ABSTRAK
DINAMIKA KONSEP DIRI PADA PEREMPUAN DEWASA YANG PERNAH MENJADI KORBAN CHILD ABUSE
(Studi Fenomenologi) Gayu Wibiyanti Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika konsep diri pada perempuan dewasa yang pernah menjadi korban child abuse. Hal itu akan diperoleh ketika diketahui bentuk tindakan child abuse yang subjek alami, pemaknaan subjek terhadap peristiwa itu setelah subjek mengalami, konsep diri subjek setelah mengalami peristiwa child abuse, pemaknaan subjek terhadap peristiwa child abuse ketika dewasa, konsep diri subjek ketika dewasa, dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yang dimiliki ketika dewasa.
Jenis penelitian ini menurut sifat dan tujuannya adalah kualitatif deskriptif. Menurut sifat masalahnya, penelitian ini berjenis penelitian fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah perempuan dewasa yang pernah menjadi korban child abuse. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 2 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi, memberikan alat ungkap masalah berupa personal life line, dan wawancara. Dengan personal life line sebagai metode pengumpulan data utama dalam penelitian ini.
Peneliti membagi konsep diri subjek menjadi 2 bagian, konsep diri setelah mengalami child abuse (sampai usia 17 tahun, sesuai usia anak berdasarkan undang-undang) dan setelah subjek dewasa (usia 17 tahun keatas). Dari hasil konsep diri subjek diketahui bahwa terdapat dinamika konsep diri pada kedua subjek setelah mengalami peristiwa child abuse sampai subjek dewasa. Hal itu dapat dilihat dari kedua subjek setelah mengalami peristiwa child abuse memiliki konsep diri yang negatif, konsep diri negatif didapati dari pemaknaan subjek terhadap diri subjek, penilaian subjek terhadap diri subjek negatif, dan dampak yang muncul akibat peristiwa child abuse. Hal yang berbeda terjadi pada diri kedua subjek pada saat dewasa. Pada saat dewasa kedua subjek memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri positif itu dimiliki subjek karena pemaknaan kedua subjek kepada diri subjek dengan peristiwa child abuse yang pernah dialami subjek menjadi positif, penilaian subjek terhadap diri subjek setelah dewasa menjadi positif. Faktor yang mempengaruhi perubahan konsep diri kedua subjek adalah usia subjek yang bertambah, orang yang terdekat dengan subjek, dan persepsi subjek terhadap diri subjek yang berubah karena pengalaman pribadi yang subjek alami. Dengan faktor orang terdekat sebagai fakor utama yang mempengaruhi perubahan konsep diri pada kedua subjek.
THE DYNAMICS OF SELF-CONCEPT
ON ADULT WOMEN WHO HAD BEEN A CHILD ABUSE VICTIM (A Phenomenology Study)
Gayu Wibiyanti Sanata Dharma University
2016
This study aims to recognize the dynamics of self-concept of an adult woman who had been a child abuse victim. It was obtained from the type of abuse that the subjects received, how the subject creates meaning from the experience she had just received, the subject’s self-concept after the incident, the subjects’ creation of meaning from the experience after they become adult, the subjects’ self-concept as adults, and the factors that influence the self-concept as adults.
According to its nature and purpose, this study is a descriptive qualitative research. According to the nature of the problem, this study is a phenomenology research. The subjects of this study were adult women who had been victims of child abuse. The data gathering instruments in this study were observation, personal life line to reveal problems, and interviews. In this study, the researcher used personal life line as the main data gathering method.
The researcher divided the concept of the subject into two parts, the self-concept after experiencing child abuse (up to 17 years old, the age-appropriate under the law) and after the subjects become adults (age 17 years and more). From the result of the subjects’ self-concept, it was recognized that there were dynamics of self-concept in both subjects immediately after the abuse up to the time when the subjects become adults.
Both subjects develop negative self-concepts immediately after experiencing child abuse. The negative self-concept was known from the way they create meaning from their experiences. The subjects’ self-assessment was negative, and the ensuing effect that appeared after child abuse was negative. The different things happened to the two subjects in adulthood. In the adulthood, the two subjects have a positive self-concept. The positive self-concept was owned because they create positive meanings from their experiences, and the subjects’ self-assessment as adults was positive. The factors that influenced the change of the subjects’ self-concept were the development of age, the subjects’ closest persons, and the subjects’ changed self-perception because of personal experience that the subjects had. In this study, the closest person to the subjects was selected as the main factor which influenced the change of the subjects’ self-concept.
self-DINAMIKA KONSEP DIRI PADA PEREMPUAN DEWASA YANG PERNAH MENJADI KORBAN CHILD ABUSE
(Studi Fenomenologi) SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh: Gayu Wibiyanti NIM: 121114037
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HALAMAN MOTTO
“Karena Bagiku HIDUP adalah KRISTUS dan MATI adalah KEUNTUNGAN.
Segala Pujian, Hormat, dan Kemuliaan hanya bagi Tuhan!”
“arti hidup adalah hidup yang berarti” (Fire Generation)
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia
yang memberikan kekuatan kepadaku”
(Filipi 4:13)
“Love God Love People”
(Kingdom Family)
“Indonesia yang baru, pendidikan yang baru, pemerintahan yang baru, pintu sosial kemanusiaan yang baru, membangun bangsa yang baru, dimanapun tempat
dan posisi kita! dimulai dari satu kata “AKU yang baru” semuanya selalu dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu” INDONESIA BUTUH KITA!
“Pray. Power, Testimony”
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan bagi:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu ada buat saya, Father, Sahabat, Kekasih Hati, Juru Selamat, dan Guru terbaik dalam hidup saya.
pahlawan-pahlawan dalam hidupku,
Bangun Harsono dan Siti Lestari
yang selalu mendukung, berdoa, dan memberikan insipirasi bagi saya.
keluarga besar Program Studi Bimbingan dan Konseling USD yang telah mengajarkan banyak nilai-nilai kehidupan dan memfasilitasi saya untuk
memperoleh ilmu
yang terkasih keluarga-keluarga rohani saya, mentor atau ibu rohani saya, anak-anak rohani, keluarga besar fire generation Yogyakarta dan campus awakening yang selalu mendukung saya, memberikan motivasi, inspirasi, menengur, dan
mengingatkan saya,
semua teman dekat, sahabat, adik-adik, yang mendukung saya sampai hari ini
yang teristimewa seluruh korban child abuse dimanapun kalian berada, kalian adalah orang-orang yang istimewa. Dilahirkan dengan pengalaman yang
istimewa, untuk menjadi pribadi yang istimewa.
ABSTRAK
DINAMIKA KONSEP DIRI PADA PEREMPUAN DEWASA YANG PERNAH MENJADI KORBAN CHILD ABUSE
(Studi Fenomenologi) Gayu Wibiyanti Universitas Sanata Dharma
2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika konsep diri pada perempuan dewasa yang pernah menjadi korban child abuse. Hal itu akan diperoleh ketika diketahui bentuk tindakan child abuse yang subjek alami, pemaknaan subjek terhadap peristiwa itu setelah subjek mengalami, konsep diri subjek setelah mengalami peristiwa child abuse, pemaknaan subjek terhadap peristiwa child abuse ketika dewasa, konsep diri subjek ketika dewasa, dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yang dimiliki ketika dewasa.
Jenis penelitian ini menurut sifat dan tujuannya adalah kualitatif deskriptif. Menurut sifat masalahnya, penelitian ini berjenis penelitian fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah perempuan dewasa yang pernah menjadi korban child abuse. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 2 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi, memberikan alat ungkap masalah berupa personal life line, dan wawancara. Dengan personal life line sebagai metode pengumpulan data utama dalam penelitian ini.
