• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Dalam dokumen RANCANGAN AKHIR RPJMD JAWA BARAT 2018 2023 (Halaman 48-77)

Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan dua pendekatan harga yaitu harga berlaku dan harga konstan yang semakin meningkat.

Dinamika perekonomian Jawa Barat secara agregat yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan distribusinya dapat diungkap dari sisi penawaran (lapangan usaha) dan permintaan (penggunaan). Berdasarkan perhitungan metode baru, sisi penawaran mencakup 17 lapangan usaha.

Berdasarkan harga konstan 2010, nilai PDRB Jawa Barat pada tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun 2016. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya produksi di seluruh lapangan usaha yang sudah bebas dari pengaruh inflasi. Nilai PDRB Jawa Barat tahun 2017 atas dasar harga konstan 2010, mencapai 1.342,95 triliun rupiah. Angka tersebut naik sebesar 67,42 triliun dari 1.275,53 triliun rupiah pada tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan bahwa selama tahun 2017 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,29 persen, lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai 5,66 persen.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada tahun 2017 dibandingkan Tahun 2016 disebabkan karena melambatnya beberapa lapangan usaha seperti Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Transportasi

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-20

dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; serta Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Sementara itu, penurunan pertumbuhan lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian serta Pengadaan Listrik dan Gas juga turut memberikan andil perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2017.

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-21 Tabel 2.9

PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2017 (juta rupiah)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2018

Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 88.409.460,01 92.390.134,87 92.653.584,24 92.802.798,97 98.181.660,71 99.874.567,56

B Pertambangan dan Penggalian 27.213.582,31 26.872.467,19 27.291.421,36 27.403.820,15 27.138.684,60 26.589.905,88

C Industri Pengolahan 445.675.276,56 477.714.072,28 502.433.623,07 524.466.677,04 549.471.383,78 578.858.487,37

D Pengadaan Listrik dan Gas 5.571.250,12 6.025.231,98 6.373.286,03 5.939.653,36 6.139.545,25 5.438.506,30

E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang 794.326,67 845.969,55 896.263,79 948.977,84 1.009.018,45 1.080.964,61 F Konstruksi 81.197.699,57 87.818.637,11 92.603.491,63 98.555.254,72 103.507.069,45 111.001.029,17

G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor 168.938.936,01 177.747.518,19 183.634.922,83 190.440.113,16 198.887.074,01 207.945.094,67 H Transportasi dan Pergudangan 45.721.399,30 47.965.848,58 51.579.514,10 56.171.095,98 61.135.337,70 64.258.575.91

I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 24.806.717,80 25.985.297,74 27.545.028,81 29.776.546,22 32.549.519,57 35.285.421,71

J Informasi dan Komunikasi 28.094.004,54 30.651.836,81 36.005.412,36 41.878.751,58 47.856.799,53 53.527.156,09

K Jasa Keuangan dan Asuransi 23.437.318,77 26.347.771,86 27.497.251,44 29.521.633,81 33.030.521,52 34.179.944,74

L Real Estate 11.916.840,59 12.561.546,45 13.121.319,37 13.837.689,48 14.738.072,12 16.109.923,50

M,N Jasa Perusahaan 3.957.451,77 4.265.893,31 4.561.081,01 4.932.613,38 5.334.980,44 5.784.330,04

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib 23.901.327,94 23.568.018,37 23.676.877,00 24.987.382,17 25.731.416,57 25.780.576,99 P Jasa Pendidikan 23.608.192,70 25.715.274,28 29.424.905,69 32.418.865,50 34.885.810,90 37.909.721,09

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.303.721,09 6.720.170,33 7.780.534,33 8.880.758,33 9.723.042,98 10.537.792,90

R,S,T,U Jasa lainnya 18.862.233,78 20.347.856,97 22.137.539,99 24.120.774,04 26.226.539,58 28.790.501,55 PDRB 1.028.409.739,51 1.093.543.545,87 1.149.216.057,05 1.207.083.405,73 1.275.546.477,15 1.342.953.376,17

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-22

Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Informasi dan Komunikasi yaitu sebesar 11,85 persen. Sepuluh lapangan usaha mengalami pertumbuhan positif sebesar lima hingga sepuluh persen. Sementara lima lapangan usaha lainnya berturut-turut tercatat mengalami pertumbuhan positif namun lebih rendah, yaitu kurang dari lima persen. Sedangkan 2 (dua) lapangan usaha mengalami pertumbuhan negatif yaitu Pertambangan dan Penggalian serta Pengadaan Listrik dan Gas.

