• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI TRI HITA KARANA DALAM PENGELOLAAN PURA TAMAN AYUN DAN TIRTA EMPUL SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

5.3 Aspek Palemahan

Pasca ditetapkannya Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia oleh Unesco pada tanggal 29 Juni 2012, sejumlah pembenahan telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dan Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar bekerjasama dengan pemilik dan/atau masyarakat setempat.

Seperti telah dijelaskan pada sub bab Pawongan bahwa pembangunan gapura atau candi kurung pada jalan di depan pura Taman Ayun telah menimbulkan dinamika dan gejelok antara masyarakat dan pemilik serta pemerintah Kabupaten Badung. Berkat adanya negosiasi dan solusi di antara para pihak maka masalah akses di depan pura Taman Ayun telah dapat diselesaikan dengan baik. Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pemindahan pedagang, dan tempat parkir menimbulkan kesan yang lebih baik, asri dan nyaman bagi wisatawan (lihat foto 5.11 di bawah).

Foto 5.11 Penataan jalan di depan Pura Taman Ayun

Pada saat penelitian ini dilaksanakan yakni awal Juni 2015, tampak dua pedagang asongan yang berjualan di jalan setapak menuju Pura Taman Ayun. Fenomena ini dapat dikatakan sebagai resistensi para pedagang setelah mereka direlokasi ke sebelah selatan jalan di depan Pura Taman Ayun. Petugas keamanan tidak menegur pedagang tersebut sehingga mengurangi keindahan panorama jalan setapak menuju ke Pura Taman Ayun (lihat foto 5.12 di bawah). Para petugas perlu konsisten dalam penataan pedagang di sekitar kawasan Pura Taman Ayun agar tidak menimbulkan kesan lingkungan yang kumuh dan masalah di belakang hari.

Foto 5.12 Pedagang asongan pada jalan setapak di sebelah barat gapura Pura Taman Ayun Penataan lingkungan di kawasan Pura Taman Ayun dilakukan dengan baik. 11 orang petugas kebersihan dipekerjakan untuk merawat taman dan menjaga kebersihan lingkungan

kawasan Pura taman Ayun. Keberadaan tukang kebun dan petugas yang membersihkan toilet di Pura Taman Ayun telah berperan aktif menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan pura Taman Ayun sehingga menghilangkan kesan kumuh sebagai daya tarik wisata. Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun terrekam pada foto 5.13 di bawah.

Foto 5.13 Para petugas kebersihan di Pura Taman Ayun

Penataan lingkungan juga dilakukan di Pura Tirta Empul, Tampaksiring, Gianyar. Pihak pengelola yakni masyarakat Manukaya, Tampaksiring telah melakukan upaya kebersihan lingkungan dengan menempatkan tempat sampah pada ruang publik seperti di sekitar wantilan, di dekat toilet dan jalan setapak di sisi timur pura (lihat foto 5.14).

Foto 5.14 Tempat sampah di sisi barat wantilan dan kondisi toilet di Pura Taman Ayun

Penataan lingkungan di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul belakangan ini dapat dikatakan semakin baik, sehingga wisatawanpun mengapresianya sebagaimana persepsi

Selain penataan lingkungan, kolam yang terdapat di sebelah barat wantilan atau di jaba sisi Pura Tirta Empul kini diisi dengan ikan koi sehingga menambah daya tarik destinasi tersebut. Wisatawan dapat memberi makan ikan dan melihat ikan koi yang besar-besar untuk menambah something to see di destinasi tersebut (lihat foto 5.13 di bawah)

Foto 5.15 Wisatawan memberi makan ikan di kolam sisi barat halaman luar/jaba sisi Pura Tirta Empul

