Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
Psikologi (S.Psi)
Mariya Ulfa B07212021
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)
xi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id Abstract
The purpose of this research is to assess what the adaptations former sex workers in the form of adaptations positive and negative adaptations .The research is the qualitative study a case study , by using trianggulasi as of data validation .The subject of study is a former commercial sex workers aged 32 years and cease to be sex workers at the age of 27 years .The reason the subject cease to be sex workers is because there is the guilt and wanted to repent and want to have the number of households that good. Adaptations was a process how individuals reached the balance of life in fulfilling their need in accordance with the environment .This study found the four categories of a discovery that which two categories the findings are the main findings, and two categories the findings is another result as a supporter of key findings .First there are some process traversed by former sex workers ranging from changes in a bad economy, views of people tend to be negative, and the inner pressure of sin ever done. Second, the result of adjustment of former commercial sex workers in the form of adjustment positively that does not show the emotional tension subjects never reply to scorn or negative remarks from people around, did not show the mechanisms of psychological subjects reserve the defenses positive so that it can face problems with either, did not show any personal frustration subject considers all the problems that happened is a test from Allah, have a rational judgment and self-direction, and to be realistic and objective.
interpersonal relationships with the residents or the surrounding community.
ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
INTISARI
menghadapi stress dan kecemasan ketika perekonomian memburuk subjek memilih berjualan kue keliling untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik subjek tetap berbuat baik kepada warga yang telah memberikan komentar negatif kepadanya, memiliki hubungan interpersonal yang baik memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan warga atau masyarakat sekitar.
vi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR ISI
E. Keaslian Penelitian ... 12
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri ... 15
1. Definisi Penyesuaian Diri ... 15
2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian diri ... 17
3. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri... 26
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian diri ... 27
B. Pekerja Seks Komersial (PSK) ... 29
1. Definisi Pekerja Seks Komersial ... 29
C. Mantan Pekerja Seks Komersial ... 29
1. Definisi Mantan Pekerja Seks Komersial ... 29
2. Faktor yang Mendorong Keluar Dari Prostitusi ... 31
D. Faktor yang Menghambat Keluar Dari Prostitusi ... 32
E. Perspektif Teoritis ... 33
BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 36
B. Lokasi Penelitian ... 37
C. Sumber Data ... 38
D. Metode Pengumpulan Data ... 39
E. Prosedur Analisi dan Interpretasi data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Partisipan ... 43
B. Temuan Penelitian ... 45
1. Deskripsi Temuan Penelitian ... 47
2. Analisis Temuan Penelitian... 62
C. Pembahasan ... 68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 79
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang kerap dijumpai khususnya di daerah perkotaan
adalah bagaimana seseorang bisa hidup dengan gaji pas-pasan, bisnis
bangkrut, mencari pekerjaan selalu ditolak sedangkan kebutuhan semakin
meningkat. Semakin berkembangnya zaman tenaga kerja manusia semakin
berkurang karena digantikan oleh mesin-mesin canggih. Pengangguran
semakin banyak, phk dimana-dimana sedangkan kebutuhan hidup juga
semakin meroket.
Manusia dalam kehidupannya sering menemui kendala-kendala yang
membuat manusia merasa kecewa dan tidak menemukan jalan keluar
sehingga manusia memilih langkah yang kurang tepat dalam jalan hidupnya.
Salah satu jalan pintas dalam perjalanan hidup seorang perempuan akibat
cobaan-cobaan hidup yang berat dirasakan, perempuan tersebut terjun dalam
dunia pelacuran/ PSK (pekerja seks komersial). Fenomena praktek pelacuran
merupakan masalah sosial yang sangat menarik dan tidak ada habisnya untuk
diperbincangkan dan diperdebatkan. Mulai dari dahulu sampai sekarang
masalah pelacuran adalah masalah sosial yang sangat sensitif yang
menyangkut peraturan sosial, moral, etika, bahkan agama (Prasetyaningrum :
Poerwadarminta (2000) mengartikan istilah pelacuran sebagai perihal
menjual diri. Berdasarkan maknanya, mereka yang melacurkan diri akan lebih
jelas apabila disebut sebagai pelacur. Qordhawi (1993) berpendapat bahwa
dalam pandangan Islam yang dimaksud pelacur adalah
perempuan-perempuan nakal yang pekerjaanya berzina. Pengertian pelacur atau PSK
menurut Mukhreji dan Hantrakul (dalam Lestari dan Koentjoro : 2002) adalah
perempuan yang menjual diri kepada banyak laki-laki dengan sedikit atau
tidak ada kesempatan untuk memilih pelanggannya.
Penyebab pelacuran sebenarnya bukan tunggal tetapi cenderung
kompleks seperti hubungan dalam keluarga yang tidak baik, pendidikan
rendah, kemiskinan, masa depan tidak jelas, tekanan penguasa, hubungan
seksual terlalu dini, pergaulan bebas, kurang penanaman nilai-nilai agama
serta perasaan dendam dan benci kepada laki-laki. Alasan Mi menjadi PSK
pada saat itu karena faktor ekonomi keluarga Mi dan perasaan tertekan karena
sering dimarahi oleh ibunya lantaran Mi sering keluar pergi dengan laki-laki
yang berbeda.
Selanjutnya menurut Lestari dan Koentjoro (2002) dalam
penelitiannya juga menemukan kecenderungan perempuan untuk menjual diri
adalah karena pengaruh teman, aspirasi material, tren, mencari perhatian
karena di rumah kurang merasa diperhatikan dan kompensasi dari
kekecewaan. Adams (dalam Lestari dan Koentjoro : 2002) juga menyatakan
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
lingkungan, kemiskinan serta mudahnya mendapat uang ketika melacur.
Praktik pelacuran menurut Geltungstrieb (dalam Kartono: 2002) adalah
distimulasi oleh atau dorongan untuk menuntut hak dan kompensasi, karena
individu tidak pernah merasakan kehangatan, perhatian, dan kasih sayang
orang tua atau familinya. Dicari kompensasi bagi kekosongan hatinya, dengan
jalan melakukan intervensi aktif dalam bentuk relasi seksual yang ekstrem
tidak terkendali, alias pelacuran.
Pelacur, lonte, sundal, PSK, adalah sedikit diantara sederet panjang
istilah yang kerap terdengar ketika seseorang menunjuk pada sessosok
perempuan penjaja seks. Pelacur merupakan prostitusi, membiarkan diri
berbuat cabul dan melakukan perzinahan secara bebas. Ia merupakan gejala
kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan hubungan seks
dengan lelaki liar sebagai mata pencaharian. Para wanita menjadi pelacur itu
berorientasi untuk mendapatkan bayaran setelah menyerahkan dirinya
bulat-bulat kepada banyak lelaki muda maupun tua (Umar : 1990).
