i
PENGARUH CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDENTITAS DIRI
REMAJA USIA SMA DI KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Sunarni NIM 11104241035
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
MOTTO
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”
(Terjemahan QS. Al Ahzab: 21)
“Setiap manusia mempunyai orang yang dicintai dan yang dibenci. Tapi bagimu,
jika ada maka berkumpullah kamu dengan orang-orang yang bertaqwa”
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Suwito dan Ibunda Paryanti serta kakak
saya Niken Utami
2. Almamater saya BK FIP UNY
vii
PENGARUH CELEBRITY WORSHIP TERHADAP IDENTITAS DIRI
REMAJA USIA SMA DI KOTA YOGYAKARTA
Oleh Sunarni NIM 11104241035
ABSTRAK
Penelitian dilakukan berdasarkan fenomena celebrity worship pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuantitatif sebab-akibat. Sampel yang diambil sebanyak 164 siswa yang berasal dari tiga sekolah menegah atas di Kota Yogyakarta.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan multistage area random sampling. Instrumen yang digunakan ialah skala celebrity worship dan skala identitas diri. Uji regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri. Uji regresi linear sederhana dilakukan setelah uji korelasi menggunakan korelasis product moment.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan 1) karakteristik
celebrity worship remaja usia SMA di Kota Yogyakarta mayoritas pada kategori hiburan sosial sejumlah 86 orang (52,44%), kategori perasaan pribadi yang intens sejumlah 43 orang (26,22%), kategori patologis sejumlah 19 orang (11,59%), hiburan sosial dan perasaan pribadi yang intens sejumlah 8 orang (4,88%), perasaan pribadi intens dan patologis sejumlah 4 orang (2,44%), berada pada tiga kategori sejumlah 2 orang(1,22%) dan tidak memiliki celebrity worship sejumlah 2 orang (1,22%). 2) Karakteristik identitas diri remaja usia SMA di Kota Yogyakarta mayoritas kecenderungan pada kategori proses identitas diri model informasi sejumlah 118 orang(71,95%), norma sejumlah 31 orang (18,90%), penolakan sejumlah 6 orang (3,66%), informasi dan norma sejumlah 6 orang (3,66%) serta informasi dan penolakan sejumlah 3 orang (1,88%). 3) Hanya terdapat hubungan antara celebrity worship: hiburan sosial dan proses identitas diri model norma. Nilai signifikansi keduanya adalah 0,019 yang berarti lebih kecil dari 0,05 (0,019<0,05). 4) Hanya terdapat pengaruh pada celebrity worship:
hiburan sosial terhadap proses identitas diri model norma pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta. Sumbangan celebrity worship: hiburan sosial terhadap proses identitas diri norma sebesar 3,3%. Persamaan regresi keduanya adalah Y=32,218 + 0,046X.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan pertolongan atas segala hal, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi berjudul “Pengaruh Celebrity Worship
Terhadap Identitas Diri pada Remaja Di Kota Yogyakarta” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa uluran tangan dan doa dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk menjalani dan menyelesaikan studi di Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan izin penelitian dan telah memfasilitasi kebutuhan akademik
penulis selama menjalani masa studi.
3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan izin dalam
penyusunan skripsi.
4. Bapak A. Aryadi Warsito, M.Si, sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Nanang Erma Gunawan, M.Ed, sebagai dosen pembimbing II yang dengan sabar telah membimbing, memotivasi, meluangkan waktu, perhatian, tenaga dan juga pemikirannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Bapak-Ibu guru dan siswa SMA N 6 Yogyakarta, SMK N 5 Yogyakarta,
MAN 1 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dalam membantu penelitian ini.
6. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Suwito dan Ibunda Paryanti yang kasih sayang dan doanya tiada batas.
7. Kakakku Niken Utami yang senantiasa memberikan motivasi, kedua adikku Diyah Utami dan Siti Aisah Nur Fitriani atas semangat yang diberikan.
8. Seluruh keluarga besarku yang memberikan doa dan dorongan yang memotivasi.
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PESERTUJUAN... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
HALAMAN PENGESAHAHAN... iv
MOTTO... v
PERSEMBAHAN... vi
ABSTRAK... vii
KATA PENGANTAR... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Identifikasi Masalah... 17
C. Pembatasan Masalah... 18
D. Perumusan Masalah... 18
E. Tujuan Penelitian... 18
F. Manfaat Penelitian... 19
G. Batasan Istilah... 19
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Celebrity Worship... 20
1. Definisi Celebrity Worship... 20
2. Tingkatan/Dimensi Celebrity Worship... 22
3. Pengaruh Celebrity Worship pada Penggemar... 28
4. Celebrity Worship pada Remaja... 32
B. Kajian Identitas Diri... 34
1. Definisi Identitas Diri... 33
xi
3. Status Identitas Diri... 38
C. Kajian Karakteristik Remaja Usia Sekolah Menengah Atas (SMA).... 42
1. Definisi Remaja... 42
2. Batasan Usia Remaja... 44
3. Aspek Perkembangan Remaja... 45
4. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja... 49
5. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)... 52
D. Kerangka Berpikir... 57
1. Pengaruh Celebrity Worship terhadap Identitas Diri Remaja Usia SMA... 57
E. Paradigma... 61
F. Hipotesis... 62
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian... 63
B. Subyek Penelitian... 63
1. Populasi... 63
2. Sampel Penelitian... 63
C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 65
D. Variabel Penelitian... 65
E. Definisi Operasional... 65
F. Metode Pengumpulan Data... 67
G. Instrumen Penelitian... 68
1. Instrumen Celebrity Worship... 68
2. Instrumen Identitas Diri... 70
H. Pengujian Instrumen... 72
1. Uji Validitas Instrumen... 72
2. Uji Reliabilitas Instrumen... 76
I. Teknik Analisis Data... 77
1. Uji Prasyarat Analisis Data... 77
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi dan Hasil Penelitian... 80
1.Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian... 80
2.Deskripsi Subyek Penelitian... 80
3.Deskripsi Data... 81
B. Pengujian Prasyarat Analisis... 76
1.Uji Normalitas... 88
2.Uji Linearitas... 89
3.Pengujian Hipotesis... 90
4.Uji Korelasi... 90
5.Uji Regresi... 96
6.Pembahasan... 97
7.Keterbatasan Penelitian... 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 109
B. Saran ... 110
1.Bagi Remaja Usia SMA di Kota Yogyakarta... 110
2.Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Remaja Usia SMA di Kota Yogyakarta... 111
3.Bagi Peneliti Selanjutnya... 112
DAFTAR PUSTAKA... 113
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Daftar Nama Sekolah Sebagai Lokasi Penelitian... 65
Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Celebrity Worship... 69
Tabel 3. Kisi-Kisi Skala Identitas Diri... 71
Tabel 4. Rangkuman Item Valid Skala Celebrity Worship Hasil Uji Coba... 74
Tabel 5. Rangkuman Item Valid Skala Identitas Diri Hasil Uji Coba... 75
Tabel 6. Karakteristik Subyek Berdasarkan Sekolah... 81
Tabel 7. Karakteristik Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 81
Tabel 8. Data Celebrity Worship: Hiburan Sosial ... 82
Tabel 9. Data Celebrity Worship: Perasaan Pribadi yang Intens ... 82
Tabel 10. Data Celebrity Worship: Patologis ... 83
Tabel 11. Karakteristik Siswa Berdasarkan Kecenderungan Tipe Celebrity Worship... 83
Tabel 12. Karakteristik Kecenderungan Tipe Celebrity Worship Berdasarkan Asal Sekolah... 84
Tabel 13. Data Identitas diri : Proses Identitas Diri Model Informasi... 86
Tabel 14. Data Identitas Diri: Proses Identitas Diri Model Norma... 86
Tabel 15. Data Identitas Diri : Proses Identitas Diri Model Penolakan... 87
Tabel 16. Karakteristik Siswa Berdasarkan Status Identitas Diri... 87
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Celebrity Worship Identitas Diri... 88
Tabel 18. Hasil Analisis Linearitas Sub Variabel Celebrity Worship dan Identitas Diri... 89
Tabel 19. Hasil Analisis Hiburan Sosial dengan Proses Identitas Diri Model Informasi... 91
Tabel 20. Hasil Analisis Hiburan Sosial dan Proses Identitas Diri Model Norma... 91
Tabel 21. Hasil Analisis Hiburan Sosial dan Proses Identitas Diri Model Penolakan... 92
Tabel 22. Hasil Analisis Perasaan Pribadi yang Intens dan Proses Identitas Diri Model Norma... 93
Tabel 23. Hasil Analisis Perasaan Pribadi yang Intens dan Proses Identitas Diri Model Penolakan... 93
xiv
Proses Identitas Diri Model Norma... 95
xv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Validasi Ahli Instrumen Penelitian... 119
Lampiran 2. Uji Coba Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 145
Lampiran 3. Rekapitulasi Skor Uji Coba Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 154
Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 159
Lampiran 5. Hasil Uji Reliabilitas Skala Identitas Diri dan Celebrity Worship... 167
Lampiran 6. Skala Celebrity Worship dan Identitas Diri Setelah Uji Coba... 169
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Skor Identitas Diri... 177
Lampiran 8. Rekapitulasi Data Skor Celebrity Worship... 188
Lampiran 9. Hasil Uji Prasyarat... 204
Lampiran 10. Uji Hipotesis... 210
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja merupakan salah satu fase yang harus dilalui dalam kehidupan
manusia. Jika ditinjau dari rentang kehidupan manusia, masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Rita Eka Izzaty dkk,
2008:124). Peralihan inilah yang sering menyebabkan berbagai permasalahan dan
kebingungan pada remaja. Pada masa ini remaja tidak dapat disebut sebagai
anak-anak namun juga bukan orang yang dewasa. Pada kehidupannya, remaja sering
kali mendapatkan tuntutan dari lingkungan untuk menjadi sosok dewasa namun di
sisi lain para remaja merasa bahwa dirinya masih seperti anak-anak. Sejalan
dengan pemaparan ini Rita Eka Izzaty dkk (2008: 125) menyebutkan pada masa
ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.
Pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga
terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana
pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan Anna
Freud (dalam Yudrik Jahja, 2013:220). Proses inilah yang membuat remaja
hendaknya terus belajar dan mengembangkan diri guna membentuk orientasi
masa depan yang baik.
Selain itu remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi
pada masanya guna kelancaran pada masa perkembangan berikutnya. William
2
tersebut antara lain adalah menerima fisiknya sendiri, mencapai kemandirian
emosional dari orang tua atau figur yang mempunyai otoritas, menemukan
manusia model yang dijadikan identitasnya, menerima dirinya sendiri ,
memperkuat pengendalian diri dan mengembangkan kertampilan komunikasi
interpesonal.
Tugas-tugas perkembangan ini penting untuk dipenuhi karena akan
mempengaruhi perkembangan pada masa berikutnya. Upton (2012:5)
mengemukakan bahwa setiap perilaku atau ketrampilan dikembangkan atas
perilaku dan ketrampilan sebelumnya dan perkembangan berikutnya dapat
diprediksi dari pengalaman-pengalaman usia dini. Hal ini menunjukan bahwa
tugas-tugas perkembangan pada masa sekarang yang dalam hal ini adalah masa
remaja jika tidak dipenuhi maka akan mengganggu perkembangan pada masa
berikutnya. Remaja dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya.
Remaja pada masa sekarang menghadapi kehidupan maju dan perkembangan
zaman yang begitu cepat, baik dalam bidang teknologi, komunikasi, ekonomi dan
budaya. Perkembangan zaman yang begitu cepat mendorong masyarakat untuk
mengubah gaya hidupnya secara cepat pula, misalnya dalam tingkat konsumsi,
gaya berpakaian, perilaku sosial dan pergaulan sosial. Tidak dapat dipungkiri pula
bahwa kemajuan dan perkembangan zaman menjadikan masyarakat untuk hidup
dalam kemajuan pula. M. Imam Zamroni (2007:27) menuliskan terutama di
3
(2007:350) in New Zeala nd, Australia, Canada, Britain and United States, among other coutries, neoliberal ideas have exerted a strong influence on the formation of policy agenda, under both conservations and progresive political regimes.
Neoliberalisme yang merupakan wujud baru dari liberalisme klasik berusaha
mewujudkan dunia baru yang bertolak pada kebebasan. Menurut pemaparan
Rudnycky dalam M. Zamzam Fauzanafi (2013:2) neoliberal merupakan sebuah
proyek reformasi etika individu yang bertujuan untuk memunculkan tipe
subjektivitas yang sejalan dengan norma-norma neoliberal. Sistem neoliberalisme
sendiri menurut Awalil Rizki & Nasyith Majidi (2008:233) banyak
“bersembunyi” dibalik tema globalisasi. Melalui teknik ini paham kebebasan
dalam berbagai bidang kehidupan yang diusung oleh neoliberalisme mudah
masuk dan mempengaruhi kehidupan remaja yang tidak dapat lepas dari
produk-produk globalisasi seperti teknologi informasi dan komunikasi. Media yang
digunakan oleh paham neoliberal melalui tema globalisasi sendiri berupa media
populer, media cetak dan elektronika (Awalil Rizki & Nasyith Majidi, 2008:249)
Pengaruh neoliberal menjadikan masyarakat terutama remaja hidup dalam
dunia kebebasan yang berpegang pada kemewahan yang disampaikan lewat isu
globalisasi. M. Kholid Syeirazi (2003:2) menuturkan bahwa globalisasi memiliki
fungsi integratif yakni menyediakan serangkaian simbol, norma dan citra yang
menghimpun dan merekatkan identitas individu ke dalam lingkungan kolektif.
Melalui isu globalisasi, neoliberal berusaha untuk mempengaruhi budaya bangsa
secara global hingga sesuai dengan paham mereka. Hal ini didukung oleh
4
dalam bidang kebudayaan, globalisasi dikaitkan dengan semakin merosotnya
pandangan dan tata hidup eksotis-religius bangsa-bangsa Timur akibat terpaan
budaya MTV dan Hollywood Barat.
Pengaruh neoliberal memberikan pandangan kepada masyarakat mengenai
kebebasan individu yang mengarah pada individualisme baru. Individualisme baru
ini menurut Selu Margaretha Kushendrawati (2006:54) adalah kebebasan individu
untuk berkonsumsi sekaligus bisa dilihat sebagai keterikatan dan ketergantungan
individu terhadap nilai-nilai dan tanda-tanda yang diperkenalkan oleh kaum
kapitalis global melalui media massa. Tanda-tanda tersebut antara lain
pengagungkan kehidupan instan melalui pembangunan besar-besaran tanpa
mempedulikan pihak lain, kemudahan hidup melalui teknologi komunikasi hingga
mengurangi silaturahmi, gaya hidup mewah, dan masih banyak lagi contoh lain.
Serangkaian tanda tersebut disebarkan oleh paham neoliberal dan diusung sebagai
bentuk identitas kehidupan manusia modern.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa neoliberal merupakan
paham yang menjual mimpi-mimpi dunia kepada manusia, mimpi-mimpi untuk
mewujudkan dirinya di dunia. Hal ini sejalan dengan filsafat humanisme yang
memegang pada eksistensi manusia di dunia melalui pengembangan
potensi-potensi yang ada pada dirinya. Pengembangan potensi-potensi-potensi-potensi itu menurut Atang
Abdul Hakin & Beni Ahmad Saebani (2008:345) bisa dilakukan dengan cara
memberikan kebebasan pribadi dan kebebasan berpikir kepada manusia dalam
penelitian ilmiah, mengemukakan pendapat, dan produk-produk ekonomi.
5
manusia justru memberikan efek negatif apalagi di era sekarang yang semakin
maju. Kemajuan, kemudahan dan kesejahteraan yang dijanjikan neoliberal
nyatanya tak dapat dinikmati oleh setiap lapisan masyarakat dan tak memberikan
kepuasan rohani.