Peneliti membagi konsep diri subjek menjadi 2 bagian, konsep diri setelah mengalami child abuse (sampai usia 17 tahun, sesuai usia anak berdasarkan undang-undang) dan setelah subjek dewasa (usia 17 tahun keatas). Dari hasil konsep diri subjek diketahui bahwa terdapat dinamika konsep diri pada kedua subjek setelah mengalami peristiwa child abuse sampai subjek dewasa. Hal itu dapat dilihat dari kedua subjek setelah mengalami peristiwa child abuse memiliki konsep diri yang negatif, konsep diri negatif didapati dari pemaknaan subjek terhadap diri subjek, penilaian subjek terhadap diri subjek negatif, dan dampak yang muncul akibat peristiwa child abuse. Hal yang berbeda terjadi pada diri kedua subjek pada saat dewasa. Pada saat dewasa kedua subjek memiliki konsep diri yang positif. Konsep diri positif itu dimiliki subjek karena pemaknaan kedua subjek kepada diri subjek dengan peristiwa child abuse yang pernah dialami subjek menjadi positif, penilaian subjek terhadap diri subjek setelah dewasa menjadi positif. Faktor yang mempengaruhi perubahan konsep diri kedua subjek adalah usia subjek yang bertambah, orang yang terdekat dengan subjek, dan persepsi subjek terhadap diri subjek yang berubah karena pengalaman pribadi yang subjek alami. Dengan faktor orang terdekat sebagai fakor utama yang mempengaruhi perubahan konsep diri pada kedua subjek.
ABSTRACT
THE DYNAMICS OF SELF-CONCEPT
ON ADULT WOMEN WHO HAD BEEN A CHILD ABUSE VICTIM (A Phenomenology Study)
Gayu Wibiyanti Sanata Dharma University
2016
This study aims to recognize the dynamics of self-concept of an adult woman who had been a child abuse victim. It was obtained from the type of abuse that the subjects received, how the subject creates meaning from the experience she had just received, the subject’s self-concept after the incident, the subjects’ creation of meaning from the experience after they become adult, the subjects’ self-concept as adults, and the factors that influence the self-concept as adults.
According to its nature and purpose, this study is a descriptive qualitative research. According to the nature of the problem, this study is a phenomenology research. The subjects of this study were adult women who had been victims of child abuse. The data gathering instruments in this study were observation, personal life line to reveal problems, and interviews. In this study, the researcher used personal life line as the main data gathering method.
The researcher divided the self-concept of the subject into two parts, the self-concept after experiencing child abuse (up to 17 years old, the age-appropriate under the law) and after the subjects become adults (age 17 years and more). From the result of the subjects’ self-concept, it was recognized that there were dynamics of self-concept in both subjects immediately after the abuse up to the time when the subjects become adults.
Both subjects develop negative self-concepts immediately after experiencing child abuse. The negative self-concept was known from the way they create meaning from their experiences. The subjects’ self-assessment was negative, and the ensuing effect that appeared after child abuse was negative. The different things happened to the two subjects in adulthood. In the adulthood, the two subjects have a positive self-concept. The positive self-concept was owned because they create positive meanings from their experiences, and the subjects’ self-assessment as adults was positive. The factors that influenced the change of the subjects’ self-concept were the development of age, the subjects’ closest persons, and the subjects’ changed self-perception because of personal experience that the subjects had. In this study, the closest person to the subjects was selected as the main factor which influenced the change of the subjects’ self-concept.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu ada untuk menuntun,
menolong, memberikan kekuatan, sukacita, dan damai sejahtera, sehingga
penulisan tugas akhir dengan judul “DINAMIKA KONSEP DIRI PADA
PEREMPUAN DEWASA YANG PERNAH MENJADI KORBAN CHILD
ABUSE (Studi Fenomenologi)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu
Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Santa Dharma.
Selama penulisan tugas akhir ini, banyak pihak yang terlibat dalam
memberikan bimbingan, dukungan, motivasi, dan pendampingan pada setiap
proses yang terjadi. Oleh karenanya disampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Rohandi, Ph, D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
2. Dr. Gendon Barus, M, Si., selaku kepala Program Studi Bimbingan
dan Konseling.
3. Drs. R. Budi Sarwono, M.A,. selaku dosen pembimbing yang telah
sabar, memberikan waktu, motivasi, masukan, dan banyak
pembelajaran berharga sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membekali dengan
5. Orang tua tercinta Bangun Harsono dan Siti Lestari, adik tercinta
Berlin Dwi Permana. Kakek dan nenek tersayang. Serta keluarga
besar, atas dukungan doa, motivasi, semangat, perhatian, dan kasih
sayang yang diberikan selama ini. Tidak lupa juga atas dukungan
keungan yang diberikan guna menyelesaikan perkuliahan di
Universitas Sanata Dharma.
6. Keluarga didalam Tuhan, Mentor sekaligus ibu rohani saya (Elisabeth
Winda Alfanisa), anak-anak rohani (Mercy, Adriyana, Ratih, Hana,
dan lain-lain), Keluarga besar Fire Generation Yogyakarta (Novi,
Herlin, Dinar, Dimiar, Odit, Feby, Elami, Kezia Gita, Ruth, Rizky,
Daniel, Meida, Yoshua, Dyah, dan lain-lain). Keluarga PMK
Eben-Haezer (Anas, Maisie, Nana, Viren, Iren, Kalingga, Dicky, dan
lain-lain) atas doanya, pemberian semangat, motivasi, perhatian, dan
dukungan yang diberikan selama ini.
7. Sahabat saya Daryani Ragil, atas dukungan doa, semangat, dan
perhatian yang diberikan.
8. Para korban child abuse atas dukungan, banyak pembelajaran yang
bisa diambil, motivasi, dan menginsiprasi saya selama ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan memberikan dukungan berupa perhatian, motivasi,
samangat, dan lain-lain dalam penulisan skripsi ini.