Selama ini, pekerjaan sebagai pelacur banyak mendapat sikap reaktif
dari masyarakat luas atau reaksi sosialnya. Masyarakat memberikan cap yang
buruk dan menghina pelacur karena dianggap tidak memiliki moral dan telah
melanggar adat-istiadat, hukum, dan agama. Dijelaskan oleh Kartono (2002)
akibat cap negatif pada pelacur timbul reaksi sosial pada masyarakat yang
bersifat menolak, masa bodoh, dan acuh tak acuh. Sikap menolak dapat
ini menimbulkan terjadinya konflik-konflik dan kecemasan-kecemasan yang
banyak diderita oleh para pelacur. Pelacur merasa harga dirinya dihinakan
oleh banyak orang. Mantan pelacur yang ingin kembali hidup di
tengah-tengah masyarakat menginginkan dirinya diterima seperti saat belum menjadi
pelacur.
Mantan pelacur yang ingin kembali dalam masyarakat dan ingin hidup
normal berada dalam suatu dilema. Di satu sisi ia ingin kembali bisa hidup
bersama dengan masyarakat umum, di sisi lain ia merasa kesulitan untuk
merubah sikap dan pandangan masyarakat yang telah memberikan predikat
buruk pada pelacur. Pandangan masyarakat bahwa pelacur telah melakukan
penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi
sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan, yang
berbeda dari tingkah laku umum. Kondisi yang demikian ini mengakibatkan
kehidupan psikis mantan pelacur kurang stabil, banyak memendam konflik
internal (konflik batin) dan konflik dengan lingkungannya. Gunjingan dari
tetangga sudah menjadi hal biasa meskipun sudah tidak lagi menjadi seorang
pelacur (hasil wawancara dengan subjek, pada tanggal 8 agustus, 2016).
Selain itu jumlah pendapatan yang berbeda karena ketika menjadi
seorang pelacur dalam satu hari ia sudah bisa mengumpulkan uang dengan
mudah, hal itu berbeda ketika sudah menjadi mantan pelacur. dan konflik
batin seorang mantan pelacur yang merasa dirinya kotor dan penuh dosa
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
kelanjutan hidupnya menemui kesulitan untuk menyesuaikan diri dalam
keadaan yang sebenarnya. Masalah kepribadian inilah yang perlu
mendapatkan perhatian yaitu kondisi penyesuaian diri pada individu yang
pernah menjadi pelacur.
Namun Mi sudah menetapkan hatinya untuk berhenti menjadi PSK
karena ada perasaan bersalah kepada banyak pihak terutama kepada Allah
SWT oleh karena itu Mi ingin bertaubat dan tidak mau mengulangi lagi.
Taubat berarti sadar dan menyesal akan dosa serta berniat akan memperbaiki
tingkah laku dan perbuatan tersebut. Menurut Imam Al-Ghazali, taubat adalah
meninggalkan dosa yang telah diperbuat dan dosa-dosa yang sederajat dengan
itu dengan mengagungkan Allah dan takut akan murka Allah. Hukum
bertaubat adalah wajib bagi setiap muslim Allah SWT berfirman dalam surat
At-Tahrim ayat 8:
memancar dihadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha atas segala sesuatu” (QS. At-Tahrim: 08).
Adapun keutaman taubat menurut Al-qur’an adalah:
1. Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla. Allah
SWT berfiman :
َنﯾ ِرﱢﮭَطَﺗُﻣْﻟا ﱡبِﺣُﯾ َو َنﯾِﺑا ﱠوﱠﺗﻟا ﱡبِﺣُﯾ َ ّﷲ ﱠنِإ
Artinya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)2. Taubat merupakan sebab keberuntungan, sebagaimana Firman Allah
dalam Al-Qur’an :
ْمُﻛﱠﻠَﻌَﻟ َنوُﻧِﻣ ْؤُﻣْﻟا ﺎَﮭﱡﯾَأ ًﺎﻌﯾِﻣَﺟ ِ ﱠﷲ ﻰَﻟِإ اوُﺑوُﺗ َو
َنوُﺣِﻠْﻔُﺗ
Artinya “Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian beruntung.”(QS. An Nuur: 31)
3. Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya
ampunan atas kesalahan-kesalahannya. Sebagaimana Firman Allah dalam
Al-Qur’an :
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
4. Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.
Allah Ta’ala berfirman :
ﱠﻻِإ ًﺎّﯾَﻏ َن ْوَﻘْﻠَﯾ َف ْوَﺳَﻓ ِتا َوَﮭﱠﺷﻟا اوُﻌَﺑﱠﺗا َو َة َﻼﱠﺻﻟا اوُﻋﺎَﺿَأ ٌفْﻠَﺧ ْمِھِدْﻌَﺑ نِﻣ َفَﻠَﺧَﻓ
َكِﺋَﻟ ْوُﺄَﻓ ًﺎﺣِﻟﺎَﺻ َلِﻣَﻋ َو َنَﻣآ َو َبﺎَﺗ نَﻣ
ًﺎﺋْﯾَﺷ َنوُﻣَﻠْظُﯾ َﻻ َو َﺔﱠﻧَﺟْﻟا َنوُﻠُﺧْدَﯾ
Artinya
“
Maka sesudah mereka (nabi-nabi) datanglah suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam surga dan mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS. Maryam: 59, 60)5. Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat. Sebagaimana
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
ٌروُﻔَﻐَﻟ ﺎَھِدْﻌَﺑ نِﻣ َكﱠﺑَر ﱠنِإ ْاوُﻧَﻣآ َو ﺎَھِدْﻌَﺑ نِﻣ ْاوُﺑﺎَﺗ ﱠمُﺛ ِتﺎَﺋﱢﯾﱠﺳﻟا ْاوُﻠِﻣَﻋ َنﯾِذﱠﻟا َو
ٌمﯾِﺣﱠر
Artinya“Dan orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS. Al A’raaf: 153)6. Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai
kebaikan. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an :
ًﺎﻣﺎَﺛَأ َقْﻠَﯾ َكِﻟَذ ْلَﻌْﻔَﯾ نَﻣ َو
ﱠﻻِإ ًﺎﻧﺎَﮭُﻣ ِﮫﯾِﻓ ْدُﻠْﺧَﯾ َو ِﺔَﻣﺎَﯾِﻘْﻟا َم ْوَﯾ ُباَذَﻌْﻟا ُﮫَﻟ ْفَﻋﺎَﺿُﯾ
Artinya “Dan barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. Al Furqaan: 68-70)
7. Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan. Sebagaimana
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
ْمُﮭﱠﻟ ًارْﯾَﺧ ُكَﯾ ْاوُﺑوُﺗَﯾ نِﺈَﻓ
Artinya “Maka apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka.” (QS. At Taubah: 74)8. Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.
Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an:
ﱠﻻِإ َﻦﯾِﺬﱠﻟا ْاﻮُﺑﺎَﺗ ْاﻮُﺤَﻠْﺻَأَو ْاﻮُﻤَﺼَﺘْﻋاَو ِّ ﺎِﺑ ْاﻮُﺼَﻠْﺧَأَو ْﻢُﮭَﻨﯾِد ِّ ِ َﻚِﺌـَﻟْوُﺄَﻓ َﻊَﻣ َﻦﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا
َفْﻮَﺳَو ِتْﺆُﯾ ُّﷲ َﻦﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ًاﺮْﺟَأ ًﺎﻤﯿِﻈَﻋ
Artinya “Kecuali orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan agama Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan bersama dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman pahala yang amat besar.” (QS. An Nisaa’: 146)
Dalam penyesuaian diri di lingkungan masyarakat, orang biasanya
terus menerus menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu, sehingga
penyesuaian tersebut merupakan suatu pola. Pola-pola yang dibentuk
kemudian disebut mekanisme penyesuaian (Sobur : 2003). Penyesuaian diri
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa
penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai. Penyesuaian yang terjadi
jika manusia/individu selalu dalam keadaan seimbang antara dirnya dengan
lingkungannya dimana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan
dimana semua fungsi organisme/individu berjalan normal. Sekali lagi, bahwa
penyesuaian yang sempurna itu tidak pernah dapat dicapai. Karena itu
penyesuaian diri lebih bersifat sutau proses sepanjang hayat (lifelong process), dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Respons penyesuaian, baik atau buruk, secara sederhana dapat
dipandang sebagai sutau upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi
ketegangan dan untuk memelihara kondisi-kondisi keseimbangan sutau proses
kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan tuntutan
eksternal. Penyesuaian diri yang baik adalah dengan mempunyai ciri-ciri
dapat diterima di suatu kelompok, dapat menerima dirinya sendiri, dapat
menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Dalam proses penyesuaian
diri dapat saja muncul konflik, tekanan, dan frustasi dan individu didorong
meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari
tegangan. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri
apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau
apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu
Bagi Mi menjadi seorang mantan PSK bukanlah hal yang mudah
perubahan yang sangat drastis harus ia lewati mulai dari perubahan ekonomi,
pandangan masyarakat yang cenderung negatif dan konflik batin merasa
dirinya penuh dosa. Awal Mi memutuskan berhenti menjadi PSK ketika dia
menikah dengan seorang laki-laki yang sudah beristri. Dia tahu konsekuensi
menjadi istri kedua apalagi istri pertama tidak menyetujui pernikahannya
sehingga suami Mi jarang pulang kadang sampai satu minggu sekali yang
artinya satu minggu juga suaminya tidak memberi nafkah kepada Mi,
sehingga untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari Mi berjualan kue keliling.
Meskipun demikian Mi tidak pernah menelpon suaminya jika suaminya tidak
pulang karena takut dengan istri pertama. Hal itu MI lakukan karena ia tidak
ingin kembali lagi menjadi PSK ia menganggap saat ini hanya ujian yang
suatu saat bisa berubah menjadi indah.
Ketika menjadi mantan PSK Mi sering mendengar gunjingan dari
tetangga banyak sekali julukan negatif yang ia dapat dan sering menjadi
bahan gosip warga sekitar yang membuat batin MI menangis namun Mi sadar
hal itu terjadi karena kesalahan dia sendiri di masa lalu. Meskipun demikian
Mi tetap berusaha mengubah stigma masyarakat tentang dirinya. Mi selalu
mengikuti kegiatan warga misalnya pengajian, acara nikah, rewang, arisan
dan lain sebagainya. Selain itu Mi dikenal oleh warga sebagai orang yang
ramah dan tidak mudah tersinggung sehingga orang-orang sudah mulai
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
Keadaan mantan pelacur yang tidak dapat menerima masa lalunya dan
pandangan masyarakan yang cenderung negatif merupakan salah satu
kesulitan dalam penyesuaian diri mantan pelacur dengan masyarakat. Bertitik
tolak dari latar belakang permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk
meneliti mengenai penyesuaian diri mantan PSK.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh fokus penelitian antara lain :
1. Bagaimana proses penyesuaian diri mantan PSK?
2. Bagaimana bentuk penyesuaian diri mantan PSK?
C. Tujuan Penelitian
Dari fokus penelitian yang di paparkan, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan memahami:
1. Proses penyesuaian diri mantan PSK.
2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian diri mantan PSK
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan informasi bagi khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu
psikologi khususnya psikologi sosial.
2. Secara praktis penelitian ini berguna bagi terapis dilembaga swadaya baik
PSK dan kepada masyarakat dalam memberikan dukungan secara psikis
terhadap mantan PSK terutama dalam bentuk penerimaan diri.
E. Keaslian Penelitian
Peneliti akan mengungkapkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, baik di Indonesia maupun di
luar negeri, Penelitian pertama dilakukan oleh Hapsariyanti dan Taganing
tahun 2009, dengan tema “Kecerdasan Emosional Dan Penyesuaian Diri
Dalam Perkawinan”, Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif
antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri pada pasangan
menikah sekitar tiga (3) tahun.
Penelitian kedua dilakukan oleh widianingsing dan Widyarini tahun
2009, dengan tema “Dukungan Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja
Mantan Pengguna Narkoba”, simpulan dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi dukungan orang tua terhadap remaja mantan pengguna
narkoba maka akan semakin baik penyesuaian diri oleh remaja tersebut dalam
masyarakat.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Zakiyah, Hidayati dan Setyawan
tahun 2010, dengan tema “Hubungan Antara Penyesuaian diri dengan
Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Berasrama SMPN 3 Peterongan
Jombang”, simpulan dari penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan
negatif antara variabel penyesuaian diri dengan prokrastinasi akademik pada
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
Penelitian keempat dilakukan oleh Safura dan Supriyantini tahun
2006, dengan tema “Hubungan Antara Penyesuaian diri Anak di Sekolah
Dengan Prestasi Belajar”, simpulan dari penelitian tersebut yaitu tidak ada
hubungan positif antara penyesuaian diri anak di sekolah dengan prestasi
belajar.
Penelitian kelima dilakukan oleh Tupan tahun 2016, dengan tema
“Dinamika Penyesuaian Diri Perempuan Usia Emerging Adulthood Tanpa Pengalaman Dating”, simpulan dari penelitian tersebut yakni status no dating yang belum tentu dimaknai dengan setara oleh individu yang menyandangnya,
menghasilkan proses penyesuaian diri yang khas pada individu.
Penelitian keenam dilakukan oleh Sharma 2012, dengan tema
“Adjustmen and Emotional Maturity Among First Year College Student”, simpulan dari penelitian tersebut yakni mahasiswa pada semester awal
memiliki tingkat penyesuaian diri yang rendah dalam bidang sosial, emosional
dan pendidikan yang bersangkutan.
Penelitian ketujuh dilakukan oleh Tomura 2009, dengan tema “A Prostitute’s Lived Experiences Of Stigma”, simpulan dari penelitian tersebut
yakni terdapat pengalaman psikologis pelacur yang paling menonjol
meliputi: stress, kecemasan, ketakutan dalam menyembunyikan identitas
sebagai pelacur, kebingungan, frustrasi, tidak diakui, tidak dihargai.
Penelitian kedelapan dilakukan oleh Al-Khatib, Awamleh, dan
Applied University”, simpulan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
penyesuaian diri di kampus tidak didasarkan pada jenis kelamin, tingkat
pendidikan, perguruan tinggi atau interaksi di antara mereka. Namun, hal itu
berkaitan dengan faktor-faktor lain seperti masa kecemasan pekerjaan setelah
menyelesaikan universitas, ketidakstabilan emosi atau masalah lain yang
berkaitan dengan prestasi akademik.
