• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.2. Aspek Kelayakan Proyek

3.1.2.5. Aspek Finansial

1) Teori Biaya dan Manfaat

Analisis finansial diawali dengan analisis biaya dan manfaat dari suatu proyek. Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang dengan

revenue earning proyek, apakah proyek itu akan terjamin atas dana yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah 2001).

Dalam analisis proyek, penyusunan arus biaya dan arus manfaat sangat penting untuk mengukur besarnya nilai tambah yang diperoleh dengan adanya proyek. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat mengurangi manfaat yang akan diterima. Sedangkan manfaat merupakan hasil yang diharapkan akan berguna bagi individu ataupun masyarakat yang merupakan hasil dari suatu investasi. Biaya dan manfaat ini bisa merupakan biaya dan manfaat langsung ataupun biaya dan manfaat tidak langsung.

Biaya dan manfaat langsung adalah biaya dan manfaat yang bisa dirasakan dan dapat diukur sebagai akibat langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu proyek, sedangkan biaya dan manfaat tidak langsung merupakan biaya dan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu proyek. Biaya dan manfaat yang dimaksudkan kedalam analisis proyek adalah biaya dan manfaat yang bersifat langsung.

Biaya yang diperlukan untuk proyek terdiri dari biaya modal, biaya operasional dan biaya lainnya yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, contohnya tanah, bangunan dan perlengkapannya, pabrik dan mesin – mesinnya, biaya pendahuluan sebelum operasi, biaya – biaya lainya seperti penelitian.

Biaya operasional disebut biaya modal kerja karena biaya ini dikeluarkan untuk menutupi kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai

24

dilaksanakan dan didasarkan pada situasi produksi, biasanya dibutuhkan sesuai dengan tahap operasi, contohnya biaya bahan mentah, tenaga kerja, biaya perlengkapan serta biaya penunjang. Biaya lain yang dikeluarkan proyek diantaranya pajak, bunga pinjaman dan asuransi (Kuntjoro 2002).

Gittinger (1986) menyebutkan beberapa biaya yang menyangkut proyek pertanian antara lain meliputi barang – barang fisik, tenaga kerja, tanah, cadangan – cadangan tak terduga, pajak, jasa pinjaman, serta biaya yang tidak diperhitungkan. Penambahan nilai suatu proyek bisa diketahui melalui peningkatan produksi, perbaikan kualitas, perubahan dalam waktu penjualan perubahan dalam bentuk produksi, pengurangan biaya melalui mekanisasi, pengurangan biaya pengangkutan, penghindaran kerugian dan manfaat tidak langsung proyek.

Menurut Kadariah (2001) benefit dari proyek terbagi menjadi direct benefit, indirect benefit dan intangible benefit. Direct benefit adalah peningkatan output

produksi ataupun penurunan biaya. Indirect benefit merupakan keuntungan yang tidak dapat diukur dengan uang seperti perbaikan lingkungan hidup dan sebagainya.

2) Laba Rugi

Menurut Gittinger (1986), laporan laba rugi adalah suatu laporan keuangan yang mencantumkan penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntasi yang menunjukan hasil operasi perusahaan selama periode tersebut. Laba merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran. Penerimaan laba diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan potongan penjualan, barang yang dikembalikan dan pajak penjualan. Pengeluaran tunai untuk operasi mencakup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk memproduksi output, diantaranya yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.

Komponen lain dalam laba rugi adalah adanya biaya penjualan, biaya umum dan biaya administrasi. Pengurangan komponen – komponen tersebut terhadap laba bruto akan menghasilkan laba operasi sebelum penyusutan. Penyusutan termasuk pengeluaran operasi bukan tunai yang merupakan proses alokasi biaya yang berasal dari harta ke tiap periode yang menyebabkan nilai harta tetap tersebut menjadi

25

berkurang. Pengurangan penyusutan terhadap laba operasi sebelum penyusutan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak.

3) Kriteria Kelayakan Investasi

Laporan laba rugi mencerminkan perbandingan pendapatan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Laporan laba rugi menunjukan hasil operasi perusahaan selama periode operasi. Namun, Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa dalam menganalisa suatu proyek investasi lebih relevan terhadap kas bukan terhadap laba karena kas seseorang bisa berinvestasi dan dengan kas pula seseorang membayar kewajibannya sehingga untuk mengetahui sejauh mana keadaan finansial perusahaan perlu dilakukan analisa aliran kas (Cashflow).

Kuntjoro (2002) menyebutkan bahwa cashflow adalah susunan arus manfaat bersih tambahan sebagai hasil pengurangan arus biaya tambahan terhadap arus manfaat. Tambahan ini merupakan perbedaan antara kegiatan dengan proyek (with project) dan tanpa proyek (without project), arus tersebut menggambarkan keadaan dari tahun ke tahun selama jangka hidup (life time periods).

Adapun yang termasuk kedalam komponen cashflow ini terdiri dari inflow

dan outflow. Inflow biasanya terdiri dari nilai produksi total, penerimaan pinjaman,

grants (bantuan) dan salvage value (nilai sisa). Sedangkan komponen outflow di antaranya biaya barang modal, bahan – bahan, tenaga kerja, tanah, pajak, dan cicilan pinjaman modal.

