• Tidak ada hasil yang ditemukan

I Wayan Ardika

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana I Nyoman Dhana

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana I Ketut Setiawan

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana

ABSTRACT

Tri Hita Karana is a local wisdom which determines the cultual landscape of Bali as the

world cultural heritage. Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul are parts of cultural landscape of Bali, they are also utilized as tourist destinations. Tri Hita karana is also in lined with the implementation of cultural tourism in Bali.

The philosophy of Tri Hita Karana is the reprsentation of live i.e. harmony and balance between human and God (Parhyangan), human and others (Pawongan), and between human and the environment (Palemahan). The purpose of this article is to reveal the implementation of Tri Hita

Karana in managing the world cultural heritage of Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul as tourist

attractions in Bali. Sixty questionaries were distributed and several informants were interviewed in this research. This research revealed that the Tri Hita Karana has been implemented at Pura Taman Ayun and Pura Tirta Empul. However, the aspect of Pawongan need to be improved in order to obtain more satisfactory information and services for the tourists.

Keywords:Tri Hita Karana, world cultural heritage

ABSTRAK

Tri Hita Karana sebagai kearifan lokal melandasi penetapan landskap budaya Bali sebagai

warisan budaya dunia. Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian landskap budaya Bali, dan sekaligus sebagai daya tarik wisata. Penetapan landskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia selaras dengan pelaksanaan pariwisata budaya di Bali, yang juga berlandaskan Tri Hita

Karana.

Filosofi Tri Hita Karana merupakan representasi kehidupan yang harmonis dan seimbang antara manusia dengan Tuhan (Parhyangan), manusia dengan sesamanya (Pawongan), dan manusia dengan lingkungan alam (Palemahan). Penelitian ini bertujuan untuk memahami implementasi Tri

Hita Karana dalam pengelolaan w arisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirt a Empul sebagai daya t arik w isat a. Enam puluh orang w isat aw an mancanegara dan nusant ara dit et apkan sebagai responden dan sejumlah informan diw aw ancarai dalam penelit ian ini. Aspek Parhyangan,

Pawongan, danPalemahant elah diimplement asikan dalam pengelolaan w arisan budaya duniaPura Taman Ayun dan Pura Tirta Empulsebagai daya t arik w isat a. Dalam kenyat aan di lapangan, aspek

Pawongan masih perlu dit ingkat kan sehingga w isat aw an mendapat kan informasi dan pelayanan yang opt imal.

Kata kunci: Tri Hita Karana, warisan budaya dunia, PENGANTAR

Tujuan Konvensi Unesco 1972 adalah mengidentifikasi, melindungi dan mempreservasi warisan budaya dan alam di seluruh dunia yang dianggap memiliki nilai keunggulan yang universal (Outstanding Universal Value) bagi kemanusiaan dari segi sejarah, kebudayaan atau ilmu pengetahuan. Terkait dengan hal ini, pada tanggal 29 Juni 2012 Unesco telah menetapkan landskap budaya Bali sebagai warisan dunia, karena mengandung nilai keunggulan universal (outstanding

universal value). Beberapa situs yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia meliputi Pura Ulun Danu Batur, Kawasan tinggalan arkeologi di Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, pura Taman Ayun di Kabupaten Badung, dan Kawasan subak Catur Angga Pura Batukaru, di Kabupaten Tabanan. Tujuan utama penetapan kawasan tersebut sebagai warisan budaya dunia adalah meningkatkan pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kawasan, mempertahankan keseimbangan ekologis dan mewujudkan revitalisasi pertanian, dengan berorientasi pada falsafah Tri Hita Karana (selanjutnya disebut THK) yang menekankan pentingnya keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), dengan sesamanya (Pawongan), dan dengan lingkungan alam (Palemahan) (Lansing, Steve and Julia N. Watson. 2012; Surata, 2013; Madiasworo, Taufan, dkk. 2014; 219-225).

Kawasan warisan budaya dunia di Bali berpotensi sebagai daya tarik wisata sehingga pengelolaannya harus berlandaskan nilai-nilai keunggulan universal THK. Keharusan ini bersesuaian pula dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya

Bali yang menyatakan bahwa “Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dilaksanakan

berdasarkan pada asas manfaat, kekeluargaan, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu dengan menerapkan falsafah Tri Hita Karana”. Ini berarti pengelolaan warisan budaya dunia sebagai daya tarik wisata harus dilakukan dengan mengindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafahTHK.

Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul merupakan bagian warisan budaya dunia di Bali yang juga berfungsi sebagai daya tarik wisata. Dalam konteks ini, Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul telah mengalami konstruksi dan interpretasi ulang yakni bukan saja sebagai tempat suci, namun juga berfungsi sebagai daya tarik wisata (Hitchcock, M., Victor T.King and Michael

tinggalan arkeologi atau warisan budaya memiliki nilai ekonomi karena berfungsi sebagai daya tarik wisata.

Bertolak dari paparan di atas, artikel ini menyoroti implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Tirta Empul yang telah ditetapkan sebagai daya tarik wisata di Bali. Fokusnya adalah pada pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK oleh sumber daya manusia dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul untuk pengembangan pariwisata. Pemahaman dan implementasi THK dalam hal ini tentu saja berkaitan erat dengan pemanfaatan ruang yang ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut dalam pengembangan pariwisata beserta implikasi-implikasinya.

Data yang digunakan dalam artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim penulis artikel ini, yang didanai oleh Universitas Udayana pada tahun anggaran 2015. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui teknik observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa informan dengan menggunakan pedoman wawancara, dan terhadap 60 responden dengan menggunakan kuesioner. Responden dalam hal ini terdiri atas wisatawan mancanegara dan nusantara, yang ditentukan secara kebetulan (accidental sampling) pada saat pengumpulan data. Responden tersebut terdiri atas 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 orang wisatawan nusantara. Jumlah responden di masing-masing lokasi penelitian yakni di Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul adalah 30 orang, yang terdiri atas 15 orang wisatawan mancanegara dan 15 orang wisatawan nusantara. Data yang dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data seperti ini adalah data tentang implementasi THK dalam pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata. Melalui penyebaran kuesioner kepada responden, secara khusus digali data tentang persepsi mereka terhadap atraksi, aksesibilitas, fasilitas, dan manajemen/organisasi yang terkait dengan pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul dilihat dari perspektif nilai-nilai THK.

Analisis data/informasi dilakukan dengan teknik penggabungan atau perpaduan antara deskriptif kualitatif interpretatif dan kuantitatif. Analisis interpretatif, terutama secara emik dan etik, sehingga dapat dihindari kemungkinan adanya masalah dengan informan yang telah melakukan sesuatu tindakan tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya sebagiamana dikatakan oleh Brian Fay (2004). Secara konkret mekanismenya bahwa setiap informansi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis dan dilanjutkan dengan wawancara sehingga mekanisme tersebut mengacu kepada apa yang oleh Taylor dan Bogdan (1984: 128) disebut dengan istilah go hand-in-hand dalam proses pengumpulan dan analisis data.

Analisis data tersebut dilakukan dengan mengikuti prosedur analisis data sebagaimana dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu reduksi data, menyajikan, menafsirkan data, dan menarik simpulan. Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yakni penyeleksian, pemokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subjektif, kutipan wawancara yang memiliki makna subjektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi. Penarikan simpulan atau verifikasi antara lain mencakup hal-hal yang hakiki, makna subjektif, temuan konsep, dan proses universal. Kesemuanya ini tidak terlepas dari masalah yang ditelaah. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan simpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapat hasil penelitian akhir, yakni etnografi yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam kontes pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

Untuk mengukur persepsi wisatawan digunakan Skala Likert. Jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dengan indikator sebagai berikut: sangat baik (SB) dengan interval 4,21-5,00; baik (B) dengan interval 3,41-4,20; cukup/ragu-ragu (C) dengan interval 2,61-3,40; kurang (K) dengan interval 1,81-2,60; dan sangat kurang (SK) interval 1,0-1,80.

PEMBAHASAN

Pengelolaan warisan budaya dunia Pura Taman Ayun dan Pura Tirta Empul sebagai daya tarik wisata secara ideal mestinya sesuai dengan nilai-nilai THK. Untuk itu, maka pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK merupakan langkah strategis, mengingat bahwa berdasarkan pemahaman itulah dilakukan langkah-langkah pengelolaan dalam rangka memanfaatkan ruang yang ada dalam kawasan warisan budaya dunia tersebut hingga membawa implikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan pandangan Poria (dalam Chheang, 2011: 213) bahwa persepsi wisatawan menjadi inti atau bagian yang sangat penting dalam pariwisata warisan budaya, karena persepsi wisatawan menentukan nilai atau makna destinasi.

