• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEOR

C. Kajian Karakteristik Remaja Usia Sekolah Menengah Atas (SMA)

3. Aspek Perkembangan Remaja

a. Perkembangan Fisik dan Psikoseksual

Masa remaja ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik. Perkembangan fisik ini berupa berat badan dan tinggi badan yang berjalan paralel dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon mammptropik, serta hormon gonadotropik (kelenjar seks) yang mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer dan sekunder. (Rita Eka Izzaty .2008:127).

Ciri-ciri seks primer dan sekunder pada remaja laki-laki dan perempuan berbeda. Pada remaja laki-laki, ciri-cirik seks primer ditandai dengan pertumbuhan testis hingga mencapai tingkat kematangan penuh pada usia 20- 21 tahun. Proses pematangan organ-organ seks pada laki-laki ini menyebabkan terjadinya mimpi basah yang disampaikan oleh Syamsu Yusuf (2009:195) terjadi pada usia sekitar 14-15 tahun. Sedangkan pada remaja perempuan, ciri-ciri seks primer ditandai dengan adanya tanda kematangan seksual berupa tumbuhnya payudara dan menarche, munculnya menstruasi pertama. Menurut Wade & Tavris (2007:265) mulainya pubertas tergantung dari faktor baik biologis maupun lingkungan. Menstruasi pertama misalnya, tergantung dari lemak tubuh pada anak perempuan yang diperlukan untuk mempertahankan kehamilan.

46

Ciri-ciri seks sekunder pada remaja pun juga berbeda pada laki-laki dan perempuan. Pada remaja laki-laki akan nampak ciri-ciri sekunder berupa tumbuhnya rambut atau buku di sekitar kemaluan dan ketiak, terjadinya perubahan suara, tumbuhnya kumis dan tumbuhnya jakun. Sedangkan pada perempuan akan ditandai dengan tumbuhnya rambut atau bulu pada kemluan dan ketiak, bertambah besarnya payudara dan bertambah besarnya pinggul.

Terdapat perubahan psikologis dalam jumlah besar yang menyertai perkembangan pubertas remaja. Perkembangan fisik dan seksual yang begitu cepat sering kali menimbulkan kegusaran batin yang cukup mendalam karena pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya (Monks, 2002:268). Citra tubuh merupakan salah aspek psikologis dari pubertas yang pasti muncul pada laki-laki dan perempuan adalah praokupasi (perhatian) remaja terhadap tubuhnya (McCabe & Ricciardelli dalam Santrock.2007:91). Di masa pubertas, remaja mengembangkan citra individual mengenai seperti apakah tubuhnya itu. Preokupasi terhadap citra tubuh ini cukup kuat di masa remaja; secara khusus kecenderungan ini menjadi akut di masa pubertas.

b. Aspek Perkembangan Kognitif

Berdasarkan teori kognitif Piaget, remaja memasuki tahapan pemikiran operasi formal yang merupakan tahap keempat dan terakhir dari perkembangan kognitif menurut Piaget (Santrock,2007:126). Pada tahap ini remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman-pengalaman yang aktual atau konkret sebagai titik tolak pemikirannya. Mereka dapat

47

menciptakan situasi-situasi fantasi , peristiwa-peristiwa yang murni berupa kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau hanya berupa proporsi abstrak dan mencoba menalar secara logis mengenainya.

Apabila ditinjau dari implikasi tahapan operasional formal dari Piaget pada remaja, maka remaja telah memiliki kemampuan untuk introspeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berpikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berpikir berdasarkan hipotesis (adanya pengujiann hipotesis), menggunakan simbol-simbol, berpikir yang tidak kaku/fleksibel berdasarkan kepentingan. (Rita Eka Izzaty,2008:133).

c. Aspek Perkembangan Emosional

Pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut sebagai masa badai dan topan (storm and stress) yaitu masa yang menggambarkan keadaan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil dan meledak-ledak. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Reed Larson dan Maryse Richards dalam Santrock (2007:201) bahwa remaja melaporkan emosi yang lebih ektrem dan berlalu cepat dibandingkan orang tuanya.

Emosi yang meledak-ledak dan cepat berubah pada remaja menjadikan remaja sulit untuk mengendalikan emosinya. Hal ini menyebabkan kesulitan- kesulitan baik pada diri remaja itu sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Meskipun begitu, menurut (Sarwono, 2012: 99) emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja itu terus mencari identitas dirinya. Hal ini

48

dikarenakan emosi yang sulit dikendalikan ini sebagiann disebabkan oleh konflik peran yang sedang dialami oleh remaja.

d. Aspek Perkembangan Sosial Remaja

Perkembangan sosial remaja berdasarkan tulisan Poerwanti & Widodo (2002: 116) merupakan masa perkembangan yang menjadi masalah penting dalam keseluruhan perkembangan remaja karena perkembangan sosial merupakan salah satu ciri menonjol dalam kehidupan remaja. Pada masa ini, remaja mulai lebih banyak bergaul atau menghabiskan waktu dengan teman sebayanya daripada dengan keluarga atau orang tua.

Pergaulan dengan teman sebaya pada masa remaja mengembangkan sikap konformitas (Syamsu Yusuf, 2006:198) yaitu sebuah kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Sikap konformitas ini dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Apabila kelompok atau teman sebaya yang diikuti atau diimitasi menampilkan sikap dan perilaku positif maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadi yang baik pula. Sebaliknya, apabila kelompok atau teman sebaya menampilkan sikap dan perilaku negatif maka bukan tidak mungkin remaja tersebut akan menampilkan sikap dan perilaku yang negatif pula.

Selain ditinjau dari aspek-aspek di atas, ada lagi beberapa ciri remaja lain baik yang bersifat spiritual maupun badaniah seperti yang disebutkan Soekanto dalam Taufik (2013:34-35) sebagai berikut :

49

a. Perkembangan fisik yang pesat sehingga laki-laki atau wanita tampak semakin tegas, hal mana secara efektif ditonjolkan oleh para remaja sebagai perhatian jenis kelamin lain semakin meningkat. Oleh remaja perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai salah satu kebanggaan. b. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya. Kadang-kadang diharapkan bahwa interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat menganggap remaja sudah dewasa.

c. Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa walaupun mengenai masalah tanggungjawab secara relatif belum matang.

d. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis maupun politis dengan mengutamakan kebebasan dari pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua atau sekolah.

e. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk mendapatkan identitas diri.

f. Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewara.

Dokumen terkait