Zaprulkhan (2012:163) menyatakan bahwa era abad ke-21 memang
memberikan segalanya yang melampaui mimpi-mimpi setiap manusia, tapi
malah menimbulkan fenomena paradoksal : sebuah realitas kehidupan yang
begitu sarat hiburan begitu miskin kedalaman, begitu sarat kegairahan begitu
miskin pencerahan, begitu sarat informasi begitu miskin kontemplasi, begitu
sarat eksistensi begitu miskin sosialisasi, begitu kaya perlengkapan begitu
miskin pemaknaan, dan begitu banyak kesenangan begitu miskin kedamaian.
Penjualan mimpi-mimpi melalui isu globalisasi dilakukan melalui berbagai
cara yang salah satunya adalah melalui media komunikasi dan informasi baik
cetak maupun elektronik dari lembaga-lembaga atau institusi yang berada di
bawah naungan neoliberal.
6
Pernyataan Heron di atas dapat diartikan bahwa ideologi neoliberal bekerja
melalui lembaga dan rezim khusus yang secara signifikan mengontrol arah dan
tujuan globalisasi Dampak neoliberalisme semakin luas, dijiwai oleh semangat
promethean (pandangan ke masa depan), globalisasi menyajikan dunia tanpa
batas, sebuah dunia dengan kecanggihan teknologi, perasaan tidak puas terhadap
materi, penggunaan kartu. Ditambah lagi dengan peran media televisi, surat kabar
yang sebagian besar dikendalikan oleh lembaga-lembaga yang sama tidak akan
memberikan kritikan dan analisis terhadap kondisi globalisasi
Media yang sering kali digunakan adalah majalah, surat kabar, televisi dan
internet. Melalui media-media ini penganut paham neoliberal berupaya untuk
memberikan gambaran kehidupan modern secara langsung kepada masyarakat.
Gambaran kehidupan modern yang penuh dengan kemewahan dan kemudahan
disebarkan melalui media sering kali dilakukan dengan menggunakan selebriti
sebagai model bagi masyarakat. Selebriti yang disebut Kurzman (2005:353)
sebagai agen kapitalis, “unlike status groups celebriti are a creature of capitalism
: they involve the commodification of reputation”. Selebriti merupakan ciptaan
kapitalisme: mereka merupakan dijadikan sebagai alat untuk menunjukkan seperti
apa gambaran kehidupan modern menurut neoliberal.
Cara yang dilakukan dengan memanfaatkan popularitas selebriti pun dikemas
secara menarik melalui berbagai program atau acara seperti film, sinetron atau
serial televisi, acara musik, iklan, infotainment dan masih banyak lagi. Karakter
selebriti sebagai bintang dalam program televisi dibuat sedemikian rupa sehingga
7
characters in stories representation of people. Thus they relate to ideas about people are (supposed to be) like. Gambaran kehidupan di televisi misalnya tayangan sinetron, acara musik, dan infotainment dijadikan patokan bagi sebagian
orang sebagai bentuk kehidupan modern.
Kehidupan serba mewah dan mudah para selebriti cenderung memikat banyak
orang untuk mendapatkan kehidupan serupa. Status sebagai selebriti yang lekat
dengan kekayaan dan popularitas, tentu menarik minat banyak orang untuk
menjadi selebriti pula. Tidak heran jika dewasa ini kita melihat ribuan orang
berlomba-lomba untuk mengikuti ajang-ajang pencarian bakat yang diadakan oleh
beberapa stasiun televisi. Sebut saja Indonesian Idol, X Factor Indonesia,
Indonesia Mencari Bakat, Dangdut Academy dan masih banyak lagi acara
pencarian bakat lain yang selalu ramai diserbu ribuan peserta audisi. Acara
pencarian bakat tak hanya menarik minat remaja maupun orang dewasa,
anak-anak pun antusias. Seperti yang dikutip dari Renni Susilawati (2014) dalam stitus
(http://m.beritajatim.com/gaya_hidup/214977/ratusan_peserta_antri_audisi_indon
esian_idol_junior.html) tercatat ratusan peserta antri untuk mengikuti audisi
Indonesian Idol Junior yang dilaksanakan di Surabaya. Hal serupa juga terjadi
pada audisi X Factor Indonesia di Yogyakarta yang dilaksanakan pada 25 januari
2015 di Jogja Expo Center. Dikutip dari Ridho Hidayat & Lia Nasution dalam
8
Tidak hanya menyebabkan banyak orang menjadi ingin seperti selebriti yang
terkenal dan bergelimang harta tetapi juga terobsesi terhadap selebriti itu sendiri.
Informasi besar-besaran mengenai selebriti yang diekspos melalui berbagai media
baik cetak maupun elektronik, mengenai kehidupan pribadi selebriti ataupun
penampilan mereka di sinetron, film dan atau acara musik menjadikan mereka
semakin dikenal oleh masyarakat dan dikagumi oleh penggemarnya. Kekaguman
penggemar pada selebriti idola ini disebut oleh Maltby & Liza (2011:3) sebagai
celebrity worship. Celebrity Worship is a para -social relationship (one side relationship in which an individual know the other, but the other does not.
Hubungan ini menyebabkan para pelaku celebrity worship yang biasanya adalah remaja dan dewasa muda merasa sangat terikat dengan selebriti idolanya
meskipun di sisi lain selebriti yang diidolakan sama sekali tidak mengenalnya.
Penggemar yang terlalu mengidolakan atau memuja selebriti favoritnya sering
kali mengikuti sikap dan perilaku selebriti. Pengaruhnya sendiri
bermacam-macam baik positif maupun negatif, contohnya pakaian, gaya rambut, dan gaya
berbicara.
Selebriti sering kali menjadi penyemangat bagi remaja untuk
mengembangkan potensi diri dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi.
Selebriti yang dianggap penggemar sebagai tokoh panutan menjadi penyemangat
bagi mereka untuk dapat meraih cita-cita seperti selebriti favorit mereka yang
berhasil meraih cita-citanya. Di sisi lain, selebriti memiliki kumpulan penggemar
9
secara langsung atau tatap muka. Fandom menjadikan remaja memiliki lebih banyak teman yang akan membantunya dalam meningkatkan kemampuan
bersosialisasi. Teman sebaya dengan minat yang sama yang dalam hal ini adalah
selebriti idola, menjadikan anggota-anggotanya sangat akrab dan menjadi sahabat.
Selain meningkatkan kemampuan bersosialisasi, Berndt & Perry (dalam Papalia &
Feldman, 2014:69) menuturkan bahwa remaja yang memiliki persahabatan yang
dekat, stabil, dan mendukung, umumnya memiliki opini yang tinggi akan diri
mereka sendiri, melakukan hal yang baik di sekolah, lebih mudah bersosialisasi
dan cenderung tidak menjadi bermusuhan, cemas dan depresi .
Di sisi lain, penggemar dengan celebrity worship rela melakukan apa saja demi selebriti idolanya. Menghabiskan materi dan waktu bukan lagi masalah bagi
para penggemar jika hal tersebut dilakukan demi sang idola. Seperti yang terjadi
pada ribuan penggemar One Direction (sebuah boyband asal Inggris-Irlandia) di Indonesia yang mengantri pembelian tiket konser, bahkan sejak dini hari padahal
loket baru dibuka pukul 10:00 (Jawapos, 1 Juni 2014). Selain itu, kemunculan
WOTA (sebutan fans JKT48) yang terbilang sangat fanatik terhadap para member
JKT48, hingga seperti disebutkan dalam artikel Hai Online (2014) “...terlalu
banyak waktu yang dimiliki fans untuk sang idolanya, maka fans seperti ini kadang ikhlas kalau harus mengikuti adik, kakak bahkan teman dan sahabat oshi
(member JKT48) tersebut,”.
Kecintaan fans terhadap idola membuat waktu fans tersita untuk idolanya,
10
juga menghabiskan waktu untuk memikirkan idolanya tersebut. Hal ini sejalan
dengan yang dikutip dari Hai Online (2014) “setiap hari dan malam itulah mereka
memikirkan member JKT48. Sedang apa dan dimana adalah dua hal yang selalu
ditanyakan mereka, entah via timeline atau berputar-putar cuma di hati dan
pikiran mereka saja.” Pikiran yang terus disibukkan dengan memikirkan selebriti
idola ini tentunya hanya menghabiskan waktu. Waktu yang digunakan untuk
memikirkan selebriti idola dan menunggu selebriti tersebut untuk membuat status
di facebook atau twitter akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk hal-hal yang
lebih positif, belajar dan membantu orang tua misalnya.
