• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Personal Adjustment Pada Mantan PSK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dinamika Personal Adjustment Pada Mantan PSK"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA PERSONAL ADJUSTMENT PADA MANTAN PSK

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

REZA YOGA PRATAMA GINTING

101301027

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

“DINAMIKA PERSONAL ADJUSTMENT PADA MANTAN PSK”

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2014

(3)

DINAMIKA PERSONAL ADJUSTMENT PADA MANTAN PSK

Reza Yoga Pratama Ginting dan Dra. Josetta Maria Tuapattinaja, M.Psi, Psi

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk melihat dinamika personal adjustment pada mantan PSK. Penelitian ini menggunakan dua orang responden yang berdomisilili di kota Medan dan kota Pematang Siantar. Prosedur pengambilan responden penelitian adalah dengan menggunakan metode snowball. Data diambil dengan menggunakan metode wawancara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori personal adjustment dari Weiten & Lyoid (2006) yang menyatakan bahwa personal adjustment terdiri dari 3 aspek utama, yaitu : stress and coping stress, interpersonal realm, dan developmental transition.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses personal adjustment pada kedua responden mengarah pada perubahan kehidupan. Hal tersebut ditunjukkan oleh kemampuan responden mengatasi permasalahan dengan resource yang mereka miliki. Pertama kali keluar, kedua responden menghadapi stress yang sama yaitu penolakan dari masyarakat. Responden I menggunakan negative coping stress sedangkan responden II menggunakan positive coping stress untuk menghadapi sumber stress tersebut. Walaupun berbeda, kedua responden tetap merasakan keterpurukan. Sesudah itu, mereka mendapatkan dukungan sosial dan akhirnya bisa bangkit kembali. Hasilnya, kedua responden memiliki pola pikir yang berbeda terhadap lingkungan. Responden I merasa ia dapat mengubah kehidupannya tanpa bantuan orang lain sedangkan responden II merasa bantuan orang lain penting. Responden I merasa dengan bekerja ia dapat memperoleh pengakuan dari orang lain dan responden II berusaha mengubah pandangan orang lain terhadap dirinya. Karena itu, pada aspek interpersonal realm, responden I tidak berusaha memperbaiki hubungan dengan orang lain dan sebaliknya pada responden II. Walaupuncara yang dilakukan berbeda, kedua responden tetap berhasil masuk ke dalam masyarakat. Terjadi perubahan dalam kehidupan mereka terutama pada work change dan role behavior change.

(4)

PERSONAL ADJUSTMENT OF FORMER SEXUAL WORKER

Reza Yoga Pratama Ginting and Dra. Josetta Maria Tuapattinaja, M.Psi, Psi

ABSTRACT

The research uses qualitative approach and aims to find the personal adjustment dynamic of former sexual worker. This research uses two respondents living in Medan and Pematang Siantar. The procedure of selecting the respondent was snowball method. The data were obtain by conducting interview. Theory that has been used in this research is personal adjustment theory by Weiten & Lyoid (2006) that consist of three aspects: stress and coping stress, interpersonal realm, and developmental transition.

The result in this research indicates that personal adjustment process undergone by respondent tends to life changing achievement. It is showed by their ability to solve problem and challenge from their surroundings with the resource that they have. At first, they have the same stressors that are social rejection from the society. Respondent I uses negative coping stress while the respondent II uses positive coping stress to deal with the stressors. Although they uses different way to cope the stress, both of them became frustrated and they think they don’t have an hope in their live. After that, they get a social support, and rise again or resilient. And then, after they are resilient, they have a different thinking method. Respondent I thinks that he can change her life without the other person, while the Respondent II thinks that the other person have important role to repair her life. Respondent I think, if she can be succeed in her work the other will acknowledge her and respondent II think that she must try to communicate with other to change their perceptive to her. Because of that, in interpersonal realm aspect, Respondent I doesn’t try to repair her relation with other while the respondent II try to repair hers. Although their way is different, they still can return to society. They can change their life especially in work and role behavior.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucaokan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas berkat, kasih, dan karunia yang diberikan oleh-Nya, sayadapat menyelesaikan mata kuliah Seminar dengan judul “Gambaran Proses Adjusment Pada Mantan PSK” tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak dan rekan yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas ini. Segala bentuk dukungan yang diberikan, baik berupa dukungan moral maupun materi sangat berarti dalam penelitian ini. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terkhusus kepada : 1. Orang Tua saya sendiri, Ferdi Rejeki Ginting dan Lapani Br. Tarigan, yang

dengan segenap hati mendampingi peneliti selama mengerjakan tugas ini mulai dari awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tugas ini. Terima kasih terdalam pada Ibu saya, karena telah bersusah payah dan bekerja keras dalam mencari informasi mengenai responden yang sesuai dengan tema penelitian ini.

2. Keluarga saya sendiri yaitu My Big Bro Roni Syahputra Ginting, My Big Sis Relli Sintha Br. Ginting dan My lil Bro Rigta Yudiyansi Ginting yang telah memberikan dukungan moral kepada peneliti.

(6)

memberikan banyak masukan, kritik, dan saran yang membuat saya mampu mengerjakan tugas ini.

4. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

5. Kak Juliana Saragih, M.Psi yang juga telah bersedia menjadi penguji sidang seminar peneliti. Terima sebesar-besarnya peneliti ucapkan pada Kak Juli atas kebaikan yang telah ia berikan selama empat tahun di Fakultas Psikologi USU.

6. Kak Ridhoi Meilona, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji sidang skripsi peneliti. Terima kasih juga karena kak Doi telah bersedia membantu peneliti dalam memberi saran kepada peneliti.

7. Terima kasih kepada Ibu Wiwik Sulistyaningsih, M.Psi, Psikologi yang bersedia menjadi dosen pembimbing akademik.

8. Ibu Wati dan Ibu Novita yang telah bersedia menjadi responden penelitian dan menceritakan pengalaman hidupnya kepada peneliti.

9. Terima kasih kepada seluruh sivitas Psikologi USU, Dosen, Staff Pegawai, dan mahasiswa seluruhnya yang telah memberikan arti dalam kehidupan saya. 10.Terima kasih kepada ISEP (Reza Indah Pribadi The Mami, Rocky The Roger,

(7)

11.Terima kasih kepada kawan Chinere Serasis dan Seperjuangan Dede dan Johan yang telah membantu peneliti.

12.Rekan seperjuangan saya Mahasiswa Psikologi Angkatan 2010 yang telah yang telah bersama-sama selama empat tahun menjalani suka duka dunia perkuliahan..

Penelitian dengan tema personal adjustment pada mantan PSK dilakukan dalam upaya untuk melihat penyesuaian mantan PSK dalam upaya kembali masuk ke dalam masyarakat. Saya berharap dengan adanya penelitian ini, kita mampu melihat bahwa mereka sebenarnya sama dengan kita, bukanlah manusia yang hina. Saya ingin mengajak kita semua untuk mengubah pandangan kita mengenai saudara-saudara kita yang mendapat julukan mantan PSK.

Tidak ada gading yang tidak retak, begitu jugalah tugas ini. Saya menyadari sangat banyak kekurangan dalam penelitian ini, baik itu sumber daya, informasi, dan kemampuan saya sendiri.. Saya mohon maaf jika ada kesalahan penulisan kata yang salah dan tidak berkenan. Keterbatasan ini saya harapkan dapat menjadi masukan untuk penelitian di masa yang akan datang. Akhirnya, saya berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat secara luas.