Pemahaman dan implementasi nilai-nilai THK dalam hal ini dapat dilihat dari persepsi para wisatawan mengenai realita yang berkaitan dengan pengalamannya berkunjung ke dua pura tersebut di atas. Menurut Cooper et.al (1995: 81) bahwa sebuah destinasi wisata harus memiliki empat

terminal (access), tersedianya berbagai fasilitas seperti akomodasi, restoran, tempat belanja, tempat hiburan, dan pelayanan lain (amenities), dan organisasi kepariwisataan yang diperlukan untuk pelayanan wisatawan (ancillary services). Persepsi wisatawan dikaitkan dengan keempat komponen tersebut dan digambarkan sebagai berikut.

Persepsi Wisatawan tentang Pura Taman Ayun

Penataan areal Pura Taman Ayun telah dilakukan dengan mengikuti tata ruang yang berazaskan nilai-nilai trimandala, sehingga areal pura itu dipilah menjadi tiga bagian: halaman luar (jaba sisi), halaman tengah (jaba tengah), dan bagian dalam (jeroan). Dalam rangka pemanfaatannya sebagai daya tarik wisata, maka diberlakukan larangan memasuki areal jeroan bagi wisatawan. Berkenaan dengan hal ini diperoleh data bahwa semua responden menyatakan bahwa mereka tidak kecewa atas larangan tersebut. Jika disimak dari perspektif teori konstruksi sosial yang dikembangkan oleh Berger dan Lukmann (2011), pernyataan para wisatawan ini menyiratkan bahwa mereka telah melakukan persepsi terhadap larangan tersebut. Melalui persepsinya itu mereka melakukan pemaknaan yang hasilnya diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Dalam tahap ini mereka juga melakukan konseptualisasi terhadap larangan tersebut yang menghasilkan pernyataan bahwa larangan tersebut tidaklah mengecewakan. Oleh karena itu, hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada wisatawan yang masuk ke bagian dalam Pura Taman Ayun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam konteks ini tidak ada wisatawan yang mempunyai kesan negatif atau pengalaman buruk dalam kunjungannya ke Pura Taman Ayun yang memungkinkan timbulnya citra buruk mengenai pura ini di kalangan wisatawan.

Tentu saja larangan masuk ke halaman utama Pura Taman Ayun merupakan representasi aturan yang berasaskan adat-istiadat yang lazim berlaku dalam masyarakat Bali. Mengingat aturan ini telah dipatuhi secara sukarela oleh para wisatawan maka hal ini dapat dikatakan sebagai pengembangan pariwisata budaya sebagaimana dikonsepsikan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali yang merupakan hasil revisi Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 1991 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Pasal 1 angka 14.

Larangan memasuki halaman utama/jeroan pura Taman Ayun tidak berarti bahwa wisatawan sama sekali tidak dapat menyaksikan kegiatan upacara atau palinggih/bangunan suci yang terdapat pada halaman tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa para

wisatawan dengan leluasa dan nyaman dapat menyaksikan dan memotret palinggih ataupun kegiatan upacara yang terjadi di halaman utama/jeroan pura.

Hal ini menjadi salah satu penyebab wisatawan merasa puas berkunjung ke Pura Taman Ayun. Tampaknya kenyataan ini mirip dengan pengalaman para peziarah di objek-objek wisata lain sebagaimana dikemukakan oleh Chheang (2011: 214), bahwa peziarah mengharapkan sesuatu yang biasa atau umum, sakral, tempat yang unik untuk meningkatkan pengalaman mereka, dan tidak semata-mata mencari yang otentik. Dalam konteks ini, pengelolaan Pura Taman Ayun dapat dikatakan sebagai model atau contoh terbaik di Bali, dan perlu dicontoh oleh pangemong dan pengelola pura lain sebagai daya tarik wisata. Dikatakan demikian karena larangan tersebut akan dapat menjaga kesakralan pura. Pencitraan pura sebagai tempat suci harus tetap dijaga sehingga wisatawan pun merasakan aroma kesakralan dan pengalaman yang berharga.

Walaupun demikian ternyata wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun hampir semuanya tidak memakai kain dan selendang. Mereka tidak diwajibkan menggunakan kain dan selendang oleh petugas, karena wisatawan hanya sampai di halaman kedua/jaba tengah pura tersebut. Sehubungan dengan itu maka petugas tidak menyediakan selendang dan kain untuk wisatawan. Perlu dicatat bahwa pemandu wisatawan yang mengantar tamunya ke Pura Taman Ayun justru tetap memakai pakaian adat Bali. Hal ini berpotensi untuk timbulnya citra, bahwa tidak semua areal di kawasan pura itu sakral, pada hal areal pura adalah kawasan suci yang di dalamnya terdapat tempat suci atau bangunan yang disucikan (palinggih). Oleh karena itu, persoalan ini masih perlu dipikirkan lagi untuk menjaga citra tentang kesakralan kawasan suci di areal Pura Taman Ayun sebagai daya tarik wisata.

