• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Personal Adjustment

BAB II : LANDASAN TEORI

2. Aspek Personal Adjustment

Personal Adjustment merupakan usaha untuk menyeimbangkan kondisi lingkungan dengan kondisi diri sendiri. Proses tersebut bermula dari bagaimana seorang individu mengidentifikasi diri sendiri, kemudian mengidentifikasi kondisi lingkungan, hingga akhirnya individu tersebut berusaha menyeimbangkan kedua hal tersebut. Ketiga hal tersebut melibatkan beberapa aspek di dalamnya. Weiten & Lloyd (2006) menjelaskan bahwa ada 3 aspek yang terlibat dalam proses personal adjustment, yaitu :

1. Stress and Coping Stress 2. Interpersonal Realm 3. Developmental Transition

Pada dasarnya ketika aspek tersebut saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Kemunculan salah satu aspek dalam proses personal adjustment dapat disebabkan oleh aspek yang lain. Artinya, ketiga aspek tersebut saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Hubungan ketiga aspek tersebut yang akhirnya membentuk personal adjustment.

Di lain sisi, ketiga aspek personal adjustment bukanlah sebuah tahapan yang harus dijalani satu demi satu. Dalam proses personal adjustment, ketiga aspek tersebut dapat muncul satu demi satu dan dapat juga muncul secara bersamaan dalam waktu yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses personal

adjustment tidak memiliki tahapan, melainkan sesuai dengan kondisi atau situasi yang sedang dihadapi.

2.1. Stress dan Coping Stress

Weiten & Lloyd (2006) mendefinisikan stress sebagai sebuah suatu hal yang dipersepsikan mengancam well being seseorang dan mengharuskan seseorang tersebut menggunakan kemampuan mereka dalam mengatasi stress tersebut. Sedangkan, Sarafino (2011) mendefinisikan stress sebagai suatu hal yang menimbulkan ketidakseimbangan antara demand dari lingkungan dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.

Weiten & Lyod (2006) membagi sumber stress ke dalam 4 bagian utama, yaitu:

a. Frustation

Frustation dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress ketika seseorang tidak mampu mendapatkan apa yang diinginkan (Weiten & Lloyd, 2006). Ketika ada sebuah stimulus yang menghambat seseorang mencapai sebuah tujuan, maka pada saat itu seorang individu akan merasa frustasi.

b. Conflict

Konflik merupakan suatu kondisi atau keadaan yang terjadi ketika dua atau lebih stimulus (motivation dan behavior) tidak sesuai antara satu dengan yang lain yang menyebabkan seseorang mengalami hambatan dalam berekspresi atau memilih stimulus tersebut. Semakin besar level konflik yang dihadapi seseorang,

maka semaking tinggi pula resiko mengalami stress (Laura King & Robert Emmons, dalam Weiten & Lloyd, 2006).

c. Change

Weiten & Lloyd (2006) menjelaskan change sebagai segala bentuk perubahan yang terjadi dalam diri seorang individu yang mengharuskan individu tersebut untuk melakukan penyesuaian diri kembali. Change dapat bersumber dari lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan masyarakat secara umum. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dasarnya akan menimbulkan stress bagi individu yang menghadapinya.

d. Pressure

Pressure merupakan sebuah kondisi yang meliputi demand terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu. Pressure dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu pressure to perform dan pressure to conform. Perform dapat diartikan sebagai adanya tuntutan-tuntutan dari luar untuk melakukan suatu hal dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan Conform adalah tekanan yang datang dari lingkungan sekitar yang mengharuskan seseorang berprilaku sesuai dengan apa yang kebanyakan orang lakukan.

Ketika individu menghadapi sebuah stimulus yang dianggap menimbulkan stress, maka individu tersebut akan berusaha melakukan penilaian terhadap stimulus tersebut. Penilaian yang dilakukan disebut sebagai appraisal. Appraisal dibagi menjadi 2, yaitu primary appraisal dan secondary appraisal (Lazarus, 1999). Primary Appraisal bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap situasi atau stimulus yang menimbulkan stress. Secondary Appraisal bertujuan untuk

melihat sumber daya (resource) yang dimiliki seseorang dalam menghadapi demand dari situasi atau stimulus yang menimbulkan strees.

Ketika individu telah selesai melakukan penilaian terhadap situasi yang dianggap menimbulkan stress, maka oreng tersebut akan melakukan proses coping. Sarafino (2011) menjelasakan coping stress sebagai sebuah upaya untuk memanagemen ketidakseimbangan antara demand lingkungan dengan resource yang dimiliki. Lazarus (1999) membagi coping strategy menjadi dua bagian utama, yaitu :

a. Problem Focused Constructive Coping

Problem focus coping bertujuan untuk mengurangi demand dari lingkungan atau meningkatkan sumber daya yang dimiliki seseorang untuk menghadapi suatu situasi yang dapat menimbulkan stress (Lazarus, 1999). Ada banyak cara yang dapat dilakukan sesuai dengan stimulus yang dihadapi. Misalnya, ketika seseorang mengalami stress ketika ia tidak memiliki sumber ekonomi yang cukup, maka ia dapat mengatasi stimulus tersebut dengan cara bekerja. Artinya, cara yang dilakukan untuk mengubah stimulus yang mengakibatkan stress akan berbeda pada setiap orang tergantung pada sumber stress yang mereka hadapi.

b. Emotion Focused Constructive Coping

Emotion focus coping bertujuan untuk mengubah respon emosional yang diberikan seseorang terhadap situasi yang dapat menimbulkan stress. Dalam hal ini, seseorang berusaha mengontrol emosi yang dirasakan dalam menghadapi suatu permasalahan tertentu. Hal tersebut dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kognitif dan behavior. Dalam pendekatan kognitif,

control emosi dapat dilakukan dengan cara berpikir positif mengenai permasalahan yang akan dihadapi. Ketika seseorang mampu berpikir positif, maka emosi yang dirasakan juga positif. Di dalam pendekatan behavior, seseorang dapat mengontrol emosi mereka dengan cara melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang dapat mengalihkan stress atau membantu mengurangi stress seperti mencari dukungan emosional dari orang lain.

