• Tidak ada hasil yang ditemukan

WORKING PAPER PERANAN CELEBRITY WORSHIP TERHADAP BODY IMAGE PADA REMAJA AKHIR DI DKI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WORKING PAPER PERANAN CELEBRITY WORSHIP TERHADAP BODY IMAGE PADA REMAJA AKHIR DI DKI JAKARTA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

WORKING PAPER

PERANAN CELEBRITY WORSHIP

TERHADAP BODY IMAGE PADA REMAJA

AKHIR DI DKI JAKARTA

Stacia Andani dan Moondore Madalina Ali Universitas Bina Nusantara, staciaandani@gmail.com

ABSTRACT

Adolescence is a period of transition from childhood into adulthood (Santrock, 2013).

One of the characteristics of adolescence is worshipping the idols (Lin&Lin, 2007). The

aim of this research was to examine the role of celebrity worship and body image

among late adolescence in DKI Jakarta. This research used quantitaive methods,

predictive corelation. 247 respondens which is adolescences between age 18 years old

to 20 years old participated in this study, live in DKI Jakarta. The data was analysed

with simple linear regression. The results were found that predictor variables,

entertainment social and intense personal did not predictide the criterion variable, body

image among late adolescence in DKI Jakarta. The borderline pathological aspects

predicted (R

2

= 7.1%) to body image among late adolescence in DKI Jakarta. As the

adolescence obsess with the idols, it will may lead to form their body image similar like

their idols.SA.

Keywords:

celebrity worship, body image, late adolescence

ABSTRAK

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Santrock, 2013). Salah satu karakteristik remaja adalah pemujaan terhadap idola (Lin & Lin, 2007). Tujuan dari penelitian ini ialah, untuk melihat peran celebrity worship terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan kuantitatif dan menggunakan predictive corelation. 247 remaja dengan rentang usia 18 hingga 20 tahun berpatisipasi dalam

(2)

penelitian ini yang berdomisili di DKI Jakarta. Analisis penelitian menggunakan regresi liniear sederhana. Hasil dari penelitian ini tidak ditemukan pada variabel prediktor, yaitu entertainment social dan intense personal terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Pada aspek borderline pathological berperan (R2=7.1%) terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Adanya obsesi terhadap idola, dapat menyebabkan pembentukan citra tubuh remaja sama seperti idola remaja tersebut.SA.

Kata kunci: Celebrity worship, body image, remaja akhir

PENDAHULUAN

Remaja merupakan transisi dari masa kanak- kanak (childhood) dan dewasa (adulthood) yang melibatkan pertumbuhan fisik, kognitif, dan perubahan psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Remaja dari segi usia terbagi menjadi tiga, yaitu masa remaja awal (10-12 tahun), masa pertengahan remaja ( umur 14-17 tahun), dan masa remaja akhir (umur 18-pertengahan 20) (Hurlock dalam Kalhotra & Sharma, 2013). Pada masa remaja, tahap perkembangan sesuai dengan teori Erikson, remaja berada pada tahap identity vs identity confusion. Pada tahap inilah remaja menentukan siapa diri mereka sebenarnya, bagaimana mereka ingin melanjutkan hidup kedepan, dan sebagainya ( Santrock, 2013). Menurut Parrott (2003), dalam tahap pencarian identitas, terkadang remaja sering mengidentifikasi idola dalam membangun identitas. Salah satu fenomena karakteristik dari remaja adalah pemujaan terhadap seorang idola ( Lin & Lin, 2007). Dua orang remaja berinisial W dan A merupakan gadis asal Lampung yang rela datang ke Jakarta untuk menyaksikan konser Super Junior yang diadakan di Jakarta pada tanggal 28 April 2014. Demi menyaksikan artis boyband asal Korea Selatan ini, mereka rela untuk tidur dimana saja agar dapat menyaksikan boyband kesayangan mereka (Sulistyawan,2012). Tidak hanya W dan A, F, E, dan A yang juga penggemar Super Junior rela datang ke lokasi konser walaupun tidak mampu membeli tiket hanya demi untuk bertemu dengan boyband kesayangannya itu (Wardhani, 2012). Yang dialami dari kejadian W, A, F, E, dan A dapat dikatakan sebagai celebrity worship, yaitu suatu pemujaan terhadap orang yang terkenal secara luas dan menarik perhatian publik dan media (Yue & Cheung dalam Liu, 2013) .