Medan, Juli 2014 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...i

ABSTRAK ...ii

ABSTRACT ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian... .. 14

1. Manfaat Praktis ... 14

2. Manfat Teoritis... 15

E. Sistematika Penulisan...15

BAB II : LANDASAN TEORI A. Personal Adjustment... 17

(9)

2. Aspek Personal Adjustment... 18

2.1.Stess and Coping Stress...19

2.2.Interpersonal Realm... 22

2.3.Developmental Transition...24

3. Faktor Yang Mempengaruhi Personal Adjustment... 25

B. Pekerja Seks Komersial (PSK) ... 27

C. Mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) ... 28

1. Definisi Mantan PSK ... 28

2. Faktor Yang Mendorong Keluar Dari Prostitusi... 29

3. Faktor Yang Menghambat Keluar Dari Prostitusi... 30

D. Personal Adjustment Pada Mantan PSK ... 31

E. Paragdigma Teoritis ... 34

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitan... 35

B. Metode Pengumpulan Data ... 36

C. Responden Penelitian ... 37

1. Kriteria Subjek ... 37

2. Jumlah Responden Penelitian... ... 37

(10)

D. Alat Bantu Pengumpul Data... 38

1. Alat Perekam... 38

2. Pedoman Wawancara... 39

3. Notebook 39

E. Prosedur Penelitian... 40

1. Tahap Pencarian Responden Penelitian... 40

2. Tahap Persiapan Penelitian ... 41

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 42

4. Tahap Pencatatan Data ... ... 43

5. Tahap Analisa Data ... 43

F. Kredibilitas Penelitian... ... ... 44

G. Metode Analisa Data ... ... ... 45

1. Organisasi Data... ... 45

2. Analisa dan Coding ... ... 46

3. Pengujuan Terhadap Dugaan... 46

4. Strategi Analisis... ... 46

5. Interpretasi Data ... ... 47

(11)

1.2.1. Observasi Umum ... 49

1.2.2. Observasi Saat Pengambilan Data... 49

2. ANALISA DATA PARTISIPAN I... 53

A. Gambaran Kehidupan Wati Sebelum Menjadi PSK.... 53

B. Gambaran Kehidupan Wati Selama Menjadi PSK... 55

C. Kehidupan Wati Sebagai Mantan PSK (Personal Adjustment) ... ... 58

3. Dinamika Personal Adjustment Pada Wati ... 77

4. Rekapitulasi Personal Adjustment Pada Wati... 78

B. PARTISIPAN II ... ... 82

1. ANALISA PARTISIPAN II ... 82

1.1.Identitas Partisipan II ... 82

1.2.Observasi Partisipan II ... 83

1.2.1. Observasi Umum ... 84

1.2.2. Observasi Saat Pengambilan Data... 84

2. ANALISA DATA PARTISIPAN II A. Gambaran Kehidupan Novita Sebelum Menjadi PSK ... ... 86

(12)

(Personal Adjustment) ... ... 92

3. Dinamika Personal Adjsutment Pada Novita ... 110

4. Rekapitulasi Personal Adjsutment Pada Novita... 111

C. ANALISA BANDING PARTISIPAN I DAN II ... 115

D. PEMBAHASAN ... ... 119

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... ... 129

B. SARAN ... ... ... 131

DAFTAR PUSTAKA... ... ... 134

(13)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1...38

2. Tabel 2 ...46

3. Tabel 3 ...48

4. Tabel 4 ...76

5. Tabel 5 ...80

6. Tabel 6 ...81

7. Tabel 7 ...109

8. Tabel 8 ...113

(14)

DINAMIKA PERSONAL ADJUSTMENT PADA MANTAN PSK

Reza Yoga Pratama Ginting dan Dra. Josetta Maria Tuapattinaja, M.Psi, Psi

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk melihat dinamika personal adjustment pada mantan PSK. Penelitian ini menggunakan dua orang responden yang berdomisilili di kota Medan dan kota Pematang Siantar. Prosedur pengambilan responden penelitian adalah dengan menggunakan metode snowball. Data diambil dengan menggunakan metode wawancara. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori personal adjustment dari Weiten & Lyoid (2006) yang menyatakan bahwa personal adjustment terdiri dari 3 aspek utama, yaitu : stress and coping stress, interpersonal realm, dan developmental transition.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses personal adjustment pada kedua responden mengarah pada perubahan kehidupan. Hal tersebut ditunjukkan oleh kemampuan responden mengatasi permasalahan dengan resource yang mereka miliki. Pertama kali keluar, kedua responden menghadapi stress yang sama yaitu penolakan dari masyarakat. Responden I menggunakan negative coping stress sedangkan responden II menggunakan positive coping stress untuk menghadapi sumber stress tersebut. Walaupun berbeda, kedua responden tetap merasakan keterpurukan. Sesudah itu, mereka mendapatkan dukungan sosial dan akhirnya bisa bangkit kembali. Hasilnya, kedua responden memiliki pola pikir yang berbeda terhadap lingkungan. Responden I merasa ia dapat mengubah kehidupannya tanpa bantuan orang lain sedangkan responden II merasa bantuan orang lain penting. Responden I merasa dengan bekerja ia dapat memperoleh pengakuan dari orang lain dan responden II berusaha mengubah pandangan orang lain terhadap dirinya. Karena itu, pada aspek interpersonal realm, responden I tidak berusaha memperbaiki hubungan dengan orang lain dan sebaliknya pada responden II. Walaupuncara yang dilakukan berbeda, kedua responden tetap berhasil masuk ke dalam masyarakat. Terjadi perubahan dalam kehidupan mereka terutama pada work change dan role behavior change.

(15)

PERSONAL ADJUSTMENT OF FORMER SEXUAL WORKER

Reza Yoga Pratama Ginting and Dra. Josetta Maria Tuapattinaja, M.Psi, Psi

ABSTRACT

The research uses qualitative approach and aims to find the personal adjustment dynamic of former sexual worker. This research uses two respondents living in Medan and Pematang Siantar. The procedure of selecting the respondent was snowball method. The data were obtain by conducting interview. Theory that has been used in this research is personal adjustment theory by Weiten & Lyoid (2006) that consist of three aspects: stress and coping stress, interpersonal realm, and developmental transition.

The result in this research indicates that personal adjustment process undergone by respondent tends to life changing achievement. It is showed by their ability to solve problem and challenge from their surroundings with the resource that they have. At first, they have the same stressors that are social rejection from the society. Respondent I uses negative coping stress while the respondent II uses positive coping stress to deal with the stressors. Although they uses different way to cope the stress, both of them became frustrated and they think they don’t have an hope in their live. After that, they get a social support, and rise again or resilient. And then, after they are resilient, they have a different thinking method. Respondent I thinks that he can change her life without the other person, while the Respondent II thinks that the other person have important role to repair her life. Respondent I think, if she can be succeed in her work the other will acknowledge her and respondent II think that she must try to communicate with other to change their perceptive to her. Because of that, in interpersonal realm aspect, Respondent I doesn’t try to repair her relation with other while the respondent II try to repair hers. Although their way is different, they still can return to society. They can change their life especially in work and role behavior.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Confessions of a Former Sex Worker by Anonymous

Empowered? I thought so. When I entered the sex industry at the young age of eighteen because of poverty. I had little life experience, was high school dropout, and was forced out on my own a year earlier. Initially, I did feel empowered, beautiful, wanted, desired. I thought that I had taken control of my own life. But I was naive and did not understand all the complexities of the situation.

I wondered, “Who will accept me after committing such shameful acts? How can I live with myself?” The empowerment I felt had vanished; the judgments I felt from others and myself was harsh. I was emotionally, psychologically, and spiritually wounded. I wondered if God would ever accept me again. After five years I left the business, and tried to start over. I attempted to block memories of my days in the sex industry and pretend it never happened. As much as I have tried to ignore it, the sex industry is a part of my past, a very damaging part of my life. I haven’t healed and I’m not sure I ever will. Now as I read about claims that sex work is empowering, an opportunity for women to take control of their lives, I can only assume they come from persons who have never been in the business. My experience certainly tells me otherwise.

So while I support sex workers and certainly empathize with their lived situation, I also think there is no empowerment in sex work. I don’t deny women’s agency, but I cannot deny the scars I carry; my continued shame and lack of self worth have left me spiritually lost. I post anonymously because I am unsure I will ever be able to acknowledge my experience publicly. My fear of rejection and total loss of self is too great.

(17)

Artikel tersebut menceritakan mengenai kehidupan seorang wanita bernama Mawar (bukan nama sebenarnya) sebelum dan sesudah keluar dari prostitusi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Mawar memilih bekerja di dunia prostitusi. Kemiskinan, tingkat pendidikan, serta lingkungan menjadi hal utama yang mendorong dirinya bekerja dalam dunia tersebut. Kebahagiaan dan perasaaan diberdayakan adalah hal yang pertama sekali dirasakan Mawar ketika menjadi seorang PSK. Kekayaan dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Selain itu, Mawar merasa memiliki kontrol penuh akan hidupnya, sehingga dia dapat menentukan apa yang akan dilakukan tanpa ada kontrol atau arahan orang lain. Perasaan dan pemikiran seperti itu membuat Mawar tidak menyadari betapa berbahaya situasi yang dihadapinya pada saat itu (Feminism and Religion, 2012).