Selain itu, meniru selebriti merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh
penggemar. Dapat diamati sekarang banyak sekali remaja yang mengikuti gaya
selebriti yang sering tampil di televisi. Mulai dari cara berpakaian hingga cara
berbicara. Tidak masalah jika yang diikuti atau ditiru tersebut sayangnya selebriti
sering kali memiliki gaya yang cenderung tidak sesuai dengan budaya timur.
Dikutip dari Kompasiana.com
http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/06/09/dampak-sinetron-bagi-para-generasi-muda-indonesia-567359.html (2013) jenis peran yang dimainkan oleh
para artis sering kali bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum
sesuai dengan tingkat perkembangan psikologinya. Selain itu, terdapat beberapa
penggemar yang melakukan tindakan lebih ekstrim lagi supaya menjadi mirip
dengan selebriti idolanya yaitu melakukan operasi plastik. Dari situs
kapanlagi.com
11
beberapa waktu yang lalu, publik sempat digemparkan dengan kemunculan
seorang wanita bernama Claire Leeson yang rela operasi plastik agar tampil
mampu menyaingi pesona Kim Kardashian. Jika ditelusuri lebih dalam lagi, di
tahun 2013 lalu juga ada seorang pria yang rela melakukan operasi plastik
besar-besaran agar mirip dengan Justin Bieber.
Yogyakarta yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, fenomena
celebrity worship juga mudah dijumpai. Disampaikan oleh Arum Riyadini dalam situs
(http://hot.detik.com/read/2014/09/06/134818/2683262/1577/100-fans-rela-pulang-pergi-yogyakarta-jakarta-demi-konser-exo) ada 100 EXO-L (penggemar
EXO, boyband asal Korea Selatan) melakukan perjalanan pulang pergi tanpa istirahat dari Yogyakarta ke Jakarta demi menonton konser idolanya. Hal serupa
juga pernah dilakukan oleh 300 remaja penggemar CJR Yogyakarta yang
mengeluarkan uang ratusan ribu untuk buka bersama dengan personil boyband ini di Hotel Jayakarta pada 27 Juli 2013 (Jogja.com, 29 Juli 2013). Lain lagi dengan
penggemar JKT 48 yang rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli lebih
dari satu CD album supaya mendapatkan tiket handshake (berjabat tangan dengan member JKT 48). Ada juga yang membeli merchandise berupa foto yang harganya dibanderol mulai Rp.50.000,00 hingga 2,5 Juta rupiah per foto di Jogja Expo Center pada 10 Mei 2014 (Nathalia D. Madanie, 2014,
12
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada bulan Desember pada siswa
SMA di Kota Yogyakarta dapat ditemui beberapa siswa SMA yang memakai
berbagai jenis aksesoris atau merchandise yang berhubungan dengan selebriti favoritnya. Beberapa aksesoris atau merchandise tersebut antara lain adalah jaket EXO dan Super Junior (Boyband asal Korea Selatan). Tas, gantungan kunci, pin dan kaos berlogo JKT-48 juga dipakai oleh beberapa siswa SMA untuk pergi ke
sekolah.
Tak hanya pengorbanan berupa materi dan waktu saja, berdasarkan
wawancara yang telah dilakukan pada 23 Desember 2014, terdapat beberapa
penggemar yang tidak dapat berhenti memikirkan selebriti favoritnya. Seorang
penggemar mengaku bahwa dia sering kali mengingat selebriti favoritnya yakni
Niall Horan (Personil boyband One Direction) meskipun dia sama sekali tidak ingin memikirnya. Dia bahkan mengaku bahwa segala hal selalu dia hubungkan
dengan idolanya tersebut. Misalnya, ketika teman-temannya mengatakan kata
biru, maka dia akan langsung mengingat Niall yang bermata biru.
Selain itu, di Yogyakarta juga terdapat beberapa fandom atau kelompok
penggemar selebriti tertentu ssalah satunya adalah Directioners Jogja. Pada 24
Desember 2014, Directioners Jogja mengadakan gathering yang dilaksanakan di Kalui Cafe. Acara yang diikuti oleh 46 remaja yang rata-rata pelajar di Sekolah
Menengah Atas ini dilakukan dengan kegiatan menonton film Where We Are
13
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terdapat beberapa penggemar menangis
dan terus meneriakkan nama personil favoritnya selama pemutaran film. Hal
seperti ini dapat terjadi pada intense personal celebrity worship, penggemar merasa bahwa selebriti adalah bagian dari dirinya sehingga mempengaruhinya
secara emosi meskipun dia menyadari bahwa selebriti tersebut tidak mengenalnya
secara langsung. Selain menonton film, acara gathering ini juga dilakukan dengan rangkaian kegiatan lain berupa makan bersama, merayakan ulang tahun salah satu
personil boyband dengan menyanyikan lagu happy brithday dilanjutkan tiup lilin dan memotong kue ulang tahun. Panitia juga memberikan doorprize berupa DVD album terbaru boyband One Direction dan mug. Acara ditutup dengan foto bersama dan foto dengan banner One Direction yang telah disiapkan oleh panitia.
Berdasarkan wawancara pula pada 24 Desember dalam Gathering yang diadakan oleh fandom Directioners Yogyakarta, diketahui bahwa mereka akan
menonton konser boyband favoritnya tersebut pada bulan maret nanti. Sebagian
penggemar mengaku bahwa sudah menabung jauh-jauh hari supaya dapat
membeli tiket konser yang harganya berkisar antara Rp. 750.000 hingga 2,5 Juta
rupiah. Peneliti juga sempat melakukan wawancara singkat dengan seorang
penggemar yang menuturkan bahwa dia sudah sering mengikuti acara gathering
yang diadakan oleh Directioners Jogja, baginya ini merupakan wujud rasa
cintanya terhadap sang idola. Dia juga sangat bersemangat untuk menonton
konser yang akan diadakan bulan Maret 2015 nanti, “Baru nonton film
dokumentasi konser saja sudah heboh banget, aku nggak bisa bayangin gimana
14
Penggemar sering kali juga rela menghabiskan waktunya untuk bertemu
dengan selebriti idolanya. Hal ini nampak pada hasil observasi tanggal 23 Juli
2015 di Candi Plaosan. Pada tanggal tersebut rumah produksi Sinemart sedang
melakukan pengambilan gambar untuk sebuah judul sinetron di Candi Plaosan.
Proses pengambilan gambar tersebut melibatkan beberapa artis ibukota seperti
Yuki Kato, Ammar Zoni dan Ranti Maria. Berdasarkan observasi, peneliti
menemukan belasan penggemar Yuki Kato yang merupakan pelajar Kota
Yogyakarta datang dan menunggu berjam-jam di Candi Plaosan supaya dapat
berfoto dan berbincang dengan pemain film dan sinetron tersebut. Mereka
rata-rata datang sejak dhuhur dan pulang setelah maghrib untuk menunggu
pengambilan gambar selesai dan para pemerannya istirahat sehingga dapat
meminta foto dan berbincang.
Celebrity worship yang banyak dialami remaja terutama yang memiliki selebriti idola tentunya sangat mempengaruhi perilaku remaja. Celebrity worship
menyebabkan penggemarnya mengalami obsesi terhadap selebriti idola sehingga
mereka sulit untuk mengontrol perilaku, ucapan, dan pemikiran mengenai selebriti
idola dan menyeimbangkannya dengan dunia nyata. Selain menghabiskan waktu,
uang dan pikiran demi selebriti idola, remaja sering kali meniru gaya, perilaku dan
pandangan selebriti idola mereka. Hal ini berkaitan dengan masa remaja yang
merupakan masa pencarian identitas diri. Santrock (2003:340) menjelaskan bahwa
ketika remaja mengeksplorasi dan mencari identitas budayanya, remaja seringkali
15
Berkaitan dengan penjelasan tersebut di atas, peneliti melakukan wawancara
dengan seorang pelajar sebuah SMA di Kota Yogyakarta yang merupakan
penggemar boyband One Direction, sebut saja RR. Wawancara ini dilakukan guna mengetahui fakta di lapangan mengenai bagaimana identitas diri penggemar
selebriti tertentu. Wawancara ini dilakukan pada 24 Juli 2015, berdasarkan
wawancara diketahui bahwa dia menyukai One Direction sejak Oktober 2012.
