• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 1 Studi Kelayakan Proyek

3.1.2 Aspek-Aspek Studi Kelayakan

3.1.2.2 Aspek Teknis

Aspek teknis adalah suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Melalui aspek teknis, dapat diketahui juga rancangan awal penaksiran biaya investasi dan juga biaya eksploitasinya. Aspek teknis yang perlu dianalisis antara lain lokasi bisnis, besarnya skala operasi/luas produksi yang ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis, kriteria mesin dan

equipment utama serta alat pembantu mesin dan equipment, proses produksi yang dilakukan dan desain layout pabrik (layout bangunan dan fasilitas lain) serta ketepatan jenis teknologi yang digunakan (Nurmalina et al., 2009).

Jika jenis studi kelayakan yang dipilih merupakan usaha pada cabang produksi atau pengolahan, maka faktor utama yang perlu dianalisis adalah lokasi usaha/pabrik yang akan dikembangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi bahan baku, keadaan pasar, penyediaan tenaga kerja, transportasi dan fasilitas tenaga listrik serta penanganan limbah. Sumber bahan baku tersebut harus diketahui asalnya, apakah dari dalam negeri, luar negeri, atau dari dalam dan luar negeri. Selain itu, perlu dianalisis juga jumlah dan kualitas bahan baku agar kontinuitas usaha yang direncanakan dapat terjamin. Faktor teknis lain yang sebaiknya diperhatikan adalah kemungkinan untuk melakukan perluasan usaha, baik dari segi ketersediaan areal maupun situasi dan kondisi lingkungan tempat dilakukan perlusan usaha (Ibrahim, 2003).

3.1.2.3 Aspek Manajemen

Aspek ini meliputi bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari sebuah gagasan usaha/proyek yang direncanakan secara efisien. Sifat aspek manajemen yang tidak kasat mata dan cenderung pada hal-hal kualitatif, menjadikan aspek ini lebih sulit dievaluasi dibandingkan dengan aspek lain. Selama masa persiapan investasi kegiatan bisnis, perlu dilakukan evaluasi aspek manajemen secara baik karena aspek ini adalah aspek terpenting diantara seluruh faktor produksi yang

21 dikerahkan. Hal ini karena pihak manajemen merupakan pihak yang mengelola uang, tanah, mesin, bahan baku dan tenaga kerja untuk mencapai tujuan bisnis yang dikehendaki (Nurmalina et al., 2009).

Terdapat dua pembagian dari aspek manajemen, yaitu manajemen yang mempelajari dalam masa pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Hal yang tercakup dalam manajemen pada masa pembangunan adalah siapa pelaksana bisnis, jadwal penyelesaian bisnis dan siapa yang melakukan studi masing-masing aspek kelayakan bisnis. Sementara itu, manajemen dalam masa operasi mempelajari tentang bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi masing-masing jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan serta menentukan anggota direksi dan tenaga-tenaga kerja inti (Nurmalina et al., 2009). Menurut Griffin (2002), manajemen adalah kumpulan dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian.

3.1.2.4. Aspek Hukum

Aspek ini mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan dalam menjalankan bisnis serta jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin (Nurmalina et al., 2009). Bentuk-bentuk usaha di Indonesia berdasarkan aspek hukum antara lain adalah perusahaan perorangan, firma, perseroan komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), koperasi, perusahaan negara (PN) serta perusahaan pemerintah yang lain (Umar, 2009). Manfaat aspek hukum lainnya yaitu untuk mempermudah kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama dengan relasi usaha.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), pembahasan dalam aspek hukum adalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, yaitu mengenai bentuk badan usaha serta izin-izin yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen tersebut sangat penting untuk digunakan sebagai dasar hukum yang harus dipegang apabila timbul masalah di kemudian hari. Kelengkapan dan keabsahan dokumen dapat diperoleh dari pihak-pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut.

22

3.1.2.5 Aspek Sosial

Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial yang mungkin dialami oleh masyarakat pada lokasi sekitar proyek (Nurmalina et al., 2009). Selain mencari keuntungan, perusahaan juga harus mengemban misi sosial kemasyarakatan, agar antara perusahaan dengan masyarakat dapat hidup saling menguntungkan. Manfaat-manfaat sosial yang dapat diterima oleh masyarakat di sekitar proyek antara lain terbukanya lapangan kerja baru, dapat melaksanakan alih teknologi serta peningkatan mutu hidup (Umar, 2009). Dampak sosial yang timbul karena adanya proyek antara lain tersedianya sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, penerangan, telepon, air, tempat kesehatan, pendidikan, sarana olahraga dan sarana ibadah (Kasmir dan Jakfar, 2009).