Diharapkan banyak pihak yang memberikan kritik dan saran yang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………. ………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vi
PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……… vii
ABSTRAK .……… viii
ABSTRACT ……….. ix
KATA PENGANTAR ………... x
DAFTAR ISI ………. xiii
DAFTAR TABEL ………. xvi
DAFTAR GAMBAR ……… xvii
DAFTAR BAGAN ……… xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………. xix
BAB 1 PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Identifikasi Masalah ………... 3
C. Pembatasan Masalah ……….. 5
D. Pertanyaan Penelitian ……… 5
E. Tujuan Penelitian ………... 6
F. Manfaat Penelitian ………. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………. 11
A. Hakikat Konsep Diri ……….. 11
1. Pengertian Konsep Diri ……… 11
2. Macam-Macam Konsep Diri ……… 13
3. Aspek-Aspek Konsep Diri ……….. 14
4. Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Konsep Diri ……….. 15
5. Dinamika Konsep Diri ………. 17
B. Hakikat Perempuan Dewasa ……… 17
C. Hakikat Child Abuse ………... 20
1. Pengertian Child Abuse ……….. 20
2. Kategori Child Abuse ……….. 21
3. Gejala-gejala Child Abuse ………. 22
D. Kajian Penelitian yang Relevan ……… 23
E. Kerangka Berpikir ……… 27
BAB III METODE PENELITIAN ……… 30
A. Jenis Penelitian ………. 30
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………. 31
C. Subjek dan Objek Penelitian ……… 31
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ……….. 31
E. Keabsahan Data ……… 38
F. Teknik Analisis Data ……… 39
BAB IV HASIL PENELITIAN ………. 43
A. Deskripsi Data ……… 43
2. Deskripsi Umum Subjek Penelitian ……… 46
3. Deskripsi Data Personal Life Line ……….. 48
4. Deskripsi Data Wawancara ………. 65
5. Deskripsi Data Observasi ……… 102
B. PEMBAHASAN ……… 108
1. Subjek MV ……….. 109
2. Subjek HL ………... 133
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……….. 151
A. Simpulan ……… 151
1. Bentuk Peristiwa Child Abuse ……… 151
2. Pemaknaan Subjek terhadap Peristiwa Child Abuse setelah mengalami peristiwa Child Abuse ………... 152 3. Konsep Diri Subjek setelah Mengalami Peristiwa Child Abuse .. 152
4. Pemaknaan Subjek terhadap Peristiwa Child Abuse setelah Dewasa ………. 153 5. Konsep Diri Subjek setelah Dewasa ………... 153
6. Faktor-Faktor Pembentuk Konsep Diri Subjek setelah Dewasa . 154 7. Dinamika Konsep Diri yang terdapat pada Diri Subjek setelah Dewasa ... 155 B. Implikasi ………... 156
1. Implikasi Praktis ……….. 156
2. Implikasi Teoritis ………. 157
3. Keterbatasan Penelitian ……… 157
C. Saran ………. 158
DAFTAR PUSTAKA ……… 161
DAFTAR TABEL
Pedoman Observasi ……….. 33
Lembar Observasi ………. 33
Personal Life Line ………... 35
Pedoman Wawancara ……… 37
Tempat dan Jadwal Penelitian ……….. 45
Deskripsi Umum Subjek Penelitian ……… 47
Rangkuman Personal Life Line MV ………. 51
DAFTAR BAGAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pernyataan Subjek ………... 163
Lampiran 2. Hasil dan Pengkodean Personal Life Line MV dan HL ….. 165 Lampiran 3. Hasil dan Pengkodean Hasil Wawancara MV dan HL …… 180
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan
istilah.
A. Latar Belakang
Child abuse biasanya disebut juga sebagai kekerasan pada anak
atau perilaku kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Bagi masyarakat di
Indonesia child abuse bukanlah hal yang asing lagi. Hal itu bahkan
seringkali dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar bagi kebanyakan
orang yang menerapkan pola asuh yang keras terhadap anak. Peneliti
menemukan dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa keluarga yang
mengganggap child abuse sebagai tindakan yang wajar diberikan kepada
anak jika anak melakukan sebuah kesalahan.
Semakin hari kasus kekerasan pada anak-anak semakin meningkat.
KPAI menyebutkan hal itu seperti fenomena gunung es, yang terlihat
dipermukaan bahkan jauh lebih sedikit daripada yang tidak terlihat.
Dalam artian bahkan data yang masuk dalam KPAI itu hanya sebagian
kecil kasus child abuse yang terungkap, sedangkan yang lainnya
tenggelam dan hanya meninggalkan cerita menyedihkan bagi korbannya.
Pada tahun 2011 sampai 2014 terjadi peningkatan yang cukup
tahun 2014 ada 5066 kasus. Sedangkan ditahun 2015 ada 6006 kasus
(Maria Advianti, Wakil Ketua KPAI, 2015). Dapat dilihat bahwa
peningkatan significant terjadi dari tahun 2011 sampai tahun 2015.
Bahkan berdasarkan data yang diperoleh dari Trimbun News pada tahun
2016 dari bulan januari sampai april dapat disimpulkan bahwa kasus
kekerasan anak semakin meningkat yaitu 15 persen dari data yang
diperoleh tahun 2015 dibulan yang sama.
Sebagian besar orang yang menjadi korban child abuse adalah
perempuan. Perempuan seringkali dianggap sebagai pribadi yang lebih
lemah, maka dibentuklah berbagai lembaga perlindungan perempuan,
salah satunya adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan pada Perempuan
(KOMNAS perempuan). Berdasarkan data yang diperoleh dari KOMNAS
perempuan pada tahun 2015 terdapat 321. 752 kasus kekerasan pada
perempuan, maka ada 881 kasus kekerasan pada perempuan setiap
harinya. Data tersebut bisa jadi belum termasuk dengan jumlah kekerasan
pada anak setiap harinya. Maka dalam penelitian ini peneliti lebih tertarik
untuk melakukan penelitian kepada perempuan.
Peristiwa kekerasan yang terdapat pada anak atau child abuse tentu
akan sangat berpengaruh terhadap konsep diri seseorang. Apalagi setelah
orang itu memasuki masa dewasa, mengingat konsep diri seseorang
menurut Tjipto Susana terbentuk sejak anak usia 15 bulan dalam bentuk
pengenalan fisik dan terus berkembang semakin kompleks dan akan
seseorang mengalami child abuse, itu merupakan salah satu hal yang akan
berpengaruh dalam pembentukan konsep dirinya sampai dia dewasa.
Konsep diri itu cenderung menetap pada masa remaja dan akan terus
berlanjut pada masa dewasa.
Dinamika konsep diri itu terdapat dalam rentang usia seseorang,
dimulai dari dia mengalami child abuse sampai dewasa, hal itu akan
mempengaruhi konsep diri yang dimilikinya. Seseorang yang memiliki
pengalaman yang buruk sewaktu anak-anak akan berpengaruh terhadap
konsep dirinya ketika dewasa. Dinamika konsep diri ialah sesuatu yang
mengerakan seseorang memliki konsep diri yang sekarang dimilikinya.
Peneliti menyakini bahwa penelitian dengan judul “Dinamika
Konsep Diri pada Perempuan Dewasa yang Pernah Menjadi Korban Child
Abuse” dengan metode penelitian fenomenologi penting untuk dilakukan.
Hal itu diperkuat dengan kasus child abuse yang semakin meningkat dan
keyakinan peneliti bahwa peristiwa child abuse akan mempengaruhi
konsep diri seseorang.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dilaksanakannya penelitian ini, identifikasi
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kasus kekerasan anak atau child abuse yang masuk ke KPAI setiap
tahun jumlahnya meningkat. Pada tahun 2011 sampai 2014 terjadi
peningkatan yang cukup tinggi. Tahun 2011 terjadi 2178 kasus
dan tahun 2014 ada 5066 kasus. Sedangkan ditahun 2015 ada 6006
kasus (Maria Advianti, Wakil Ketua KPAI, 2015).
2. KOMNAS perempuan pada tahun 2015 terdapat 321. 752 kasus
kekerasan pada perempuan, maka setiap hari ada 881 kasus kekerasan
pada perempuan. Kasus ini diduga karena pelaku pernah mengalami
kekerasan waktu anak-anak, karena kasus kekerasan itu seperti rantai
korban yang mengalami kekerasan akan cenderung melakukan atau
menjadi pelaku.
3. Berdasarkan data di atas batasan usia anak-anak yang masuk dalam
data KPAI adalah mereka yang berada dalam batasan usia maksimal
17 tahun. Hal itu sesuai dengan definisi undang-undang yang berlaku
di Indonesia. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 pasal 1 butir 1
yaitu;
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Dengan demikian rentang usia anak yang mengalami child abuse
sesuai dengan data diatas adalah 17 tahun.
4. KPAI mengungkapkan bahwa kasus child abuse seperti fenomena
gunung es yaitu sebetulnya hanya sedikit yang terungkap dan yang
lain masih banyak yang tidak terungkap.
5. Seseorang yang pernah menjadi korban child abuse akan cenderung
dan berdampak buruk terhadap diri korban. Konsep diri yang negatif
itu memiliki kemungkinan berubah pada masa dewasanya.