Tabel 2.10

Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2017 (persen)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2018

Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama periode 2012-2017 selalu lebih tinggi dari LPE Nasional, pola pertumbuhan ekonomi nasional dan Jawa Barat hampir mirip sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah.

Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0,03 4,50 0,29 0,16 5,64 1,88 B Pertambangan dan

Penggalian (6,50) (1,25) 1,56 0,41 (0,97) (2,02) C Industri Pengolahan 4,57 7,19 5,17 4,39 4,77 5,35 D Pengadaan Listrik dan Gas 8,69 8,15 5,78 (6,80) 3,37 (11,42) E

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

7,15 6,50 5,95 5,88 6,33 7,13

F Konstruksi 13,21 8,15 5,45 6,43 5,02 7,24

G

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

11,80 5,21 3,31 3,71 4,41 4,58 H Transportasi dan Pergudangan 9,75 4,91 7,53 9,19 8,84 4,83 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,94 4,75 6,00 8,10 9,35 8,37 J Informasi dan

Komunikasi 10,70 9,10 17,47 16,31 14,27 11,85 K Jasa Keuangan dan Asuransi 8,67 12,42 4,36 7,36 11,89 3,48

L Real Estate 8,41 5,41 4,46 5,46 6,51 9,31 M,N Jasa Perusahaan 7,65 7,79 6,92 8,15 8,16 8,42 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

4,19 (1,39) 0,46 5,53 2,98 0,19 P Jasa Pendidikan 14,62 8,93 14,43 10,17 7,61 8,67 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,87 6,61 15,78 14,14 9,48 8,38 R,S,

T,U Jasa lainnya 8,09 7,88 8,80 8,96 8,73 9,78

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-23

Pada Tahun 2014 dan 2015 sempat mengalami pelambatan, namun pada tahun-tahun berikutnya kembali meningkat. Posisi Tahun 2017 menunjukkan LPE Jawa Barat lebih tinggi dari nasional yaitu sebesar 5,29 persen sementara LPE nasional adalah 5,07 persen.

Sumber: BPS Indonesia Tahun 2018, dan BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2018

Gambar 2.8

Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat dan Nasional Tahun 2012-2017

Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku pada tahun 2017 mencapai 1.786,09 triliun rupiah. Secara nominal, nilai PDRB ini mengalami kenaikan sebesar 133,33 triliun rupiah dibandingkan dengan tahun 2016 yang mencapai 1.652,76 triliun rupiah. Naiknya nilai PDRB ini dipengaruhi oleh meningkatnya produksi di seluruh lapangan usaha dan adanya inflasi.

Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Jawa Barat pada tahun 2017 dihasilkan oleh lapangan usaha Industri Pengolahan, yaitu mencapai 42,29 persen. Selanjutnya disusul oleh Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor sebesar 15,10 persen; Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 8,60 persen; Konstruksi sebesar 8,26 persen; serta Transportasi dan Pergudangan sebesar 5,79 persen.

