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 30 (21:30):

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Adanya aturan berpasang-pasangan atas segala sesuatu

Al Quran yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan. Yang menarik pula, ayat ini dinyatakan di sebuah ayat dengan penomoran yang juga berpasangan (Quran Surat 36 ayat 36). Perhatikanlah bahwa bahkan Nomor Surat (36) dan Ayatnya pun (36), sama, seakan berpasangan. Entah apa artinya, wallahu a’lam bis shawab:

Al Quran Surat Yaa Siin ayat 36 (36:36):

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa yang mereka tidak ketahui. Kita dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad sholollohu‘alaihi wasallam. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.

Hal-hal yang manusia tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling besar, baik dalam

benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara gamblang dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan Sains masa ini.

Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang Fisika pada tahun 1933.

Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif.

Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagai berikut: "...setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan ... dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."

Alam semesta ini mengembang (memuai, meluas)

Di dalam Al Quran yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana di ayat berikut ini:

Al Quran Surat Adz Dzaariyat ayat 47 (51:47):

Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya

Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Quran dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Quran dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.

Hingga awal abad XX Masehi, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".

Pada awal abad XX Masehi, ilmuwan Albert Einstein mengatakan bahwa alam semesta ini tidak berawal dan tidak berakhir dan sudah ada sejak dulu, dan ini dikemukakannya pada tahun 1917.

Ketika mengamati langit dengan teleskop, di tahun 1927, Erwin Hubble - seorang astronom Amerika - menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang

dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang.

Lalu Fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli Kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Dan Einstein pun merevisi pendapatnya.

Ilmuwan Penzias dan Wilson kemudian membuat Teori Big Bang bahwa sesungguhnya langit dan bumi dulu menyatu, bahkan hanya sebesar kira-kira bola tenis, dan kemudian terjadi ledakan besar dan menjadi terpisah, menyebar ke seluruh alam semesa, termasuk menjadi aneka planet, matahari, komet, Galaksi, Nebula, dan lain-lain. Dan terciptalah kemudian air, yang menjadi dasar kehidupan. Dan ini memakan waktu milyaran tahun, termasuk penciptaan Bumi dan tata surya Bima Sakti (Milky Way) tempat kita sendiri ini. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Quran pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi. Ini dikarenakan Al Quran adalah firman Alloh, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.

Sebagai catatan, dalam ayat ini ada kata dasar ”muhsiana”, yang bermakna ”pengembangan” atau ”berkembang”. Secara tradisional, para mufassir memilih kalimat ”Kami benar-benar berkuasa” daripada alternatif ”Kami benar-benar mengembangkannya”, yang menggambarkan ruang angkasa yang memuai. Kesalahan atau ketidakuratan penafsiran ini, adalah sama seperti penafsiran kata ”Al ’Alaq” dalam berbagai ayat Al Quran , yang secara tradisional diartikan sebagai ”segumpal darah” daripada ”sesuatu yang melekat”. Pembahasan lebih dalam mengenai ketidakakuratan ini, ada di bagian lain dari tulisan ini.

Matahari adalah (sumber) cahaya (diya’) dan Bulan adalah sebagai pelita (nuur) Al Quran Surat Nuh ayat 15-16 (71:15-16):

(15) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Alloh telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?

(16) Dan Alloh menciptakan padanya Bulan sebagai cahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita?

Dengan ilmu pengetahuan, kini kita mengetahui bahwa Matahari adalah sumber energi yang memancarkan cahaya dan Bulan hanyalah memantulkan cahaya yang diterimanya dari Matahari itu. Dulu, manusia dengan tingkat pengetahuan sederhana pada jaman Rosululloh sholollohu‘alaihi wasallam, dapat dengan mudah menerima kalimat-kalimat sederhana dan masuk akal ini (perbandingan sederhana antara Matahari sebagai pelita dan Bulan sebagai cahaya itu).