6. Perubahan konsep diri yang terjadi pada korban child abuse biasanya
didukung oleh berbagai macam faktor, apabila konsep diri subjek
dalam penelitian ini berubah maka peneliti akan melihat faktor apa
saja yang mempengaruhi perubahan konsep diri subjek.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan keterbatasan tenaga, waktu, tempat, dan lain-lain, agar
penelitian ini dapat berjalan terarah, maka peneliti hanya akan meneliti
dinamika konsep diri yang terjadi pada dewasa muda korban child abuse
di sebuah Universitas Swasta di DIY. Dengan dua subjek penelitian pada
rentang usia dewasa muda (usia 21 tahun).
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dilaksanakannya penelitian ini, maka dapat
dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Seperti apakah bentuk tindakan child abuse yang dialami oleh subjek?
2. Seperti apakah subjek memaknai peristiwa child abuse ketika subjek
mengalaminya?
3. Seperti apakah gambaran konsep diri subjek setelah mengalami
peristiwa child abuse?
4. Seperti apakah subjek memaknai peristiwa child abuse setelah subjek
5. Seperti apakah gambaran konsep diri yang dimiliki subjek pada saat
dewasa?
6. Faktor-faktor apa saja yang membentuk konsep diri subjek ketika
subjek dewasa?
7. Seperti apakah dinamika yang terjadi dalam diri korban child abuse
sehingga korban memiliki konsep diri yang dimilikinya pada saat
dewasa ini?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan
dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bentuk tindakan child abuse yang dialami oleh subjek.
2. Mengetahui seperti apa subjek memaknai peristiwa child abuse ketika
subjek mengalaminya.
3. Mengetahui gambaran konsep diri subjek setelah mengalami
peristiwa child abuse.
4. Mengetahui seperti apa subjek memaknai peristiwa child abuse
setelah subjek dewasa.
5. Mengetahui gambaran konsep diri yang dimiliki subjek pada saat
dewasa.
6. Mengetahui faktor-faktor yang membentuk konsep diri pada subjek
7. Mengetahui dinamika konsep diri yang terjadi dalam diri korban child
abuse sehingga korban memiliki konsep diri yang dimilikinya pada
saat dewasa.
F. Manfaaat Penelitian
Manfaaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Seacara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tambahan terhadap penelitian
serupa mengenai konsep diri pada dewasa korban child abuse yang
pernah dilakukan pada tahun 2012. Selain itu, diharapkan dapat
menjadi inspirasi untuk dilakukan penelitian serupa khususnya tentang
korban child abuse mengingat jumlah peristiwa child abuse yang
semakin meningkat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi subjek
Bagi subjek penelitian ini diharapkan dapat membuat subjek berani
terbuka kepada orang lain dan dapat mengenali konsep diri yang
dimilikinya pada saat dewasa. Sehingga subjek dapat
mempertahankan konsep diri yang positif yang terdapat dalam
dirinya.
b. Bagi peneliti
Bagi peneliti proses dan hasil dari penelitian ini dapat digunakan
yang pernah mengalami child abuse. Selain itu, juga dapat
digunakan sebagai acuan apabila menemukan kasus serupa
dikemudian hari.
c. Bagi korban child abuse
Bagi korban child abuse diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan motivasi untuk dapat menumbuhkan konsep diri yang
positif dan dapat menjadi sumber inspirasi untuk dapat mengatasi
masalah konsep diri yang dimiliki korban.
d. Bagi konselor
Bagi konselor hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu
konselor memiliki gambaran tentang konsep diri yang dimiliki
seseorang yang mengalami child abuse atau pernah mengalami
child abuse sehingga dapat menambah wawasan jika mendapatkan
konseli dengan kasus child abuse mengingat banyak terjadi
peristiwa child abuse di rumah maupun di sekolah.
G. Batasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dalam judul penelitian, maka peneliti
menjelaskan terlebih dahulu yang dimaksud dengan “Dinamika Konsep
Diri Pada Perempuan Dewasa yang Pernah Menjadi Korban Child Abuse”.
Adapun penjelasan sekaligus pembatasan istilah pada masing-masing
variabel adalah sebagai berikut.
Konsep diri merupakan cara pandang seseorang mengenai diri sendiri
yang akan berpengaruh terhadap pola-pikir, cara bertindak atau
berperilaku, baik itu perilaku positif atau negatif.
2. Dinamika Konsep Diri
Dinamika konsep diri merupakan sesuatu yang bergerak atau
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seseorang, terkait dengan
penilaian atau gambaran seseorang tentang dirinya.
3. Perempuan Dewasa
Perempuan dewasa adalah ciptaan Tuhan yang seringkali dikenal
sebagai ciptaan yang lebih lemah daripada laki-laki. Batasan usia
perempuan dewasa dalam penelitian ini didefinisikan sesuai dengan
undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu 17 tahun keatas. Usia
17 tahun kebawah peneliti gunakan sebagai batas kasus child abuse.
Hal itu sesuai dengan definisi anak yang ada dalam undang-undang di
Indonesia.
4. Child Abuse
Child abuse merupakan peristiwa perlukaan fisik, mental, atau seksual
pada anak (batas usia maksimal 17 tahun dan belum menikah) yang
dilakukan oleh seseorang yang memiliki usia lebih tua daripada anak
(dewasa).
5. Korban Child Abuse
Korban Child abuse merupakan seseorang yang pernah mengalami
mental, atau seksual, yang dilakukan oleh orang yang memiliki usia
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini memaparkan mengenai kajian teori, kajian penelitian yang relevan, dan
kerangka berpikir. Berikut adalah pemaparan dari bab ini.
A. Hakikat Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI; 2007)
terdiri dari dua kata yaitu konsep memiliki arti gambaran, proses atau
hal-hal yang digunakan oleh akal budi untuk memahami sesuatu.
Sedangkan, diri berarti bagian-bagian dari individu yang terpisah dari
yang lain. Jadi, konsep diri dapat diartikan sebagai gambaran
seseorang mengenai dirinya sendiri atau penilaian terhadap dirinya
sendiri.
Konsep diri menurut Atwater (dalam Desmita; 2010) adalah
keseluruhan gambaran diri yang meliputi persepsi orang tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Dapat dikatakan juga konsep diri meliputi keseluruhan pandangan
seseorang akan dirinya. Pandangan itu menyangkut pandangan tentang
kondisi diri, perasaan yang selama ini dialami, dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan diri. Nilai-nilai itu bisa didapatkan dari ajaran
agama, masyarakat, adat-istiadat, dan lain-lain. Sedangkan, menurut
individu mengenai karakteristik dirinya, yang mencakup
karakteristik fisik, sosial, emosional, aspirasi dan achievement.
Clara R Pudjijogyanti (dalam Diah; 2010) berpendapat bahwa
konsep diri merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah
seseorang akan berperilaku negatif atau tidak, sebab perilaku negatif
merupakan perwujudan adanya gangguan dalam usaha pencapaian
harga diri. Dari pengertian tersebut peneliti dapat menyimpulkan
bahwa menurut Clara konsep diri juga merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku seseorang negatif atau
tidak.
Fitts (dalam Agustiani, 2006) berpendapat bahwa konsep diri
adalah hal sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.
Seseorang yang memiliki konsep diri yang negatif akan cenderung
memiliki kepribadian yang kurang baik (minder, mudah
menyerah/pesimis, daya juang rendah, mudah depresi, maladaptif, dan
lain-lain). Sedangkan, seseorang yang memiliki konsep diri yang
positif akan memiliki kepribadian yang baik (optimis, daya juang
tinggi, mudah terbuka, dan lain-lain).
Berdasarkan pengertian-pengertian para ahli diatas dapat peneliti
menyimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang seseorang
tentang dirinya sendiri yang akan berpengaruh pada pola pikirnya dan
Dengan kata lain konsep diri adalah hal yang sangat penting dalam
membentuk kepribadian seseorang.