007 006 005 005 006 005 006 006 005 005 005 005 000 001 002 003 004 005 006 007 2012 2013 2014 2015 2016 2017

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-24 Tabel 2.11

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2017 (juta rupiah)

Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 100.784.620,88 114.042.321,72 120.787.231,51 132.497.853,52 146.816.710,32 153.693.121,79 B Pertambangan dan Penggalian 36.863.496,46 34.829.948,32 33.622.738,03 26.025.115,03 25.347.017,32 25.481.689,60 C Industri Pengolahan 487.760.807,98 544.183.777,95 604.759.573,10 656.824.387,90 703.516.391,60 755.387.255,99 D Pengadaan Listrik dan Gas 7.775.965,21 8.783.322,22 11.008.528,47 11.437.568,85 11.920.087,37 10.855.233,28 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang

837.626,98 955.503,33 1.019.667,62 1.160.269,63 1.343.138,14 1.588.061,37 F Konstruksi 88.024.137,61 99.103.612,36 112.073.459,77 125.923.144,03 134.113.402,00 147.534.650,72 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor

179.461.165,06 199.720.305,33 211.469.531,52 231.322.870,97 249.218.104,90 269.777.764,60 H Transportasi dan Pergudangan 47.419.993,47 56.700.883,10 66.392.631,77 84.070.880,00 94.845.276,90 103.491.293,50 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 26.494.966,94 30.027.380,08 33.722.152,82 38.098.816,06 43.014.049,80 48.395.131,81 J Informasi dan Komunikasi 27.876.566,27 30.268.188,40 34.152.993,35 39.711.997,08 45.461.350,23 51.845.066,83 K Jasa Keuangan dan Asuransi 27.317.166,59 32.408.455,16 35.512.837,54 39.881.237,40 46.100.572,30 50.121.391,69 L Real Estate 12.456.778,96 13.739.946,85 14.438.750,06 15.578.023,58 16.813.545,79 18.659.369,94 M,N Jasa Perusahaan 4.350.495,41 4.873.091,87 5.438.669,01 6.076.874,35 6.645.607,08 7.339.111,19

O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

28.794.165,75 30.242.182,04 32.191.980,00 36.673.940,87 38.653.630,72 40.220.226,10 P Jasa Pendidikan 25.557.787,64 29.595.982,53 35.314.726,19 40.563.279,30 44.676.514,82 51.393.975,37 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.628.823,89 7.194.042,84 8.700.874,00 10.614.557,10 12.064.601,20 13.472.969,02 R,S,T,U Jasa lainnya 19.841.119,52 22.320.384,69 25.218.731,73 28.278.904,59 32.207.818,33 36.816.024,21

PDRB 1.128.245.684,62 1.258.989.328,78 1.385.825.076,49 1.524.974.827,42 1.652.757.818,75 1.786,092.377,04

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-25

Bila ditinjau dari data tahun 2017 terlihat bahwa nilai output lapangan usaha Industri Pengolahan memiliki nilai paling tinggi yaitu 755,39 Milyar rupiah. Lapangan usaha lain yang juga cukup tinggi yaitu Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dan Konstruksi dengan nilai masing-masing 269,78 milyar rupiah dan 147,55 milyar rupiah. Dengan demikian, ketiga lapangan usaha tersebut menjadi sandaran utama PDRB Jawa Barat. Jika dirasiokan, nilai kontribusi tersebut menunjukkan struktur ekonomi Jawa Barat yakni perekonomian yang bercirikan industri karena pangsanya yang mencapai 42,29 persen pada tahun 2017. Sementara lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sekitar 15,10 persen.

Tabel 2.12

Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2017 (persen)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

Keterangan: * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara

Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

A Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan 8,93 9,06 8,72 8,69 8,90 8.60 B Pertambangan dan Penggalian 3,27 2,77 2,43 1,71 1,53 1,43 C Industri Pengolahan 43,23 43,22 43,64 43,03 42,49 42,29 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,69 0,70 0,79 0,75 0,72 0,61 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,07 0,08 0,07 0,08 0,08 0,09 F Konstruksi 7,80 7,87 8,09 8,26 8,12 8,26 G Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 15,91 15,86 15,26 15,24 15,15 15,10 H Transportasi dan Pergudangan 4,20 4,50 4,79 5,50 5,72 5,79

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum 2,35 2,39 2,43 2,50 2,60 2,71 J Informasi dan Komunikasi 2,47 2,40 2,46 2,60 2,75 2,90 K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,42 2,57 2,56 2,61 2,79 2,81 L Real Estate 1,10 1,09 1,04 1,02 1,02 1,04 M,N Jasa Perusahaan 0,39 0,39 0,39 0,40 0,40 0,41