Namun kalimat-kalimat sederhana inipun ternyata dapat berarti dalam, serta dapat diterima oleh bahkan para ahli ilmu-pengetahuan bahkan di luar komunitas Rosululloh

sholollohu‘alaihi wasallam, dan yang hidup berabad-abad kemudian, yang sangat senang mengunakan ilmu-pengetahuan sains modern atau pos-modern untuk memahami segala sesuatu. Ini memuaskan semua kalangan pencari kebenaran. Dan ini adalah salah satu hikmah dari Al Quran.

Benda langit bergerak dalam jalurnya (garis edarnya) masing-masing

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu, bahkan keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut:

Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 (21:33):

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.

Juga Al Quran Surat Yaa Siin ayat 38 (36:38), Surat Ar Rahmaan ayat 5 (55:5), Surat Adz Dzaariyaat ayat 7 (51 :7).

Kata ”Yasbahuun” dalam ayat Al Quran Surat Al Anbiyaa ayat 33 ini, berasal dari kata ”sabaha” yang makna kata secara tradisionalnya adalah ”gerakan dari sesuatu yang bergerak”, yang dalam hal ini, dalam kaitannya dalam kaidah ilmu ruang angkasa ini, adalah tentang penggambaran pergerakan atau rotasi dirinya (planet Bulan dan Matahari itu) dalam aksisnya sendiri.

Sebagai informasi-informasi tambahan dari disiplin ilmu Astronomi dan Sejarah serta Kekristenan, saat ini manusia sudah jamak mengetahui bahwa Matahari membutuhkan 25 hari untuk menuntaskan rotasinya dan Bumi mengelilingi Matahari. Namun baru pada tahun 1512 Masehi, Nicolaus Copernicus mengemukakan Teori Heliosentrisnya tentang letak Matahari yang dikelilingi planet yang bergerak dalam jalurnya masing-masing.

Ini juga didukung penelitian Galileo Galillei, dan saat itu pengumuman temuan ini ditentang habis-habisan oleh Gereja, juga menjadikan Copernicus dikucilkan, bahkan sebagian kalangan menyebutkan bahwa ia dikafirkan mereka.

Barulah pada abad-abad modern ini, sekitar 500 tahun kemudian, Vatikan kemudian bersedia mengakui kebenaran teori Copernicus dan kesalahan klaim Gereja berdasarkan Injil itu, yang memaknakan bahwa Mataharilah yang bergerak mengelilingi Bumi (antara lain di Joshua 10:12-13), bukan sebaliknya, yang jelas sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan. Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.

Menurut para Ahli Astronomi-Fisika, terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.

Dan garis edar ini tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa, galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.

Sebagai pendukung materi pembahasannya, berikut adalah sebuah kutipan dari Injil versi internasional (King James Version) dan komentar tentang kesalahannnya yang dikutip dari sebuah situs tentangnya, yang bernama ”The Dark Bible” (dengan alamat http: atau atau www.nobeliefs.com atau darkbible atau darkbible atau ), sebuah situs yang mengupas tentang berbagai kesalahan dan ketidakmasukakalan Injil. Pembuat situs ini adalah Jim Walker, orang Barat yang Atheis (tidak mempercayai adanya Tuhan) yang dulunya beragama Kristen. Heliocentric Vs Geocentric? The Sun Stands Still: "Then spake Joshua to the LORD in the day when the LORD delivered up the Amorites before the children of Israel, and he said in the sight of Israel, Sun, stand thou still upon Gibeon; and thou, Moon, in the valley of Ajalon. And the sun stood still, and the moon stayed, until the people had avenged themselves upon their enemies. Is not this written in the book of Jasher? So the sun stood still in the midst of heaven, and hasted not to go down about a whole day." (Joshua 10:12-13) Comment: These verses imply that the sun moves around the earth. If the Bible actually represents the words or inspired words of God, then why didn't the Great Creator inspire them to tell the truth about the universe and our solar system? Also, the Bible asks us to believe that a supposedly loving God made the sun stand still for the sole purpose of helping the Israelites slaughter the Amorites. How can one not see that these verses would insult the intelligence of any person who believes God possess wisdom, knowledge and love?