Untuk lebih memahami definisi mengenai celebrity worship, McCutcheon, Lange, dan Houran (2002) menjelaskan sebuah teori yang bernama absorption addiction. Definisi dari teori absorption

addiction adalah seorang individu meyakini bahwa individu memiliki hubungan khusus dengan selebriti

idola, sehingga membuat individu tersebut termotivasi untuk lebih memperhatikan selebriti idola. Pada awal mulanya, individu mencari informasi mengenai selebriti idola favorit dengan cara mencari penggemar selebriti idola yang sama, mencari informasi dari fans club idola atau internet. Apabila individu memiliki kapasitas absorption yang tinggi, tidak menutup kemungkinan individu akan

mengembangkan perasaan yang lebih intim kepada selebriti idola. Sedangkan addiction, secara sederhana dapat dijelaskan seperti individu memberikan toleransi kepada diri sendiri demi memuaskan keinginan individu ditahap absorption.

Terdapat tiga buah aspek dari celebrity worship menurut Maltby, Day, McCutcehon, Gillett, Houran, dan Ashe (2004, 2006), yaitu Entertainment Social, Intense Personal, dan Borderline

Pathological. Entertainment social dapat digambarkan seperti membahas apa yang telah dilakukan

selebriti idola dengan seorang teman. Pada aspek intense personal, situasi dapat digambarkan seperti merasa bahwa selebriti idola akan menjadi belahan jiwa dari individu tersebut. Sedangkan pada aspek terakhir, yaitu borderline pathological, situasi dapat digambarkan seperti rela menghabiskan uang untuk membeli peralatan yang digunakan oleh selebriti idola. Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan dari

celebrity worship, yaitu kemungkinan yang ditimbulkan pada kesehatan mental, terutama di aspek intense personal. Celebrity worship juga memiliki hubungan yang signifikan dengan body image (Maltby, Giles,

Barber & McCutcheon,2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Maltby dkk (2005) dengan tiga sampel berbeda, yaitu 229 remaja, 183 mahasiswa, dan 289 dewasa yang berdomisili di North England,

(3)

remaja diusia 14 hingga 16 tahun. Maltby dkk (2005) menemukan remaja yang berada pada aspek intense

personal dan membanggakan perasaan kepada bentuk tubuh yang dimiliki oleh orang yang digemari,

merupakan ciri remaja yang menggembangkan body image terhadap diri sendiri yang buruk.

Body image merupakan suatu bentuk keyakinan yang dimiliki yang bersifat deskriptif dan

evaluatif mengenai penampilan (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Body image juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk persepsi, perasaan, sikap, dan perilaku terhadap bentuk tubuh seseorang (Grogan, 2008). Terdapat empat dimensi dalam body image, yaitu dari self perception of body shape, comparative

perception of body image attitude, concerning body image alteration, dan alterations in body perception

(Pietro & Silveira, 2008). Self perception of body shape merupakan persepsi diri mengenai bentuk tubuh.

Comparative perception of body image attitude adalah membandingkan persepsi mengenai tubuh antara

citra tubuh sendiri dengan tubuh milik orang lain. Concerning body image alteration adalah mengenai perubahan citra tubuh. Sedangkan dimensi terakhir, yaitu alteration in body perception adalah persepsi diri mengenai perubahan bentuk tubuh (Pietro & Silveira, 2008).