Sebuah ukuran finansial yang bermanfaat dan sangat penting dalam analisa proyek adalah tingkat pengembalian finansial (Gittinger 1986). Kriteria investasi diklasifikasikan menurut dua kategori yaitu non discounting criteria dan discounting criteria. Perbedaan antara konsep ini adalah non discounting criteria tidak menyertakan konsep time value of money (nilai waktu sekarang) sebagaimana yang diterapkan pada discounting criteria.

Nilai waktu uang adalah konsep dimana sejumlah uang tertentu pada masa yang akan datang akan memiliki manfaat yang lebih kecil jika dibandingkan pada waktu sekarang dengan nilai nominal yang sama, sehingga dalam penilaian kriteria investasi akan jauh lebih baik jika digunakan konsep nilai waktu uang yang

26

diwujudkan dengan perhitungan present value yaitu adanya ketidakpastian dari hasil, harga dan biaya yang ditetapkan sepanjang proyek berjalan, serta jika dipikirkan secara logis, nilai uang yang sama jumlahnya diterima atau dikeluarkan sekarang, akan lebih berharga dari pada nilai uang itu pada masa yang akan datang.

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), pada umumnya ada lima metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metode tersebut diantaranya metode average rate return, pay back periode, present value, internal rate return, serta profitability indeks. Selain itu, Gittiger (1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi

net present value, gross benefit cost ratio dan internal rate return.

a) Net Present Value atau Manfaat Sekarang Neto

Net Present Value atau manfaat sekarang neto adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi (Gittinger 1986). Proyek akan menguntungkan jika NPV bernilai positif. Jika nilai NPV bernilai negatif, maka akan timbul masalah, dimana pada tingkat diskonto yang diasumsikan, manfaat sekarang arus manfaat menjadi lebih kecil daripada manfaat sekarang arus biaya. Hal ini mengakibatkan ketidak cukupan untuk mencakup kembali investasi. Lebih baik menanamkan uang di suatu bank pada tingkat diskonto tertentu (atau menginvestasikannya pada proyek lain yang lebih baik) dari pada menginvestasikan di dalam proyek tersebut.

Dalam metode NPV terdapat tiga penilaian investasi, yaitu jika NPV lebih besar dari nol berarti layak untuk dilakukan. Sebaliknya, jika nilai NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan. Dan jika NPV=0, berarti proyek sulit dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.

b) Internal Rate Return (Tingkat Pengembalian Internal)

Perhitungan Internal Rate Return (Tingkat pengembalian internal) adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya – biaya operasi dan

27

investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal (Gittinger 1986). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Jika dengan tingkat diskonto tertentu, nilai NPV menjadi sebesar nol, maka proyek yang bersangkutan berada dalam posisi pulang modal yang berarti proyek dapat mengembalikan modal dan biaya operasional yang dikeluarkan serta dapat melunasi bunga penggunaan uang.

Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.

c) Net Benefit Cost Ratio (Rasio Manfaat dan Biaya)

Rasio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya (Gittinger 1986). Suatu keuntungan dari Net B/C

adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik. Net B/C Ratio

menunjukan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah.

Bila Net B/C kurang dari satu, maka manfaat sekarang biaya – biaya pada tingkat diskonto tertentu akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan pada proyek tidak akan dapat kembali. Nilai mutlak Net B/C akan berbeda tergantung kepada tingkat suku bunga yang dipilih. Semakin tinggi tingkat suku bunganya, semakin rendah nilai

Net B/C yang dihasilkan. Jika tingkat suku bunga yang dipilih cukup tinggi, maka Net B/C akan kurang dari satu.

d) Payback Period (Masa Pembayaran Kembali)

Payback period atau masa pembayaran kembali adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai neto produksi tambahan sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan (Gittinger 1986).

28

Selama proyek dapat mengembalikan modal/investasi sebelum berakhirnya umur proyek, berarti proyek masih dapat dilaksanakan. Apabila sampai saat proyek berakhir dan belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilaksanakan.

Payback period berguna untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan

cashflow. Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk di usahakan.

4) Analisis Sensitivitas Switching Value (Nilai Pengganti)

Analisis sensitivitas dengan metode penghitungan switching value (nilai pengganti) adalah suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh – pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah – ubah (Gittinger 1986). Pada bidang pertanian, proyek – proyek sensitif berubah – ubah akibat empat masalah utama yaitu perubahan harga jual produk, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan perubahan volume produksi.

Parameter harga jual produk dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun dalam keadaan nyata kedua parameter dapat berubah – ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu, analisis switching value perlu dilakukan untuk melihat sampai seberapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak.

Kriteria kelayakan investasi menjadi tidak layak yaitu proporsi manfaat yang turun akibat manfaat sekarang neto/NPV menjadi nol. Nilai nol akan membuat tingkat pengembalian ekonomi menjadi sama dengan tingkat diskonto dan perbandingan manfaat investasi neto menjadi persis sama dengan satu.

Batas – batas maksimal perubahan parameter ini sangat mempengaruhi dalam hal layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Semakin besar persentase yang diperoleh menunjukan bahwa usaha tersebut tidak peka atau tidak sensitif terhadap perubahan parameter yang terjadi.

29

Dokumen terkait