• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

B. Hakikat Perempuan Dewasa

Perempuan dalam bahasa sansekerta (Shofiawanis: 2013) berasal dari kata per-empu-an yang berarti per yaitu mahluk, empu berarti mulia,

berilmu tinggi, pembuat karya agung. Pengunaan kata perempuan biasa digunakan sebagai bentuk penghormatan tertinggi pada kaum wanita. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia kata perempuan lebih sering digunakan daripada wanita. Hal itu dikarenakan dalam artian bahasa sansekerta wanita lebih memiliki artian perempuan yang tunduk terhadap sesuatu.

Perempuan merupakan manusia yang memiliki alat reproduksi, seperti rahim, dan saluran melahirkan, mempunyai sel telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat untuk menyusui, yang semuanya secara permanen tidak berubah, dan mempunyai ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan (Nugroho: 2008). Pengertian itu lebih mengarah kepada definisi perempuan secara biologis. Sedangkan, secara kurtural menurut Nugroho perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan. Perempuan seringkali dianggap sebagai ciptaan yang lebih lemah dibandingkan laki-laki sehingga perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan dalam lingkungan keluarga.

Seseorang dikatakan berada pada masa dewasa ketika dalam rentang usia 18 sampai kematian. Hal itu dikarenakan masa dewasa digolongkan menjadi 3 berdasarkan usia dan tahap perkembangannya (Hurlock, 1990: 246) yaitu:

Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun, saat perubahan fisik dan psikologis terjadi yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

2. Masa dewasa madya

Masa dewasa madya dimulai umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada semua orang.

3. Masa dewasa lanjut usia

Masa dewasa lanjut usia dimulai dari usia 60 tahun sampai kematian. Pada waktu ini baik kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun tapi cenderung untuk berupaya berpenampilan seperti mereka masih muda

Tugas perkembangan dewasa dini menurut Hurlock (1990: 254) adalah; mengetahui harapan-harapan masyarakat terhadap dirinya, mendapatkan suatu pekerjaan, memilih seorang pasangan hidup, belajar hidup sebagai suami atau isteri membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga Negara, bergabung dalam kelompok sosial yang cocok.

Keberhasilan dalam tuga-tugas perkembangan dewasa dini sangat dipengaruhi oleh jenis dasar yang telah diletakan sebelumnya. Keberhasilan dalam pemenuhan tugas perkembagan anak dan remaja sangat berpengaruh dalam tugas perkembangan dewasa dini.

Pengertian perempuan dewasa berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan diatas adalah ciptaan Tuhan memiliki seringkali dikenal sebagai cipataan yang lebih lemah daripada laki-laki. Memiliki karakteristik cantik, keibuan, lemah lembut, dan emosional yang berada pada rentang usia 10 sampai 40 tahun.

C. Hakikat Child Abuse 1. Pengertian Child Abuse

Child abuse menurut Bagong Suyanto (2010: 28) merupakan peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak; yang mana semuanya itu didesikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. Orang yang mempunyai tanggung jawab dalam kesejahteraan anak itu bisa jadi orang tua anak itu sendiri, saudara dekat, saudara kandung (kakak), guru, tetangga, bahkan orang yang tidak dikenal yang seharusnya memiliki peranan untuk melindungi anak-anak.

Child abuse menurut Siswanto (2007: 122) terdiri dari dua kata yaitu ”abuse” yang memiliki arti penyalahgunaan/salah pakai, perlakukan kejam/siksaan, makian, menyalahgunakan, memperlaku-kan dengan kejam, memaki-maki, menghianati. Sedangmemperlaku-kan, “child” memiliki arti anak. Jadi child abuse merupakan penyalahgunaan anak. Yang dimaksud anak adalah seseorang yang berusia maksimal 17

tahun dan belum menikah (sesuai dengan peraturan yang ada di Indonesia).