Maka, beberapa hal dalam Injil ini, sangat bertentangan dengan ilmu-pengetahuan, dan dengan Akal.

Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut.

Apalagi Rosululloh Muhammad bin ‘Abdullah sholollohu‘alaihi wasallam, adalah sesorang yang buta huruf (ummy) dan tak mungkin telah mempelajari ilmu Astronomi.

Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu, dab benar, karena Al Quran adalah firman Tuhan, Alloh.

Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Quran sebagai berikut:

Al Quran Surat Ar Rahman ayat 19-20 dan 22 (55:19-20, 22):

Beliau membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing ... Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.

Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93). Dari keduanya, dapat digali berbagai kekayaan alam khususnya mutiara dan marjan. Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Quran. Suatu fenomena lain yang sering kita dapatkan adalah bahwa air lautan yang asin, dengan air sungai-sungai besar yang tawar tidak bercampur seketika.

Orang dapat mengira bahwa Al Quran membicarakan sungai Euphrat dan Tigris yang setelah bertemu dalam muara, kedua sungai itu membentuk semacam lautan yang panjangnya lebih dari 150 km, dan dinamakan Syath al Arab.

Di dalam teluk, pengaruh pasang-urutnya air menimbulkan suatu fenomena yang bermanfaat, yaitu masuknya air tawar ke dalam tanah sehingga menjamin irigasi yang memuaskan. Untuk memahami teks ayat ini, kita harus ingat bahwa lautan adalah terjemahan kata bahasa Arab "Bahr" yang berarti sekelompok air yang besar, sehingga kata itu dapat dipakai untuk menunjukkan lautan atau sungai yang besar seperti Sungai Nil, Tigris dan Euphrat.

Dan ayat yang memuat fenomena tersebut adalah sebagai berikut: Al Quran Surat Al Furqan ayat 53 (25:53):

Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit, Beliau jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.

Juga Al Quran Surat Faathir ayat 12 (35:12).

Selain menunjukkan fakta yang pokok, ayat-ayat tersebut menyebutkan kekayaan-kekayaan yang dikeluarkan dari air tawar dan air asin yaitu ikan-ikan dan hiasan badan: batu-batu perhiasan dan mutiara.

Mengenai fenomena tidak campurnya air sungai dengan air laut di muara-muara hal tersebut tidak khusus untuk Tigris dan Euphrat yang memang tidak disebutkan namanya

dalam ayat walaupun ahli-ahli tafsir mengira bahwa dua sungai besar itulah yang dimaksudkan.

Sungai-sungai besar yang menuang ke laut seperti Missisippi dan Yang Tse menunjukkan keistimewaan yang sama; campurnya kedua macam air itu tidak terlaksana seketika tetapi memerlukan waktu.

Rahasia proses reproduksi manusia Al Quran Surat Al Hajj ayat 5 (22:5):

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari ’segumpal darah’ atau ’sesuatu yang melekat’, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.

Lalu, setidaknya, kata ”Al ’Alaq” seperti di ayat ini disebutkan dalam 4 ayat lain yang membicarakan transformasi urut-urutan reproduksi manusia sejak tahap setetes sperma: Juga Al Quran Surat Al Mu’minuun ayat 14 (23:14), Surat Al Mu’miin ayat 67 (40:67), Surat Al Qiyaamah ayat 37-38 (75:37-38), Surat Al ‘Alaq ayat 1 (96:1).

Maka, khusus perihal kata ”Al ’Alaq” ini, secara tradisional, penerjemahan Al Quran kuno atau tradisional, seringkali kata ini ditafsirkan atau diartikan saja sebagai ”segumpal darah” atau ”darah beku (tidak mengalir)” oleh berbagai penerjemah dan mufassir atau penafsir. Dan ini jamak dijumpai di berbagai terjemahan bahkan tafsir Al Quran di seluruh dunia.