Awalnya, dia sekadar mengetahui nama boyband ini sebagai sebuah boyband
yang salah satu lagunya diparodikan oleh simpatisan calon gubernur Jakarta, saat
itu. Kemudian, seorang teman menyuruhnya untuk melihat dan mendengarkan
beberapa video One Direction, karena menurutnya lagunya enak didengar dia
mulai mencari lebih banyak informasi tentang Boyband tersebut. Intensitas pencarian informasi tentang lagu, video dan fakta-fakta kehidupan pribadi
personil boyband membuatnya semakin menyukai boyband ini.
RR menyatakan bahwa One Direction telah memberinya banyak inspirasi dan
mengubah kebiasaan serta pandangannya. RR dulu tidak suka mendengarkan
lagu-lagu barat (berbahasa Inggris) namun sekarang dia lebih menyukai lagu-lagu
barat daripada lagu dalam negeri. Lebih dari itu, dia menyatakan pula bahwa
sekarang dia berkeinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri dengan harapan
dapat bertemu dengan One Direction yang bermukim di Inggris. Di sisi lain,
kegemarannya dengan One Direction menjadikannya sering kali berpikir untuk
memiliki pacar yang berkepribadian seperti personil One Direction karena
16
Di sisi lain pada observasi yang dilakukan pada 23 Juli 2014 diketahui bahwa
beberapa penggemar menilai dirinya sebagai penggemar Yuki Kato hal ini
terbukti dengan ketika peneliti menyapa dan menanyakan alasan mereka pergi ke
Candi Plaosan beberapa menjawab untuk bertemu dengan Yuki Kato karena saya
Yukers/Yukavers (sebutan penggemar Yuki Kato). Sementara beberapa remaja
lain mengaku menonton karena penasaran saja ingin tahu bagaimana proses
pembuatan sinetron berlangsung. Hasil wawancara dan observasi menunjukkan
bahwa pada penggemar, selebriti merupakan panutan yang mampu memberikan
inspirasi maupun pengaruh. Remaja menjadikan kesukaannya terhadap selebriti
tertentu menjadi bagian dari identitas dirinya. Selain itu, selebriti mampu
memberikan pandangan terhadap penggemar mengenai sosok ideal seperti apa
yang dapat dijadikan sebagai pacar.
Dalam proses perkembangan identitas diri remaja, sering dijumpai bahwa
remaja mempunyai seorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak,
bintang olahraga, bintang film, penyanyi atau siapapun yang dikagumi.
Orang-orang tersebut menjadi tokoh ideal (idola) karena mempunyai nilai-nilai ideal bagi
remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas
diri.
Kota Yogyakarta sebagai sebuah kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kebudayaan, nampak mulai mendapatkan pengaruh yang signifikan dari
perkembangan zaman terutama dari bidang teknologi dan komunikasi.
17
mampu memberikan pengaruh positif maupun negatif terhadap penggemar dari
selebriti, terutama pada remaja yang berada dalam tahap pencarian jati diri. Proses
imitasi dan identifikasi pada remaja terhadap perilaku dan sikap selebriti telah
memberikan inspirasi bagi peneliti untuk melakukan kajian lebih mendalam
tentang celebrity worship dan pengaruhnya terhadap identitas diri pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi
permasalahan sebagai berikut :
1. Remaja abad 21 ini dihadapkan pada perkembangan zaman yang
memberikan pengaruh pada perkembangannya baik positif maupun negatif
2. Dampak negatif paham neoliberal menjadikan manusia berpandangan
bahwa eksistensi seseorang diwujudkan dalam bentuk kebebasan dan
kemewahan.
3. Selebriti dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai orang yang berhasil
menunjukkan eksistensinya.
4. Selebriti memberikan pengaruh negatif terhadap penggemarnya.
5. Kecintaan penggemar terhadap selebriti idola menjadikan penggemar
18
6. Penggemar rela menghabiskan uang demi membeli berbagai barang yang
berhubungan dengan selebriti idola.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi
permasalahan penelitian ini pada hubungan antara celebrity worship dengan identitas diri pada remaja di kota Yogyakarta.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang dipaparkan diatas, maka peneliti ingin
mengetahui bagaimana pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri pada remaja di kota Yogyakarta?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh celebrity worship terhadap identitas diri pada remaja di kota Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini secara teoritis dapat menambah khasanah
19
identitas diri pada dunia pendidikan pada umumnya dan bimbingan dan
konseling pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai celebrity worship dan pengaruhnya terhadap identitas diri dan perilaku remaja untuk kemudian dapat dijadikan sebagai acuan bagi orang
tua, guru dan pembimbing atau konselor sekolah dalam mendidik siswa.
G. Batasan Istilah
1. Celebrity Worship merupakan perilaku obsesif adiktif penggemar terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan artis atau selebriti idola
mereka yang menyebabkan sebuah hubungan satu arah dari penggemar
terhadap idola.
2. Identitas Diri merupakan perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan
20
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Celebrity Worship
1. Definisi Celebrity Worship
Selebriti menurut Boorstin (dalam Turner, 2013:4) is a person who is well known for their well-knowness. Selebriti berdasarkan definisi ini, dipahami sebagai orang-orang yang terkenal karena kemampuan mereka. Kemampuan
dapat bermacam-macam, dari berbagai bidang baik bidang olahraga, politik,
seni, ekonomi dan bidang-bidang lainnya.
Sementara Schlecht (2003:3) menyebutkan bahwa celebrity are people who enjoy public recognition by a large share of a certain group of people. Menurut definisi kedua ini, celebrity dapat diartikan sebagai orang-orang yang
mendapatkan perhatian dari masyarakat luas.
Berdasarkan definisi kedua diatas, dapat dipahami bahwa selebriti adalah
orang yang populer atau dikenal oleh masyarakat luas, melalui
kemampuan-kemampuan mereka. Meskipun begitu, dewasa ini selebriti lebih dikenal
sebagai mereka yang sering muncul di media, utamanya televisi sebagai
pemain film, drama, sinetron, presenter atau penyanyi.
Selebriti yang sering kali muncul di berbagai media cenderung akan
semakin dikenal penonton dan mampu mempengaruhi penonton tersebut.
Seperti yang diungkapkan King dalam Dyer (1998:8) bahwa bintang/selebriti
21
termasuk memberikan kontrol tentang bagaimana seseorang harus berperilaku.
Intensitas penggemar dalam menyaksikan selebriti favoritnya di media
cenderung meningkatkan timbulnya hubungan parasosial (pada diri penggemar
tersebut.
Hubungan parasosial menurut Horton & Wohl (dalam Ballatine & Martin,
2005: 197) defined as the apparent fa ce to face interaction that can occur between media characters and their audience. Pengertian ini menjelaskan bahwa hubungan parasosial merupakan hubungan yang nampak seperti
hubungan langsung yang dapat terjadi antara karakter di media dengan
penontonnya.
Sedangkan Lawry (2013: 55) menyebutkan bahwa parasosial interaction is defined as a history of interactions between a consumer and celebrity that manifests into a seemingly imagined or illusory relationship, because no
“true” face-to-face relationship exists and the interaction is primarily
constructed within a fantasy cultivated through the mass media.
Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan
parasosial merupakan hubungan satu arah antara penonton dengan selebriti dan
atau karakter fiksi. Pada hubungan ini penonton memiliki ikatan kuat terhadap
selebriti atau karakter fiksi favoritnya sehingga penonton merasa seolah-olah
penonton sangat dekat dengan selebriti atau karakter fiksi tersebut. Hubungan
22
atau mengagumi selebriti idolanya. Hubungan ini, oleh Maltby et all
(2011:483) disebut sebagai celebrity worship.