O

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

2,55 2,40 2,32 2,41 2,34 2,25 P Jasa Pendidikan 2,27 2,35 2,55 2,66 2,70 2,88 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial 0,59 0,57 0,63 0,70 0,73 0,75 R,S,T,

U Jasa lainnya 1,76 1,77 1,82 1,85 1,95 2,06

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-26 2.2.2. Laju Inflasi

Inflasi di suatu daerah adalah indikator penting untuk bahan analisis ekonomi karena menunjukkan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi karena adanya kegiatan ekonomi dengan adanya permintaan (demand) dan penawaran (supply). Laju Inflasi atau Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) di Provinsi Jawa Barat dipantau oleh BPS di 7 (tujuh) kabupaten/kota yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Sukabumi dan Kota Depok.

Angka inflasi di Jawa Barat pada tahun 2012 tercatat cukup rendah yaitu 3,86 persen namun meningkat cukup besar pada tahun 2013 akibat adanya kenaikan harga BBM akibat tekanan harga minyak dunia yang semakin tinggi yang pada akhirnya membebani subsidi BBM. Kenaikan harga BBM di dalam negeri juga akhirnya diikuti oleh kenaikan harga listrik dan harga-harga kebutuhan bahan pokok lainnya yang mendorong inflasi menjadi 9,15 persen. Di tahun 2014 dan 2015 menurun menjadi 7,6 persen dan 2,73 persen, tahun 2016 sedikit meningkat sebesar 0,03 persen dan ditahun 2017 meningkat menjadi 0,88 persen.

Tabel 2.13

Inflasi dan Indeks Harga Konsumen Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017 Uraian

Inflasi dan IHK

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Inflasi 3,86 9,15 7,6 2,73 2,75 3.63

Inflasi

Nasional 8,38 8.36 3,35 3,02 3,61 IHK 130,11 139,82 112,61 118,92 122,59 130,41

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2017, dan *) Indikator Statistik Terkini Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 dan Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Jawa Barat September Tahun 2017

Secara umum dari ke 7 wilayah yang menjadi daerah pantauan inflasi, di Kota Bogor, Kota Depok dan Kota Bekasi rata-rata memiliki angka inflasi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain, termasuk Jawa Barat. Sedangkan untuk Kota Sukabumi, Kota Cirebon dan Kota Tasikmalaya rata- rata tingkat inflasi berada dibawah Jawa Barat. Namun di Kota Bandung cukup berfluktuasi, pada tahun 2013 justru kenaikan harga-harga dibawah

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-27

rata-rata Jawa Barat, sedangkan pada tahun-tahun berikutnya selaku berada di atas Jawa Barat.

Berdasarkan data laju inflasi di 7 (tujuh) kota di Jawa Barat menurut kelompok pengeluaran pada tahun 2016, terlihat bahwa pemicu kenaikan harga secara umum disumbang oleh kelompok pengeluaran bahan makanan

atau volatile food. Pada tahun 2015 dan 2016 kenaikan harga pada kelompok

volatile food disebabkan oleh pergeseran musim panen sebagai dampak lanjutan dari El Nino di tahun 2015 serta curah hujan yang tinggi di awal tahun. Di Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi, Kota Depok dan Kota Bogor inflasi dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman rokok dan tembakau serta pada kelompok pengeluaran kesehatan. Namun di Kota Bogor kelompok pengeluaran kesehatan menduduki peringkat utama yang kemudian diikuti oleh kelompok pengeluaran bahan makanan.

Untuk mengendalikan laju inflasi tersebut, koordinasi dan intensitas komunikasi terus ditingkatkan oleh Bank Indonesia dengan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Jawa Barat melalui Forum Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sebagai upaya untuk menahan laju inflasi agar tetap terkendali. Sebagai contoh, pada tahun 2016, Tim Pengendali Inflasi Daerah Jawa Barat melalui tema program Proper Kahiji Utama fokus pada penguatan dan pemberdayaan petani melalui sinergi dengan pihak terkait serta mengaktifkan Sistem Resi Gudang sebagai upaya mengatasi permasalahan infrastruktur, logistik serta kelembagaan pertanian.