Dari beberapa hasil penelitian di atas, baik yang berasal dari Indonesia
ataupun luar negeri memiliki persamaan yang muncul pada topik tentang
penyesuaian diri dan mantan PSK. Penelitian yang akan dilakukan ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya dikarenakan topik yang diangkat peneliti ialah
dinamika penyesuaian diri pada manta PSK kemudian dari segi pendekatan
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Diri
1. Definisi Penyesuaian Diri
Salah satu bentuk interaksi ditandai ketika seseorang menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Lingkungan baru yang dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang saling berinteraksi satu sama lainnya, sehingga bukan hanya lingkungan fisik atau biologis semata. Penyesuaian diri terhadap lingkungan baru ini menuntut individu untuk mencari cara agar mampu diterima dengan baik. Semua makhluk hidup secara alami telah dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara beradaptasi dengan keadaan lingkungan alam untuk bertahan hidup, dalam istilah psikologi penyesuaian diri disebut juga dengan istilah adjustment (Enung : 2006). Adjustment adalah adaptasi atau penyesuaian diri, kemampuan untuk dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa survive, dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rokhaniah, juga dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan-tuntutan sosial. (Kartono : 2000).
karena ketidakmampuannya dalam penyesuaian diri, baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan dan masyakarat pada umuumnya. Tidak jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stresdan depresi disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi yang penuh tekanan. Penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi anda yang kontinu dengan diri Anda sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia Anda (Calhoun dan Acocella dalam Sobur : 2003).
Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita : 2009).
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, pransangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis habis (Kartono : 2002).
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat
keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita : 2009).
Dari pengertian tersebut dapat diuraikan bahwa penyesuaian diri merupakan proses bagaimana individu mencapai keseimbangan hidup dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat, dan manusia terus menerus berusaha menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Penyesuaian adalah sebagai suatu proses kearah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal dan eksternal. Dalam proses penyesuaian diri dapat saja muncul konflik, tekanan dan frustrasi, dan individu di dorong meneliti berbagai kemungkinan perilaku untuk membebaskan diri dari ketegangan. Individu di katakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar dapat di terima oleh liungkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri
a. Penyesuaian Diri Positif
1. Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional.
Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya emosi yang berlebihan atau emosi yang merusak. Individu mampu menanggapi berbagai situasi atau masalah dengan emosi yang tenang dan terkontrol.
2. Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis. Dalam menghadapi masalah ataupun konflik, individu yang memiliki penyesuaian diri yang normal akan menunjukkan reaksi berterus terang daripada reaksi yang disertai dengan mekanisme-mekanisme psikologis seperti rasionalisasi, proyeksi, represi, atau sublimasi.
3. Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
Penyesuaian diri yang normal sebagian besar ditandai dengan perasaan bebas dari frustasi pribadi. Perasaan frustasi hanya akan membuat individu mengalami kesulitan dan kadangkala tidak memungkinkan individu untuk beraksi secara normal terhadap situasi atau masalah.
4. Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 5. Mampu dalam belajar.
Proses penyesuaian diri yang normal ditandai dengan sejumlah pertumbuhan atau perkembangan yang berhubungan dengan cara menyelesaikan situasisituasi yang penuh konflik, frustasi dan ketegangan.
6. Menghargai pengalaman.
Penyesuian diri yang normal ditandai dengan kemampuan individu untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu dalam menghadapi tuntutan situasi yang ada.
7. Bersikap realistik dan objektif.
Karakteristik ini berhubungan dengan orientasi individu dalam menghadapi kenyataan. Sikap ini didasarkan pada proses belajar, pengalaman masa lalu dan pemikiran rasional yang memungkinkan individu untuk menilai dan menghargai situasi, masalah, maupun keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Individu akan melakukan penyesuaian diri secara positif dalam berbagai bentuk, antara lain (Sunarto & Hartono : 1994):
2. Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan), yaitu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalah individu.
3. Penyesuaian dengan trial and error (coba-coba), yaitu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. 4. Penyesuaian dengan menggali kemampuan diri, yaitu individu
menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam diri, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri.
5. Penyesuaian dengan belajar, yaitu menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari belajar untuk membantu penyesuaian diri.
b. Penyesuaian Diri Negatif
21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 1. Reaksi Bertahan (Defence reaction), yaitu individu berusaha untuk
mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak mengahadapi kegagalan dan selalu berusaha untuk menunjukkan dirinya tidak mengalami kegagalan dengan melakukan rasionalisasi, represi, proyeksi, dan sebagainya.
2. Reaksi menyerang (Aggressive Reaction), yaitu menyerang untuk menutupi kesalahan dan tidak mau menyadari kegagalan, yang tampak dalam perilaku selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, kera kepala dalam perbuatan, menggertak baik dengan ucapan dan perbuatan, menunjukkan sikap permusuhan secra terbuka, dan sebagainya.
3. Reaksi Melarikan Diri, yaitu melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, yang tampak dalam perilaku berfantasi, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, regresi, dan sebagainya.
Gunarsa (1989) mengemukakan beberapa bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dapat dilakukan oleh seseorang, yaitu:
1. Perilaku Kompensatoris
sublimasi dan bentuk-bentuk perilaku pengganti (subtitute) yang lainnya. Perilaku kompensatoris juga diartikan sebagai usaha khusus untuk mengurangi ketegangan-ketegangan atau kekurangan-kekurangan karena adanya kerusakan, yang dipakai untuk mengalihkan perhatian orang lain dari kerusakannya. Perilaku pengganti atau kompensatoris ini mungkin dapat diterima mungkin juga ditolak.
2. Perilaku Menarik Perhatian Orang (Attention-Seeking Behavior) Keinginan untuk memperoleh perhatian merupakan sifat yang normal. Seseorang dengan penyesuaian yang adekuat akan memperoleh perhatian. Apabila tingkah laku biasa dapat tidak dapat menimbulkan perhatian yang diinginkan, maka seseorang akan melakukan tindakan-tindakan yang menghebohkan untuk menarik perhatian orang terhadap dirinya. Keinginan ini biasa terlihat pada anak-anak tetapi juga merupakan ciri pada masa remaja maupun dewasa. Sering pula seseorang berusaha memakai bentuk penyesuaian ini dengan tujuan mengalihkan perhatian dari satu faktor dan memusatkan, mengarahkan perhatiannya pada faktor lain.
3. Memperkuat Diri Melalui Kritik
23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id keberhasilannya dalam penyesuaian terhadap situasi-situasi sedangkan
dirinya sendiri mengalami kegagalan. Kritik yang baik yang diberikan kepada seseorang dapat dikatakan merupakan suatu tanda bersahabat dan perhatiannya terhadap orang tersebut bila ada kesalahan yang terlihat. Kritik terhadapseseorang yang dikemukakan kepada orang-orang lain bisa disebabkan perasaan dirinya kurang terhadap yang dikritik. Kritik diri sendiri bila berdasarkan keinginan untuk memperbaiki tingkah laku sendiri merupakan hal yang umum, karena merupakan suatu bentuk tingkah laku penyesuaian.