(18)

Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa biasanya mantan PSK memiliki perasaan pesimis dan kecemasan dalam menghadapi masa depan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sihombing (2011) mengenai kecemasan pada wanita PSK. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa seorang wanita yang pernah bekerja atau masih bekerja sebagai PSK akan memiliki kecemasan yang tinggi dalam berinteraksi dengan lingkungan, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Hal tersebut kemudian akan mempengaruhi keputusan mereka untuk memepertahankan pekerjaan sebagai PSK atau memutuskan berhenti sebagi seorang PSK.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tetap mempertahankan pekerjaan sebagai PSK. Faktor ekonomi dan perasaan nyaman menjadi faktor dominan yang membuat PSK tetap bertahan dalam prostitusi (Koentjoro, 2004). Dunia prostitusi tersebut sangat menjanjikan uang atau penghasilan yang sangat besar. Bagi seseorang yang sudah terbiasa memiliki penghasilan yang besar tentu akan susah menerima perubahan menjadi penghasilan yang lebih sedikit. Ketika suatu aktivitas memberikan positive reinforcement pada seseorang, maka orang tersebut biasanya cenderung mempertahankan prilaku tersebut dan akan susah merubahnya (Skinner dalam Schultz, 1993). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wanda (55) tahun dalam sebuah proses wawancara, yaitu :

“Pas bibik kerja kemaren, bibik sama sekali ga niat berhenti. Orang gimanalah, uang aman, makan aman, semuanya aman. Enak kali di dalam itu kemaren, macam ga da pikiran bibik yang susah. Terus, sekali dapat uang banyak kali, ya lanjut terus lah bibik dulu tu.”

(19)

Di lain sisi, berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Batubara (2007) dikatakan bahwa salah satu alasan mengapa para PSK susah meninggalkan dunia prostitusi adalah kekhawatiran dan perasaan takut terhadap perlakuan masyarakat. Hal ini biasa dihubungkan dengan pandangan negatif yang diberikan oleh masyarakat kepada orang yang bekerja di bidang tersebut. Batubara (2007) menjelaskan bahwa kecemasan dan kekhawatiran menjadi faktor dominan yang membuat seorang PSK tetap mempertahankan profesinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Sherly (17) dalam sebuah proses wawancara, yaitu :

“Mau gimanalah bang, ngeri kuarasa berhenti bang. Kurasa orang kan sudah tau bang kerja ku ini, takut aku bang. Tobat pun nanti aku diusir juganya, pasti ga ada nya orang nanti mau nerima aku bang. Daripada kayak gitu nanti, mending lah kayak gini dulu. Orang sama-sama aja kok.”

(Komunikasi Personal, 29 Maret 2014)

Selain faktor tersebut, ada juga beberapa faktor yang mendukung seorang PSK keluar dari prostitusi. Dalam studi yang dilakukan oleh Isni Prihatini (2010) yang meneliti mengenai hubungan antara self-esteem dan religiusitas dengan intensi berhenti menjadi PSK, ditemukan hasil bahwa ada pengaruh positif antara self-esteem dan religiusitas dengan intensi berhenti. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Sulis (35) dalam sebuah proses wawancara, yaitu :

“…aku waktu kayak gitu sempat merasa berdosa kali. Semakin lama aku kerja kok semakin ga tenang hidupku. Masih maunya Tuhan maafin aku. Terus jumpa lah aku sama pertua, di nasihatinya aku. Lama-lama masih percaya kalo aku diterima sama Tuhan. Jadi sikit-sikit bisa aku keluar. Sekarang liatlah, dah ikut pelayanan pun aku. Bertobat aku udah..”

(20)

Selain itu, faktor keluarga seperti anak juga mempengaruhi pemikiran seseorang untuk bertahan di dalam masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Lina (30) dalam sebuah proses wawancara, yang menyatakan bahwa dia keluar dari prostitusi disebabkan oleh anak-anaknya. Berikut adalah pernyataan yang diungkapkan oleh Lina :

“Kalo direndahkan kan dipandang hina, apalagi nanti orang ngomong ke anak kita, hei sianu mamak mu kok kerja nya gitu… apa ga malu kau…kau dah besar masa mamak mu kerjanya kayak gitu. Janganlah sampai orang ngomong gitu sama anak kita, kita kan juga menjaga perasaan anak kita. Jangan nanti anak kita juga terjerumus kayak orang tuanya”

(Komunikasi Personal, 14 November 2013)

Pernyataan Lina tersebut telah menjelaskan bahwa dia lebih takut jika anaknya dihina daripada dirinya sendiri. Ketakutan terhadap masa depan anak akan mengikuti jalan yang sama dengan dirinya membuat dia keluar dari dunia prostitusi. Ketika motivasi untuk berhenti sebagai PSK lebih besar daripada faktor yang menghambat dia berhenti, maka pada saat itulah dia akan keluar dari prostitusi dan memutuskan kembali ke dalam masyarakat. Ketika dia sudah keluar dan tidak kembali lagi ke dalam prostitusi, maka wanita tersebut akan disebut sebagai mantan PSK atau Ex Psk.

(21)

seseorang memasuki sebuah situasi atau lingkungan yang baru (Weiten & Lloyd, 2006). Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan dalam aspek ekonomi, pekerjaan, serta peran dan prilaku di dalam lingkungan.

Perubahan yang terjadi pada mantan PSK biasanya akan menimbulkan permasalahan atau konflik tertentu bagi mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Konflik atau permasalahan tersebut secara umum dibagi menjadi dua, yaitu konflik internal dan konflik eksternal eksternal (Koentjoro, 1996). Konflik internal meliputi kecemasan, ketakutan, serta persepsi yang salah terhadap lingkungan, sedangkan konflik eksternal meliputi tekanan dari lingkungan. Suatu konflik akan terus membesar ketika seseorang tidak mampu mengatasinya dan kemudian akan memberikan efek negatif dalam kehidupan sehari-hari (Riggio & Parter, 1990). Salah satu permasalahan yang akan dihadapi oleh seorang mantan PSK adalah penolakan yang diberikan oleh masyarakat. Masyarakat cenderung memiliki pandangan yang negatif terhadap prostitusi tanpa peduli apakah seseorang sudah keluar atau belum dari dunia tersebut (Sihombing, 2011). Selain itu, seseorang yang pernah dianggap memiliki pekerjaan yang buruk akan dianggap sebagai sampah masyarakat, biang penyakit, baik penyakit kelamin maupun penyakit sosial (Rosenberg, 2008). Hal-hal seperti ini membuat seorang mantan PSK akan mengalami kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik itu dalam menjalin hubungan sosial maupun mencari pekerjaan. Berikut adalah beberapa pendapat masyarakat mengenai profesi PSK :

(22)

(Komunikasi Personal, 11 November 2013) “PSK itu macam sampah di masyarakat, perilaku nya semua ga ada yang benar. Apa yang dibuat mereka pasti ga benar. Memang lah, ntah macam apa nya mereka.”

(Komunikasi Personal, 11 November 2013) “Mereka itu macam penyakit di dalam masyarakat, harus lah dihapuskan mereka tu.”

(Komunikasi Personal, 12 November 2013)

Pandangan masyarakat yang cenderung negatif terhadap mantan PSK menimbulkan ketakutan pada mantan PSK itu sendiri, sehingga mereka akan cenderung memandang masyarakat sebagai sumber permasalahan dalam kehidupan mereka. Seperti contoh, penolakan dari masyarakat membuat mereka susah mencari teman dan mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yanti (35) dalam sebuah proses wawancara, yaitu :

“Ga tau lah aku ting, sudah berhenti aja pun masi digituin aku, apalagi waktu aku masih kerja. Masao rang-orang ga mau nerima aku. Ujung-ujungnya ga ada kawan ku lagi ting. Dapat kerja pun susah. Pernah dulu kakak kerja jadi tukang cuci di rumah orang, tapi cuma seminggu. Di usir kakak dari situ, karena dituduh kakak mau nyuri suami orang. Terus siap jalan kaka di gang itu ting, kakak selalu dituduh yang gak gak. Macam ga adalah kawan kakak lagi semenjak berhenti ini.”

(Komunikasi Personal, 15 November 2013)

(23)

pernyataan Lina (30) dalam sebuah proses wawancara. Adapun pernyataan Lina tersebut adalah :

“Gimana lah, banyak kali bibik rasa masalah siap bibik berhenti. Coba lah, dulu banyak kali dapat uang, sekarang susah kali cari uang. Untuk uang makan aja pun kadang gak dapat. Kalo dulu 300 sampai 400 ribu masih gampang dapt, sekarang 10 ribu aja ga dapat-dapat. Kayakmana lah, susah cari kerja sekarang, apalagi bibik kayak gini.”