Untuk menambah daya tarik wisata di Pura Tirta Empul, pihak pengelola mungkin dapat memanfaatkan wantilan sebagai tempat pementasan seni pertunjukan. Pertunjukan sendratari Mayadanawa misalnya akan sangat kontekstual dengan keberadaan Pura Tirta Empul. Dalam Usana Jawa diceritrakan bahwa terjadi peperangan antara Dewa Indra dengan raja Bali yakni Prabu Mayadenawa. Prabu Mayadenawa menciptakan air beracun sehingga banyak para dewa yang meninggal setelah meminum air beracun tersebut. Air beracung tersebut kini diyakini menjadi pancoran cetik yang ada di sisi barat kompleks pancoran di Pura Tirta Empul (Surata, 2013). Dewa Indra menciptakan air suci untuk mengobati atau menghidupkan kembali para dewa yang keracunan. Air tersebut diyakini menjadi sumber mata air dan pancoran di Pura Tirta Empul yang dapat menghilangkan segala kekotoran dan mala atau penyakit. Air di Pura Tirta Empul merupakan sumber atau hulu sungai Pakerisan. Sendratari Mayadenawa atau pertunjukan barong misalnya akan menambah daya tarik

wisatawan dan kontekstual dengan mitos yang berkembang di masyarakat tentang Pura Tirta Empul.

BAB VI PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan paparan pada bab terdahulu maka beberapa simpulan dapat ditarik dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Filosofi Tri Hita Karana telah diimplementasikan dalam pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Nilai-nilai keunggulan Tri Hita Karana yang melandasi penetapan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul sebagai Warisan Budaya Dunia selaras dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Larangan dan pembatasan akses kepada wisatawan memasuki halaman utama/jeroan pura adalah representasi aspek Parhyangan dalam mengimplementasi nilai-nilai Tri Hita Karana.

Pelayanan, pemberian informasi, tanda-tanda atau signed dan fasilitas kepada wisatawan di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul adalah representasi aspek Pawongan guna mewujudkan hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, termasuk wisatawan yang berkunjung ke pura tersebut. Aspek Pawongan dalam konteks pariwisata perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Penataan lingkungan fisik di sekitar Pura Taman Ayun dan Tirta Empul semakin meningkat setelah keduanya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Fasilitas penunjang seperti toilet, jalan keliling di sekitar pura, dan kebersihan lingkungan telah ditata dengan baik sehingga dapat menambah daya tarik dan memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi wisatawan. Penataan fisik dan fasilitas penunjang

di Pura Taman Ayun dan Tirta Empul merupakan representasi aspek Palemahan dari filosofi Tri Hita Karana.

2. Wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali dapat dikatakan belum memahami Tri Hita Karana dan nilai-nilai keunggulan universal filosofi tersebut. Kendala ini dapat diatasi dengan meningkatkan pemahaman pengelola Taman Ayun dan Tirta Empul terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana, dan menugaskan guide lokal untuk menyosialisasikannya kepada wisatawan.

Hubungan yang harmonis antara pengelola dan wisatawan, antara pengelola dengan pemilik, dan pemerintah agar senantiasa dijaga, sehingga timbul kesan atau image yang positif di kalangan wisatawan untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Pemahaman terhadap nilai-nilai Tri Hita Karana yang masih kurang dan jumlah kunjungan wisatawan yang bersifat fluktuatif mengindikasikan bahwa pelabelan warisan budaya dunia belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya tarik wisata Pura Taman Ayun dan Tirta Empul.

3. Kelestarian lingkungan alam di kawasan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul ditata dengan baik, terutama pasca penetapanya sebagai warisan budaya dunia. Penataan lingkungan di kedua pura tersebut seperti penataan parkir, kemudahan mengambil foto atau memotret untuk wisatawan, dan penambahan atraksi kegiatan melukat dan pemeliharaan ikan koi di Pura Tirta Empul dapat menambah kepuasan wisatawan. Dalam konteks pariwisata, penataan lingkungan tersebut dapat dikatakan sebagai turistifikasi atau proses komodifikasi. Turisitifikasi dan komodifikasi merupakan konstruksi dan interpretasi ulang pura atau tempat suci sebagai daya tarik wisata. Penataan lingkungan bukan saja memberikan kemudahan dan kenyaman kepada

6.2 Rekomendasi

5. Sebagai upaya menjaga kesucian pura yang menjadi daya tarik wisata disarankan agar setiap wisatawan memakai kain dan selendang memasuki halaman tempat suci.

6. Pengelola Pura Taman Ayun dan Tirta Empul harus lebih meningkatkan pemahaman dan pengimplementasian nilai-nilai Tri Hita karana secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan..