Celebrity Worship oleh Chapman (dalam Evita Puspita Sari, 2013:4) didefinisikan sebagai sebuah sindrom perilaku obsesif adiktif terhadap artis dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan artis tersebut. Celebrity worship
biasanya melibatkan satu atau lebih selebriti yang sangat disukai oleh individu
sehingga individu seakan-akan tidak bisa terlepas dari hal-hal yang
berhubungan dengan selebriti tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa celebrity worship merupakan perilaku obsesif adiktif penggemar terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan artis atau selebriti idola mereka yang menyebabkan
sebuah hubungan satu arah dari penggemar terhadap idola (hubungan
parasosial).
2. Tingkatan/Dimensi Celebrity Worship
a. Entertainment Social (Hiburan-Sosial)
Entertainment Social (Hiburan sosial) ini berisi motivasi-motivasi yang mendasari pencarian aktif fans terhadap selebriti (Dita Darfiyanti & MG.
Bagus Ani Putra, 2012:55). Tingkatan ini merupakan tingkatan paling
rendah dalam celebrity worship. Pada tingkatan ini biasanya penggemar menggunakan internet atau media sosial sebagai alat untuk mencari
informasi mengenai selebriti favoritnya. Ada pula yang sering dan selalu
23
biasanya membentuk fandom (kumpulan penggemar) di media sosial untuk
saling bertukar informasi dan membicarakan selebriti favorit dengan sesama
penggemar. Hal ini dikemukakan oleh Baym (2012: 286) yang menyatakan
It has now been at least thirty years since music fans took to the internet, creating fan communities and building relationships. When audiences began using the internet to share and build their fandoms, those they were discussing were rarely online. Faktanya, hal seperti ini tidak hanya terjadi pada penggemar musisi tetapi juga pada penggemar bintang film, komedian,
presenter dan profesi dunia hiburan lainnya.
Liu (2013:16) menjelaskan bahwa the entertainment-social type, people worship their favourite celebrities solely for entertainment purposes and
they have a normal level of interest in their favourite celebrities‟ lives. The
behaviours of worshippers of this type include reading news about the celebrities and gossiping about the celebrities. Secara singkat dapat diketahui bahwa Liu berpendapat bahwa pada tingkatan entertainment social (hiburan sosial), penggemar memiliki ketertarikan dalam taraf normal yang ditunjukkan dengan suka membaca berita terbaru tentang selebriti dan
membicarakannya dengan orang lain.
Di sisi lain, Stever (dalam Maltby et all. 2004:1476) yang menjelaskan
24
tertarik atau mengidolakan selebriti karena kemampuan selebriti dalam
memberikan hiburan sehingga menarik perhatian
Jadi dalam hiburan sosial, penggemar tertarik untuk terus-menerus mendapatkan informasi dan membicarakan selebriti idola mereka sebagai
wujud ketertarikan mereka atas kemampuan yang dimiliki oleh selebriti
tersebut. Lebih dari itu, menurut Maltby, McCuthen & Ashe (dalam Reeves,
2012: 675) memaparkan bahwa “..the entertainment-social subscale of the CAS was most strongly related to social dysfunction and depression...”.
Pemaparan ini menjelaskan bahwa pada celebrity worship scale (skala
celebrity worship) menunjukkan bahwa entertainment social (hiburan sosial) memiliki hubungan yang kuat terhadap ketidakmampuan sosial dan
depresi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
hiburan sosial merupakan tingkat terendah dalam celebrity worship. Pada tingkat ini penggemar tertarik untuk mendapatkan informasi terbaru
selebriti, termasuk kehidupan pribadinya. Penggemar senang membicarakan
selebriti idola mereka sebagai wujud ketertarikan mereka terhadap
kemampuan yang dimiliki oleh selebriti tersebut.
b. Intense-P ersonal Feeling (Perasaan Pribadi yang Intens)
25
serta dia selalu memikirkan selebriti tersebut meskipun dia tidak ingin
memikirkannya.
North et al (2007 : 4) menyebutkan bahwa Intense personal celebrity worship involves the participant feeling that he / she has a strong personal
„connection‟ with the celebrity. It is manifested by for example a feeling that
the celebrity is a faultless soulmate, a bout whom the individual has frequent thoughts. Berdasarkan penjelasan North ini, dapat diketahui bahwa pada „intense personal‟ celebrity worship, penggemar memiliki perasaan bahwa
dirinya mempunyai ikatan yang kuat dengan selebriti favoritnya. Hal ini
memunculkan adanya pikiran terus-menerus terhadap selebriti favoritnya
tersebut.
Aspek ini merefleksikan perasaan intensif dan kompulsif terhadap
selebriti, hampir sama dengan tendensi obsesif pada fans. Hal ini
menyebabkan penggemar kemudian menjadi memiliki kebutuhan untuk
mengetahui apapun tentang selebriti tersebut, mulai dari berita terbaru
hingga informasi mengenai pribadi selebriti.
Seiring dengan meningkatnya intensitas keterlibatan dengan selebriti,
penggemar mulai melihat selebriti orang yang dianggap dekat dan
mengembangkan hubungan parasosial dengan selebriti tersebut (Dita
Darfiyanti & M.G. Bagus Ani Putra,2012:55). Pada orang-orang dengan
daya imajinasi tinggi, menurut Shrum (2010:378) akan lebih cenderung
memperluas kehidupan para tokoh favorit di televisi hingga mencakup
26
terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebriti idolanya sehingga
dia terus menerus memikirkan selebriti idolanya meskipun dia tidak
menginginkannya. Pemikiran itu sendiri datang begitu saja tanpa diketahui
oleh individu atau fans tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa
Perasaan pribadi yang intens merupakan tingkat kedua dalam celebriti worship. Pada tingkat ini penggemar memiliki obsesi terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebirti idolanya. Penggemar tergolong impulsif
dan kompulsif terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebriti
idolanya.
c. Borderline Patological Tendency (Patologis)
Tingkatan ini merupakan tingkatan paling ekstrim dari hubungan
parasosial dengan selebriti atau celebrity worship. Maltby et all (2004:412) mencontohkan bentuk hubungan ini menggunakan pernyataan sebagai
berikut :
“Jika seseorang memberiku ratusan dollar atau pounds untuk kebahagiaanku, maka aku akan menghabiskannya untuk keperluan pribadi seperti sapu tangan atau piring yang pernah digunakan oleh selebriti idolaku” dan “Jika aku beruntung untuk bertemu dengan selebriti favoritku, dan dia memintaku untuk melakukan hal-hal ilegal sekalipun, aku akan dengan senang hati mungkin aku akan melakukannya”.
Contoh di atas menjelaskan bahwa pada tingkatan ini fans akan
bersedia untuk melakukan demi selebriti favoritnya meskipun tindakan
tersebut ilegal atau melanggar hukum. Nampak sekali bahwa fans dengan
27
terkontrol dan cenderung irasional. Pemikiran tidak terkontrol ini kembali
ditegaskan lagi oleh Malbty et al (2006: 281) yang memaparkan bahwa
patologismerupakan tipe celebrity worship yang menunjukkan perilaku dan fantasi tidak terkontrol yang melibatkan selebriti favoritnya.
Sheridan et al (2006:527) menjelaskan bahwa the borderline pathological facet of celebrity worship is typified by uncontrollable behavior and fantasies regarding scenarios involving a favourite celebrity.
Disini, Sheridan menjelaskan bahwa pada tipe „borderline pathological‟ celebrity worship, penggemar memiliki perilaku dan fantasi tidak terkontrol yang melibatkan selebriti favoritnya.
Lebih Lanjut, Liu (2013:16) memaparkan bahwa:
the most radical type of celebrity worship is borderline-pathological behaviours and traits displayed by those who believe in the benevolent omnipotence of the celebrities. They also have an
obsession with the details of celebrities‟ lives, over- identify with the celebrities, and believe that they can communicate with their favourite celebrities through a shared secret code
dari penjelasan Liu ini, dapat diketauhi bahwa salah satu fantasi yang
dimiliki oleh penggemar dengan celebrity worship: patologisadalah berupa keyakinan bahwa dia (penggemar) dapat berkomunikasi dengan selebriti
favorit melalui cara rahasia.