2. Macam-Macam Konsep Diri
Macam-macam konsep diri menurut Burn (1993) yaitu:
a. Konsep diri positif
Individu yang memiliki konsep diri positif memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Perasaan bahwa dirinya berharga, berkompentensi, dan percaya
diri.
2) Memiliki kemampuan untuk memodifikasi nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang sesuai dengan pengalaman baru yang
didapatkannya.
3) Tidak memiliki kekhawatiran terhadap masalalu dan masa yang
akan datang.
4) Memiliki kepercayaan diri untuk menyelesaikan
masalah-masalah hidup meskipun dihadapkan dengan kegagalan.
5) Dapat menerima diri dan merasa dirinya berharga seperti orang
lain.
6) Sensitif terhadap kebutuhan orang lain.
b. Konsep diri negatif
Karakteristik orang yang memiliki konsep diri negatif adalah
1) Merasa dirinya inferior (perasaan rendah diri), tidak berharga,
tidak memiliki kemampuan, dan memiliki perasaan tidak aman.
2) Sangat peka terhadap kritik karena kritik dianggap sebagai
bukti lebih lanjut mengenai inferioritasnya.
3) Memiliki sikap hiperkritis digunakan untuk mempertahankan
citra diri yang kurang mantap dan mengalihkan pada
kekurangan-kekurangan yang dimilki oleh orang lain.
4) Setiap kegagalan yang dialaminya dianggap sebagai bagian dari
rencana tersembunyi dari orang lain dan kesalahan cenderung
dilimpakan pada orang lain. Dalam hal ini mereka akan sulit
mengakui kelemahan dan kegagalan.
5) Sering menunjukkan respon berlebihan terhadap pujian dari
orang lain.
6) Menunjukan sikap mengasingkan diri, malu-malu, dan tidak
berminat terhadap persaingan.
3. Aspek-Aspek Konsep Diri
Aspek-aspek dalam konsep diri menurut Agustiani (2006) terbagi
menjadi 4 yaitu:
a. Aspek fisik
Aspek fisik meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu
mengenai penampilan, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti
pentingnya tubuh, perasaan, dan gengsi dihadapan orang lain yang
b. Aspek psikologis
Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis
dirinya, seperti perasaan mengenai kemampuan atau
ketidak-mampuannya. Perasaan itu akan berpengaruh terhadap rasa percaya
diri dan harga dirinya.
c. Aspek moral
Aspek moral merupakan nilai dan prinsip yang memberi arti dan
arah dalam kehidupan individu atau seseorang dalam memandang
nilai etika moral bagi dirinya, seperti kejujuran, tanggungjawab
atas kegagalan yang dialaminya, religiusitas serta perilakunya
(nilai-nilai hidup yang dijalaninya).
d. Aspek sosial
Aspek ini meliputi kemampuan individu dalam berhubungan
dengan dunia diluar dirinya seperti perasaan mampu dan berharga
dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum,
yaitu mencakup hubungan antar individu dengan keluarga dan
individu dengan lingkungan.
4. Faktor-Faktor yang Mempenggaruhi Konsep Diri
Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan ada beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor-faktor
tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant other (orang yang
terpenting atau yang terdekat) dan self perception (persepsi diri
a. Teori perkembangan
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang
secara bertahap sejak lahir sampai mulai mengenal dan
membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam melakukan
kegiatan memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan
dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan
melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama
pangilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal,
kemampuan pada area tertentu yang dinilai pada diri sendiri
atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi
potensi yang nyata.
b. Significant other
Significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain
yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri
pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi
orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang
dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting
sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c. Self-perception (persepsi diri sendiri)
Persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaianya, serta
Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan
pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek
yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan
konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang
dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan
intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri
yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial
yang terganggu.
5. Dinamika Konsep Diri
Dinamika menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) adalah
sesuatu yang bergerak. Bergerak dalam konteks ini adalah dalam artian
berubah-ubah atau mengalami suatu perubahan. Jadi, kata dinamika
dalam penelitian ini menunjukan sesuatu yang bergerak atau
berubah-ubah dalam diri seseorang.
Konsep diri seperti yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan
gambaran seseorang tentang dirinya sendiri atau penilaian seseorang
tentang dirinya sendiri (KBBI). Dari pengetian tersebut maka definisi
dinamika konsep diri merupakan sesuatu yang bergerak atau
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri seseorang mengenai
gambaran atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.
B. Hakikat Perempuan Dewasa
Perempuan dalam bahasa sansekerta (Shofiawanis: 2013) berasal
berilmu tinggi, pembuat karya agung. Pengunaan kata perempuan biasa
digunakan sebagai bentuk penghormatan tertinggi pada kaum wanita.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia kata perempuan lebih sering
digunakan daripada wanita. Hal itu dikarenakan dalam artian bahasa
sansekerta wanita lebih memiliki artian perempuan yang tunduk terhadap
sesuatu.
Perempuan merupakan manusia yang memiliki alat reproduksi,
seperti rahim, dan saluran melahirkan, mempunyai sel telur, memiliki
vagina, dan mempunyai alat untuk menyusui, yang semuanya secara
permanen tidak berubah, dan mempunyai ketentuan biologis atau sering
dikatakan sebagai ketentuan Tuhan (Nugroho: 2008). Pengertian itu lebih
mengarah kepada definisi perempuan secara biologis. Sedangkan, secara
kurtural menurut Nugroho perempuan dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, dan keibuan. Perempuan seringkali dianggap sebagai ciptaan
yang lebih lemah dibandingkan laki-laki sehingga perempuan lebih sering
menjadi korban kekerasan dalam lingkungan keluarga.
Seseorang dikatakan berada pada masa dewasa ketika dalam
rentang usia 18 sampai kematian. Hal itu dikarenakan masa dewasa
digolongkan menjadi 3 berdasarkan usia dan tahap perkembangannya
(Hurlock, 1990: 246) yaitu:
Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai
kira-kira 40 tahun, saat perubahan fisik dan psikologis terjadi yang
menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
2. Masa dewasa madya
Masa dewasa madya dimulai umur 40 tahun sampai pada umur
60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan
psikologis yang jelas nampak pada semua orang.
3. Masa dewasa lanjut usia
Masa dewasa lanjut usia dimulai dari usia 60 tahun sampai
kematian. Pada waktu ini baik kemampuan fisik maupun
psikologis cepat menurun tapi cenderung untuk berupaya
berpenampilan seperti mereka masih muda
Tugas perkembangan dewasa dini menurut Hurlock (1990: 254)
adalah; mengetahui harapan-harapan masyarakat terhadap dirinya,
mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang pasangan hidup, belajar
hidup sebagai suami atau isteri membentuk suatu keluarga, membesarkan
anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab
sebagai warga Negara, bergabung dalam kelompok sosial yang cocok.
Keberhasilan dalam tuga-tugas perkembangan dewasa dini sangat
dipengaruhi oleh jenis dasar yang telah diletakan sebelumnya.
Keberhasilan dalam pemenuhan tugas perkembagan anak dan remaja
Pengertian perempuan dewasa berdasarkan pada apa yang telah
dipaparkan diatas adalah ciptaan Tuhan memiliki seringkali dikenal
sebagai cipataan yang lebih lemah daripada laki-laki. Memiliki
karakteristik cantik, keibuan, lemah lembut, dan emosional yang berada
pada rentang usia 10 sampai 40 tahun.
C. Hakikat Child Abuse 1. Pengertian Child Abuse
Child abuse menurut Bagong Suyanto (2010: 28) merupakan
peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya
dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap
kesejahteraan anak; yang mana semuanya itu didesikasikan dengan
kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.
