• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah

Analisa aspek keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal (Lembaga Keuangan Syariah/LKS) memperoleh gambaran tentang prospek usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu pihak muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk usaha bersangkutan.

Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku bunga, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel.

Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran 1). Dari produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh pembiayaan lebih dari satu macam produk.

Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasionalnya.

Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal maupun mudharib untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak shahibul maal, pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah per nasabahnya berbeda.

b. Pemilihan Pola Usaha

1. Karakteristik Usaha Pengasinan Ikan Teri Nasi

kondisi cuaca, pada saat pasang mati di laut dan musim penghujan jumlah tangkapan menurun sehingga jumlah olahannya pun rendah.

Sedangkan untuk pasar ikan teri nasi, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri masih terbuka lebar. Umumnya pengusaha sudah mempunyai saluran pemasaran yang pasti. Dengan demikian, berdasarkan pasarnya, usaha pengasinan teri nasi memiliki tingkat resiko pasar yang relatif kecil. Oleh sebab itu, usaha teri nasi mempunyai prospek untuk dikembangkan. 2. Pola Pembiayaan

Dalam analisis keuangan dipilih pola pengasinan ikan teri nasi yang menggunakan teknologi sederhana di mana hanya terdapat 1 (satu) unit peralatan moderen berupa lemari pendingin. Kapasitas produksi yang dipilih merupakan kapasitas produksi rata-rata yang disesuaikan dengan musim tangkapan ikan teri basah. Jangka waktu analisis keuangan didasarkan pada umur proyek yakni 5 tahun.

Pada contoh perhitungan, yang disajikan adalah untuk usaha yang sudah berjalan (running) yaitu kebutuhan modal kerja, sebab pada umumnya pengusaha sudah mempunyai investasi pengolahan. Kebutuhan modal kerja sangat besar, hal ini berkaitan dengan ketersedian bahan baku teri yang terbatas yaitu hanya ada pada musim-musim tertentu. Agar pengusaha dapat memenuhi pesanan, maka pada waktu musimnya mereka membeli teri basah dalam jumlah besar. Bahkan tidak jarang, untuk memperoleh kepastian pemasokan bahan baku ini, pengusaha lebih dulu meminjamkan modal pada nelayan.

Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli). Pertimbangannya adalah karena produk ini sudah banyak diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan masyarakat pemakai pun sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan tersebut.

Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu. Pada contoh, yang akan disampaikan adalah pembiayaan untuk membeli komponen tertentu yaitu pengadaan bahan baku berupa ikan teri basah. 3. Produk Murabahah

Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling banyak dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh

nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No: 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat). Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:

1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus diberitahukan.

2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad.

3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank /Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan.

4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau dengan cicilan.

7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun) saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang muka maka berlaku ketentuan:

o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,

o Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

c. Asumsi dan Jadwal Kegiatan

Periode proyek diasumsikan selama 5 tahun, periode proyek ini ditentukan dari umur ekonomis mesin/peralatan utama yang digunakan dalam usaha pengasinan ikan teri nasi. Penghitungan proyeksi pendapatan dan komponen biaya dilakukan untuk periode usaha selama 5 tahun, dengan memperhitungkan nilai sisa dari seluruh mesin dan peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 5 tahun.

Dalam usaha ini, seluruh lahan yang digunakan untuk kegiatan usaha, baik berupa tanah; bangunan dan areal penjemuran diasumsikan menyewa milik orang lain. Mesin dan peralatan yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah seluruh mesin dan peralatan, baik yang dibeli maupun peralatan yang dibuat sendiri oleh pengusaha yang dapat dinilai dengan sejumlah uang. Gambaran kondisi dan perkembangan keuangan usaha pengasinan ikan teri nasi ini dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi dan parameter yang ditetapkan berdasarkan hasil penelitian terkait dan pengamatan lapangan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.

Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan

Asumsi Satuan Jumlah/Nilai Keterangan

Periode proyek tahun 5 Umur ekonomis

proyek

Luas tanah: m2 3.000 Sewa

Luas bangunan m2 1,000

Luas tanah penjemuran m2 2.000

Sewa lahan dan bangunan Rp/bln 12.500.000

Mesin dan peralatan:

Cold storage unit 1

Pompa air unit 6

Blower unit 5

Dapur/tungku unit 3

Tong unit 7

Pepean unit 120

Tempat penjemuran unit 1.200

Keranjang plastik unit 40

Centong unit 10

Seser unit 3

Basket unit 30

Timbangan unit 3

Produksi dan harga:

Produksi per tahun teri nasi kg 150.500 Produksi per hari teri nasi kg 500 Harga jual ikan teri nasi Rp/kg 30.000

Penyerapan tenaga kerja:

Tenaga kerja tetap orang 4

Tenaga kerja borongan orang 15

Tenaga manajemen orang 1

Upah tenaga kerja tetap per

hari Rp/orang/Hari 20,000

Upah tenaga kerja tidak

tetap per hari Rp/orang/Hari 10.000 Upah tenaga manajemen

per hari* Rp/orang/Hari 40.000

upah tenaga manajemen = 2 kali upah tenaga

tetap

Penggunaan bahan baku:

Harga ikan teri nasi basah Rp/kg 12.500 Penggunaan teri nasi basah

1 tahun Kg 301.000

Penggunaan teri nasi basah

1 hari Kg 1.000

Garam Rp/kg 250

Minyak Tanah Rp/liter 900

Biaya kirim ikan teri Rp/kg 275

Biaya Listrik Rp/bln 450.000

Biaya Telepon Rp/bln 350,000

Jumlah hari kerja dalam 1

thn hari 301

Biaya pemeliharaan mesin &

alat utama** Rp/bln 173.250

0,5% dari harga pembelian mesin &

alat Tingkat Margin Pembiayaan 10% p.a flat per tahun

* upah tenaga manajemen = 2 kali upah tenaga tetap ** 0,5% dari harga pembelian

Sumber : Lampiran 2

Luas tanah dan bangunan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini adalah 3000 m2 terdiri dari 2000 m2 penjemuran dan 1000 m2 bangunan. Produksi dilakukan setiap hari (selain libur nasional dan Minggu), sehingga jumlah hari kerja dalam setahun adalah 301 hari.

Kapasitas produksi yang digunakan adalah 1 ton input ikan teri basah/hari yang menghasilkan 500 kg ikan teri nasi asin. Harga ikan teri nasi basah sebesar Rp.12.500/Kg, sedangkan harga jual teri nasi asin adalah Rp.30.000/Kg.

d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional

1. Biaya Investasi

Biaya investasi atau disebut juga sebagai biaya tetap adalah biaya dalam pengertian short run, yaitu biaya yang tidak berubah (selalu sama), atau tidak terpengaruh terhadap besar kecilnya produksi. Biaya investasi dalam usaha pengasinan ikan teri nasi ini dialokasikan untuk memulai usaha atau biaya-biaya yang diperlukan pada tahun 0 (nol) proyek yang meliputi biaya perijinan, sewa tanah dan bangunan, serta pembelian mesin utama dan peralatan. Jumlah biaya investasi pada tahun 0 proyek adalah Rp.202.543.000 di mana seluruh biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini diasumsikan adalah dana milik pengusaha, bukan pembiayaan dari bank. Berdasarkan penghitungan besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini, maka disimpulkan bahwa usaha ini merupakan usaha kecil yang dinilai dari besarnya aset investasi usaha yang nilainya di bawah Rp.200.000.000 tidak termasuk nilai aset tanah dan bangunan. Komponen biaya investasi pengasinan ikan teri nasi disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Biaya Investasi Pengasinan Ikan Teri Nasi

No Jenis Biaya Jumlah Harga/

satuan Nilai (Rp) 1 Perijinan (HO & IMB) 1 8.500.000 8.500.000 2 Sewa tanah dan gedung 12 12.500.000 150.000.000