(Komunikasi Personal, 11 November 2013)

Seluruh permasalahan yang dihadapi oleh mantan PSK pada dasarnya akan menimbulkan stress bagi mereka. Perubahan, tekanan, dan tuntutan lingkungan yang tidak sesuai dengan keadaan seorang individu tersebut membuat dirinya merasa tidak aman dan cemas (Sarafino, 2011). Hal-hal demikian sering membuat seseorang sedikit demi sedikit membentuk persepsi yang salah akan lingkungan sekitarnya (Weiten & Lloyd, 2006).

Bagi mantan PSK sendiri yang telah mengalami stress akibat tuntutan lingkungan yang terlalu besar, akan membuat dirinya membentuk persepsi yang negatif terhadap lingkungan tempat dia tinggal. Kondisi tersebut berkontribusi terhadap perasaan pesimis dan cemas bagi seorang mantan PSK dalam berinteraksi dengan masyarakat umum, sehingga mereka sering merasa tidak nyaman dalam menjalani kehidupan mereka. Hal tersebut didukung oleh pendapat Lina (31) seorang mantan PSK dalam sebuah proses wawancara. Adapun hasil dari wawancara tersebut adalah :

(24)

bukan bibik nya. Jadi bibik sering ngerasa digosipin sama orang. Awalnya bibik ngerasa ga nyaman.”

(Komunikasi Personal, 11 Oktober 2013)

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa stress yang dirasakan memberikan pengaruh negatif bagi kehidupan seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Stress akan mempengaruhi proses kognitif, emosi, serta prilaku seseorang (Sarafino, 2011).

Stress yang dirasakan oleh mantan PSK akan mempengaruhi keputusan yang mereka ambil. Keputusan tersebut pada akhirnya menentukan apakah seorang mantan PSK tersebut mampu bertahan atau kembali ke prostitusi. Ketika seseorang memutuskan untuk bertahan, maka dia memutuskan untuk menghadapi stress tersebut, dan sebaliknya ketika dia merasa tidak sanggup maka dia akan memutuskan lari dari sumber stress tersebut (Cannon dalam Sarafino, 2011). Hal inilah yang banyak terjadi pada mantan PSK. Mantan PSK memiliki permasalahan yang jauh lebih besar dari kebanyakan orang pada umumnya. Banyak mantan PSK yang kembali ke prostitusi disebabkan oleh besarnya masalah yang dihadapi. Ketika ia merasa tidak sanggup mengatasi permasalahan yang ia hadapi, maka ia cenderung akan memutuskan kembali ke dalam prostitusi. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sherly (17) dalam sebuah proses wawancara :

“Sempatnya berhenti bang, cuma kayakmana. Susah kali jadinya, uang pun payah bang, terus kena marah terus sama mamak, banyak kali lah masalah ini bang. Kadang lebih tenang kalo tetap kerja bang, kayak gak ada beban. Jadi kerja aja aku terus.”

(25)

Di lain sisi, ternyata ada juga dari mantan PSK yang berhasil kembali ke dalam masyakat. Ketika seorang mantan PSK memutuskan untuk menghadapi permasalahnnya, makan besar kemungkinam mereka akan diterima kembali di dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Wanda (55), yaitu :

“Kalo banyak ya banyak masalah ini, cuma salah siapa coba, kita lah. Terus kok takut, ga berani... bodoh kali lah balik lagi. Keluar aja gini susah, terus mau balik? Bibik ya, kalo bibik lawan semua lah. Berhasil nya itu. Liat lah bibik sekarang, sudah banyak kawan kan, kayak ornag biasa nya bibik sekarang. Makanya ya hadapi aja lah, orang kita nya itu.”

(Komunikasi Personal, 25 Maret 2014)

(26)

“Memang kenapa sama lingkungan kita, ga ada apa-apa. Kalo pun kita diejek yaw ajar karena memang pernah gitu. Tapi ambil positif nya ajalah. Ga semuanya kan ngejek kita, ada juga nya yang bela kita. Pikir positif aja. Kalo baik-baik nya kita buat, lama-lama diterimanya. Kayak bibik lah, stress nya awalnya, tapi bibik coba ngilangin stress itu kyak ngumpul-ngumpul sama kawan. Awalnya payah karena mereka ga mau memang, Cuma lama-lama diterima juganya aku kan. Itulah pikir positif aja semua. Ga masalah itu.”

(Komunikasi Personal, 25 Maret 2014) “Bibik takut jugalah, kayakmana nanti kalo bibik dihina-hina, terus diusir pula. Mampus lah bibik. Bibik ngerasa ga enak, tetangga-tetangga semua kayaknya jijik sama bibik. Makin stress lah kalo berhubungan sama mereka. Mending bibik di rumah aja, lebih tenang bibik. Ga bekawan pun gapapa lah, yang penting bibik nyaman.

(Komunikasi Personal, 11 Oktober 2013)

Pernyataan tersebut membuktikan bahwa cara pandang terhadap lingkungan akan mempengaruhi cara yang dilakukan seseorang dalam mengatasi stress. Selain itu, dalam sebuah studi kualitatif yang dilakukan oleh Utami (2010) dalam penelitian yang berjudul “Managemen Konflik Pada PSK Yang Berkeluarga”, diperoleh hasil bahwa managemen konflik yang baik akan membuat seseorang mampu bertahan dalam suatu kondisi tertentu. Managemen konflik merupakan salah satu upaya untuk mengatasi stress, terlepas dari hal tersebut bersifat positif atau negatif. Semua upaya yang dilakukan untuk mengatasi stress disebut sebagai Coping Stress (Weiten & Lloyd, 2006 ; Lazarus, 1999 ; Lazarus & Folkman , 1984).

(27)

tersebut meliputi pencarian teman, berinteraksi dengan tetangga, bahkan menjalin hubungan romantis (Weiten & Lloyd, 2006). Bagi mantan PSK sendiri, hal tersebut menjadi proses yang penting karena dapat mendukung mereka masuk kembali ke dalam masyarakat. Hal tersebut dirasakan oleh Wanda (55) yang diungkapakan dalam sebuah pernyataan, yaitu :

“Bagi mereka yang pernah kerja jadi PSK terus sudah berhenti, mereka ga akan bisa kembali ke masyarakat kalo gak mau membangun hubungan sama orang lain. Memang awalnya susah, tapi di situ lah usaha. Kita-kita ini orang jahat, ga mungkin kita bisa langsung diterima. Tapi, waktu kita sudah bisa bergaul sama orang, misalnya tetangga, tanpa kita sadari kita sudah diterima dan kemabli ke dalam masyarakat. Itulah yang bibik rasakan.”

(Komunikasi Personal, 21 Maret 2014)

Selain hal tersebut, dalam penelitian berjudul “Pengungkapan Diri Dalam Proses Coming Together Pada Mantan PSK Yang Menikah” yang dilakukan oleh Agustina (2010), ditemukan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk membangun hubungan dengan orang lain adalah dengan pengungkapan diri. Ketika seseorang PSK berani mengungkapkan dirinya di dalam masyarakat, maka ada kemungkinan ia akan diterima oleh masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Sulis (35) melalui sebuah pernyataan, yaitu :

“…Kalau kita ga berani bilang siapa kita sebenarnya, gimana orang tau kita kayak mana. Kayak aku lah, ku bilang sama orang, aku dulu memang pernah jadi PSK, tetapi aku bertobat. Aku sudah kembali ke jalan Tuhan. Nah, hasilnya apa, mereka lebih nerima sama lebih percaya dibandingkan yang lain.”

(28)

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa bagi seorang mantan PSK yang terbuka terhadap lingkungan dan berani menyatakan dirinya akan lebih diterima dibandingkan yang tidak. Semua hal tersebut, keseluruhan upaya dan proses yang dilakukan oleh seseorang dalam membangun hubungan dengan orang lain disebut dengan interpersonal realm.

(29)

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat bahwa proses penyesuaian diri pada mantan PSK memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat dinamika personal adjustment pada mantan PSK untuk kembali ke dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan oleh peneliti adalah : Bagaimana dinamika personal adjustment yang dijalani mantan PSK untuk kembali ke dalam masyarakat?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana dinamika proses personal adjustment yang dijalani mantan PSK untuk kembali ke dalam masyarakat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

(30)

b. Memberikan informasi mengenai proses personal adjustment mantan PSK kepada pihak-pihak lain seperti LSM, panti sosial, dan pihak yang ingin memberikan bantuan.

c. Memberikan informasi tentang proses personal adjustment yang dapat dilakukan mantan PSK agar dapat masuk kembali ke dalam masyarakat.

2. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis penelitian ini adalah mendapatkan teori baru mengenai personal adjustment yang berguna untuk mengembangkan teori yang sudah ada sebelumnya

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bab I Latar Belakang

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan

2. Bab II Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori mengenai personal adjustment danmantan PSK. 3. Bab III Metode Penelitian

(31)

4. Bab IV Analisa dan Pembahasan

Pada bab ini berisi deskripsi data responden, analisa dan pembahasan data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data data penelitian sesuai dengan teori yang relevan

5. Bab V Kesimpulan, Saran, dan Diskusi

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Personal Adjustment

1. Definisi Personal Adjustment

Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan orang tersebut berusaha untuk mengatasi demand dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Proses tersebut berhubungan dengan bagaimana cara seseorang mengatasi permasalahan dan tekanan dari lingkungan. Sedangkan Arkoff (dalam Tuttle, 2004) mengatakan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses dimana seseorang berusaha menyeimbangkan kondisi diri sendiri dengan kondisi yang diharapkan dari lingkungan. Ketika seseorang mengalami suatu permasalahan di dalam hidupnya, maka orang tersebut harus mencocokkan kondisi diri sendiri dengan apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini bertujuan agar seseorang dapat melakukan proses personal adjustment dengan baik. Ward (2001) bersama rekannya yang lain mendefinisikan personal adjustment sebagai respon afektif yang memotivasi individu untuk lebih menyesuaiakan diri terhadap lingkungan dalam upaya untuk mencapai well – being.

(33)

sendiri dengan kondisi lingkungan tersebut dalam upaya untuk mencapai well-being.

2. Aspek Personal Adjustment

Personal Adjustment merupakan usaha untuk menyeimbangkan kondisi lingkungan dengan kondisi diri sendiri. Proses tersebut bermula dari bagaimana seorang individu mengidentifikasi diri sendiri, kemudian mengidentifikasi kondisi lingkungan, hingga akhirnya individu tersebut berusaha menyeimbangkan kedua hal tersebut. Ketiga hal tersebut melibatkan beberapa aspek di dalamnya. Weiten & Lloyd (2006) menjelaskan bahwa ada 3 aspek yang terlibat dalam proses personal adjustment, yaitu :

1. Stress and Coping Stress

2. Interpersonal Realm 3. Developmental Transition

Pada dasarnya ketika aspek tersebut saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Kemunculan salah satu aspek dalam proses personal adjustment dapat disebabkan oleh aspek yang lain. Artinya, ketiga aspek tersebut saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Hubungan ketiga aspek tersebut yang akhirnya membentuk personal adjustment.

(34)

adjustment tidak memiliki tahapan, melainkan sesuai dengan kondisi atau situasi yang sedang dihadapi.

2.1. Stress dan Coping Stress

Weiten & Lloyd (2006) mendefinisikan stress sebagai sebuah suatu hal yang dipersepsikan mengancam well being seseorang dan mengharuskan seseorang tersebut menggunakan kemampuan mereka dalam mengatasi stress tersebut. Sedangkan, Sarafino (2011) mendefinisikan stress sebagai suatu hal yang menimbulkan ketidakseimbangan antara demand dari lingkungan dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.

Weiten & Lyod (2006) membagi sumber stress ke dalam 4 bagian utama, yaitu:

a. Frustation

Frustation dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress ketika seseorang tidak mampu mendapatkan apa yang diinginkan (Weiten & Lloyd, 2006). Ketika ada sebuah stimulus yang menghambat seseorang mencapai sebuah tujuan, maka pada saat itu seorang individu akan merasa frustasi.

b. Conflict

(35)

maka semaking tinggi pula resiko mengalami stress (Laura King & Robert Emmons, dalam Weiten & Lloyd, 2006).

c. Change

Weiten & Lloyd (2006) menjelaskan change sebagai segala bentuk perubahan yang terjadi dalam diri seorang individu yang mengharuskan individu tersebut untuk melakukan penyesuaian diri kembali. Change dapat bersumber dari lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan masyarakat secara umum. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dasarnya akan menimbulkan stress bagi individu yang menghadapinya.

d. Pressure

Pressure merupakan sebuah kondisi yang meliputi demand terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu. Pressure dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu pressure to perform dan pressure to conform. Perform dapat diartikan sebagai adanya tuntutan-tuntutan dari luar untuk melakukan suatu hal dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan Conform adalah tekanan yang datang dari lingkungan sekitar yang mengharuskan seseorang berprilaku sesuai dengan apa yang kebanyakan orang lakukan.

(36)

melihat sumber daya (resource) yang dimiliki seseorang dalam menghadapi demand dari situasi atau stimulus yang menimbulkan strees.

Ketika individu telah selesai melakukan penilaian terhadap situasi yang dianggap menimbulkan stress, maka oreng tersebut akan melakukan proses coping. Sarafino (2011) menjelasakan coping stress sebagai sebuah upaya untuk memanagemen ketidakseimbangan antara demand lingkungan dengan resource yang dimiliki. Lazarus (1999) membagi coping strategy menjadi dua bagian utama, yaitu :

a. Problem Focused Constructive Coping

Problem focus coping bertujuan untuk mengurangi demand dari lingkungan atau meningkatkan sumber daya yang dimiliki seseorang untuk menghadapi suatu situasi yang dapat menimbulkan stress (Lazarus, 1999). Ada banyak cara yang dapat dilakukan sesuai dengan stimulus yang dihadapi. Misalnya, ketika seseorang mengalami stress ketika ia tidak memiliki sumber ekonomi yang cukup, maka ia dapat mengatasi stimulus tersebut dengan cara bekerja. Artinya, cara yang dilakukan untuk mengubah stimulus yang mengakibatkan stress akan berbeda pada setiap orang tergantung pada sumber stress yang mereka hadapi.

b. Emotion Focused Constructive Coping

(37)

control emosi dapat dilakukan dengan cara berpikir positif mengenai permasalahan yang akan dihadapi. Ketika seseorang mampu berpikir positif, maka emosi yang dirasakan juga positif. Di dalam pendekatan behavior, seseorang dapat mengontrol emosi mereka dengan cara melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang dapat mengalihkan stress atau membantu mengurangi stress seperti mencari dukungan emosional dari orang lain.

Penggunaan emotion focused coping dapat juga mengarah kepada defense mechanism, yaitu bentuk pola pikir yang salah mengenai realita atau permasalahan yang dihadapi dalam upaya untuk mengurangi stress yang dihadapi. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang merasa masalah atau stimulus yang dihadapi terlalu berat dan tidak mampu untuk menghadapi permasalahan tersebut. Bentuk defense mechanism yang sering digunakan adalah denial dan avoidance.

2.2. Interpersonal Realm

Weiten dan Lloyd (2006) mengungkapkan bahwa interpersonal realm adalah salah satu aspek personal adjustment dimana seseorang dalam proses penyesuaian dirinya berusaha untuk membangun hubungan social dengan lingkungan sekitar. Interpesonal realm mengacu pada hubungan yang dimiliki individu dengan individu yang lain. Beberapa hal yang termasuk ke dalam interpersonal realm diantaranya adalah :

a. Self Perception and Other Perception

(38)

akan menentukan bagaimana seseorang individu berinteraksi dengan orang lain dan terlebih lagi akan mempengaruhi proses penyesuaian diri yang dilakukan. Ada 4 komponen utama ketika mempersepsikan diri sendiri, diantaranya adalah : • Self – Concept, merupakan gambaran atau keyakinan mengenai diri sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa individu telah memiliki skema mengenai diri sendiri.

Self- Esteem, merupakan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan

individu terhadap dirinya sendiri akan mempengaruhi cara yang dilakukannya dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Self – Regulation, menggambarkan cara yang dilakukan untuk mmengarahkan

dan memanagemen prilaku dan pikiran yang dimiliki.

Self – Presentation, menjelaskan cara yang dilakukan individu untuk

menampilkan dirinya di dalam lingkungan social.

Other – Perception lebih mengarah kepada persepsi individu terhadap pemikiran orang lain mengenai dirinya. Ketika individu tersebut memiliki persepsi bahwa orang lain memandang dia buruk, maka dia akan berusaha menghindari hubungan social dan sebaliknya.

b. Interpersonal Communication and Friendship

(39)

interpersonal bertujuan untuk membentuk hubungan yang baru dengan orang lain, seperti pertemanan, rekan, dan sebagainya.