Berdasarkan pemaparan di atas, disimpulkan bahwa patologis
merupakan tingkat tertinggi dan paling ekstrim dalam celebrity worship.
Pada tingkatan ini penggemar cenderung memiliki fantasi irasional dan
tidak terkontrol tentang selebriti idolanya. Selain itu penggemar juga rela
28
3. Pengaruh Celebrity Worship pada Penggemar
Maltby et al (2006:274) menjelaskan bahwa the adoration of celebrity, as idols or role models is a normal part of identity development in childhood and adolecens. Kekaguman atau mengagumi idola merupakan hal yang normal dan merupakan bagian dari perkembangan identitas diri seseorang.
Sosok idola dijadikan oleh remaja dan anak-anak sebagai model untuk
kemudian diidentifikasi karena dinilai sebagai sosok yang memiliki
kemampuan. Akan tetapi hubungan parasosial ini dapat menjadi tidak normal
jika penggemar menjadi terobsesi secara virtual terhadap selebriti idolanya.
menjadikan penggemar merasa sangat mengenal idolanya dan memiliki
kedekatan khusus meskipun sebenarnya sang idola sama sekali tidak mengenal
penggemar tersebut. Kedekatan seperti ini mengakibatkan adanya pengaruh
secara emosional dari hal-hal yang terjadi pada diri selebriti tersebut. Greene
dan Adams Price dalam Maltby (2003:25) menyebutkan bahwa hubungan
parasosial ini merupakan fenomena abnormal tidak biasa pada seseorang
dengan asumsi identitas yang tidak rusak menjadi terobsesi secara virtual
terhadap satu atau lebih selebriti baik secara biasa hingga maniak, yang
merupakan salah satu tipe gangguan delusional.
Celebrity worship banyak dipengaruhi oleh tingginya frekuensi mengenai idola atau selebriti di media masa sehingga mengakibatkan penggemar
membawa hubungan tersebut dalam kehidupan nyata. Shrum (2010:375-376)
29
hubungan lebih dalam dan intim dengan suatu acara, para tokoh dalam acara
tersebut (acara televisi) dan para pemirsa lain. Hubungan lebih dalam dan intim
ini dapat memunculkan perasaan memiliki yang sering kali muncul dalam
celebrity worship. Perasaan memiliki artis atau selebriti idola ini menurut Pierce dalam Evita Puspita Sari (2013;4) membuat penggemar menjadikan
selebriti idola sebagai objek yang dia miliki,sehingga dia akan terus-menerus
memikirkan dan mempertahankan miliknya tersebut.
Celebrity Worship sebagai sebuah fenomena semakin berkembang, kasusnya sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
memiliki dampak nyata pada individu. Celebrity Worship sering kali menyebabkan individu lupa waktu, mereka menggunakan sebagian besar
waktunya untuk duduk di depan komputer untuk mengetahui informasi terbaru
mengenai selebriti idolanya.
Sebagian besar penggemar memanfaat media sosial seperti twitter dan
instagram untuk berkomunikasi atau mendapatkan informasi terbaru tentang
selebriti favoritnya.Melalui akun pribadi milik selebriti favorit ini, penggemar
berharap untuk mendapatkan informasi secara langsung dari selebriti favorit.
Lebih dari itu, tidak sedikit juga penggemar meminta untuk diikuti kembali
akunnya oleh selebriti favorit. Marwick & Boyd (2011: 147-148) memaparkan
bahwa if we accept that Twitter creates a sense of ongoing connection with
one‟s real life acquaintances and friends, following a famous person‟s tweet
30
terus menerus mengikuti perkembangan selebriti melalui twitter dapat
memberikan perasaan lebih mengenal selebriti tersebut.
Selebriti dapat memberikan banyak pengaruh pada fans baik positif
maupun negatif. Banyak sekali perilaku selebriti yang ditiru oleh fansnya.
Tidak menjadi masalah jika yang ditiru adalah perilaku-perilaku positif namun
tidak jika perilaku negatif yang diikuti oleh fans yang pada umumnya adalah
remaja.
Pengaruh positif idola sebagaimana yang disampaikan oleh Anggiedania
(2008:8) idola merupakan inspirasi bagi fans dalam hal meraih mimpi dan
mengembangkan kreativitas, menjadikan individu untuk meniru kedisiplinan
selebriti idola mereka dalam melakukan pekerjaan serta membuat fans untuk
meniru gaya hidup positif para selebriti.
Di sisi lain, pengaruh negatif selebriti jika ditinjau dari sisi celebrity worship, ada beberapa pengaruh negatif yang diketahui berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya. CQ Researcher (2010:3) menyebutkan bahwa Celebrity culture is having other negative impacts on society. According to British researcher Satoshi Kanazawa, of The London School of Economics and
Science, children‟s mental health suffers the more they believe that hap- piness
comes from money, fame and beauty. Berdasarkan kutipan ini, diketahui bahwa selebriti telah memberikan pengaruh buruk pada masyarakat di antaranya
adalah memunculkan adanya pandangan kebahagian berasal dari uang,
31
Selain yang telah disebutkan di atas, berikut ini merupakan beberapa
pengaruh negatif celebrity worship dari beberapa peneliti lain :
a. Celebrity worship syndrome memiliki hubungan dengan ketergantungan (addiction) dan kriminalitas. Sheridan et al (2007:559) mengungkapkan bahwa terdapat korelasi postif antara komponen
celebrity woship dengan kriminalitas.
b. Celebrity worship menjadikan penggemar kurang pecaraya diri terhadap dirinya sendiri, terutama terhadap penampilannya. Hal ini
didukung oleh Maltby & Day (2011: 11) dalam penelitiannya
mengungkap bahwa celebrity worship pada tingkat intense personal feeling memiliki hubungan atau mempengaruhi remaja dalam melakukan operasi plastik.
c. Celebrity Worship membuat fans ingin menjadi seperti idola mereka. Sebagai contoh, seseorang yang mengidolakan Andy Lau rela
menghabiskan uang sejumlah 20.000 dollar untuk melakukan operasi
plastik dan mengubah wajahnya menjadi mirip dengan wajah Andy Lau
(Wei & Jiun.2010:2)
Habisnya waktu dan materi. Tidak lagi menjadi rahasia jika para fans rela
menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer supaya tidak tertinggal
berita mengenai selebriti idolanya, berbagi info mengenai selebriti idola
dengan sesama fans dan mau meluangkan waktu untuk menemui selebriti
idolanya di rumah atau hotel tempat selebriti tersebut menginap. Selain waktu
32
membeli barang-barang yang berhubungan dengan selebriti idola. Bahkan rela
menguras tabungan untuk membeli tiket konser yang tentu tidak murah
harganya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Reeves (2012) menunjukkan
bahwa celeberity worship memiliki korelasi yang positif terhadap perilaku
compulsive buying.
4. Celebrity Worship pada Remaja
Kekaguman remaja kepada selebriti merupakan sebuah hal yang normal,
hal ini diungkapkan oleh Maltby (2006: 273) sebagai salah satu bagian dari
pembentukan identitas diri pada remaja. Selebriti sebagai salah satu figur di
masyarakat, disebutkan oleh Syamsu Yusuf (2006: 202) merupakan salah satu
dari tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas diri. Ketiga faktor
tersebut adalah iklim keluarga, tokoh idola dan peluang pengembangan diri.
Selebriti sendiri termasuk dalam kategori tokoh idola.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada masa remaja,
individu dihadapkan pada sosok idola terutama selebriti. Terlebih, di zaman
dengan kemajuan teknologi seperti sekarang yang memudahkan remaja untuk
mendapatkan informasi tentang selebriti melalui media baik eletronik maupun
cetak. Informasi yang terus menerus, bukan tidak mungkin menjadikan remaja
tertarik dan kagum pada selebriti tertentu.