3 Mesin dan peralatan utama:

Cold storage 1 30.000.000 30.000.000 Pompa air 6 250.000 1.500.000 Blower 5 150.000 750.000 Dapur/tungku 3 800.000 2.400.000 Tong 7 200.000 1.400.000 Pepean 60 50.000 3.000.000 Kledet 600 4.500 2.700.000 Keranjang plastik 40 5.000 200.000 Centong 10 1.500 15.000 Seser 3 1.000 3.000 Kompor 10 65.000 650.000 Sealer 1 75.000 75.000 Basket 30 15.000 450.000

Timbangan 2 450.000 900.000

Jumlah Biaya Investasi

(Rp) 202.543.000

Sumber : Lampiran 4

2. Biaya Operasional

Biaya operasional atau biaya variabel selalu tergantung pada besar kecilnya produksi per periode waktu. Biaya operasional ini meliputi biaya sewa tanah dan bangunan, pembelian bahan baku utama dan pembantu, peralatan, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan utama, dan upah tenaga kerja. Dalam satu tahun diperlukan biaya operasional sebesar Rp. 3.985.466.500 (Tabel 5.3). Dari seluruh komponen biaya operasional, biaya terbesar adalah untuk pembelian bahan baku ikan teri nasi basah, yakni sebesar Rp.3.762.500.000 selama 1 tahun produksi, dengan harga 1 Kg teri basah sebesar Rp.12.500/kg. Untuk menghasilkan 500 kg ikan teri nasi diperlukan 1 ton ikan teri nasi basah dan asumsi hari kerja sebanyak 301 hari selama setahun.

Sementara itu, modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp. 397.222.575 di mana modal kerja awal ini merupakan kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai produksi awal yang dihitung berdasarkan siklus produksi pengasinan ikan teri, yakni 30 hari.

Tabel 5.3.

Biaya Operasional Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp/Tahun)

No Jenis Biaya Nilai (Rp)

1 Bahan Baku Utama

Ikan Teri Basah (Kg) 3.762.500.000

2 Bahan Pembantu Garam 28.300.000 Minyak Tanah 50.940.000 3 Peralatan Kardus 9.390.000 Biaya Transportasi 41.387.500 Biaya listrik 5.400.000 Biaya Telepon 4.200.000

4 Biaya Pemeliharaan Mesin dan Peralatan Utama 2.079.000

5 Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Tetap 24.080.000

Tenaga Kerja Tidak Tetap 45.150.000

Tenaga Manajemen 12.040.000

e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja

Kebutuhan dana untuk usaha pengasinan ikan teri nasi ini terdiri dari kebutuhan investasi dan modal kerja, dana investasi dan modal kerja tersebut ada yang bersumber dari pembiayaan LKS (bank) dan dana milik sendiri. Dana yang dibutuhkan untuk investasi awal sebesar Rp. 202.543.000. Sedangkan kebutuhan modal kerja untuk 1 kali siklus produksi sebesar Rp. 397.222.575.

Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing).

Kebutuhan biaya operasional, untuk pembelian bahan baku berupa teri nasi basah berasal dari pembiayaan LKS (bank syariah), sedangkan komponen-komponen biaya operasional yang lainnya diasumsikan sebagai bagian dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan.

Selanjutnya, keperluan dana usaha pengasinan ikan teri nasi ditampilkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja Ikan Teri Nasi (1 Tahun)

No Rincian Biaya Proyek Total Biaya

(Rp) 1 Dana investasi yang bersumber dari

a. Pembiayaan 0

b. Dana sendiri 202.543.000

Jumlah dana investasi 202.543.000

2 Dana modal kerja yang bersumber dari

a. Pembiayaan 281.250.000

b. Dana sendiri 115.972.575

Jumlah dana modal kerja* 397.222.575 3 Total dana proyek yang bersumber dari

a. Pembiayaan 281.250.000

b. Dana sendiri 318.515.575

Jumlah dana proyek 599.765.575

* untuk 1 siklus produksi ( 30 hari) Sumber : Lampiran 10

Pembayaran angsuran pembiayaan dalam perhitungan kelayakan diasumsikan secara tetap dengan cara jumlah pembiayaan dibagi lama waktu pembiayaan sesuai dengan siklus produksinya.

f. Produksi dan Pendapatan

Output usaha pengasinan ikan teri nasi adalah ikan teri nasi asin. Ikan teri nasi yang diproduksi setiap tahun dengan asumsi sebanyak 301 hari kerja adalah 150.500 Kg dengan harga jual Rp 30.000/kg sehingga menghasilkan aliran pendapatan sebesar Rp 4.515.000.000 per tahun seperti disajikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5.