Friendship lebih mengarah kepada hubungan perteman antara satu orang dengan orang lain. Hubungan pertemanan sangat mempengaruhi hubungan social seorang individu serta sangat mempengaruhi proses personal adjustment. Dalam hal ini, individu yang melakukan proses penyesuaian diri sudah memiliki pihak yang dapat membantu mereka dalam upaya melakukan proses tersebut.

c. Social Pressure and Prejudice

Prejudice merupakan sikap negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Seseorang yang yang menjadi target prejudice biasanya akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, seperti ejekan, cemooh, bahkan beresiko didiskriminasi oleh orang lain. Orang yang terkena prejudice tidak mengalami penolakan dari masyarakat. Seseorang yang terkena stigma tersebut cenderung akan menerima tekanan secara social dari lingkungan tempat ia berada.

d. Love and Marriage

Bagian lain dari interpersonal realm adalah membangun hubungan intim atau hubungan romantis. Hal ini mencerminkan bahwa proses personal adjustment yang dilakukan seseorang sudah sampai ke tahap yang lebih tinggi.

2.3. Developmental Transition

(40)

Perubahan tersebut terjadi ketika seorang individu berhasil menyeimbangkan Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada beberapa hal, diantaranya adalah:

a. Perubahan dalam peran gender dan prilaku. Dalam proses personal adjustment, perubahan akan jelas tampak pada prilaku serta peran yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Akan ada perbedaan pada peran dan prilaku yang ditunjukkan sebelum dan sesudah seseorang berhasil melakukan proses penyesuaian diri tersebut.

b. Transisi dalam dunia pekerjaan, dimana akan ada perbedaan dalam menentukan pekerjaan sebelum dan sesudah seseorang dalam memlih pekerjaan. Transisi dalam perkerjaan mencerminkan apakah seseorang sudah berhasil melakukan personal adjustment atau tidak. Semakin baik pekerjaan yang berhasil diperoleh, maka semakin berhasil proses personal adjustment dan sebaliknya.

c. Perubahan dalam kehidupan seksual. Kehidupan seksual seseorang ditentukan pada upaya yang dilakukan individu tersebut selama melakukan penyesuaian diri. Kehidupan seksual yang baik mencerminkan personal adjustment yang baik, dan sebaliknya.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Personal Adjustment

(41)

a. Perubahan kehidupan

Perubahan kehidupan meliputi lingkungan yang baru, budaya yang baru, kondisi yang baru termasuk ekonomi dan sosial. Ketika seseorang berada dalam satu lingkungan yang baru, maka proses adjustment akan menjadi lebih susah. Hal ini dikarenakan stimulus yang diterima oleh seseorang individu pada dasarnya berbeda antara satu lingkungan dengan lingkungan yang lain. Artinya, butuh kontribusi lebih sampai seseorang mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya.

b. Faktor kepribadian

Karakteristik individu menjadi faktor yang membedakan kemampuan penyesuaian diri antara individu. Tipe kepribadian seseorang sangat menentukan bagaimana cara yang mereka lakukan dalam melakukan penyesuaian diri.

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial menjadi salah satu faktor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan penyesuaian diri. Individu dengan individu yang tidak mendapatkan dukungan sosial. Individu tersebut tidak akan mampu untuk menyesuiakan diri dan membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan individu yang mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial yang tinggi memiliki tingkat keberhasilan yang besar dalam proses penyesuaian diri. Hal ini sesuai jika dibandingkan dengan

(42)

a. Culture and Religion, dimana perbedaan budaya akan menentukan cara orang melakukan suatu hal, termasuk dalam melakukan penyesuaian diri.

b. Self – Esteem, semakin tinggi self – esteem seseorang, maka semakin besar kemungkinan dia berhasil dalam proses penyesuaian dirinya, dan sebaliknya. Self Esteem sangat mempengaruhi aspek Interpersonal Realm.

c. Social Activity, keterlibatan dalam aktivitas social akan mempengaruhi cara seseorang dalam melakukan penyesuian diri. Semakin sering seseorang terlibat dalam satu aktivitas social, maka semakin besar kemungkinan keberhasilan dalam proses penyesuaian diri.

Selain itu, kesehatan, pernikahan, pekerjaan, dan kepribadian juga mempengaruhi tercapainya tujuan dari penyesuaian diri tersebut.

B. Pekerja Seks Komersial (PSK)

(43)

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa PSK adalah seseorang yang berprofesi sebagai pemuas nasfsu orang lain dengan imbalan uang.

C. Mantan Pekerja Seks Komersial (PSK)

1. Definisi Mantan PSK

Mantan PSK adalah seseorang yang pernah berprofesi sebagai pekerja seks komersial dan telah meninggalkan pekerjaan tersebut. Penggunaan kata mantan untuk menekankan bahwa seseorang pernah menjalani kegiatan atau aktivitas tersebut. Artinya, orang yang pernah menjalani kegiatan tersebut sudah benar-benar meninggalkan pekerjaannya dan tidak kembali lagi ke dalam dunia tersebut.

Mantan PSK berbeda dengan masyarakat umum pada lainnya, karena mereka cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat secara umum. Rosenberg (2008) menjelaskan bahwa mantan PSK adalah orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat yang tidak memiliki penghargaan dan cenderung mengalami penolakan. Sihombing (2009) mengatakan bahwa masyarakat akan memandang mereka negatif tanpa peduli apakah mereka sudah keluar atau belum dari prostitusi. Hal-hal tersebut membuat seorang mantan PSK akan mengalami kesulitan ketika mencoba masuk kembali ke dalam masyarakat.

(44)

tersebut. Dalam perubahan ekonomi, seorang mantan PSK tidak akan dapat memperoleh penghasilan sebanyak dan semudah pekerjaan sebelumnya. Hal tersebut kemudian mempengaruhi gaya hidup individu tersebut yaitu dimulai dari gaya hidup mewah berubah menjadi gaya hidup sederhana. Perubahan tersebut biasanya mengakibatkan seorang mantan PSK memiliki keraguan untuk kembali ke pekerjaan lama sebagai PSK atau tetap bertahan menjalani kehidupannya sebagai seorang mantan PSK. Dalam hal hubungan sosial biasanya seorang mantan PSK akan membatasi hubungan dengan orang lain. Hal ini terjadi karena mantan PSK mendapat penolakan dari masyarakat sehingga mantan PSK cenderung tidak memiliki keberanian dan malu berinteraksi dengan masyarakat umum. Hal tersebut sangat berbeda ketika mereka masih bekerja sebagai PSK, mereka tidak peduli bagaimana hubungan dengan orang lain.

2. Faktor yang Mendorong Keluar Dari Prostitusi

(45)

misalnya keluarga. Semakin tinggi dukungan yang diperoleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan dia berhasil meninggalkan prostitusi.

Ajzen (1988) menejelaskan bahwa ada tiga hal yang dapat mendorong seseorang keluar dari prostitusi :

a. Sikap, yaitu bagaimana pandangan seorang mantan PSK untuk keluar dari prostitusi, dapat bersifat positif maupun negative. Sikap terhadap motivasi keluar dari prostitusi sangat dipengaruhi oleh belief system yang dimiliki oleh seorang mantan PSK.

b. Norma subjektif, berkaitan dengan orang-orang di sekitar subjek yang memiliki pengaruh dan dianggap signifikan bagi diri seorang mantan PSK. Dalam menghadapi kondisi-kondisi tertentu, subjek diasumsikan akan mempertimbangkan harapan dan keinginan orang-orang tersebut. Oleh karena itu, hal lain yang turut mempengaruhi pembentukan norma subjektif adalah motivasi subjek untuk mematuhi harapan dan keinginan orang-orang tersebut. c. Perceived behavioral control, berhubungan dengan persepsi subjek terhadap

kondisi yang memudahkan atau menyulitkan untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.

3. Faktor yang Menghambat Keluar Dari Prostitusi

Koentjoro (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menghambat seseorang keluar dari prostitusi. Faktor tersebut antara lain adalah :

(46)

b. Faktor kenyamanan, dimana seorang PSK yang sudah merasa nyaman di tempat dirinya bekerja cenderung membuat dia lebih senang berada di dalam prostitusi daripada keluar.

c. Faktor kecemasan. Individu dengan tingkat kecemasan tinggu akan masa depan cenderung bertahan di dalam prostitusi (Batubara, 2007).

Menurut Koentjoro (2004) faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk keluar dari prostitusi. Ketika seorang individu merasa tidak sanggup menerima perubahan yang akan terjadi ketika dia keluar dari prostitusi, maka individu tersebut cenderung untuk bertahan dalam prostitusi.