2.2.3. PDRB Per Kapita

PDRB Per kapita sering menjadi acuan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi PDRB Per kapita suatu daerah, maka semakin baik tingkat perekonomian daerah tersebut, walaupun ukuran ini belum mencakup faktor kesenjangan pendapatan antar penduduk. PDRB Per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.

Nilai PDRB per kapita Jawa Barat atas dasar harga berlaku sejak tahun 2012 hingga 2017 senantiasa mengalami kenaikan. Pada tahun 2012 PDRB per kapita tercatat sebesar 25,27 juta rupiah. Secara nominal terus mengalami kenaikan hingga tahun 2017 mencapai 37,18 juta rupiah.

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-28

Kenaikan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi ini disebabkan masih dipengaruhi oleh faktor inflasi.

Tabel 2.14

PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku

di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017 (juta rupiah)

Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

PDRB Perkapita

ADHB 25,27 27,77 30,12 32,65 34,88 37,18

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, 2018

Keterangan: * Angka sementara, **Angka sangat sementara

Meski PDRB per Kapita Jawa Barat sudah mencapai Rp. 32,65 juta per kapita per tahun di tahun 2015, namun hanya 7 (tujuh) kota/kabupaten saja yang memiliki PDRB per kapita di atas rata-rata Jawa Barat, atau sekitar 26 persen. Artinya sekitar 74 persen masih berada di bawah rata-rata Jawa Barat. PDRB per kapita terendah terjadi di Kabupaten Cianjur, yaitu sebesar Rp. 14,42 juta per kapita, sedangkan terbesar berada di Kota Bandung, Kabupaten Bekasi dan diikuti oleh Kabupaten Kerawang sebesar Rp.78,91 juta, Rp.75,8 juta dan Rp.73,51 juta. Hal tersebut menunjukkan distribusi pendapatan per kapita yang belum merata dan hanya terfokus di beberapa daerah saja.

Tabel 2.15

PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012-2015 (juta rupiah)

No Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 1 Bogor 23,72 26,12 28,38 30,79 2 Sukabumi 14,18 15,97 17,55 19,28 3 Cianjur 10,74 11,91 12,94 14,42 4 Bandung 17,98 19,93 22,01 24,28 5 Garut 12,26 13,46 14,68 15,96 6 Tasikmalaya 11,13 12,37 13,44 14,79 7 Ciamis 14,60 16,16 17,55 19,58 8 Kuningan 11,53 12,91 14,30 16,10 9 Cirebon 12,66 14,05 15,44 16,81 10 Majalengka 13,47 14,99 16,32 17,98 11 Sumedang 16,23 18,01 19,75 21,83 12 Indramayu 35,70 37,85 40,20 38,66 13 Subang 15,57 16,52 17,72 19,16 14 Purwakarta 40,20 45,22 49,99 54,41 15 Karawang 56,50 63,64 69,47 73,51

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-29 No Kabupaten/Kota 2012 2013 2014 2015 16 Bekasi 65,24 68,64 72,88 75,80 17 Bandung Barat 15,40 17,24 19,06 20,85 18 Pangandaran 15,59 17,32 18,74 20,92 19 Kota Bogor 23,37 25,75 28,28 30,88 20 Kota Sukabumi 21,11 23,44 25,84 28,18 21 Kota Bandung 53,99 61,74 69,89 78,91 22 Kota Cirebon 41,11 45,11 49,37 54,32 23 Kota Bekasi 20,69 22,45 24,26 26,10 24 Kota Depok 17,59 19,69 21,54 23,05 25 Kota Cimahi 29,32 32,20 35,52 38,61 26 Kota Tasikmalaya 17,10 18,87 20,81 23,17 27 Kota Banjar 13,80 15,36 16,68 18,36 Total 25,27 27,77 30,12 32,65

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 dan LKPJ Provinsi Jawa Barat Tahun 2017

2.2.4. Indeks Gini

Indeks Gini merupakan satu ukuran untuk melihat ketimpangan pendapatan antar masyarakat. Angka ini memperkuat fenomena yang telah di jelaskan pada sub bab sebelumnya terkait pendapatan per kapita. Data selama 6 (enam) tahun indeks gini dapat dilihat di tabel berikut ini.