4. Identifikasi
Pembentukan pola-pola identifikasi merupakan bentuk penyesuaian yang tidak merugikan. Pada umumnya manusia merupakan bagian dari suatu kelompok. Sudah selayaknya jika kita mengidentifikasi diri dengan mereka yang berhasil dalam keberhasilan anggota kelompok yang menonjol tersebut. Makin bertambahnya usia dan kedewasaan, tokoh/identifikasi berubah misalnya terhadap kelompok-kelompok sosial, organisasi, atau seseorang yang memang patut ditiru, yang memiliki cita-cita yang mulia dan menimbulkan keinginan untuk menjadi seperti tokoh-tokoh tersebut.
5. Sikap Proyeksi
mudah dan menyenangkan apabila kegagalan ataupun sebab dari kegagalannya sendiri diproyeksikan pada orang lain atau objek lain di lingkungan dekatnya. Alasan yang diproyeksikan mungkin saja benar akan tetapi pada umumnya merupakan suatu dalih (excuse). Sikap proyeksi dapat juga dipakai sebagai pembenaran suatu kesalahan. Hal ini digunakan untuk melindungi seseorang terhadap perasaan sia-sia, sebagai akibat pengaruh kesalahan-kesalahannya.
6. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan usaha untuk memaafkan tingkah laku yang oleh si pelakunya diketahui atau dianggap sebagai tidak diinginkan, aneh akan tetapi menimbulkan suatu kepuasan emosi tertentu. Penggunaan rasionalisasi secara terus menerus akan sampai pada pembentukan penilaian palsu terhadap pribadinya sendiri. Apabila rasionalisasi disertai proyeksi akan terlihat keadaan seseorang di mana alasan kegagalan-kegagalannya sama sekali dilepaskan dari ketidakmampuannya, selalu menyalahkan orang lain, dan keadaan di luar dirinya sebagai sumber kegagalannya.
7. Sublimasi
25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id yang menguntungkan bagi orang lain atau anggota kelompok lainnya.
Sublimasi dipakai sebagai cara penyesuaian apabila secara sementara atau menetap, suatu dorongan yang kuat tidak dapat disalurkan ke dalam suatu aktivitas yang memuaskan dorongan. Tanpa disadari suatu perubahan bertahap terjadi dari pemuasan diri sendiri ke kesejahteraan orang lain.
8. Melamun dan Mengkhayal
9. Represi (Concious Forgetting)
Pada umumnya seseorang akan menghindari tempat/orang/hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan. Dimana seseorang menghindari suatu hal yang berkaitan dengan pengalaman tidak enak disebut represi. Pada represi seseorang hendak melupakan, walaupun tidak menyadari keinginan untuk lupa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk penyesuaian diri adalah perilaku kompensatoris, perilaku menarik perhatian orang, memperkuat diri melalui kritik, identifikasi, sikap proyeksi, rasionalisasi, sublimasi, melamun dan mengkhayal, dan represi.
3. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri
Menurut Haber dan Runyon (dalam Hapsariyanti & Taganing : 2009) terdapat lima aspek penyesuaian diri, yaitu:
a. Persepsi terhadap realitas
27
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id b. Kemampuan mengatasi stres dan kecemasan
Mempunyai kemampuan mengatasi stres dan kecemasan berarti individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami.
c. Gambaran diri yang positif
Gambaran diri yang positif berkaitan dengan penilaian individu tentang dirinya sendiri. Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga individu dapat merasakan kenyamanan psikologis. d. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik
Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik berarti individu memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik.
e. Memiliki hubungan interpersonal yang baik
Memiliki hubungan interpersonal yang baik berkaitan dengan hakekat individu sebagai makhluk sosial, yang sejak lahir tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu membentuk hubungan dengan cara yang berkualitas dan bermanfaat
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
a. Kondisi fisik
Kondisi fisik termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan syaraf, kelenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit dan sebagainya. Kualitas penyesuian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan fisik yang baik.
b. Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan emosional.
Penyesuaian diri pada tiap-tiap individu akan bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. c. Penentu psikologis
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi proses penyesuaian diri, diantaranya yaitu pengalaman, belajar, kebutuhan-kebutuhan, determinasi diri, frustrasi dan konflik.
d. Kondisi lingkungan
Keadaan lingkungan yang damai, tentram, penuh penerimaan, pengertian dan mampu memberi perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri.
e. Penentu cultural
29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id B. Pekerja Seks Komersial (PSK)
1. Definisi Pekerja Seks Komersial
Mudjijono (2005) memberikan batasan pekerja seks sebagai wanita yang pekerjaan utamanya sehari-hari memuaskan nafsu seksual laki-laki atau siapa saja yang sanggup memberikan imbalan tertentu yang biasa berupa uang atau benda berharga lainnya. Sedangkan menurut Ellis dkk (Koentjoro : 2004) pekerja seks komersial adalah seorang yang berprofesi memuaskan nafsu seksual orang lain. Selain itu, aktivitas seksual yang dilakukan bisa bermacam-macam tergantung pada jasa pelayanan yang diberikan oleh seorang PSK.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa PSK adalah seseorang yang berprofesi sebagai pemuas nasfsu orang lain dengan imbalan uang.
C. Mantan Pekerja Seks Komersial (PSK)
1. Definisi Mantan PSK
Mantan PSK berbeda dengan masyarakat umum pada lainnya, karena mereka cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat secara umum. Rosenberg (2003) menjelaskan bahwa mantan PSK adalah orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat yang tidak memiliki penghargaan dan cenderung mengalami penolakan. Sihombing (2011) mengatakan bahwa masyarakat akan memandang mereka negatif tanpa peduli apakah mereka sudah keluar atau belum dari prostitusi. Hal-hal tersebut membuat seorang mantan PSK akan mengalami kesulitan ketika mencoba masuk kembali ke dalam masyarakat.
31
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id lain. Hal ini terjadi karena mantan PSK mendapat penolakan dari
masyarakat sehingga mantan PSK cenderung tidak memiliki keberanian dan malu berinteraksi dengan masyarakat umum. Hal tersebut sangat berbeda ketika mereka masih bekerja sebagai PSK, mereka tidak peduli bagaimana hubungan dengan orang lain.
2. Faktor yang Mendorong Keluar Dari Prostitusi
Adapun faktor yang dapat mendorong seseorang berhenti menjadi seorang PSK adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi perasaan bersalah, penyesalan, harapan, dan lain-lain. Perasaan-perasaan positif yang muncul dari dalam individu memberikan kontribusi yang besar pada individu yang ingin keluar dari prostitusi. Ketika faktor yang mendorong adalah faktor internal, maka seseorang akan lebih gampang meninggalkan prostitusi daripada seseorang yang mendapat dukungan secara eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan termasuk keluarga dan masyarakat. Dukungan sosial dari pihak terdekat akan sangat membantu seseorang pergi meninggalkan prostitusi misalnya keluarga. Semakin tinggi dukungan yang diperoleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan dia berhasil meninggalkan prostitusi.
