• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK LEGAL ETIS

Dalam dokumen MAKALAH HIV/AIDS (Halaman 37-42)

Konsep legal dan Hukum dalam Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS

Prinsip etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat, nasional, dan internasional dalam menghadapi HIV/AIDS

Ikut merasakan penderitaan sesama termasuk ODHA dengan penuh simpati, kasih sayang dan keadilan saling menolong

2. Solidaritas

Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan ketidakadilan yang diakibatkan oleh HIV/AIDS

3. Tanggung jawab

Bertanggung jawab mencegah penyebaran dan memberikan perawatan pada ODHA (Depkes RI, 2003)

Isu Etik dan Hukum pada Konseling Pre-Post Tes HIV

Konseling Pre-Post Tes HIV

Konseling adalah proses pertolongan di mana seseorang dengan tulus ikhlas dan tujuan yang jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk membantu klien mempelajari dirinya, mengenali, dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Voluntary Counseling and Testing (VCT) atau konseling dan tes sukarela merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan sebelum atau sesudah tes darah di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. Pelayanan VCT harus dilakukan oleh petugas yang sangat terlatih dan memiliki keterampilan konseling dan pemahaman akan HIV/AIDS. Konseling dilakukan oleh konselor terlatih dengan modul VCT. Mereka dapat berprofesi perawat, pekerja sosial, dokter, psikolog, psikiater, atau profesi lain.

Informed consent untuk Tes HIV/AIDS

Tes HIV adalah tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam sampel darahnya.

Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatan dirinya, terutama menyangkut risiko dari perilakunya selama ini

Tes HIV harus bersifat :

1. Sukarela : Bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan/tekanan orang lain ini juga berarti bahwa dirinya setuju untuk di tes setelah mengetahui hal-hal apa saja yang mencakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari tes HIV, serta apa saja implikasi dari hasil positif ataupun negatif tersebut.

2. Rahasia : Apapun hasil Tes ini (baik positif maupun negatif ) hasilnya hanya boleh diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan

3. Tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orang tua/pasangan, atasan atau siapapun

Aspek Etik dan Legal Tes HIV

Informed consent adalah peresetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (Permenkes, 1989)

Dasar dari informed consent yaitu :

a. Asas menghormati otonomi pasien setelah mendapatkan informasi yang memadai pasien bebas dan berhak memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya

b. Kepmenkes 1239/Menkes/SK/XI/2001 pasal 16 : Dalam melaksanakan kewenangannya perawat wajib menyampaikan informasi dan meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan

c. PP No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 22 ayat 1 : Bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas wajib memberikan informasi dan meminta persetujuan

d. UU No. 23 Tahun 1992 tentang tenaga kesehatan pasal 15 ayat 2 : Tindakan medis tertentu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan yang bersangkutan atau keluarga

Semua tes HIV harus mendapat informed consent dari klien setelah klien diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes, implikasi hasil tes positif atau negatif yang

berupa konseling prates. Dalam menjalankan fungsi perawat sebagai advokat bagi klien, sedangkan tugas perawat dalam in formed consent telah meliputi tiga aspek penting yaitu :

a. Persetujuan harus diberikan secara sukarela

b. Persetujuan harus diebrikan oleh individu yang mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk memahami

c. Persetujuan harus diberikan setelah diberikan informasi yang cukup sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan

Persetujuan pada tes HIV harus bersifat jelas dan khusus, maksudnya, persetujuan diberikan terpisah dari persetujuan tindakan medis atau tindakan perawatan lain (Kelly 1997 dalam Chitty 1993). Persetujuan juga sebaiknya dalam bentuk tertulis, karena persetujuan secara verbal memungkinkan pasien untuk menyangkal persetujuan yang telah diberikannya di kemudian hari. Depkes Afrika pada Bulan Desember 1999 mengeluarkan kebijakan tentang perkecualian di mana informed consent untuk tes HIV tidak diperlukan, yaitu untuk skrining HIV pada darah pendonor dimana darah ini tanpa nama. Selain itu informed consent juga tidak diperlukan pada pemeriksaan tes inisial (Rapid Test) pada kasus bila ada tenaga kesehatan yang terpapar darah klien yang di curigai terinfeksi HIV, sementara klien menolak dilakukan tes HIV dan terdapat sampel darah.

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang menunjukkan kelemahan dan kerusakan system pertahanan tubuh seseorang yang disebabkan oleh HIV(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk melawan virus, bakteri, dan jamur secara efektif yang menyebabkan timbulnya penyakit. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap berbagai jensi tumor dan infeksi opurtunistik yang secara normal dapat dilawan oleh tubuh. Sindrome ini pertama kali ditemukan oleh Michael Gottlieb pertengahan tahun 1981 pada penderita pria homoseksual dan pecandu narkotik suntik di Los Angles, Amerika Serikat. Sejak penemuan ini, dalam beberapa tahun dilaporkan lagi sejumlah penderita dengan syndrom yang sama dari 46 negara bagian Amerika Serikat lainnya.

Penyebaran AIDS terjadi secara cepat ke berbagai benua. Dampak yang terlihat pada penderita beserta keluarganya, serta belum diketahuinya cara penanganan dan pengobatannya menyebabkan keresahan psikosial yang sangat besar di kalangan masyarakat

4.2 SARAN

Karena HIV merupakan penyakit yang tejadi secara cepat dalam penularannya, maka harus dilakukan berbagai macam pencegahan, diantaranya :

Tidak berganti-ganti pasangan seksual

Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang diulang

Dengan formula A-B-C :

o ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah

o BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja

Dalam dokumen MAKALAH HIV/AIDS (Halaman 37-42)

Dokumen terkait