Tabel 2.16

Indeks Gini Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017

Uraian Indeks Gini

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Provinsi Jawa

Barat 0,42 0,40 0,40 0,43 0,40 0,39 Nasional 0,41 0,41 0,41 0,40 0,39 0,39

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat dan BPS RI Tahun 2017 dan LKPJ Provinsi Jawa Barat

Tahun 2017

Indeks Gini Provinsi Jawa Barat masuk kategori ketimpangan sedang karena berada pada kisaran 0,3 sampai 0,5. Pada tahun 2012 sebesar 0,42 dan turun menjadi sebesar 0,40 di tahun 2013 dan 2014. Namun angka ini meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi 0,43, menurun kembali tahun 2016 menjadi 0,40 dan di tahun 2017 sedikit mengalami penurunan 0,01 persen sehingga menjadi 0,39 persen. Dengan semakin menurunnya Gini Ratio ini dapat diartikan bahwa distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat semakin merata.

Bila dibandingkan dengan nasional, indeks gini Provinsi Jawa Barat memiliki angka yang sama yaitu 0,39. Angka nasional tahun 2017 tidak

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-30

bergerak dari angka tahun sebelumnya atau dengan kata lain tidak mengalami penurunan sebagaimana Provinsi Jawa Barat.

Data indeks gini kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 yang lebih besar dari indeks gini Provinsi Jawa Barat sebesar 0,40 adalah: Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya.

Tabel 2.17

Indeks Gini Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2016

No Nama Daerah Indeks Gini

2012 2013 2014 2015 2016 1 Bogor 0.42 0.42 0.39 0.42 0.40 2 Sukabumi 0.35 0.35 0.32 0.36 0.33 3 Cianjur 0.33 0.33 0.28 0.28 0.36 4 Bandung 0.36 0.36 0.37 0.40 0.40 5 Garut 0.34 0.34 0.33 0.31 0.35 6 Tasikmalaya 0.33 0.33 0.29 0.30 0.30 7 Ciamis 0.31 0.31 0.31 0.33 0.33 8 Kuningan 0.36 0.36 0.37 0.34 0.33 9 Cirebon 0.36 0.36 0.28 0.33 0.36 10 Majalengka 0.39 0.39 0.34 0.35 0.36 11 Sumedang 0.37 0.37 0.33 0.35 0.37 12 Indramayu 0.29 0.29 0.28 0.29 0.26 13 Subang 0.33 0.33 0.31 0.33 0.35 14 Purwakarta 0.39 0.39 0.37 0.35 0.36 15 Karawang 0.34 0.34 0.3 0.34 0.34 16 Bekasi 0.36 0.36 0.33 0.35 0.31 17 Bandung Barat 0.37 0.37 0.33 0.34 0.36 18 Pangandaran - - - 0.36 0.34 19 Kota Bogor 0.45 0.45 0.36 0.47 0.43 20 Kota Sukabumi 0.4 0.4 0.36 0.43 0.42 21 Kota Bandung 0.42 0.42 0.48 0.44 0.44 22 Kota Cirebon 0.41 0.41 0.4 0.41 0.40 23 Kota Bekasi 0.37 0.37 0.33 0.41 0.39 24 Kota Depok 0.40 0.40 0.37 0.40 0.40 25 Kota Cimahi 0.37 0.37 0.39 0.4 0.42 26 Kota Tasikmalaya 0.4 0.4 0.37 0.49 0.42 27 Kota Banjar 0.39 0.39 0.32 0.42 0.37

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-31 2.2.5. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia

Selain Indeks Gini, untuk melihat distribusi pendapatan atau ketimpangan dapat menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh Bank Dunia. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada tahun 2016 distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat tergolong merata pada ketimpangan sedang ke arah rendah. Hal tersebut ditunjukkan bahwa rata-rata 40 persen penduduk berpendapatan rendah menikmati pendapatan sekitar 16 persen sampai 17,6 persen. Sedangkan menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan rendah jika mereka memperoleh di atas 17 persen dari pendapatan yang ada.