Peneliti menyimpulkan bahwa child abuse merupakan peristiwa perlukaan atau penyalahgunaan fisik, mental, atau seksual pada anak (berusia maksimal 17 tahun dan belum menikah) yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki usia lebih daripada anak (dewasa). Pelaku child abuse bisa orang yang memiliki hubungan dekat dengan anak ataupun orang yang sebelumnya tidak mengenal anak secara dekat. 2. Kategori Child Abuse

Kategori child abuse menurut American Medical Association tahun 1999 (dalam Siswanto, 2007: 124-125) adalah sebagai berikut:

a. Phyisical abuse (perlakuan salah secara fisik) adalah ketika anak mengalami pukulan, tamparan, gigitan, pembakaran, atau kekerasan fisik lainnya. Tindakan tersebut biasanya dilakukan kepada anak dalam waktu yang lama (secara terus-menerus/beberapa kali). Dilakukan dengan niat menyakiti fisik anak seperti: memukul, menendang, mengigit, menyiram anak dengan air panas, mengikat anak, dan lain-lain.

b. Sexual abuse (perlakuan salah secara seksual) adalah ketika anak diikutsertakan dalam situasi seksual dengan orang dewasa atau anak yang lebih tua. Tindakan yang dilakukan biasanya seperti memaksa anak melakukan kontak seksual, menyuruh anak

menyentuh alat vital orang lain, memperlihatkan adegan pornografi, menjadikan anak objek video porno, dan lain-lain. c. Neglect (diabaikan/dilalaikan) adalah ketika kebutuhan-kebutuhan

anak tidak dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi, tempat tinggal yang memadai, pakaian, kebersihan, dukungan emosional, cinta, afeksi, pendidikan, perawatan medis anak atau tindakan yang menyangkut masalah tumbuh kembang anak.

d. Emosional abuse (perlakuan salah secara emosinal) adalah ketika anak secara teratur diancam, diteriaki, dipermalukan, diabaikan, disalahkan, atau salah penanganan emosional lainnya, seperti membuat anak menjadi objek lelucon, selalu mencari-cari kesalahannya. Hal ini membuat anak merasa tidak berharga. 3. Gejala-Gejala Child Abuse

APA Public Interest Initiatives dan Hwang (dalam Siswanto, 2007: 133-134) menyebutkan gejala-gejala atau tanda-tanda terjadinya abuse pada anak-anak, remaja, dan dewasa antara lain:

a. Gambaran diri yang buruk. b. Sexual acting out.

c. Tingkahlaku agresif, menggangu, dan kadang-kadang ilegal. d. Marah dan gusar, atau perasaan-perasaan kesedihan atau

gejala-gejala lain yang merupakan tanda depresi. e. Tingkahlaku pasif atau menarik diri.

f. Kecemasan atau ketakutan, atau terkenang pengalaman masa lalu dan mimpi buruk.

g. Masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan sekolah. h. Penyalahgunaan obat dan alkohol.

i. Terluka/terpotong atau memar-memar. j. Patah tulang atau luka-luka dalam. k. Terbakar.

l. Kelaparan atau kehausan yang menetap. m. Kehilangan minat pada sekitarnya. n. Rambut dan kulit kotor.

o. Kurang pengawasan.

p. Luka, memar. pendarahan di kelamin.

q. Lebih banyak pengetahuan mengenai seks dibandingkan anak-anak seusianya yang normal.

r. Mengalami masalah dalam belajar. s. Takut pada orang atau tempat tertentu. D. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh beberapa peneliti tentang konsep diri menunjukan bahwa konsep diri adalah hal yang penting dalam kehidupan seseorang. Berikut adalah penelitian yang pernah dilakukan tentang “Konsep Diri dan Child Abuse” dan perbedaanya dengan penelitian ini:

1. Penelitian dengan judul yang sama yaitu “Dinamika Konsep Diri pada Orang Dewasa Korban Child Abuse” pernah dilakukan oleh Siti Nur Fatimah tahun 2002. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Siti Nur Fatimah adalah setelah mengalami child abuse subjek memiliki konsep diri yang rendah. Tapi, setelah beranjak dewasa subjek memiliki konsep diri yang positif dikarenakan beberapa faktor yang mendukungnya. Faktor yang mendukung subjek memiliki konsep diri positif ketika dewasa adalah keluarga dan komunitas subjek.