Jika kata itu mutlak diartikan "segumpal darah”, hal ini dapat tidak masuk akal, karena tidak pula sesuai dengan ilmu pengetahuan tentang proses reproduksi manusia, karena sesunguhnya ilmu pengetahuan reproduksi manusia mengkonfirmasikan bahwa tidak pernahlah manusia tercipta melalui tahapan ’gumpalan darah’, dalam rangkaian tahap reproduksinya.

Dengan demikian, derajat keotentikan Al Quran dalam hal ini pun (jika tetap memakai terjemahan kata ”segumpal darah”) dapat saja menjadi dianggap gugur (setidaknya bagi sebagian kalangan), dan segolongan manusia serta makhluk lain yang membaca Al Quran dapat menjadi kafir bahkan murtad karenanya, karena dapat menganggap paparan penciptaan manusia yang demikian tidak sesuai dengan ilmu-pengetahuan. Ini dapat menjadi berbahaya, dan tentu saja dapat menjadi tidak sepatutnya, karena Al Quran adalah dari Tuhan Pencipta Semesta Alam.

Namun, Tuhan Semesta Alamlah yang memang menjaga keotentikannya, dan Al Quran tentu saja tetap benar sebagai petunjuk sepanjang jaman. Penjelasannya, jika kita menilik kepada ilmu reproduksi ini sendiri, ternyata menetapnya telur dalam rahim terjadi karena tumbuhnya jonjot (villosities) atau perpanjangan telur yang akan mengisap dari dinding rahim, zat yang diperlukan untuk membesarnya telur, seperti layaknya akar tumbuhan yang masuk ke tanah, melekat kepada dinding rahim. Pertumbuhan semacam ini mengokohkan telur dalam rahim.

Inilah yang layak disebut, diterjemahkan korelatif sebagai ”sesuatu yang melekat (atau Al ’Alaq)”, secara spekulatif ilmiah.

Makna yang lebih tepat dari kata ”Al Alaq” karenanya adalah, ”sesuatu yang melekat”, bukan ”segumpal darah (beku)”, yang, saat manusia belum dapat mengetahui jalannya proses reproduksi (manusia) ini, pemakaian kata ”sesuatu yang melekat” daripada kata ”segumpal darah (beku)”, terlihat lebih tidak masuk akal bagi para mufassir tradisional; padahal sesungguhnya justru sebaliknya.

Dan sekali lagi, pengetahuan manusia tentang ini baru didapatkan manusia pada jaman yang kemudian disebut sebagai jaman Modern, berabad-abad sesudah Al Quran diturunkan, tak lama sebelum jaman kita ini.

Tidaklah mengherankan kiranya, betapa berabad-abad lalu, banyak para penerjemah dan mufassir (penafsir) tradisional yang sewajarnya tidak (banyak) mengetahui kaidah ilmu kedokteran, secara mudahnya menerjemahkan kata ”Al ’Alaq” ini sebagai ”segumpal darah” saja, dalam ayat-ayat itu.

Penerjemahan seperti itu, terlihat cukup masuk akal di saat itu, mereka sungguh telah berusaha sebaik-baiknya dengan segala pengetahuan yang mereka miliki, tentulah kesalahan manusiawi ini dapat dimaafkan, tinggal bagaimana baiknya ke depan.

Dan bagaimanapun juga tafsirnya, Al Quran tetaplah tuntunan kehidupan terbaik dari Sang Pencipta Alam.

Dan di antara faktor rumitnya memahami maksud sesungguhnya dari Al Quran, adalah bahwa setidaknya saja para penerjemah atau mufassir (penafsir), memiliki pengetahuan di bawah ini dalam menafsirkannya:

1. Ilmu Lugath (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata

Dalam dokumen Fisika dalam Al Quran DOCX (Halaman 28-41)

Dokumen terkait