Orang yang mempunyai tanggung jawab dalam kesejahteraan anak itu
bisa jadi orang tua anak itu sendiri, saudara dekat, saudara kandung
(kakak), guru, tetangga, bahkan orang yang tidak dikenal yang
seharusnya memiliki peranan untuk melindungi anak-anak.
Child abuse menurut Siswanto (2007: 122) terdiri dari dua kata
yaitu ”abuse” yang memiliki arti penyalahgunaan/salah pakai,
perlakukan kejam/siksaan, makian, menyalahgunakan,
memperlaku-kan dengan kejam, memaki-maki, menghianati. Sedangmemperlaku-kan, “child”
memiliki arti anak. Jadi child abuse merupakan penyalahgunaan anak.
tahun dan belum menikah (sesuai dengan peraturan yang ada di
Indonesia).
Peneliti menyimpulkan bahwa child abuse merupakan peristiwa
perlukaan atau penyalahgunaan fisik, mental, atau seksual pada anak
(berusia maksimal 17 tahun dan belum menikah) yang dilakukan oleh
seseorang yang memiliki usia lebih daripada anak (dewasa). Pelaku
child abuse bisa orang yang memiliki hubungan dekat dengan anak
ataupun orang yang sebelumnya tidak mengenal anak secara dekat.
2. Kategori Child Abuse
Kategori child abuse menurut American Medical Association tahun
1999 (dalam Siswanto, 2007: 124-125) adalah sebagai berikut:
a. Phyisical abuse (perlakuan salah secara fisik) adalah ketika anak
mengalami pukulan, tamparan, gigitan, pembakaran, atau
kekerasan fisik lainnya. Tindakan tersebut biasanya dilakukan
kepada anak dalam waktu yang lama (secara
terus-menerus/beberapa kali). Dilakukan dengan niat menyakiti fisik
anak seperti: memukul, menendang, mengigit, menyiram anak
dengan air panas, mengikat anak, dan lain-lain.
b. Sexual abuse (perlakuan salah secara seksual) adalah ketika anak
diikutsertakan dalam situasi seksual dengan orang dewasa atau
anak yang lebih tua. Tindakan yang dilakukan biasanya seperti
menyentuh alat vital orang lain, memperlihatkan adegan
pornografi, menjadikan anak objek video porno, dan lain-lain.
c. Neglect (diabaikan/dilalaikan) adalah ketika kebutuhan-kebutuhan
anak tidak dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan
akan makanan yang bergizi, tempat tinggal yang memadai,
pakaian, kebersihan, dukungan emosional, cinta, afeksi,
pendidikan, perawatan medis anak atau tindakan yang menyangkut
masalah tumbuh kembang anak.
d. Emosional abuse (perlakuan salah secara emosinal) adalah ketika
anak secara teratur diancam, diteriaki, dipermalukan, diabaikan,
disalahkan, atau salah penanganan emosional lainnya, seperti
membuat anak menjadi objek lelucon, selalu mencari-cari
kesalahannya. Hal ini membuat anak merasa tidak berharga.
3. Gejala-Gejala Child Abuse
APA Public Interest Initiatives dan Hwang (dalam Siswanto, 2007:
133-134) menyebutkan gejala-gejala atau tanda-tanda terjadinya abuse
pada anak-anak, remaja, dan dewasa antara lain:
a. Gambaran diri yang buruk.
b. Sexual acting out.
c. Tingkahlaku agresif, menggangu, dan kadang-kadang ilegal.
d. Marah dan gusar, atau perasaan-perasaan kesedihan atau
gejala-gejala lain yang merupakan tanda depresi.
f. Kecemasan atau ketakutan, atau terkenang pengalaman masa lalu
dan mimpi buruk.
g. Masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan sekolah.
h. Penyalahgunaan obat dan alkohol.
i. Terluka/terpotong atau memar-memar.
j. Patah tulang atau luka-luka dalam.
k. Terbakar.
l. Kelaparan atau kehausan yang menetap.
m. Kehilangan minat pada sekitarnya.
n. Rambut dan kulit kotor.
o. Kurang pengawasan.
p. Luka, memar. pendarahan di kelamin.
q. Lebih banyak pengetahuan mengenai seks dibandingkan anak-anak
seusianya yang normal.
r. Mengalami masalah dalam belajar.
s. Takut pada orang atau tempat tertentu.
D. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian serupa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti tentang
konsep diri menunjukan bahwa konsep diri adalah hal yang penting dalam
kehidupan seseorang. Berikut adalah penelitian yang pernah dilakukan
tentang “Konsep Diri dan Child Abuse” dan perbedaanya dengan
1. Penelitian dengan judul yang sama yaitu “Dinamika Konsep Diri pada
Orang Dewasa Korban Child Abuse” pernah dilakukan oleh Siti Nur
Fatimah tahun 2002. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Siti Nur
Fatimah adalah setelah mengalami child abuse subjek memiliki konsep
diri yang rendah. Tapi, setelah beranjak dewasa subjek memiliki
konsep diri yang positif dikarenakan beberapa faktor yang
mendukungnya. Faktor yang mendukung subjek memiliki konsep diri
positif ketika dewasa adalah keluarga dan komunitas subjek.
Perbedaan penelitian yang dilakukan Siti Nur Fatimah dengan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jumlah subjek dalam
penelitian. Jumlah subjek dalam penelitian Siti Nur Fatimah adalah
dua orang (satu laki-laki dan satu perempuan) sedangkan peneliti
mengambil data dari 2 orang subjek perempuan. Hal itu dikarenakan
kebanyakan korban child abuse adalah perempuan. Dari beberapa
kasus yang ditemukan oleh peneliti sebagian besar adalah perempuan.
Selain itu, kasus yang ada dalam penelitian yang dilakukan peneliti
juga berbeda dengan jenis child abuse yang berbeda dari penelitian
sebelumnya.
Penelitian sebelumnya mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan
metode penelitian studi kasus. Penelitian dinamika konsep diri
perempuan dewasa yang pernah menjadi korban child abuse ini
2. Penelitian tentang konsep diri juga pernah dilakukan oleh Mery Natta,
Nita Fitria, dan Imas Rafiah dengan judul “Gambaran Konsep Diri
pada Remaja Rumah Tahanan Klas 1 Bandung”. Hasil dalam
penelitian itu adalah remaja dalam rumah tahanan 57,14 % memiliki
konsep diri positif dan 42,86 % memiliki konsep diri negatif.
Penelitian itu dilakukan untuk mengetahui gambaran konsep diri yang
terjadi pada remaja yang ada dalam rumah tahanan. Penelitian
dilakukan dengan metode kuantitatif deskriptif.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang pernah
dilakukan oleh penelti adalah subjek dalam penelitian. Pada penelitian
sebelumnya subjek dalam penelitian itu adalah remaja rumah tahanan,
sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti subjeknya adalah
dewasa muda korban child abuse. Selain itu, peneliti tidak hanya
mempelajari konsep diri yang dimiliki subjek sekarang tapi peneliti
juga mempelajari dinamika konsep yang terjadi dari subjek mengalami
peristiwa child abuse sampai subjek dewasa. Hal lain yang berbeda
adalah jenis penelitian, jenis penelitian yang dilakukan oleh Mery
adalah penelitian kuantitatif deskriptif sedangkan dalam penelitian ini
peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
penelitian fenomenologi.