D. Personal Adjustment Pada Mantan PSK

Personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan orang tersebut berusaha untuk mengatasi demand dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari (Weiten & Llyod, 2006). Proses adjustment tersebut memiliki 3 aspek utama, yaitu coping stress, interpersonal realm, dan developmental transition.

(47)

Hal tersebut pada dasarnya akan membuat seorang mantan PSK merasa tertekan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu perbedaan mantan PSK dengan masyarakat umum yang lain. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari mantan PSK memiliki suatu ketakutan tertentu. Artinya, dalam menjalani proses personal adjusttment, mantan PSK harus dapat mengatasi ketakutan tersebut. Hal tersebut menjadi tantangan bagi mantan PSK untuk kembali ke dalam masyarakat.

Tekanan dan tantangan yang dihadapi oleh seorang mantan PSK akan sangat mempengaruhi keputusan yang akan mereka ambil. Ketika mantan PSK merasa bahwa ia tidak sanggup menghadapi itu semua, maka besar kemungkinan ia akan memutuskan kembali ke dalam prostitusi, dan sebaliknya ketika ia memutuskan menghadapi tantangaan dan tekanan dari lingkungan tersebut, maka besar kemungkinan ia akan kembali ke masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses personal adjustment yang dilakukan oleh mantan PSK akan memiliki dua hasil yang berbeda. Kegagalan berarti kembali ke dalam prostitusi dan sebaliknya keberhasilan berarti masuk kembali ke dalam masyarakat.

(48)
(49)

E. Paradigma Teoritis

Weiten & Lloyd (2006)

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Poerwandari (2007) mengatakan bahwa pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti sehingga dapat melihat permasalahan dengan lebih mendalam karena turut mempertimbangkan dinamika, perspektif, alasan, dan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi responden penelitian. Artinya penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali informasi sebanyak mungkin mengenai suatu fenomena yang bertujuan untuk memahami fenomena tersebut secara mendalam.

(51)

Topik yang diangkat dalam penelitian ini adalah proses penyesuaian diri pada mantan PSK, dimulai dari pertama sekali keluar dari prostitusi hingga akhirnya masuk kembali ke dalam masyarakat. Untuk mendapatkan gamabaran mengenai proses penyesuaian diri tersebut, maka diperlukan informasi yang lebih mendalam, termasuk bagaimana dinamika penyesuaian diri, persfektif, serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri seorang mantan PSK. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi leboh mendalam mengenai proses penyesuaian diri pada mantan PSK. Oleh karena itulah peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

B. Metode Pengumpulan Data

(52)

C. Responden Penelitian

1. Kriteria Subjek

Adapun kriteria subjek yang digunakan di dalam penelitian ini adalah : a. Wanita mantan PSK

b. Sudah berhenti dari prostitusi minimal satu tahun

2. Jumlah Responden Penelitian

Menurut Banister dkk (dalam Poerwandari, 2007), penelitian kualitatif cenderung menggunakan sampel dalam jumlah sedikit karena penelitian tersebut focus pada kedalaman dan proses mengenai suatu hal tertentu. Penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah partisipan yang besar dan banyak, tetapi pada kasus-kasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian. Pada dasarnya, menurut Sarantakos (dalam Poerwandari, 2007) jumlah partisipan pada penelitian kualitatif diarahkan kepada kecocokan masalah penelitian dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Adapun responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 2 orang wanita yang pernah berprofesi sebagai PSK.

3. Teknik Pengambilan Sampel

(53)

responden atau pihak yang diwawancarai tersebut diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai orang lain yang juga bersedia menjadi responden penelitian.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua tempat yang berbeda, yaitu di kota Berastagi sekitarnya dan kota Medan sekitarnya. Hal ini disesuaiakan dengan tempat tinggal partisipan penelitian.

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

Adapun alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah :

1. Alat perekam

(54)

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus digali, serta apa yang sudah atau balum ditanyakan. Adanya pedoman wawancara juga kan memudahkan peneliti membuat kategorisasi dalam melakukan analisis data. Dalam penelitian ini, walaupun peneliti menggunakan pedoman wawancara, tetapi pedoman tersebut tidak sepenuhnya utuh digunakan saat wawancara berlangsung. Dalam wawancara tersebut pedoman diimprovisasi oleh peneliti sehingga wawancara lebih hidup dan lebih menarik bagi responden. Adapun pedoman wawancara berisikan proses penyesuaian diri, mulai dari responden keluar dari prostitusi, masuk ke dalam masyarakat, hingga akhirnya bisa menyesuaikan diri sepenuhnya.

3. Notebook

(55)

E. Prosedur Penelitian

1. Tahap Pencarian Responden Penelitian

Adapun tahap pencarian responden penelitan adalah : a. Bertanya Pada Orang Terdekat

Pada tahap ini, peneliti berusaha mencari responden penelitian dengan bertanya pada orang terdekat. Orang-orang tersebut berusaha membantu peneliti dalam hal tersebut.

b. Menemukan Sampel

Dalam rentang waktu antara 1 sampai 6 bulan waktu penelitian, peneliti berhasil menemukan 7 responden penelitian, masing-masing berprofesi sebagai mantan PSK. Tetapi akhrinya peneliti hanya menggunakan 2 responden dalam penelitian tersebut.

c. Faktor Yang Mengakibatkan Peneliti menggunakan 2 Responden

Responden Alasan

Wati Bersedia menjadi responden Novita Bersedia menjadi responden

Siti Meminta bayaran 10 juta kepada peneliti

Aminah Di tengah-tengah penelitian responden memutuskan berhenti.

Sulis Responden berusaha menjual jasa PSK kepada peneliti Mburak Meminta bayaran sebanyak 1 juta / pertemuan

(56)

2. Tahap Persiapan Penelitian

Adapun tahap persiapan yang dilakukan sebelum melakukan proses pengumpulan data adalah :

a. Tahap Membangun Raport

Pada tahap ini, peneliti berusaha menjalin hubungan dengan responden, sehingga responden merasa nyaman dan percaya kepada penliti dalam menceritakan perjalanan hidupnya. Tahap ini menjadi penting, karena topic dalam penelitian ini merupakan isu-isu sensitive yaitu mengenai profesi PSK. b. Tahap Wawancara Awal

Wawancara awal dilakukan kepada beberapa pihak terkait untuk mendapatkan gambaran umum mengenai topic yang akan diteliti. Adapun pihak yang diwawancarai dalam tahapan ini adalah wanita yang berpofesi sebagai PSK, masyarakat secara umum, responden sendiri yaitu wanita mantan PSK, serta kerabat terdekat dari responden penelitian.

c. Membangun Landasan Teori

Landasan teori menjadi salah satu aspek yang penting dalam mengarahkan jalannya penelitian. Dalam tahap ini peneliti mencari teori yang sesuai dengan topic penelitian.

d. Pembuatan Pedoman Wawancara

(57)

e. Penentuan Jadwal wawancara lanjutan.

Setelah mendapat persetujuan dari responden, peneliti meminta responden untuk bertemu mengambil data. Hal ini dilakukan setelah melakukan raport terlebih dahulu. Kemudian, peneliti dan responden mengatur dan menyepakati waktu untuk melakukan wawancara.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Adapun tahapan yang dilakukan selama proses penelitian adalah : a. Tahap Konfirmasi

Dalam tahapan ini, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat melakukan proses wawancara berlangsung. Selain itu dalam tahap ini peneliti mengevaluasi ulang pedoman wawancara yang dibuat untuk melihat apakah pedoman sudah sesuai dengan apa yang hendak di lihat dan di teliti.

b. Melakukan wawancara inti sesuai dengan pedoman wawancara

Dalam tahap ini, peneliti sudah melakukan wawancara sesungguhnya dalam proses pengumpulan data. Wawancara tersebut didasarkan pada pedoman yang sudah dibuat sebelumnya dan di improvisasi sesuai dengan kemampuan peneliti. Dalam tahapan ini, diharapkan peneliti sudah memperoleh data atau informasi awal yang hendak di analisa.

c. Tahap Wawancara Eksplorasi dan Refleksi

(58)

oleh peneliti. Hal ini merupakan tahap yang digunakan untuk meminimalisir bias data dan ketidakjujuran dalam wawancara awal.

d. Mengubah hasil wawancara ke dalam transkrip verbatim

Dalam tahapan ini, data yang diperoleh diubah ke dalam bentuk transkrip verbatim yang nantinya akan dianalisa dan dikoding. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses interpretasi data yang dilakukan kedepannya, karena apabila tidak ada verbatim terstuktur, maka peneliti akan mengalami kebingungan selama melakukan analisa.