Namun perlu menjadi perhatian bahwa ketimpangan di Jawa Barat bergerak antara ketimpangan sedang dan rendah, dan menjadi sangat sensitif ketika terjadi inflasi yang tinggi dapat mendorong ke arah ketimpangan sedang. Rentannya kondisi tersebut juga diperkuat oleh kecenderungan kelompok 20 persen penduduk dengan penghasilan tertinggi menikmati pendapatan yang relatif meningkat mendekati angka 50 persen. Pada kelompok penduduk berpengeluaran tinggi terjadi peningkatan presentase dari 47,71 persen di tahun 2013 menjadi 44,75 persen pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 kembali meningkat menjadi 48,96 persen. Namun pada tahun 2016 dan 2017 menurun menjadi 46,88 persen dan 46,15 persen.

Tabel 2.18

Distribusi Pembagian Pengeluaran Per Kapita Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017 Uraian

Kriteria Bank Dunia

2012 2013 2014 2015 2016 2017 *)

40 persen terendah 16,69 17,27 17,38 16,77 16,44 16,86 40 persen menengah 34,35 35,02 34,87 34,27 36,68 37,00 20 persen tertinggi 48,96 47,71 47,75 48.96 46,88 46,15

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat Jawa Barat Tahun 2015 dan *) Perkembangan Tingkat Kemiskinan Provinsi Jawa Barat September 2016 dan September 2017

2.2.6. Indeks Pembangunan Manusia

Kondisi umum kesejahteraan masyarakat Jawa Barat dapat dilihat dari pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai barometer

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-32

indikasi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar, mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor, untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.

Nilai IPM Provinsi Jawa Barat periode 2012 sampai dengan 2016 selalu meningkat, namun berada pada posisi di bawah IPM Nasional. Pada tahun 2012 IPM Provinsi Jawa Barat sebesar 67,32 sementara IPM nasional mencapai 67,70. Angka IPM Provinsi Jawa Barat maupun nasional terus meningkat dari tahun ke tahun, masing-masing mencapai 70,69 dan 70,81 pada tahun 2017. Diharapkan pada tahun-tahun berikutnya nilai tersebut semakin meningkat.

Tabel 2.19

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017

Uraian IPM

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Provinsi Jawa Barat 67,32 68,25 68,80 69,50 70,05 70,69

Nasional 67,70 68,31 68,90 69,55 70,18 70,81

Sumber: BPS RI Tahun 2018

2.2.7. Angka Kemiskinan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun telah melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan, jumlah penduduk miskin pada tahun 2012 mencapai 4.485.654 jiwa dan menurun menjadi 3,774 juta jiwa pada bulan September tahun 2016. Pemerintah Jawa Barat dapat menurunkan jumlah penduduk miskin dari 9,89 persen pada tahun 2012 menjadi 7,83 persen pada tahun 2017. Artinya pada periode tahun

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-33

2012 sampai 2017 Pemerintah Jawa Barat berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 2,06 persen.

Tabel 2.20

Indikator Kemiskinan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2017

No Indikator Angka Kemiskinan (%)

2012 2013 2014 2015 2016 2017 1 Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) 4.421.484 4.382.648 4.238.960 4.485.654 4.168.110 3.774.410 2 Garis Kemiskinan (Rupiah/kapita/bulan) 242.104 276.825 291.474 318.602 324.119 354.679 3 Persentase Penduduk Miskin (%) 9,89 9,61 9,18 9,57 8,77 7,83 4 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (%) 1,62 1,65 1,39 1,63 1,28 1,39*) 5 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (%) 0,42 0,44 0,33 0,43 0,28 0,35*) Sumber: BPS RI, 2018

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Berdasarkan tabel di atas, indeks kedalaman kemiskinan tertinggi sebesar 1,65 persen di tahun 2013, dan terendah sebesar 1,39 persen di tahun 2017.

Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) merupakan indeks yang memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Berdasarkan tabel di atas, Indeks Keparahan Kemiskinan tertinggi sebesar 0,44 persen di tahun 2013, dan terendah sebesar 0,33 persen di tahun 2014. Kondisi keparahan kemiskinan di Jawa Barat sampai tahun 2017 cenderung menurun menjadi 0,35 persen.

Dari Gambar 2.6 dapat dilihat bahwa tahun 2012-2017 terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Jawa Barat, di mana penurunan tingkat kemiskinan mencapai 2,06 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perlambatan penurunan kemiskinan di Jawa Barat dari target yang telah ditetapkan tidak terlepas dari kondisi makro ekonomi nasional, hal ini diperkuat dengan terjadinya kenaikan harga pangan terutama beras sebagai komponen utama konsumsi masyarakat miskin sebesar 24,58 persen dari 65 persen bahan makanan pada penghitungan garis

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-34

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2017

Gambar 2.9

Persentase Penduduk Miskin

di Provinsi Jawa Barat dan Nasional Tahun 2012- 2017

Upaya penanggulangan kemiskinan dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Jawa Barat, yang secara simultan dilaksanakan dalam rangka mencapai target Indikator Kinerja Daerah khususnya indikator pada aspek kesejahteraan masyarakat yang mencakup upaya dalam bidang ekonomi non pertanian, ekonomi pertanian, pendidikan, kesehatan, dan program keluarga berencana, serta prasarana pendukungnya.

2.2.8. Angka Melek Huruf

Angka melek huruf (AMH) merupakan proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Manfaat perhitungan angka melek huruf digunakan untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan buta huruf, yang khususnya ada di wilayah perdesaan.

Melek huruf sangat berkaitan erat dengan buta huruf, semakin meningkatnya angka melek huruf menunjukkan semakin menurunnya angka buta huruf. Baik angka melek huruf maupun angka buta huruf dapat digunakan untuk melihat pencapaian keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf.

Program pemberantasan huruf sebetulnya sudah berjalan sejak jaman kemerdekaan, namun dalam perjalanannya terjadi pasang surut, bahkan dalam sejarahnya negara Indonesia pernah memproklamirkan bebas buta huruf. Tetapi karena tidak dipergunakan keterampilan

9,89 9,61 9,18 9,57 8,77 7,83 11,66 11,47 10,96 11,13 10,7 10,12 0 2 4 6 8 10 12 14 2012 2013 2014 2015 2016 2017

BAB II – GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II-35

menyebabkan banyak yang menjadi buta kembali. Program pemberantasan buta huruf mempunyai tujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis dengan huruf latin dan berhitung serta berketrampilan. Dengan kemampuan yang dimiliki tersebut memungkinkan seseorang dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tujuan lain adalah menciptakan tenaga lokal yang potensial guna mengelola sumberdaya yang ada dilingkungannya. Bagi pendidikan persekolahan, diharapkan akan mampu menekan angka putus sekolah di pendidikan persekolahan.

Pada periode 2012 sampai dengan 2017, angka melek huruf penduduk di Jawa Barat menunjukkan peningkatan. Hal ini berarti semakin banyak penduduk Jawa Barat yang dapat membaca dan menulis. Pada tahun 2012, Angka Melek Huruf Jawa Barat adalah 96,18 persen dan mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Posisi angka melek huruf pada Tahun 2017 adalah 98,38 persen. Ini menunjukkan bahwa masih ada 1,62 persen penduduk Jawa Barat yang masih buta huruf. Untuk itu pemerintah tetap akan terus menggalakkan pemberantasan buta huruf di seluruh wilayah, terlebih untuk usia muda. Jangan sampai buta huruf baru di usia muda bermunculan dan akan menjadi beban pemerintah

Dalam dokumen RANCANGAN AKHIR RPJMD JAWA BARAT 2018 2023 (Halaman 48-77)

Dokumen terkait