7. Turistifkasi dan komodifikasi agar dilakukan secara berkeseimbangan sehingga tidak mencederai aspek Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan sebagai representasi nilai-nilai Tri Hita Karana.

8. Promosi Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai warisan budaya dunia, yang sekaligus menjadi daya tarik wisata agar ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan.

Daftar Pustaka Babad Mengwi. 2007.

Bryan Fay. 2004. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta : Penerbit Jendela.

Chheang, Vannarith. 2011. “Angkor Heritage Tourism and Tourist Perceptions”. Tourismos: An International Multidisciplinary Journal of Tourism. Vol. 6, No. 2. pp: 213-240.

Cooper, Chris, John Fletcher, Alan Fyall, David Gilbert, Stephen Vanhill. 2005. Tourism Principles and Practice. 3rd edition. Edinburgh Gate: Pearson Education Limited. Diasa, I Wayan. 2009. Strategi Pengembangan Pariwisata Perdesaan di Desa

Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. (Thesis). Universitas Udayana. Feng Jing. 2010. Introduction to the World Heritage Conservation Process.

UNESCO World Heritage Centre (Paris).

Geria, I Made. 2007. Survei Tinggalan Arkeologi di Bentangan Alam Kawasan Jatiluwih (Culture Landscape) Penebel, Tabanan, Bali. Laporan. Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Denpasar.

Goris, R. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: NV Masa Baru.

Grader, G.J. 1960. The State Temples of Mengwi. Dalam Wertheim, W.F. 1960. Bali Studies in Life, Thought, and Ritual. pp: 155-186. The Hague and Bandung: W. Van Hoeve Ltd.

Hitchcock, M. Victor T.King and Michael Parnwell (eds). 2010. Heritage Tourism in Southeast Asia. Singapore: Nias Press.

Koentjaraningrat. 1989. “Metode Wawancara”. DalamMetode-Metode Penelitian

Masyarakat (Koentjaraningrat, red.). Jakarta, Penerbit PT Gramedia. Halaman 129-157.

Kusuma, I Nyoman Weda. 2005. Kekawin Usana Bali Karya Danghyang Nirartha. Denpasar: Pustaka Larasan

Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012.Guide to Bali’s Unesco World Heritage. “ Tri Hita Karana: Cultural Landscape of Subak and Water Temple”. “2012 Unesco

World Heritage List”.

Madiasworo, Taufan, Gunawan Tjahjono, Budhy Tjahjati, Subur Budhisantoso 2014. Sustainable Heritage Area Management Model Study on Environmental Wisdom in Taman Ayun area, Badung Regency, Bali Province. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8 (10): 219-225.

Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru (Tjetjep Rohindi, penerjemah). Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Kualitatif : Paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Oka Prasiasa, Dewa Putu. 2010. Pengembangan Pariwisata dan Keterlibatan Masyarakat di Desa Wisata Jatiluwih Kabupaten Tabanan. Disertasi. Denpasar: Program Kajian budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Pemerintah Provinsi Bali. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Denpasar: Pemerintah Provinsi Bali

Picard, Michel. 2006. Bali. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan

Perspektif Tri Hita Karana. Tesis. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Pujaastawa, I.B.G., Wirawan, I.G.P. dan Adhika, IM. 2005. Pariwisata Terpadu, Alternatif Model Pengembangan Pariwisata Bali Tengah. Hasil penelitian, Universitas Udayana. Stutterheim, W.F. 1929. Oudheden van Bali I. Het Oude Rijk van Pejeng. Singaradja: Kirtya

Lieffrinck van der Tuuk.

Setiawan, I Ketut. 2011. Komodifikasi Pusaka Budaya Pura Tirta Empul dalam konteks Pariwisata Global. Disertasi. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana. Surata, Sang Putu Kaler. 2013. Lanskap Budaya Subak. Belajar dari masa lalu untuk

membangun masa depan. Denpasar: Universitas Mahasaraswati Press.

Taylor Steven J dan Robert Bogdan. 1984. Introduction to Qualitative Research Methods The Search for Meaning. New York : John Wuley & Sons.

Lampiran 1

Dokumen terkait