Penggunaan emotion focused coping dapat juga mengarah kepada defense mechanism, yaitu bentuk pola pikir yang salah mengenai realita atau permasalahan yang dihadapi dalam upaya untuk mengurangi stress yang dihadapi. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang merasa masalah atau stimulus yang dihadapi terlalu berat dan tidak mampu untuk menghadapi permasalahan tersebut. Bentuk defense mechanism yang sering digunakan adalah denial dan avoidance.

2.2. Interpersonal Realm

Weiten dan Lloyd (2006) mengungkapkan bahwa interpersonal realm adalah salah satu aspek personal adjustment dimana seseorang dalam proses penyesuaian dirinya berusaha untuk membangun hubungan social dengan lingkungan sekitar. Interpesonal realm mengacu pada hubungan yang dimiliki individu dengan individu yang lain. Beberapa hal yang termasuk ke dalam interpersonal realm diantaranya adalah :

a. Self Perception and Other Perception

Self – Perception menjelaskan bagaimana seseorang individu memandang dan mempersepsikan dirinya sendiri. Pandangan individu terhadap dirinya sendiri

akan menentukan bagaimana seseorang individu berinteraksi dengan orang lain dan terlebih lagi akan mempengaruhi proses penyesuaian diri yang dilakukan. Ada 4 komponen utama ketika mempersepsikan diri sendiri, diantaranya adalah : • Self – Concept, merupakan gambaran atau keyakinan mengenai diri sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa individu telah memiliki skema mengenai diri sendiri.

Self- Esteem, merupakan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan individu terhadap dirinya sendiri akan mempengaruhi cara yang dilakukannya dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Self – Regulation, menggambarkan cara yang dilakukan untuk mmengarahkan dan memanagemen prilaku dan pikiran yang dimiliki.

Self – Presentation, menjelaskan cara yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya di dalam lingkungan social.

Other – Perception lebih mengarah kepada persepsi individu terhadap pemikiran orang lain mengenai dirinya. Ketika individu tersebut memiliki persepsi bahwa orang lain memandang dia buruk, maka dia akan berusaha menghindari hubungan social dan sebaliknya.

b. Interpersonal Communication and Friendship

Komunikasi personal menjelaskan cara yang dilakukan individu untuk membangun hubungan dengan orang lain. Kemampuan individu dalam berkomunikasi akan menentukan keberhasilannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi personal yang baik mampu mengubah pandangan orang lain terhadap individu tersebut dan sebaliknya. Biasanya, komunikasi

interpersonal bertujuan untuk membentuk hubungan yang baru dengan orang lain, seperti pertemanan, rekan, dan sebagainya.

Friendship lebih mengarah kepada hubungan perteman antara satu orang dengan orang lain. Hubungan pertemanan sangat mempengaruhi hubungan social seorang individu serta sangat mempengaruhi proses personal adjustment. Dalam hal ini, individu yang melakukan proses penyesuaian diri sudah memiliki pihak yang dapat membantu mereka dalam upaya melakukan proses tersebut.

c. Social Pressure and Prejudice

Prejudice merupakan sikap negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Seseorang yang yang menjadi target prejudice biasanya akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, seperti ejekan, cemooh, bahkan beresiko didiskriminasi oleh orang lain. Orang yang terkena prejudice tidak mengalami penolakan dari masyarakat. Seseorang yang terkena stigma tersebut cenderung akan menerima tekanan secara social dari lingkungan tempat ia berada.

d. Love and Marriage

Bagian lain dari interpersonal realm adalah membangun hubungan intim atau hubungan romantis. Hal ini mencerminkan bahwa proses personal adjustment yang dilakukan seseorang sudah sampai ke tahap yang lebih tinggi.

2.3. Developmental Transition

Developmental Transition merupakan perubahan yang terjadi selama seorang individu melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan.

Perubahan tersebut terjadi ketika seorang individu berhasil menyeimbangkan Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada beberapa hal, diantaranya adalah:

a. Perubahan dalam peran gender dan prilaku. Dalam proses personal adjustment, perubahan akan jelas tampak pada prilaku serta peran yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Akan ada perbedaan pada peran dan prilaku yang ditunjukkan sebelum dan sesudah seseorang berhasil melakukan proses penyesuaian diri tersebut.

b. Transisi dalam dunia pekerjaan, dimana akan ada perbedaan dalam menentukan pekerjaan sebelum dan sesudah seseorang dalam memlih pekerjaan. Transisi dalam perkerjaan mencerminkan apakah seseorang sudah berhasil melakukan personal adjustment atau tidak. Semakin baik pekerjaan yang berhasil diperoleh, maka semakin berhasil proses personal adjustment dan sebaliknya.

c. Perubahan dalam kehidupan seksual. Kehidupan seksual seseorang ditentukan pada upaya yang dilakukan individu tersebut selama melakukan penyesuaian diri. Kehidupan seksual yang baik mencerminkan personal adjustment yang baik, dan sebaliknya.

Dokumen terkait