Kekaguman pada selebriti yang semula merupakan hal yang normal
sebagai salah satu tahap pembentukan identitas diri menjadi sebuah fenomena
33
menjelaskan bahwa The dynamics of the motivational forces driving this absorption might, in turn, take on addictive component, leading to more
extreme (and the perhaps delusional) behaviors to sustain the individual‟s
satisfaction with the parasocial relationship. Pada pernyataan ini, dapat diketahui bahwa kekaguman terhadap selebriti dapat berubah menjadi
ketergantungan terhadap selebriti favoritnya hingga membentuk adanya
hubungan parasosial dengan selebriti favoritnya.
Ketergantungan pada selebriti hingga menimbulkan adanya hubungan
parasosial inilah yang disebut dengan celebrity worship. Celebrity worship
menurut Raviv & McCutheon (dalam Dita Darfiyanti & M.G. Bagus Ani Putra,
2012 : 54) umumnya terjadi pada remaja dan akan menurun seiring
bertambahnya usia. Celebrity worship umum terjadi pada remaja karena pada masa ini remaja sedang mencari jati diri dan dalam pencariannya, remaja
membutuhkan figur sebagai contoh dalam berperilaku. Figur ini disebutkan
oleh Syamsu Yusuf (2006 : 202) adalah orang-orang yang dipersepsi oleh
remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. Pada umumnya,
tokoh yang menjadi idola atau pujaan adalah remaja berasal dari kalangan
selebritis seperti para penyanyi, bintang film dan olahragawan. Berdasarkan
34
B. Kajian Identitas Diri
1. Definisi Identitas Diri
Istilah identitas diri banyak dipahami melalui pemikiran dan analisis Erik
Erikson. Menurut Santrock (2003:340) Erikson merupakan orang pertama yang
memahami arti penting pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
identitas diri, seperti : Siapakah saya? Apakah yang ada pada diri saya? Apa
yang akan saya lakukan dengan hidup saya? Apakah yang berbeda dengan diri
saya? Dan bagaimanakah caranya saya melakukan sesuatu sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang sering kali
muncul di benak remaja yang sedang berada pada masa pencarian identitas diri.
Erikson (dalam Hasanah Uswatun,2013: 181) mendeskripsikan identitas diri
sebagai kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada
dirinya dengan tepat di dalam konteks kehidupan yang akan datang menjadi
sebuah kesatuan gambaran diri yang utuh dan berkesinambungan untuk
menemukan jati dirinya.
Sedangkan Allport (dalam Baihadi, 2008:93) berpendapat bahwa segi yang
sangat penting dalam identitas diri adalah nama orang. Nama itu menjadi
lambang dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan
membedakannya dari semua diri yang lain di dunia. Karena itu, untuk identitas
nama, kebanyakan orang tua akan memberikan nama yang baik dan indah bagi
35
Selain itu Sri Rumini & Sri Sundari (2004 : 75) identitas merupakan
persatuan yang terbentuk dari asas-asas, cara hidup, pandangan yang
menentukan cara hidup selanjutnya di dalam masyarakat.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat diketahui identitas diri
merupakan pemahaman seseorang mengenai gambaran dirinya sekarang
sebagai pribadi yang unik dan pandangannya mengenai masa depannya. Orang
yang memiliki dan memahami identitas dirinya akan mengetahui kelebihan dan
kekurangan yang ada pada dirinya. Pemahaman terhadap kemampuan diri
sendiri ini membuatnya memiliki gambaran terhadap masa depan, memiliki
tujuan hidup yang jelas dan terarah.
2. Perkembangan Identitas Diri
Perkembangan identitas diri merupakan sebuah proses yang kompleks,
sehingga akan lebih mudah dipahami sebagai sebuah rangkaian interaksi proses
perkembangan daripada dipandang sebagai kejadian tunggal (Steinberg dalam
Mulyono, 2007: 21). Identitas diri terbentuk sebagai hasil dari sebuah proses
panjang akan tetapi identitas diri mencapai tahap terpentingnya pada masa
remaja. Berdasarkan teori psikososial Erikson (dalam Santrock, 2013:50)
perubahan dalam perkembangan berlangsung sepanjang masa hidup, kemudian
pada masa remaja-lah seseorang mengalami proses pembentukan identitas diri.
Papalia, Old & Feldman (2008:587) mengemukakan bahwa remaja tidak
membentuk identitas mereka dengan meniru orang lain, sebagaimana yang
36
menyintesiskan identifikasi lebih awal ke dalam “struktur psikologis baru yang
lebih besar”. Oleh karenanya, maka dapat dipahami bahwa dalam membentuk
identitasnya, remaja harus mampu mengorganisasi kemampuan, kebutuhan,
ketertarikan dan hasrat mereka sehingga dapat diekspresikan dalam konteks
sosial. Kompleksnya, pembentukan identitas diri pada remaja inilah yang
kemudian menimbulkan adanya kebingungan identitas pada diri remaja.
Perkembangan identitas diri terdapat pada tahap kelima perkembangan
psikososial menurut Erik Erikson. Tahap kelima ini dikenal sebagai tahap
Identitas versus Kebingungan Identitas yang berlangsung pada masa remaja (Santrock, 2013:51). Pada tahap ini, remaja dihadapkan pada tantangan untuk
menemukan siapakah diri mereka, bagaimana mereka kelak, dan arah mana
yang akan mereka tempuh untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.
Tantangan untuk menemukan identitas diri ini dilakukan oleh remaja
melalui uji coba atau mencoba-coba banyak peran berbeda yang menurut
mereka sesuai dengan diri mereka. Menurut Erikson dalam Crain (2007:442)
dalam proses pembentukan identitas diri tanpa disadari kita sudah
mengidentifikasi diri dengan mereka yang tampak kepada kita, menjadikan diri
kita seperti mereka. Remaja sering kali mengidentifikasi diri dengan komunitas
atau geng tertentu berdasarkan lingkungan sosial tempat remaja tersebut
37
Selain pergaulan seperti yang telah dijelaskan di atas, perkembangan
identitas diri juga dipengaruhi berbagai faktor lain, seperti yang disebutkan
oleh Syamsu Yusuf (2006:202) yaitu :
a. Iklim Keluarga : iklim keluarga dinilai sangat mempengaruhi
perkembangan identitas diri. Iklim keluarga ini berkaitan dengan interaksi
antar anggota keluarga, termasuk sikap dan perlakuan orang tua. Santrock
(2007:58) memaparkan bahwa dalam studi-studi yang mengkorelasikan
perkembangan identitas dengan gaya pengasuhan orang tua menunjukkan
bahwa setiap gaya pengasuhan memberikan pengaruh berbeda terhadap
perkembangan identitas diri remaja.
Remaja dengan gaya pengasuhan demokratis dijelaskan oleh Santrock (2007: 58) bahwa gaya pengasuhan demokratis yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, akann menghambat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan mengizinkan mereka engambil keputusan-keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas.
b. Tokoh Idola : Tokoh idola merupakan figur yang sering
dipersepsi oleh remaja sebagai sosok yang memiliki posisi di masyarakat.
Pada umumnya, tokoh yang menjadi idola remaja berasal dari kalangan
selebriti.
c. Peluang Pengembangan diri : Merupakan kesempatan untuk melihat
38
Pengalaman-pengalaman yang berbeda dalam berbagai hal ini akan sangat
penting dalam perkembangan identitasnya.
3. Status Identitas Diri
James Marcia, mengembangkan teori identitas diri Erikson, melalui teori
ini Marcia (dalam Luyckx et all, 2013:702) menyebutkan bahwa proses
pembentukan identitas diri atau identity formation terjadi melalui dua jenis proses yakni eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi merupakan usaha mencari
informasi dan pemahaman yang mendalam. Sedangkan komitmen adalah
bagai sesuatu sikap yang cenderung menetap dan memberikan kesetiaan
terhadap alternatif yang telah dipilih dan diyakini sebagai paling baik dan
berguna bagi masa depannya. Hasil dari eksplorasi dan komitmen inilah yang
menurut Marcia (dalam Purwadi, 2004:49) merupakan dasar pembentukan
status identitas.
Status identitas menurut James Marcia (dalam Santrock, 2003:344)
merupakan cara yang ditempuh dalam menyelesaikan krisis identitas. Krisis
identitas didefinisikan sebagai sua