3. Penelitian tentang pelecehan seksual/ childhood-abuse (salah satu
bentuk tindakan child abuse) pernah dilakukan oleh Yuliatin dengan
pada Anak-Anak (Sebuah Studi Kasus pada Dewasa Muda). Hasil dari
penelitian itu adalah beberapa subjek memiliki dinamika resilience
yang baik pada saat dewasa karena faktor instrinsik (kekuatan dari
dalam diri, percaya diri, optimis) dan faktor ekstinsik (didikan
orangtua, teman, guru, komunitas yang mendukung). Namun, sebelum
mereka sempat mengalami tekanan psikologis seperti gelisah, susah
tidur, merasakan sensasi seksual, melakukan mastrubasi, protektif
bergaul dengan lawan jenis, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil
demikian peneliti dalam penelitian itu menggunakan metode kualitatif
deskriptif.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yuliatin adalah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika
konsep diri yang terjadi pada orang dewasa yang pernah menjadi
korban child abuse. Penelitian sebelumnya lebih mengarah pada
resilience sedangkan, dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan
pemaknaan korban child abuse terhadap peristiwa yang dialaminya.
Kemudian dapat mengungkap konsep diri subjek ketika dewasa.
Penelitian ini menekankan pada konsep diri subjek ketika dewasa.
Perbedaan lainnya adalah jenis penelitian yang dilakukan peneliti,
penelitian ini mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
fenomenologi sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Yuliatin
mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian studi
E. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini adalah peneliti
melakukan penelitian ini kepada dua perempuan dewasa yang pernah
menjadi korban child abuse. Untuk mengetahui hidup dua subjek beserta
peristiwa child abuse yang subjek alami, peneliti mengunakan personal
life line. Personal life line digunakan sebagai inti penggalian data dalam
penelitian ini, digunakan untuk mengungkap data diri subjek secara
spesifik. Personal life line ini juga akan digunakan sebagai acuan untuk
membuat daftar pertanyaan wawancara dalam penelitian ini. Sebagai
langkah selanjutnya peneliti mengungkap dinamika konsep diri subjek.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pemaknaan subjek terhadap peristiwa child abuse yang dialaminya dan
seberapa peristiwa tersebut berpengaruh terhadap diri subjek. Jawaban dari
pertanyaan wawancara nanti akan mengarah pada faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri subjek dulu pada waktu subjek mengalami
peristwa child abuse dan aspek-aspek konsep diri subjek.
Setelah peneliti mendapatkan hasil pemaknaan subjek melalui
jawaban dari wawancara, peneliti akan membandingkannya dengan
teori-teori konsep diri dan child abuse untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan penelitian. Dari situ juga peneliti akan menemukan dinamika
konsep diri yang terjadi pada diri subjek sehingga subjek dapat memiliki
Observasi pada penelitian ini digunakan untuk memperkuat data
yang diperoleh. Peneliti melakukan observasi kepada subjek untuk
mengetahui kegiatan subjek sehari-hari. Data yang diperoleh akan
dibandingkan dengan hasil wawancara subjek tentang kondisi subjek
setelah dewasa. Hal ini akan memperkuat validitas data penilaian subjek
terhadap dirinya setelah dewasa dengan kondisi subjek dalam kehidupan
sehari-hari.
Dinamika konsep diri subjek akan terlihat dari konsep diri yang
subjek miliki pada saat setelah subjek mengalami peristiwa child abuse
dan konsep diri subjek pada saat dewasa. Faktor-faktor yang menggerakan
terbentuknya konsep diri yang subjek miliki pada saat setelah mengalami
peristiwa child abuse dan pada saat dewasa itu yang disebut dinamika
konsep diri. Dinamika itu terjadi ketika ada perubahan cara penilaian
Kerangka Berpikir
Personal life line tes
Korban child abuse MV dan HL (subjek)
Hasil wawancara = Pemaknaan peristiwa child abuse
bandingkan dengan teori child abuse dan teori
konsep diri DINAMIKA
KONSEP DIRI KONSEP DIRI
BAB III
METODE PENELITIAN
BAB ini akan memaparkan tentang jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan instumen pengumpulan data,
keabsahan data, dan teknik analisis data. Berikut adalah penjelasan dalam BAB
ini.
A. Jenis Penelitian
Peneitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode
penelitian kualitatif menurut Imam Gunawan (2013: 85) adalah penelitian
yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang
masalah-masalah manusia dan sosial bukan untuk mendeskripisikan
bagaian permukaan masalah-masalah manusia seperti yang dilakukan
penelitian kualitatif dengan positifismenya.
Jenis penelitian kulitatif dalam penelitian ini adalah fenomenologi.
Imam Gunawan (2013: 71) mengungkapkan bahwa jenis penelitian
fenomenologi berupaya untuk memahami makna yang sesungguhnya atas
suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja atas
pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan keluar dan
kesadaran didalam, yang berbasis pada ingatan, gambaran, dan makna.
Jenis penelitian fenomenologi ini digunakan untuk menangkap makna
yang sebenarnya dari peristiwa yang tampak. Pengalaman seseorang
tampak dalam penelitian kualitatif jenis ini menjadi hal yang sangat
subjek yang pernah menjadi korban child abuse kemudian pemaknaan itu
digunakan untuk memberikan gambaran tentang konsep diri yang dimiliki
subjek.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Yogyakarta. Daerah Yogyakarta yang
dijadikan sebagai tempat penelitian adalah daerah pusat kota Yogyakarta.
Sedangkan, waktu dilaksanakannya penelitian adalah awal bulan
September sampai awal bulan Desember. Penelitian dilakukan selama
delan kali pertemuan termasuk observasi untuk setiap subjek. Penelitian
ini dilakukan dalam jangka waktu dilakukan selama dua sampai tiga jam.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang perempuan dewasa yang
pernah mengalami child abuse. Subjek tersebut yaitu MV dan HL. Kedua,
subjek ini memiliki usia 21 tahun. Mereka bersedia untuk secara terbuka
mengungkapkan peristiwa child abuse yang pernah mereka alami. Subjek
juga merupakan mahasiswi dari Universitas Swasta yang ada di
Yogyakarta. Berdasarkan hal itu maka objek dalam penelitian ini adalah
orang dewasa yang pernah mengalami child abuse.
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Observasi (Sugiyono, 2013: 10) merupakan salah satu cara
mengumpulkan data dengan mengamati subjek secara langsung.
Melalui observasi peneliti mengamati perilaku subjek secara langsung.
Hasil dari observasi dapat digunakan untuk memperkuat data yang
diperoleh melalui wawancara.
Observasi dilakukan peneliti untuk lebih mendalami keadaan
subjek. Observasi dalam penelitian ini berupa memperhatikan
non-verbal subjek pada saat diadakannya pertemuan untuk melakukan
wawancara dan asesment tes “personal life line”. Observasi juga
dilakukan dengan cara memperhatikan subjek dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Aktivitas sehari-hari seperti bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan aktivitas yang sering dilakukan subjek. Tempat
untuk melakukan observasi adalah tempat-tempat yang sering
didatangi subjek. Berikut adalah pedoman observasi dan lembar kerja
Tabel 1 Pedoman Observasi
No. Aspek yang diamati Hal yang diamati
1. Fisik Penampilan subjek, kesesuaian antara penampialan dengan jenis kelamin, non-verbal (nada bicara, ekspresi wajah, gerak tubuh) ketika subjek berinteraksi dengn orang lain, aktivitas subjek dalam kehidupan sehari-hari.
2. Psikologis Nada bicara, ekpresi wajah, gerak tubuh subjek ketika sedang berinteraksi dengan orang lain, aktivitas subjek dalam kehidupan sehari-hari.
3. Moral Aktivitas yang dilakukan sehari-hari, hal-hal yang sering dibicarakan.
[image:54.595.83.519.146.710.2]4. Sosial Aktivitas yang dilakukan sehari-hari
Tabel 2 Lembar Observasi
Inisial Subjek : ……….. Observasi ke : ……… Tempat : ………...