Ajzen (1988) menejelaskan bahwa ada tiga hal yang dapat mendorong seseorang keluar dari prostitusi :
motivasi keluar dari prostitusi sangat dipengaruhi oleh belief system yang dimiliki oleh seorang mantan PSK.
b. Norma subjektif, berkaitan dengan orang-orang di sekitar subjek yang memiliki pengaruh dan dianggap signifikan bagi diri seorang mantan PSK. Dalam menghadapi kondisi-kondisi tertentu, subjek diasumsikan akan mempertimbangkan harapan dan keinginan orang-orang tersebut. Oleh karena itu, hal lain yang turut mempengaruhi pembentukan norma subjektif adalah motivasi subjek untuk mematuhi harapan dan keinginan orang-orang tersebut.
c. Perceived behavioral control, berhubungan dengan persepsi subjek terhadap kondisi yang memudahkan atau menyulitkan untuk berhenti menjadi wanita tuna susila.
3. Faktor yang Menghambat Keluar Dari Prostitusi
Koentjoro (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menghambat seseorang keluar dari prostitusi. Faktor tersebut antara lain adalah :
1. Faktor Ekonomi, dimana pada saat menjadi PSK, individu dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar daripada pekerjaan yang lain.
33
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id 3. Faktor kecemasan. Individu dengan tingkat kecemasan tinggu akan
masa depan cenderung bertahan di dalam prostitusi.
Menurut Koentjoro (2004) faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk keluar dari prostitusi. Ketika seorang individu merasa tidak sanggup menerima perubahan yang akan terjadi ketika dia keluar dari prostitusi, maka individu tersebut cenderung untuk bertahan dalam prostitusi.
D. Perspektif Teoritis
Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita : 2009). Menurut Schneiders (dalam Ghufron & Rini : 2011) menyatakan bahwa penyesuaian diri mempunyai empat unsur yaitu:
B. Adaptation, penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan beradaptasi. C. Conformity, seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri baik bila
memenuhi kriteria sosial dan hati nuraninya.
D. Mastery, orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik mempunyai
E. Individual variation, ada perbedaan individual pada perilaku dan responsnya dalam menanggapi masalah.
Pada mantan PSK, proses penyesuaian diri memliki perbedaan dengan masyarakat biasa pada umumnya. Proses tersebut memiliki hambatan yang lebih besar pada mantan PSK. Hal tersebut disebabkan karena mantan PSK mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Mantan PSK dianggap sebagai “sampah masyarakat” dan biasanya dikucilkan serta ditolak dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan PSK untuk menjalani proses tersebut.
Hal tersebut pada dasarnya akan membuat seorang mantan PSK merasa tertekan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu perbedaan mantan PSK dengan masyarakat umum yang lain. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari mantan PSK memiliki suatu ketakutan tertentu. Artinya, dalam menjalani proses penyesuaian diri, mantan PSK harus dapat mengatasi ketakutan tersebut. Hal tersebut menjadi tantangan bagi mantan PSK untuk kembali ke dalam masyarakat.
35
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mantan
A. Jenis Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian, maka peneliti mengunakan
berbagai macam cara untuk mengumpulkan informasi dan data
sebanyak-banyaknya untuk mewujudkan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan desain penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2010),
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Peneliti memilih
penelitian studi kasus karena penelitian studi kasus berusaha menggambarkan
kehidupan dan tindakan-tindakan manusia secara khusus pada lokasi tertentu
dengan kasus tertentu. Penelitian studi kasus menurut Basuki (2006) adalah
kajian mendalam tentang peristiwa, lingkungan, dan situasi tertentu yang
memungkinkan mengungkapkan atau memahami sesuatu hal. Dalam
penelitian ini peneliti ingin berusaha mengungkapkan secara mendalam
37
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan
penelitian yaitu wawancara. Penelitian ini berlokasi di kediaman subjek yang
terletak di daerah Pogot Kota Surabaya. untuk alamat lengkap subyek
dirahasiakan agar menjaga kesejahteraan subjek penelitian.
Penelitian ini dilakukan karena peneliti menemukan adanya mantan
PSK yang berhenti diusia ±30 tahun dimana usia tersebut termasuk usia
produktif namun ia rela menjadi istri kedua yang jarang diberi nafkah oleh
suaminya serta memilih berjualan kue untuk bertahan hidup hanya kerena
tidak ingin kembali menjadi PSK. Sehingga menarik peneliti untuk meneliti
didaerah tersebut.
Dalam pelaksanaan penelitian menggunakan agenda jadwal di bawah
C. Sumber data
Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong: 2007) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah tambahan. Seperti dokumen dan lain sebagainya.
Menurut Banister (dalam Poerwandari: 2001) penelitian kualitatif
cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit dengan fokus pada
kedalaman dan proses. Pendekatan yang dipakai untuk memilih subjek
penelitian adalah dengan menggunakan metode pengambilan sampel
purpossive sampling, yaitu sampel yang salah satu cirinya sampel tidak bisa
ditentukan dan ditarik terlebih dahulu.
Data penelitian diperoleh dari sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer yakni data yang diperoleh dari sumber pertama
di lapangan, yaitu mantan PSK berusia 32 Tahun (Mi).
Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa informan pendukung
(significant other). Informan pendukung (significant other) yang digunakan
dalam proses wawancara, dipilih berdasarkan kedekatan personal dan
kepahaman informan pendukung tersebut atas subjek. Sehingga teknik yang
digunakan dalam pemilihan partisipan wawancara penelitian ini adalah teknik
jejaring. Informan pendukung (significant other) yang terlibat dalam
39
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode wawancara. Menurut Moleong (2007) Wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Wawancara
bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan
tertentu.
Dalam penelitian ini wawancara merupakan alat utama untuk
menggali data yang didukung dengan pengambilan dokumentasi seperti vidio,
rekaman audio, dan lain-lain.
E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
dalam suatu pola dan satu uraian dasar (Moleong: 2007). Analisis terhadap
data pengamatan dan wawancara sangat dipengaruhi kejelasan mengenai
hal-hal yang ingin di ungkap peneliti melalui pengamatan yang diinginkan
(Poerwandari: 2001).
Creswell (2010) mengemukakan beberapa poin penting yang perlu
diperhatikan dalam melakukan analisis data kualitatif, antara lain:
1. Analisis data kualitatif dapat dilakukan secara stimulan dengan proses
2. Data yang diperoleh direduksi ke dalam pola-pola tertentu, kemudian
melakukan kategorisasi tema (memilah dan menyatukan tema yang
memiliki kesamaan), kemudian melakukan interprestasi kategori tersebut
berdasarkan skema-skema.
3. Data hasil reduksi diubah dalam bentuk matriks, matriks akan
mempermudah peneliti dan pembaca untuk melihat data secara lebiih
sistematis.
4. Identifikasi prosedur pengodean (coding) digunakan dalam mereduksi
informasi kedalam tema-tema atau kategori-ketegori yang ada.
5. Hasil analisis data yang telah melewati prosedur reduksi yang telah
diiubah menjadi bentuk matriks yang telah dibentuk matriks yang telah
diberi kode (coding). Selanjutnya disesuaikan dengan model kualitatif
yang dipilih.