Dari teori serta hasil penelitian yang telah dijabarkan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peranan celebrity worship terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Alasan untuk melakukan penelitian mengenai peranan celebrity worship terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta adalah tidak banyak penelitian yang melihat peranan celebrity worship terhadap body image pada remaja akhir khususnya di Indonesia, serta jarangnya penelitian ini dilakukan diumur remaja akhir. Untuk itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah, apakah terdapat peranan

celebrity worship pada aspek entertainment social terhadap body image pada remaja akhir di DKI

Jakarta? Apakah terdapat peranan celebrity worship pada aspek entertainment social terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta? Apakah terdapat peranan celebrity worship pada aspek borderline

pathological terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta?. Tujuan penelitian ini adalah, untuk

melihat apakah terdapat peranan celebrity worship yang ditinjau dari tiga aspek yaitu entertainment

social, intense personal, dan borderline pathological terhadap body image pada remaja akhir di DKI

Jakarta.

METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian, metode yang digunakan adalah kuantitatif. Kuantitatif adalah penelitian yang didasarkan pada pengukuran variabel bagi perserta untuk mendapatkan nilai numerik dan hasil disampaikan dalam bentuk statistik (Gravetter & Forzano, 2012). Penelitian menggunakan

predictive corelation, yaitu memprediksi varian dari satu atau lebih variabel berdasarkan varian dari

variabel lain (Sousa, Drissnack, & Mendes, 2007). Pada penelitian ini, predictive corelation digunakan untuk memprediksi varian dari variabel predictor yaitu celebrity worship dan variabel criterion yaitu

body image.

Karakteristik sampel yang digunakan adalah berusia 18 hingga 20 tahun, berdomisili di DKI Jakarta, serta memiliki selebriti idola yang digemari. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Celebrity Attitude Scale yang diadaptasi dari Maltby, Day, McCutcheon, Houran, & Ashe (2006) untuk mengukur celebrity worship. Untuk melakukan pengukuran body image, peneliti mengadaptasi alat ukur dari Cooper dkk (dalam Pietro & Silveira, 2008). Apabila sudah menentukan alat ukur yang digunakan, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas. Dalam melakukan penggambilan data, peneliti menggunakan teknik non probability sampling dengan metode convenience sampling dan snowball

sampling. Convenience sampling adalah metode ketika peneliti mudah mendapatkan partisipan yang

sesuai dengan kriteria dan bersedia untuk mengisi kuesioner penelitian (Gravetter & Forzano, 2012). Sedangkan snowball sampling adalah metode sampling yang digunakan ketika pengambilan sampel dibantu key-informan untuk mencari sampel yang sesuai dengan karakteristik sampel yang diinginkan (Subagyo, 2006).Pengujian data dilakukan dengan regresi linear sederhana. Dalam melakukan uji regresi linear sederhana, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk menentukan apakah penelitian dapat dilakukan dengan uji regresi linear sederhana. Apabila sudah memenuhi persyaratan, peneliti dapat melakukan uji regresi linear sederhana.

(4)

Jenis Kelamin Responden

Tabel 1

Pembagian Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Wanita 184 74

Pria 63 26

Total 247 100%

Dalam penelitian yang dilakukan, sampel yang digunakan sebanyak 247 responden yang tinggal di DKI Jakarta. Jumlah untuk responden wanita sebanyak 184 (persentase sebesar 74%) dan pria sebanyak 63 orang (persentase sebesar 26 %) dengan rentang usia antara 18 hingga 20 tahun.

Pembagian Usia Responden

Tabel 2

Pembagian Usia Responden

Usia Jumlah Persentase

20 108 44

19 77 31

18 62 25

Total 247 100%

Rentang usia yang menjadi partisipan penelitian antara 18 hingga 20 tahun dari 247 partisipan yang berdomisili di DKI Jakarta. Sebanyak 108 partisipan (dengan persentase sebesar 44 % ) berusia 20 tahun. Sebanyak 77 partisipan (dengan persentase sebesar 31% ) berusia 19 tahun, dan sebanyak 62 partisipan (dengan persentase sebesar 25% ) berusia 18 tahun.