Hari/ tanggal : ………...
2. Personal life line tes
Personal life line menurut Margot Phaneuf (2005) merupakan
sebuah strategi yang digunakan untuk membantu mengungkap
kehidupan seseorang yang menderita kecanduan alkohol, kecanduan
games, mengalami trauma, perilaku yang tidak biasa, dan lain-lain.
Biasa dikenal sebagai garis hidup. Prinsip dari garis hidup ini
(Morgot: 2005) adalah menganut aliran Rogerian sebagai dasar
pendekatannya yaitu dengan melakukan pendekatan menggunakan
empati, tidak memasukkan penilaian pribadi, dan memiliki pemikiran
yang positif. Hal itu diperlukan agar klien dapat merasakan
penerimaan tanpa syarat sehingga memungkinkan klien dapat
mengekspresikan dirinya dengan bebas.
Peneliti di sini sebagai saksi, menjaga dirinya hanya sebagai
pengamat, tidak memberikan penilaian berdasarkan persepsinya agar
hasil yang dituliskan klien dapat dipertahankan kebenaran dan
keasliannya. Berikut adalah bentuk “personal life line” dalam
penelitian ini pada Tabel 3.
Cara menganalisis Personal Life Tes adalah dari hasil penelitian
personal life tes, dibuat verbatim. Hasil dari verbatim itu dirangkum.
Dari rangkuman itu diperolehlah hasil personal life line tes MV dan
HL. Kemudian dari situ akan terungkap peristiwa child abuse yang
setelah subjek mengalami peristiwa child abuse. Teknik personal life
line merupakan teknik yang utama digunakan pada penelitian ini.
Data yang diperoleh melalui personal life line tes setelah itu akan
dicocokan dengan teori-teori konsep diri dan child abuse. Akan
[image:56.595.89.540.229.785.2]digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian ini.
Tabel 3 Personal Life Line
“PERSONAL LIFE LINE”
Petunjuk pelaksanaan:
1. Pada usia berapa Anda terakhir kalinya mengingat masa anak-anak Anda? mungkin 4 tahun 5 tahun atau 7 tahun? lalu
gambarlah sebuah garis lurus yang menandakan rentang usia Anda dari masa anak-anak sampai usia Anda sekarang ini pada kertas HVS yang telah disediakan.
2. Dalam rentang usia terakhir masa anak-anak Anda sampai usia Anda yang sekarang pasti banyak kejadian yang terjadi, baik itu kejadian yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan. Gambarkan kejadian itu dalam bentuk garis keatas atau kebawah pada garis usia yang telah Anda tulis. Apabila kejadian itu menyenangkan gambar garis keatas tapi apabila tidak menyenangkan gambar garis itu kebawah.
3. Tinggi rendahnya garis bisa disesuaikan dengan seberapa menyenangkan atau tidak menyengkannya peristiwa itu dalam hidup Anda.
4. Berilah tanda diujung garis dan kata-kata untuk menjelaskan peristiwa apa yang Anda alami.
3. Wawancara
Wawancara menurut Kartono (dalam Imam Gunawan: 2013)
merupakan suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah
tertentu; ini merupakan tanya jawab lisan, dimana dua orang atas lebih
berhadap-hadapan secara fisik. Terdapat dua pihak kedudukan berbeda
dalam wawancara, pertama berfungsi sebagai penanya dan kedua
berfungsi sebagai pemberi informasi.
Wawancara dilakukan untuk mengetahui dinamika konsep diri
yang terjadi dalam diri subjek. Selain itu hasil wawancara juga
digunakan untuk memperkuat peneliti dalam menyimpulkan hasil
penelitian ini. Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemaknaan
subjek terhadap peristiwa child abuse yang pernah dialaminya.
Pertanyaan-pertanyaan wawancara dalam penelitian ini didasarkan
pada aspek-aspek konsep diri dan faktor-faktor konsep diri. Pertanyaan
dalam wawancara yang dilakukan peneliti juga dilakukan untuk
menjawab pertanyan-pertanyaan dalam penelitian ini. Berikut adalah
daftar pertanyaan dalam wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti.
Tabel 4
Pedoman Wawancara
No. Pertanyaan Wawancara
1. Setelah kamu mengalami peristiwa kekerasan yang pertama kali kamu alami, apa yang kamu pikirkan tentang diri kamu saat itu?
2. Setelah kamu mengalami peristiwa kekerasan yang pertama kali kamu alami, apa yang kamu rasakan saat itu?
3. Bagaimana kamu menyikapinya saat itu?
4. Apakah itu berpengaruh dalam hidup kamu setelahnya? Kalo iya apakah kamu ingat perubahan apa yang terjadi dalam diri kamu saat itu?
5. Secara keseluruhan pada saat itu bagaimana kamu memaknai peristiwa yang kamu alami saat itu?
6. Menurut kamu hal apa saja yang mendukung kamu memaknai peristiwa kekerasan anak yang kamu alami seperti yang sudah kamu jelaskan tadi? 7. Selanjutnya kamu mengalami lagi peristiwa kekerasan lagi bahkan
sampai berulang-ulang tentunya itu menyakitkan bukan? Setelah kamu mengalaminya berulang-ulang apa yang kamu pikirkan saat itu?
8. Selanjutnya, apa yang kamu rasakan saat itu?
9. Dampak apa yang muncul dari peristiwa kekerasan anak yang kamu alami dalam kehidupanmu selanjutnya?
10. Bagaimana cara kamu menyikapinya lagi setelah peristiwa kekerasan itu berulang-ulang kali terjadi dalam dirimu?
11. Secara keseluruhan bagaimana kamu memaknai peristiwa kekerasan anak yang kamu alami?
12. Adakah pelajaran-pelajaran yang kamu ambil waktu itu? jika iya atau tidak apakah yang membuat kamu menjadi demikian?
13. Bagaimana pendapatmu saat ini tentang peristiwa kekerasan anak yang pernah kamu alami?
14. Apakah kamu menyesal mengalami itu semua? seandainya keadaan bisa berubah apakah kamu ingin merubahnya?
15. Apa yang terlintas dipikiranmu ketika kamu mengingat peristiwa yang kamu alami saat itu?
16. Apakah ada pelajaran-pelajaran yang bisa kamu ambil dari pengalaman kekerasan anak yang terjadi padamu?
17. Bagaimana kamu memaknai peristiwa kekerasan anak yang pernah kamu alami secara keseluruhan?
18. Menurutmu hal apa saja yang mendukung kamu dapat memaknai peristiwa kekerasan anak yang pernah kamu alami seperti sekarang ini? 19. Menurutmu bagaimana penampilanmu dulu secara fisik ketika kamu
mengalami kekerasan anak?
21. Menurutmu bagaimana penampilanmu hari ini? apakah menurutmu sesuai dengan dirimu yang seorang perempuan?
22. Menurutmu apa arti pentingnya tubuh? (setelah kamu mengalami kekerasan anak)
23. Pernahkah kamu merasa malu dengan keadaan fisik yang kamu miliki? jelaskan!
24. Nilai-nilai apa yang penting dan kamu jadikan sebagai prinsip dalam hidupmu? (dari kamu mengalami kekerasan anak dan sekarang)
25. Dari hasil personal life line kamu sempat merasa bahwa kamu tidak berharga dulu, bagaimana dengan keadaanmu sekarang?
26.. Sejak kamu mengalami kekerasan anak sampai sekarang bagaimana hubunganmu dengan keluargamu dan lingkungan sekitar tempat kamu tinggal?
27. Pernahkah kamu mengalami kesulitan untuk bersosialisasi?
E. Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan cara
mengunakan t