Prosedur pengambilan data baik berupa narasi, deskripsi, dokumen
tertulis dan tidak tertulis dilakukan secara bertahap. Dalam penelitian ini
tahapan analisis yang akan dilakukan adalah : Pertama, mengubah hasil
wawancara (catatan lapangan) dalam bentuk display (verbatim). Kedua,
memilah dan memilih data (data reduction) yang relevan untuk keperluan
analisis, artinya data yang tidak relevan akan dibuang. Ketiga, menganalisis
data yang telah dipilah dan dipilih sesuai dengan kepentingan analisis, dan
41
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
F. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif sangat penting, sebab
melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian dapat tercapai.
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan
triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data (Moleong: 2007).
Dalam penelitian ini, teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi
sumber, teknik ini digunakan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber
kemudian dideskripsikan, dikategorikan, mana pandangan yang sama, mana
pendangan yang berbeda sehigga dapat menghasilkan suatu kesimpulan
(Sugiyono: 2007).
Triangulasi sumber dimanfaatkan sebagai pengecekan keabsahan data
yang ditemukan dari hasil wawancara dengan informan kunci lainnya dan
kemudian dikonfirmasikan dengan studi dokumentasi yang berhubungkan
dengan subjek, serta hasil pengamatan yang ada dilapangan sehingga
kemurnian dan keabsahan data terjamin (Iskandar: 2009).
Keabsahan data dengan triangulasi dalam penelitian ini diambil dari
hasil wawancara dengan significant others yaitu orangtua subjek. Hasil
wawancara dengan subjek dilakukan pengecekan dengan sumber yang
tema yang telah ditemukan peneliti berdasarkan hasil wawancara yang
terbentuk dalam lampiran verbatim, hasil rekaman audio subjek, rekaman
43
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Partisipan
1. Informan 1 (Subjek)
Nama : MI
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Saat Ini : Pogot, Surabaya
Agama : Islam
Usia :32 Tahun
MI adalah seorang mantan PSK, dia menjadi PSK sejak berusia 18 tahun.
MI mengaku putus sekolah ketika kelas 2 SD dikarenakan pindah rumah,
setelah pindah MI tidak mau melanjutkan sekolah dan memilih membantu
ibunya berjualan kue. Awalnya MI menjadi PSK di rumah atau panggilan,
namun ibunya mengusir MI jika ia tetap berprofesi sebagai PSK akhirnya
MI menjadi PSK dan menetap di Kremil, Kalianak, Surabaya. MI sempat
berpindah tempat ke Demak, Kaliasem, Surabaya dikarenakan dilabrak
oleh istri orang. Tidak lama tinggal di Demak MI bertemu dengan Suami
(pertama) dan akhirnya MI memutuskan untuk menikah di usia ±23 tahun
dan berhenti menjadi PSK. Suami subjek meninggal ketika subjek berusia
30 tahun kemudian subjek menikah lagi dengan paman mantan suami
istri namun subjek tidak merasa keberatan dikarenakan keinginan subjek
untuk mempunyai keluarga dan tidak ingin kembali ke prostitusi.
2. Informan 2 (tetangga Subjek/ Significant Other)
Nama : HF
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Saat Ini : Pogot, Surabaya
Agama : Islam
Usia :33 Tahun
HF adalah tetangga samping rumah subjek, HF bekerja sebagai pedagang
di pasar pogot, HF menjadi tetangga subjek sejak berusia ±13 tahun.
Menurut HF subjek adalah orang yang tidak sombong dan ramah, jika
sedang di depan rumah atau ketika bertemu HF biasanya ngobrol dengan
subjek. Sampai akhirnya ketika ada acara warga (terop/nikahan dll) HF
sering melihat subjek berada di pangkuan segerombolan laki-laki sambil
menuang minuman meskipun pada saat itu HF belum mengerti apa yang
dilakukan subjek.
3. Informan 3 (tetangga subjek/ Significant Other)
Nama : SH
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Saat Ini : Pogot, Surabaya
Agama : Islam
45
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id SH adalaha tetangga subjek dan teman kecil subjek, sejak kecil SH sering
bermain dengan subjek. SH adalah ibu rumah tangga, dulu sebelum subjek
diusir dari rumah SH sering jalan-jalan bersama subjek entah itu ke pasar
atau ke acara-acara pernikahan. Namun selama subjek menjadi PSK SH
tidak pernah berhubungan lagi dengan subjek karena no telpon subjek
yang tidak bisa dihubungi dan tidak diketahui keberadaannya.
4. Informan 4 (tetangga subjek/significant Other)
Nama : NH
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Saat Ini : Pogot, Surabaya
Agama : Islam
Usia :30 Tahun
Keluarga NH tinggal di pogot sebelum subjek pindah, rumah NH tepat di
depan rumah subjek. Seperti tetangga pada umumnya NH sering
berinteraksi dengan subjek.
B. Temuan Penelitian
1. Deskripsi Temuan Penelitian
Berdasarkan penelitian dilapangan dari wawancara peneliti
menemukan beberapa temuan yang berkaitan dengan dinamika
a. Proses penyesuaian diri subjek
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian hasil wawancara di
lapangan yang berkaitan dengan proses penyesuaian diri subjek adalah
sebagai berikut:
“Iyo, yo enten entenan pas aku bojo nomer 2 wes tambah enten entenan mendelik-mendelik ngene seng jenenge moto. Endi kok gak mole mole?” (WcrMi85Tgl12).
(“Iya, ya nunggu apalagi aku istri kedua udah nunggu mana kok gak pulang-pulang”) (WcrMi85Tgl12).
“Wes gak dodol wes, mene dodol maneh, mari selapan, ngenteni wong lanang gak mangan mbak, temen gak mangan ngenteni wong lanang. Mek golek duwek dewe kan enak, masi tuku iki tuku ngene iso.”(WcrMi90tgl12).
(“udah gak jual, besok jual lagi, setelah selapan, nunggu suami gak makan mbak, serius gak makan, kalau nyari uang sendiri enak meskipun mau beli apa aja bisa”) (WcrMi90tgl12).
“Yo wes kepengen mbk kepengen mandek yo opo pengen rumah tangga seng genah-genah ngono iku.”(WcrMi105Tgl12).
(“ya udah pengen mbak, pengen berhenti pengen punya rumah tangga yang bener”) (WcrMi105Tgl12).
“Yo mek krungu krungu adzan asline yo opo maneh y owes wes kaget ngono loh.”(WcrMi110tgl12).
(“ya kalau dengar suara adzan sebenarnya ya mau gimana lagi ya kaget gitu.”) (WcrMi110tgl12).
“Wayahe wong sembayang awak onok nang kene.” (WcrMi115tgl12). (“waktunya orang sholat saya kok malah ada disini”) (WcrMi115tgl12).
“Yo mandek pas leren yo pas sembayang pas meneng pas sembayang nang masjid ngono iku.”(WcrMi120tgl12).
47
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id “Ngene huh wes teko iku wes teko iku sundele.”(WcrMi150tgl120).