Pembagian Domisili Responden

Tabel 3

Pembagian Domisili Responden

Domisili

Jumlah Persentase

Jakarta Barat

97

39

Jakarta Selatan

52

21

Jakarta Timur

42

17

Jakarta Utara

29

12

Jakarta Pusat

27

11

Total

247

100%

Sebanyak 247 responden yang berpatisipasi dalam penelitian ini rata-rata berdomisili di DKI Jakarta. Sebanyak 97 responden (dengan persentase sebesar 39%) berdomisili di Jakarta Barat, 52 responden (dengan persentase sebesar 21%) berdomisili di Jakarta Selatan, 42 responden berdomisili di

(5)

Jakarta Timur (dengan persentase sebesar 17%), 29 responden berdomisili di Jakarta Utara (dengan persentase sebesar 12%), dan 27 responden (dengan persentase sebesar 11%) berdomisili di Jakarta Pusat.

Pembagian Aspek Celebrity Worship

Tabel 4

Pembagian Aspek Celebrity Worship

Kategori Celebrity Worship

Frekuensi Persentase

Entertainment Social

104

42

Intense Personal

57

23

Borderline Pathological

86

35

Total

247

100%

Pada pembagian kategori aspek celebrity worship, sebanyak 104 responden (42 %) berada pada aspek entertainment social. Sebanyak 86 responden (35 %) berada pada aspek borderline pathological. Sebanyak 57 responden (35 %) berada pada aspek borderline pathological.

Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan uji regresi linear sederhana, terlebih dahulu melakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah terdapat atau tidak ada normalitas residual, autokorelasi, dan heteroskedastisitas ( Priyatno, 2014). Pada penelitian ini, telah memenuhi segala syarat dari uji asumsi klasik, sehingga penelitian dapat digunakan uji regresi linear sederhana. Untuk uji asumsi normalitas residual, digunakan metode uji one sample kolmogorov-smirnov. Uji normalitas residual dapat dikatakan normal apabila nilai signifikansi > 0.05 ( Priyatno, 2014). Untuk aspek entertainment social, nilai signifikasi diperoleh sebesar 0.371, yang berarti nilai 0.371>0.05 sehingga nilai residual

berdistribusi normal. Aspek intense personal, hasil signifikansi memiliki nilai 0.733, yang berarti nilai 0.733>0.05, sehingga nilai residual berdistribusi normal. Untuk asmpek borderline pathological, hasil signifikansi diperoleh sebesar 0.824, yang berarti nilai 0.824 > 0.05, sehingga nilai residual terdistribusi normal.

Untuk uji autokorelasi dapat dikatakan baik bila tidak terjadi autokorelasi (Priyatno, 2014). Dalam melakukan uji autokorelasi data yang digunakan adalah hasil dari durbin watson. Syarat dari uji autokorelasi adalah nilai DU<DW<4-DU maka H0 diterima. Apabila berada diposisi ini, maka data tidak terjadi autokorelasi (Priyatno, 2014). Untuk aspek entertainment social dan body image, hasil

autokorelasi adalah sebesar 1,6998<2,260<2,3002, sehingga tidak terjadi autokorelasi. Untuk aspek

intense personal dan body image, hasil autokorelasi adalah sebesar 1.6075<2.192<2.3925, sehingga tidak

terjadi autokorelasi. Untuk aspek borderline pathological, hasil uji autokorelasi adalah sebesar 1.6728<2.192<2.3925, sehingga tidak terjadi autokorelasi.

Uji asumsi klasik yang terakhir adalah uji heteroskedastisitas. Dalam melakukan uji

heteroskedastisitas, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode uji glejser (Priyatno, 2014). Syarat dalam melakukan uji glejser adalah nilai signifikansi antara variabel predictor dan variabel

criterion dengan absolut residual >0.05, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Priyatno, 2014). Untuk

aspek entertainment social, nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu 0, 451 sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk aspek intense personal, nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, yaitu 0, 353 sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Sedangkan untuk aspek borderline pathological, memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, yaitu 0,276, sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas.

(6)

Regresi linear sederhana merupakan cara untuk mengetahui pengaruh atau hubungan secara linear antara satu variabel predictor dengan satu variabel criterion (Priyatno, 2014). Setelah melakukan uji asumsi klasik dan telah memenuhi kriteria segala uji asumsi klasik, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat digunakan uji regresi linear sederhana, karena data memiliki normalitas residual yang berdistribusi normal, tidak terjadi autokorelasi, serta data tidak bersifat heteroskedastisitas ( Priyatno, 2014).