Perbedaan penelitian yang dilakukan Siti Nur Fatimah dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jumlah subjek dalam penelitian. Jumlah subjek dalam penelitian Siti Nur Fatimah adalah dua orang (satu laki-laki dan satu perempuan) sedangkan peneliti mengambil data dari 2 orang subjek perempuan. Hal itu dikarenakan kebanyakan korban child abuse adalah perempuan. Dari beberapa kasus yang ditemukan oleh peneliti sebagian besar adalah perempuan. Selain itu, kasus yang ada dalam penelitian yang dilakukan peneliti juga berbeda dengan jenis child abuse yang berbeda dari penelitian sebelumnya.

Penelitian sebelumnya mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Penelitian dinamika konsep diri perempuan dewasa yang pernah menjadi korban child abuse ini mengunakan metode penelitian fenomenologi.

2. Penelitian tentang konsep diri juga pernah dilakukan oleh Mery Natta, Nita Fitria, dan Imas Rafiah dengan judul “Gambaran Konsep Diri pada Remaja Rumah Tahanan Klas 1 Bandung”. Hasil dalam penelitian itu adalah remaja dalam rumah tahanan 57,14 % memiliki konsep diri positif dan 42,86 % memiliki konsep diri negatif. Penelitian itu dilakukan untuk mengetahui gambaran konsep diri yang terjadi pada remaja yang ada dalam rumah tahanan. Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif deskriptif.

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh penelti adalah subjek dalam penelitian. Pada penelitian sebelumnya subjek dalam penelitian itu adalah remaja rumah tahanan, sedangkan pada penelitian yang dilakukan peneliti subjeknya adalah dewasa muda korban child abuse. Selain itu, peneliti tidak hanya mempelajari konsep diri yang dimiliki subjek sekarang tapi peneliti juga mempelajari dinamika konsep yang terjadi dari subjek mengalami peristiwa child abuse sampai subjek dewasa. Hal lain yang berbeda adalah jenis penelitian, jenis penelitian yang dilakukan oleh Mery adalah penelitian kuantitatif deskriptif sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian fenomenologi.

3. Penelitian tentang pelecehan seksual/ childhood-abuse (salah satu bentuk tindakan child abuse) pernah dilakukan oleh Yuliatin dengan judul penelitian “Resilience Korban Pelecehan Seksual yang Terjadi

pada Anak-Anak (Sebuah Studi Kasus pada Dewasa Muda). Hasil dari penelitian itu adalah beberapa subjek memiliki dinamika resilience yang baik pada saat dewasa karena faktor instrinsik (kekuatan dari dalam diri, percaya diri, optimis) dan faktor ekstinsik (didikan orangtua, teman, guru, komunitas yang mendukung). Namun, sebelum mereka sempat mengalami tekanan psikologis seperti gelisah, susah tidur, merasakan sensasi seksual, melakukan mastrubasi, protektif bergaul dengan lawan jenis, dan lain-lain. Untuk mendapatkan hasil demikian peneliti dalam penelitian itu menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliatin adalah penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dinamika konsep diri yang terjadi pada orang dewasa yang pernah menjadi korban child abuse. Penelitian sebelumnya lebih mengarah pada resilience sedangkan, dalam penelitian ini peneliti lebih menekankan pemaknaan korban child abuse terhadap peristiwa yang dialaminya. Kemudian dapat mengungkap konsep diri subjek ketika dewasa. Penelitian ini menekankan pada konsep diri subjek ketika dewasa. Perbedaan lainnya adalah jenis penelitian yang dilakukan peneliti, penelitian ini mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Yuliatin mengunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode penelitian studi kasus.

Dokumen terkait