(“gini huh udah datang pelacurnya”) (WcrMi150tgl120).
“Gak nyopo. Anu turuu ae nek awan nek bengi dadi anu.. dadi.. pokoke wes ngomel sembarang kalir.. dai sundel dadi opo dadi ngene. Tapi nek ngomong gak onok anakku mbak” (WcrMi230Tgl12).
(“gak nyapa. Tidur aja kalau siang kalau malam jadi anu.. jadi… intinya ngomel jadi sundel jadi gini jadi anu tapi kalau ngomong waktu anakku gak ada”) (WcrMi230Tgl12).
“Yo nangis mbak batinku saking yopo mane wes jarno gak direken” penting uangnya yang pulang gitu kalau aku”) (WcrMi270tgl12). “Yo konco opo? Yo wes tonggone ngene ngene iki koncoan ambek wong tuwek tuwek ngono wkwkwkw (tertawa)” (WcrMi280tgl12). (“ya temen apa? Ya udah tetangganya gini gini aja temenan sama orang-orang tua gitu) (WcrMi280tgl12).
“Wes biasaaa… wes towok mbak seng dirasani. Lapo pokoke wong nek ngerasani gak krungu aku ga masalah.” (WcrMi295tgl12).
(sudah biasa mbak, sudah bosan digosipin. Ngapain yang penting kalau orang lagi gisip gak sampek kedengeran sama aku ya gak masalah”) (WcrMi295tgl12).
(“ya satu bersalah dosa kepada orang tua, ya gimana ya dosa kepada yang maha kuasa juga dosa semuanya makanya sekarang ingin insaf ingin berhenti tobat.”) (WcrMi335tgl12).
“Yo wes gak talakoni maneh mbak dilakoni maneh yo ajor engkok. Wes gak atek ngene ngene maneh wes.” (WcrMi370tgl12).
“Yo kepeigin rumah tangga nggenah genah. Wes enak ngene lah. Gak popo masi bojone wong dilakoni. Bek e sek ujian. Dijalani dulu. Mulai kepergok seng wedok bojoku gak tau mole bengi.” (WcrMi375tgl12). (“ya ingin rumah tangga yang bener udah enak kyak gini aja. Gak papa meskipun suaminya orang dijalani. Mungkin masih ujian. Dijalani dulu, mulai kepergok istri pertama suamiku gak pernah pulang malem”) (WcrMi375tgl12).
“kadang nek mole rene iku rong dino pisan. Petang dino pisan mek gak onok opo-opo kadang sak minggu pisan. Aku masi duwe telpon gak tau ero nomere. Seng wedok soale sek boloe bojoku seng mati dadine iku mbulet ngono ceritane.” (WcrMi380tgl12).
(“kadang kalau pulang kesini itu dua hari sekali. Empat hari sekali kalau gak ada apa-apa kadang suka satu minggu sekali. Asku meskipun punya hp gak pernah tau nomernya. Soalnya yang perempuan masih saudaranya suamiku yang meninggal jadi ceritanya mbulet gitu.” (WcrMi380tgl12).
“Pas ambek seng wedok kono aku di kon ceraino ae polane mosohne iku duduk moso wong liyo. Yo jodoh. Yo iku, Jodoh tak mungkin kemana-mana, datang sendiri (nyanyi). Jodoh ditangan tuhan.” (WcrMi385tgl12).
(istri pertamanya nyuruh agar saya diceraiin. Ya jodoh ya itu kayak lagu jodoh…tak mungkin kemana-mana, datang sendiri. Jodoh ditangan tuhan.”) (WcrMi385tgl12).
Dari hasil wawancara subjek bahwasannya banyak hal yang
berubah setelah menjadi mantan PSK yaitu perubahan ekonomi,
49
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. digilib.uinsby.ac.id id digilib.uinsby.ac.id
b. Bentuk Penyesuaian Diri Subjek
i. Tidak Menunjukkan Ketegangan Emosi
Penyesuaian diri yang normal ditandai dengan tidak adanya
emosi yang berlebihan atau emosi yang merusak. Individu mampu
menanggapi berbagai situasi atau masalah dengan emosi yang
tenang dan terkontrol. Seperti yang diungkapkan oleh subjek :
“aku masio tonggo ngomong ngene ngene gak ngurusi tonggo, mangan gak melok tonggo. Gak ngurus tonggo aku. Aku masi mbiyen-mbiyen ngelebokno lanang-lanang masi onok wong usil gak tau ngurus aku”. (WcrMi80Tgl08).
(“aku meskipun tetangga ngomong ini itu gak pernah ngurusin. Makan pake uang sendiri. Gak ngurusin tetangga aku. Meskipun dulu sering bawa temen cowok meskipun ada orang
yang usil gak pernah aku gubris”). (WcrMi80Tgl08).
“Sopo seng kape ngawin maryati wong maryati arek mbeling, arek sundel ngono ambek wong-wong gak ngurusi uwong aku yang penting hepi.” (WcrMi85Tgl08).
(“siapa yang mau nikahin maryati dia perempuan nakal, sundel gitu kata orang-orang aku gak ngurusin orang yang penting
hepi”). (WcrMi85Tgl08).
“Yo nangis mbak batinku saking yopo mane wes jarno gak direken”. (WcrMi235Tgl12).
(“ya nangis mbak batinku, tapi mau gimana lagi udah biarin aja gak usah digubris”). (WcrMi235tgl12)
“Wes biasaaa… wes towok mbak seng dirasani. Lapo pokoke wong nek ngerasani gak krungu aku ga masalah”. (WcrMi295Tgl12).
Dan pernyataan subjek dibenarkan oleh significant other
bahwasannya subjek tidak pernah menunjukkan ketegangan emosi
dengan warga sekitar, seburuk apapun hinaan yang diterima subjek
tidak pernah membalas hinaan tersebut.
“Yo biasa. Yo podo apik. Gak tau tukaran ambek mi.” (WcrHf20 Tgl12).
(“ya biasa. Sama-sama baik. Gak pernah berantem sama mi”). (WcrHf20 Tgl12).
“Ndak, gak tau. Gak tau krungu aku tukaran ambek tonggo-tonggo iku nggak”. (WcrHf30Tgl12).
(“nggak, gak pernah. Gak pernah denger mi cekcok sama tetangga”). (WcrHf30 Tgl12)
“Yo jenenge tonggoan akeh kan.. rumah e yo cidek gak kyok perkotaan wonge individu, yo akeh mbak seng ngerasani. Tapi kyok e gak masalah karo dek e mbak” (WcrSh15 Tgl13)
(“ya namanya hidup bertetangga, rumahnya berdekatan gak kayak perkotaan yang hidupnya individu, ya banyak mbak yang ngegosipin. Tapi kayaknya gak masalah sama dia”) (WcrSh15 Tgl13)
“Nek tukaran yo aku gak tau eruh mbak tapi ne koyok
kommentar-komentar negatif koyok dari tetangga-tetangga iku
akeh tapi yo dek e gak nanggepi seh biasa ae wong ibuke ae gak ditanggepi apa lagi tetangga ngono kan?” (WcrSh45 Tgl13).