Untuk melihat apakah terdapat peranan celebriti worship dari aspek entertainment social terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta, dapat dilihat dari uji t dan nilai signifikansi dengan ketentuan sebagai berikut :

• Jika –t tabel≤ t hitung≤ t tabel maka H0 diterima.

• Jika –t tabel < -t tabel atau t hitung > t tabel maka H0 ditolak. Berdasarkan signifikansi :

• Jika signifikansi >0.05, maka H0 diterima.

• Jika signifikansi <0.05, maka H0 ditolak.

Untuk aspek entertainment social dan body image, hasil uji regresi sederhana sebagai berikut : Tabel 5

Hasil Uji Regresi Sederhana Entertainment Social & Body Image

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 85.641 20.616 4.154 .000 ENTERTAINMENT_SO CIAL .392 .793 .049 .494 .622

a. Dependent Variable: BODY_IMAGE1

Nilai t tabel didapatkan sebesar 1.983, sehingga nilai t hitung < t tabel (0.494 < 1.983), maka H0 diterima. Untuk nilai signifikansi adalah 0.622. Maka hasilnya adalah H0 diterima karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 (0.622 > 0.05). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada peran celebrity worship pada aspek entertainment social terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta.

Untuk aspek intense personal dan body image, hasil uji regresi sederhana sebagai berikut :

Tabel 6

Hasil Uji Regresi Sederhana Intense Personal & Body Image

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 114.617 20.998 5.458 .000

(7)

INTENSE_PERSO

NAL

-.568 .568 -.134 -.999 .322

Nilai t tabel sebesar 2.005, sehingga nilai t hitung<nilai t tabel (0.999 < 2.005 ). Maka hasilnya adalah H0 diterima. Sedangkan dari nilai signifikansi adalah 0.322. Maka hasilnya adalah H0 diterima karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05 (0.322 > 0.05). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada peran

celebrity worship pada kategori intense personal terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta.

Untuk aspek borderline pathological dan body image, hasil uji regresi sederhana sebagai berikut:

Tabel 7

Hasil Uji Regresi Sederhana Borderline Pathological & Body Image

Nilai dari t tabel adalah sebesar 1.989, sehingga nilai t hitung > t tabel, yaitu 2.534>1.989 dan nilai signifikansi sebesar 0.013<0.05 maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa ada peran celebrity

worship pada kategori borderline pathological terhadap body image pada remaja di DKI Jakarta.

Sedangkan untuk nlai koefisien determinasi (R2) adalah sebagai berikut:

Tabel 8

Hasil Koefisien Determinasi Borderline Pathological

Model Summary

b

Mode

l

R

R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-Watson

1

.267

a

.071

.060

38.344

2.175

a. Predictors: (Constant), BODERLINE_PATHOLOGICAL

b. Dependent Variable: BODY_IMAGE3

Dari hasil output diatas, nilai koefisien determinasi (R2) memiliki nilai sebesar 0.071. Artinya, persentase peran celebrity worship dengan aspek boderline pathological terhadap body image sebesar 7.1 % sedangkan 92.9% sisanya ada peran lain yang tidak dimasukan kedalam model ini seperti adanya peran dari keluarga, teman, dan media terhadap body image.

Setelah melakukan uji regresi linear sederhana, ditemukan pada aspek borderline pathological ditemukan peranan sebesar 7.1 % terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Aspek

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 69.266 11.019 6.286 .000 BODERLINE_PATHOLO GICAL 1.708 .674 .267 2.534 .013