Produksi dan Pendapatan Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp/Tahun)

Tahun Hasil Produksi

Kg Rupiah 1 150.500 4.515.000.000 2 150.500 4.515.000.000 3 150.500 4.515.000.000 4 150.500 4.515.000.000 5 150.500 4.515.000.000 Jumlah 752.500 22.575.000.000 Sumber : Lampiran 6

g. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point

Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi ini mampu menghasilkan keuntungan rata–rata sebesar Rp.437.678.580 per tahun dengan profit margin rata-rata tiap tahun sebesar 9.69%. Hasil perhitungan rugi laba menunjukkan bahwa BEP rata-rata berdasarkan nilai penjualan sebesar Rp. 124.634.457; dan BEP rata-rata produksi (kg) 4.154. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Analisis Titik Pulang Pokok atau Break Even Point juga menunjukkan bahwa usaha pengasinan ikan teri nasi mampu mendatangkan keuntungan. Ini dapat diketahui baik dari nilai penjualan dan jumlah produksi masih lebih rendah dari proyeksi produksi dan pendapatan dari hasil penjualan setiap tahun. Artinya setiap tahun usaha ini dapat menghasilkan untung.

Proyeksi biaya dan pendapatan yang akan diperoleh dari usaha pengasinan ikan teri nasi ini. Biaya pada tahun 0 sebesar Rp.202.543.000, dan pendapatan = 0 karena pada tahap ini produksi belum dilaksanakan. Pada tahun 1-3, besarnya pendapatan Rp.4.515.000.000, pengeluaran Rp.4.135.484.500 per tahun dan surplus sebesar Rp.379,515,500. Pada tahun 4, komponen biaya mengalami peningkatan menjadi Rp.4.139.034.500 karena adanya biaya re-investasi, sedangkan pendapatan tetap, dengan demikian surplus pada tahun ke-4 ini adalah Rp.375.965.500. Pada tahun ke-5, pendapatan meningkat menjadi Rp.4.554.785.714 karena adanya nilai

sisa dari aset investasi yang memiliki nilai ekonomis > 5 tahun dan nilai sisa aset re-investasi, sehingga surplus usaha menjadi Rp.419.301.214.

Tabel 5.6.

Proyeksi Biaya dan Pendapatan Usaha Pengasinan Ikan Teri Nasi (Rp)

Uraian Tahun 0 Tahun 1-3 Tahun 4 Tahun 5

Pendapatan 0 4.515.000.000 4.515.000.000 4.554.785.714 Pengeluaran 202.543.000 4.135.484.500 4.139.034.500 4.135.484.500 Surplus -202.543.000 379.515.500 375.965.500 419.301.214 Sumber : Lampiran 7

h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk diperoleh dari penjualan ikan teri nasi hasil pengasinan. Untuk arus keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran pembiayaan dan pajak penghasilan.

Evaluasi kelayakan untuk usaha pengasinan ikan teri nasi dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin 10% p.a flat, usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan keuntungan. Dengan demikian usaha pengasinan teri nasi tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk memperoleh pembiayaan.

Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR (Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak (shahibul maal dan mudharib).

Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha pengasinan teri nasi selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 9.

i. Perolehan Margin

Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha pengasinan ikan teri nasi adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan 1 (satu) contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running). Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin 10% per tahun, selama satu tahun menghasilkan margin sebesar Rp.28.125.000. Tingkat margin ini diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada

Lampiran 10.

Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data (data rujukan) untuk setiap komponen usaha/sektor ekonomi. Tetapi karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat pada Lampiran 11.

Dokumen terkait