4. Tahap Pencatatan Data

Untuk memudahkan proses pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu, agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada responden untuk merekam proses wawancara yang akan dilakukan. Hasil wawancara yang dilakukan akan ditranskripkan kedalam bentuk verbatim untuk dianalisa.

5. Tahap Analisa Data

Adapun hal yang dilakukan dalam analisa data adalah : a. Menganalisa masing-masing verbatim wawancara.

(59)

b. Pemberian kode pada masing-masing hasil analisa

Sesudah dilakukan analisa terhadap verbatim wawancara, maka hasil dari analisa tersebut diberikan kode-kode. Hal ini akan mempermudah peneliti dalam membuat analisa tematik dan kinerja pada tahap berikutnya.

c. Menghubungkan secara tematis hasil analisa dengan pedoman wawancara Melakukan analisa tematik, dimana hasil analisa wawancara kembali dihubungkan ke dalam pedoman wawancara dan pertanyaan penelitian. Apakah hal-hal tersebut memang sudah menjawab apa yang ditanyankan dalam proses penelitian.

F. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas penelitian ini terletak pada keberhasilan peneliti dalam mengungkap proses penyesuaian diri pada mantan PSK. Adapun upaya peneliti untuk mempertahankan kredibilitas penelitian adalah :

1. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat . Pertnyaan yang bersifat ambigu ditanyakan kembali dengan menggunakan perntanyaan refleksi pada pertemuan berikutnya.

2. Mencatat hal-hal penting sereinci mungkin selama sesi wawancara, termasuk di dalamnya perkataan responden serta prilaku yang ditunjukkan selama sesi wawancara.

(60)

4. Menyertakan partner yang dapat memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap analisa data yang dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini termasuk dosen pembimbing, pihak panti sosial, serta beberapa rekan mahasiswa Psikologi USU.

5. Melakukan checking dan rechecking data yang diperoleh dalam upaya memastikan dugaan penelitian.

6. Melakukan analisis data berdasarkan validitas argumentatif yang dapat dibuktikan dengan melihat data mentah

G. Metode Analisa Data

Penelitian kualitatif tidak memiliki rumus atau aturan absolute untuk mengolah dan menganalisis data (Poerwandari, 2001). Beberapa tahapan dalam menganalisa data kualitatif menurut Poerwandari, 2001 yaitu :

1. Organisasi Data

(61)

2. Analisis dan Coding

Langkah penting pertama sebelum sebelum analisis dilakukan adalah membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Coding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan membuat sistematis data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Dengan demikian pada gilirannya peneliti dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya. Semua peneliti kualitatif menganggap coding adalah tahap yang penting, meskipun peneliti yang satu dan yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya sama. Pada akhirnya penelitilah yang berhak dan bertanggung jawab memilih cara coding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya.

3. Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan wawancara. Dengan mempelajari data, penelliti dapat mengembangkan dugaan-dugaan dan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang berekmbang tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya.

4. Stategi Analisis

(62)

kunci dapat diambil dari istilah yang dipakai oleh responden sendiri, yang oleh peneliti dianggap benarbenar tepat dan dapat mewakili fenomena yang dijalaskan.

5. Interpretasi Data

(63)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa data wawancara yang telah dilakukan selama pengambilan data penelitian. Hasil dari penelitian ini akan dianalisa persubjek dalam upaya memperjelas dinamika personal adjustment pada mantan PSK

A. PARTISIPAN I

1. ANALISA PARTISIPAN I

1.1. IDENTITAS PARTISIPAN I

Keterangan Partisipan

Nama Samaran Wati

Usia 33 Tahun

Suku / Agama Jawa / Islam

Pendidikan Terakhir SD

Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

Status Pernikahan Menikah sebanyak 2 kali

Jumlah Anak 4 orang (3 orang dari suami pertama dan 1 orang dari suami kedua) Awal Menjadi PSK 2010

(64)

1.2. OBSERVASI PARTISIPAN I

1.2.1. Observasi Umum

Partisipan I (selanjutnya disebut Wati) adalah seorang wanita berusia 33 tahun yang pernah bekerja sebagai pekerja seks komersial. Wati memiliki tinggi badan lebih kurang 160 cm. Ia memiliki rambut bergelombang sepanjang bahu berwarna hitam dan memiliki warna kulit sawo matang. Setiap kali Wati mengunjungi rumah peneliti, ia selalu membawa anak laki-lakinya yang paling muda, dan terkadang ia juga membawa anak perempuannya ikut bersamanya mengunjungi rumah peneliti. Dalam setiap pertemuan dengan peneliti, Wati selalu menggunakan pakaian yang berwarna cerah, yaitu berwarna putih dan hijau, serta celana panjang yang berwarna hitam.

(65)

1.2.2. Observasi Saat Pengambilan Data

Seluruh kegiatan wawancara dengan Wati dilaksanakan di rumah peneliti, sesuai dengan permintaan Wati. Kegiatan wawancara dilakukan di ruang tamu rumah peneliti yang berukuran 7 x 7 m. Ruang tamu tersebut terdiri dari 5 buah sofa yang disusun melingkar di sisi timur (sebelah kanan) ruangan dengan satu meja terletak di tengah-tengah susunan sofa tersebut. Dinding ruangan tersebut dihiasi oleh foto-foto keluarga peneliti serta 2 buah lukisan berukuran 2 x 3 meter.

Wawancara pertama dengan Wati dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2013. Wati datang ke rumah peneliti menggunakan kaos bewarna putih dan celana berwarna ungu. Ia membawa dua orang anknya, dengan salah seorang anak digendong menyamping ke sebelah kiri dan salah seorang anaknya digandeng di sebelah kanan Wati. Ketika bertemu dengan peneliti, Wati tersenyum dan kemudian mengarahkan pandangan ke arah ibu peneliti yang pada saat itu duduk di sebelah kanan peneliti. Selama ibu peneliti berada di dalam ruangan, Wati

(66)

menunjukkan ekspresi senang dan sesekali tertawa terbahak-bahak ketika bercerita dengan ibu peneliti.

Ketika wawancara hendak dimulai, ibu peneliti pergi meninggalkan ruangan. Posisi peneliti dan Wati pada saat hendak melakukan wawancara adalah duduk berhadap-hadapan di sofa yang ada di ruang tamu tersebut. Wati duduk dengan kedua tangan diletakkan diatas paha dan kepala menunduk memandang kedua tangannya. Setiap peneliti mengajukan pertanyaan, Wati selalu memfokuskan pandangan kepada peneliti, tetapi ketika ia ingin menjawab pertanyaan ia selalu memandang kedua tangan diatas pahanya dengan sesekali melemparkan pandangan keluar ruangan. Selain itu, dalam menjawab pertanyaan peneliti ada jeda sekitar 4-5 detik sebelum Wati mulai menjawab dan hampir setiap pertanyaan dijawab dengan menggunakan kata “eeee…”. Ketika peneliti mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan suami pertama Wati, ia selalu menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Responden dalam penelitian ini adalah dua orang mantan pecandu narkoba yang sudah berhenti menggunakan narkoba lebih dari 2 tahun, sudah memiliki pekerjaan (sumber penghasilan),

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) faktor-faktor yang mempengaruhi mantan narapidana narkoba dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat, (2)

Dalam penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut, yaitu fonotaktik silabel kosakata bahasa slang pada mantan pengguna narkoba Rumah Sakit Grhasia Sleman ditemukan pola

Selain itu dengan adanya pengungkapan diri kita juga dapat mengetahui apa yang orang lain sukai atau tidak Terkait dengan penelitian ini, pengungkapan topik seksual dalam

Memaknai makna peran diri mantan buruh migran perempuan dalam keluarga dimana mereka berusaha membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga, perlu dianalisis motif yang

Tindakan menjajakan diri pada mantan pekerja seks komersial korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebelum menjalani rehabilitasi sosial dapat digolongkan ke dalam

Pada periode kedua keislaman ikhwan mantan preman, selain mereka bertemu para asatid yang tergabung dalam harokah, mereka juga bergabung dengan laskar.. Pada kondisi ini,

Hasil dari penelitian ini adalah kondisi psychological well-being pada mantan narapidana yang dialami subjek dalam penelitian ini muncul penerimaan diri yang baik, memiliki hubungan