(8)

borderline pathological berperan terhadap body image karena adanya obsesi dengan selebriti idola,

seperti lebih mengidentifikasi selebriti idola (Maltby dkk dalam Liu, 2013). Hasil penelitian dapat didukung dengan teori absorption-addiction theory, yang menyatakan bahwa semakin tinggi aspek dari

celebrity worship, maka individu akan semakin mengidentifikasi selebriti idola dengan tujuan untuk

membangun citra atau gambaran diri sendiri (Mc Cuctheon dkk dalam Maltby & Day, 2011).Untuk

celebrity worship dengan aspek entertainment social dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat peranan entertainment social terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Pada aspek entertainment social, individu masih memiliki ketertarikan dalam tahap wajar, seperti selebriti idola hanya sebatas

hiburan semata ( Maltby dkk dalam Liu, 2013). Untuk aspek intense personal, juga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat peranan celebrity worship pada aspek intense personal terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta karena karena pada aspek intense personal, individu ada pada tahap membangun hubungan yang lebih pribadi dengan selebriti idola. Individu yang berada diaspek intense

personal lebih cenderung untuk percaya bahwa individu memiliki hubungan yang kuat dengan selebriti

idola seperti menganggap selebriti idola merupakan belahan jiwa individu (Maltby dkk dalam Liu, 2013). tidak adanya peran pada entertainment social, intense personal dan tidak begitu besar peran dari aspek boderline pathological juga dapat diperkuat dari penelitian yang dilakukan Susman dan Rogol (dalam Papalia & Feldman, 2012) mengenai permasalahan dengan body image, seperti ketidak puasan pada bentuk tubuh meningkat pada masa awal dan tengah pada remaja. Menurut Santrock (2013), pada masa remaja awal berfokus pada perubahan tubuh dan body image karena remaja awal sedang menghadapi masa pubertas, sedangkan pada remaja akhir umumnya cenderung berfokus kepada hubungan dengan lawan jenis, masalah keluarga, dan pertemanan.

SIMPULAN DAN SARAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat peranan celebrity worship dari tiga aspek yaitu entertainment social, intense personal, dan borderline pathological terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Dari hasil penelitian ini adalah tidak ada peranan celebrity worship pada aspek entertainment social terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta, tidak ada peranan celebrity worship pada aspek intense personal terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta, dan ada peranan celebrity worship pada aspek borderline pathological terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta.

Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian adalah penelitian akan lebih baik bila dilakukan masa remaja awal, seperti yang dilakukan Maltby dkk (2005). Hal ini dimungkinkan karena body image umumnya terjadi di masa remaja awal. Akan lebih baik bila dalam melakukan penelitian, antara jenis kelamin pria dan wanita dipisah dan seimbang, agar dapat melihat secara jelas apakah perbedaan hasil antara pria dan wanita. Pada penyebaran kuesioner, akan lebih baik diberikan pertanyaan pandangan mengenai selebriti idola. Dengan adanya pandangan mengenai body image dari selebriti idola akan lebih mendukung hasil dari penelitian apabila terdapat peran celebrity worship terhadap body image pada remaja. Dalam pemilihan alat ukur, sangat disarankan untuk memilih alat ukur yang tepat, terutama untuk mengukur body image. Diharapkan dengan adanya hasil penelitian, dapat berkontribusi dalam penelitian selanjutnya dalam melihat gambaran bagaimana peranan dari celebrity

worship terhadap body image pada remaja akhir di DKI Jakarta. Penambahan variabel lain seperti

keluarga, teman, dan pengaruh media dalam melakukan pengukuran.

Untuk saran praktis, dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi gambaran bahwa betapa pentingnya menyadarkan remaja untuk tidak terlalu terobsesi dengan idola terutama dalam hal body image. Mungkin, dengan adanya hasil penelitian ini. Dari hasil penelitian ini, juga dapat menjadi sosialisasi dengan seminar atau konseling yang berguna agar tidak terjadi gangguan pada remaja, seperti gangguan makan akibat terobsesi dengan idola.

Referensi

Gravetter, F. J., & Forzano, L.-A. B. (2012). Research methods for the behavioral sciences. Canada: Wadsworth.

(9)

Grogan, S. (2008). Body image: understanding body dissatisfaction in men, women, and children. East Sussex: Routledge.

Kalhotra, S. K., & Sharma, V. (2013). A comparative study on obedient/disobedient behavior in secondary +1 level students. US-China Education Review, 3, 685-692.

Liu, J. K. (2013). Idol worship, religiosity, and self-esteem among university and secondary students in Hong Kong. Discovery SS Student E-Journal, 2, 15-28.