Kenyataan ini berbeda dengan kondisi di Pura Trita Empul dan pura lain di Bali. Biasanya petugas mewajibkan para wisatawan memakai kain dan selendang jika hendak berkunjung atau memasuki pura /tempat suci.

Persepsi wisatawan terhadap keunikan arsitektur, lanskap taman, dan kebon botanikal yang terdapat di Pura Taman Ayun sangat baik. Persepsi wisatawan mancanegara terhadap kolam baik. Perlu dicatat bahwa pada saat penelitian ini dilakukan yakni awal Juni 2015 kolam sedang dikeringkan karena ada projek penataan kolam. Wisatawan kurang terkesan dengan kolam tersebut. Wisatawan juga kurang tertarik dengan aktivitas seremonial yang dinilai cukup, karena pada saat penelitian ini dilakukan tidak ada upacara di Pura Taman

Ayun. Hal ini bisa dimaklumi mengingat aktivitas upacara dilakukan setiap enam bulan sekali atau pada saat ada upacara keagamaan Hindu di pura tersebut.

Selain itu, para wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun juga mempunyasi persepsi tersendiri tentang aksesibilitas menuju pura tersebut. Semua wisatawan mancanegara menyatakan lokasi Taman Ayun sangat strategis untuk menuju daya tarik wisata lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun membeli paket wisata. Wisatawan pun tidak ada yang mengeluh mengenai kondisi jalan menuju ke destinasi tersebut.

Di areal Pura Taman Ayun ada beberapa fasilitas berupa bangunan, seperti wantilan, tempat parkir, dan toilet. Para wisatawan sangat puas dengan fasilitas yang tersedia di Pura Taman Ayun seperti tempat parkir, wantilan dan toilet. Kendaraan roda empat atau mini bus yang mengangkut wisatawan diizinkan berhenti di depan gapura atau pintu masuk Pura Taman Ayun. Hal ini dilakukan oleh pengelola daya tarik wisata Taman Ayun untuk memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada wisatawan. Bus besar diparkir di jalan raya Mengwi-Denpasar atau di luar pintu gerbang kawasan pura Taman Ayun.

Wantilan di Pura Taman Ayun baru saja direnovasi dan diisi patung atau miniatur orang adu ayam. Hal ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisatawan. Pemutaran video atau slide adu ayam dengan menggunakan layar lebar di wantilan mungkin akan lebih menarik untuk wisatawan. Setelah berkeliling dan melihat-lihat pura dan lingkungannya, wisatawan bisa beristirahat di wantilan sambil menonton video atau slide adu ayam. Atraksi ini dapat menjadi daya tarik tambahan bagi wisatawan di Pura Taman Ayun.

Pengelola Pura Taman Ayun juga menyiapkan toilet yang bersih dan berkualitas sehingga wisatawan puas dengan kondisinya. Toilet di Pura Taman Ayun diperbaiki setelah ditetapkan oleh Unesco sebagai warisan budaya dunia. Hal ini sangat wajar dan masuk akal, mengingat label yang disandang oleh Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia.

Sebagian besar wisatawan mancanegara tidak mengetahui Pura Taman Ayun berstatus sebagai warisan budaya dunia. Wisatawan memahami status Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia lewat agen perjalanan atau travel agent. Hal ini mengindikasikan bahwa promosi Pura Taman Ayun masih perlu ditingkatkan di masa depan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Menurut keterangan Bapak I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, SE, MBA selaku Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah

Kabupaten Badung, yang juga menjabat sebagai Ketua PHRI Kabupaten Badung bahwa promosi pariwisata Badung dilakukan secara menyeluruh, bukan masing-masing daya tarik wisata.

Pengelolaan Pura Taman Ayun ditandai dengan berbagai kegiatan dalam berbagai bidang : promosi, keamanan, kebersihan, kenyamanan, penyediaan informasi, dan penetapan harga tiket.

Persepsi wisatawan terkait dengan keamanan, kebersihan, kenyaman, dan informasi tentang daya tarik wisata Taman Ayun dapat dikatakan sangat baik. Wisatawan tampaknya sangat puas dengan informasi atau keterangan yang diberikan oleh pemandu wisatawan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun dengan membeli paket tour.

Persepsi Wisatawan tentang Pura Tirta Empul

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya memakai kain dan selendang. Fenomena ini berbeda dengan realita yang ditemukan di Pura Taman Ayun. Panitia atau pengelola Pura Tirta Empul menyediakan kain dan selendang untuk wisatawan.

Persepsi responden terhadap penyediaan kain dan selendang di Pura Tirta Empul menunjukkan bahwa hampir semua responden menyatakan puas. Hanya satu orang yang menyatakan tidak puas.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Pura Tirta Empul semuanya merasa tidak kecewa atas larangan atau pembatasan akses memasuki halaman utama/jeroan pura tersebut. Wisatawan diizinkan memasuki halaman utama/jeroan, namun dibatasi pada area tempat persembahyangan agar tidak mengganggu kegiatan umat.

Persepsi wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara umum menyatakan bahwa ukiran palinggih/bangunan di Pura Tirta Empul sangat baik, namun ada pula yang menyatakan cukup menarik. Kegiatan upacara di Pura Tirta Empul dinyatakan baik karena wisatawan menyaksikan langsung bahwa setiap wisatawan yang melukat atau melakukan upacara pembersihan diri di pancoran menghaturkan sesaji. Kenyataan ini juga sekaligus menunjukan kesakralan pura tersebut.

Wisatawan pada umumnya menyatakan bahwa jalan menuju ke destinasi dalam keadaan baik. Perlu diketahui bahwa Pura Tirta Empul merupakan tempat transit paket wisata Denpasar menuju Kintamani sehingga kondisi jalan cukup baik.

Persepsi responden tentang kondisi wantilan, toilet, dan tempat parkir di Pura Tirta Empul baik dan cukup. Perlu dicatat bahwa tempat ganti pakaian dan toilet tidak dipisah atau dijadikan satu dan agak kotor sehingga wisatawan mancanegara kurang puas dengan kondisi tersebut. Wisatawan juga tidak setuju adanya pungutan atau fee untuk tempat ganti dan toilet, karena kesannya komersial. Mereka menyarankan agar harga tiket masuk dinaikan, dan toilet dibebaskan dari pungutan atau fee.

Wisatawan menyatakan bahwa promosi daya tarik wisata Pura Tirta Empul dikategorikan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, wisatawan yang berkunjung ke Pura Tirta Empul secara berkelompok atau group. Mereka dapat dipastikan menggunakan biro perjalanan atau travel agent. Keamanan dan kebersihan di Pura Tirta Empul dinilai baik oleh wistawan. Harga tiket masuk Rp 15.000,- dinilai pantas oleh wisatawan.

Wisatawan nusantara menyatakan bahwa arsitektur Pura Tirta Empul sangat baik. Palinggih di Pura Tirta Empul tampak sangat indah dengan ukiran dan polesan prade sehingga sangat menarik wisatawan. Lanskap taman dan kolam tergolong baik. Di Pura Tirta Empul wisatawan dapat melakukan penyucian diri atau melukat, dan memberi makan ikan koi yang ditebar di kolam di sisi barat halaman luar atau jaba sisi pura tersebut.

Persepsi wisatawan nusantara terhadap organisasi dan manajemen Pura Tirta Empul secara keseluruhan dinyatakan cukup baik. Promosi dan informasi kepada wisatawan tampaknya perlu ditingkatkan. Keberadaan pemandu atau guide lokal di Pura Tirta Empul sangat diperlukan untuk memberikan penjelasan kepada wisatawan nusantara yang pada umumnya tidak membeli paket tour. Sejarah dan mitos pura Tirta Empul, fungsi bangunan atau palinggih akan dapat menambah daya tarik destinasi tersebut.

Berdasarkan hasil kuesioner bahwa wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang berasal dari luar Bali tidak memahami tentang nilai-nilai Tri Hita Karana. Selain itu, wisatawan mancanegara dan nusantara yang berasal dari luar Bali juga tidak mengetahui tentang nilai keunggulan luar biasa (outstanding universal value) Tri Hita Karana yang melandasi penetapan lanskap budaya Bali sebagai warisan budaya dunia.

Implementasi Tri Hita Karana dalam Pengelolaan Pura Taman Ayun dan Tirta Empul

Dokumen terkait