Lin, Y., & Lin, C. (2007). Impetus for worship: an exploratory study of adolescents idol adoration behaviors. Adolescence, 42(167), 575-588.

Maltby, J. , Day, L. , McCutcheon, L. E. , Gillett, R. , Houran, J. , & Ashe, D. D. (2004). Personality and coping: a context for examining celebrity worship and mental health. British Journal of Psychology,

95,411-428

Maltby, J., Giles, D. C., Barber, L., & McCutcheon, L. E. (2005). Intense-personal celebrity worship and body image: evidence of a link among female adolescents. The British Psychological Society,

10, 17-32.

Maltby, J., Day, L., McCutcheon, L.E., Houran, J. & Ashe, D. (2006). Extreme celebrity worship, fantasy proneness and dissociation: Developing the measurement and understanding of celebrity worship within a clinical personality context. Personality and Individual Differences, 40, 273-283 McCutcheon, L. E., Lange, R., & Houran, J. (2002). Conceptualization and measurement of celebrity

worship. British Journal of Psychology, 67-87.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human development (10th ed.). New York: McGraw Hill.

Papalia, D. E. , & Feldman, R. D. (2012). Experience human development (12th ed.). New York: McGraw – Hill

Pietro, D. M. , & Silveira, D. X. (2008). Internal validity, dimensionality, and performance of the body shape questionnaire in a group of brazilian college students. Rev Bras Psiquitar, 31(1), 21-24. Parrott, D. R. (2000). Helping your struggling teenager. Michigan: Zondervan Publishing House. Priyatno, D. (2014). Spss 22: Pengolahan data terpraktis. Yogyakarta: Andi.

Santrock, J. W. (2013). Life span development. New York: McGraw Hill.

Subagyo, P. J. (2006). Metode penelitian dalam teori dan praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sulistyawan, Y. (Demi suju, gadis-gadis lampung rela tidur dimana saja. Diunduh pada tanggal 24 Oktober 2014 di Tribun Seleb: http://www.tribunnews.com/seleb/2012/04/28/demi-suju-gadis-gadis-lampung rela-tidur-di-mana-saja

Vonderen, K. V., & Kinnaly, W. (2012). Media effects on body image: examining media exposure in the

broader context of internal and other social factors. American Communication Journal, 14(2), 41-56.

Wardhani , A. K..Rela bolos sekolah demi menunggu suju lewat. Diunduh pada tanggal 24 Oktober 2014 di Tribun Seleb: http://www.tribunnews.com/seleb/2012/04/27/rela-bolos- sekolah-demi-menunggu-suju-lewat

Riwayat Penulis

Stacia Andani, lahir di Palembang 29 April 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi pada tahun 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dalam pembuatan koneksi menggunakan Object Recordset dan kita tidak menyebutkan nama database *.cdb yang akan dibuka, maka secara otomatis kita

Untuk that dalam klausa nomina yang juga sebagai noun clause markers biasanya berasal dari sebuah kalimat pernyataan, yang juga merupakan obyek dari verba yang ada pada

Kebebasan memeluk suatu agama atau beragama sebagai salah satu hak yang esensial bagi kehidupan manusia, karena kebebasan untuk memilih agama datangnya dari hakekat manusia

Pada tanggal 11 Agustus 2009 dilaksanakan pembahasan tindak lanjut hasil pemeriksaan untuk sembilan entitas pada Sub Auditorat Jatim I yang terdiri dari Provinsi

Indeks Gabungan Kerentanan Pangan (I FV ) diperoleh dengan cara menghitung sepertiga dari jumlah Indeks penduduk rawan bencana, indeks daerah berhutan dan indeks daerah

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber sumber daya manusia suatu ilmu dan seni yang digunakan untuk mengatur orang atau karyawan,

gazdasági jellemzőire utal, mely kategóriába egyaránt tartoznak kevésbé fejlett Kelet-ormánsági tö r pefalvak (pl. Páp rád, Sámod, Drávaszerdahely), vagy átlagos

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Praktik Instalasi Listrik Pada Jurusan Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Negeri