3.1.2.6 Aspek Lingkungan

Studi lingkungan usaha adalah suatu langkah yang penting dilakukan dengan tujuan untuk menemukan apakah lingkungan dimana usaha itu akan berdiri nantinya tidak akan menimbulkan ancaman atau justru dapat memberikan peluang di luar dari usaha yang utama (Jumingan, 2009). Analisis mengenai dampak lingkungan perlu diketahui serta direalisasikan, dengan demikian suatu bisnis hendaknya memperhatikan lingkungan hidup, baik untuk kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta lingkungan alam lain (Umar, 2009). Pertimbangan mengenai sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, karena tidak ada bisnis yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Hufschmidt et al., 1987, diacu dalam Nurmalina et al., 2009).

3.1.2.7 Aspek Finansial

Analisis aspek finansial dilakukan setelah aspek lainnya selesai dilaksanakan. Proyek bisnis dapat dikatakan sehat apabila dapat memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya (Umar, 2009). Menurut Gittinger (2008), aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek menjelaskan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para pelaku usaha di dalamnya.

23

3.1.3 Teori Biaya dan Manfaat

Gittinger (1986) menjelaskan bahwa analisis ekonomi proyek pertanian bertujuan untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek yang mempunyai keuntungan yang layak. Biaya merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan dan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan. Jenis biaya dalam evaluasi proyek pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung (Ibrahim, 2003). Biaya langsung adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kepentingan proyek, seperti biaya investasi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan proyek.

Biaya investasi dalam sebuah proyek terdiri dari biaya pembangunan konstuksi dan biaya peralatan lainnya. Biaya operasi dan pemeliharaan proyek terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga bank, biaya tanah, modal kerja, biaya pengganti, serta berbagai biaya lainnya sesuai dengan kebutuhan biaya dari masing-masing proyek. Biaya tidak langsung merupakan biaya yang perlu diperhitungkan dalam menganalisis proyek, seperti biaya polusi udara karena adanya proyek, biaya untuk mengatasi pencemaran, bising dan berbagai biaya lainnya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi dampak negatif atas keberadaan proyek.

Menurut Ibrahim (2003), manfaat proyek apabila dilihat dari evaluasi proyek adalah penerimaan yang dihasilkan suatu proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Jika dilihat dari sifatnya, manfaat proyek dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Manfaat langsung (ditect benefits), merupakan manfaat yang diterima sebagai akibat adanya proyek. Manfaat tersebut antara lain naiknya nilai hasil produksi barang atau jasa, perubahan bentuk dan turunnya biaya.

2) Manfaat tidak langsung (indirect benefits), merupakan manfaat yang timbul sebagai dampak yang bersifat multiplier effects dari proyek yang dibangun terhadap kegiatan pembangunan lainnya. Contoh manfaat tidak langsung adalah adanya perbaikan jalan dari sebuah kota ke kota lainnya telah menimbulkan berbagai kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan berbagai potensi ekonomi di sepanjang jalan yang dibangun.

24 3) Manfaat yang tidak dapat dilihat (intangible benefits), merupakan manfaat dari pembangunan proyek yang sulit diukur dalam bentuk uang, seperti perubahan pola fikir masyarakat, perbaikan lingkungan, berkurangnya pengangguran, peningkatan ketahanan nasional dan kemantapan tingkat harga.

Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan suatu proyek merupakan perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Menurut Kadariah (1988), rumus yang digunakan untuk membandingkan biaya dan manfaat (kriteria kelayakan investasi) yang dipakai dalam penilaian kelayakan suatu proyek adalah Nilai Bersih Sekarang (Net Present Value), Rasio Manfaat Biaya Bersih (Net Benefit and Cost Rasio), Tingkat Pengembalian Investasi (Internal Rate of Return) dan Masa Pengembalian Investasi (Payback Period).

3.1.3.1 Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara manfaat dan biaya atau disebut dengan arus kas bersih. Suatu bisnis dapat disebut layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Suatu bisnis dikatakan layak jika nilai NPV lebih besar dari nol (NPV>0), yang memiliki arti bahwa bisnis menguntungkan atau memberikan manfaat. Apabila suatu bisnis memiliki nilai NPV lebih kecil dari nol, maka bisnis tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Nurmalina et al., 2009).

3.1.3.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net Benefit Cost Ratio merupakan rasio antara manfaaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, atau disebut juga manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau bisnis bisa dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dapat dikatakan tidak layak jika Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al., 2009).

25

3.1.3.3 Internal Rate of Return (IRR)

Kelayakan suatu bisnis dapat dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan, yang dapat ditunjukkan dengan mengukur besarnya Internal Rate of Return (Nurmalina et al., 2009). Internal Rate of Return merupakan suatu tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan

net present value sama dengan nol. Jika hasil perhitungan IRR lebih besar dari

social opportunity cost of capital (SOCC) dapat dikatakan bahwa proyek tersebut layak. Jika IRR sama dengan SOCC maka bisnis tidak untung maupun rugi dan jika IRR di bawah nilai SOCC maka proyek tersebut tidak layak (Ibrahim, 2003).

3.1.3.4 Payback Period (PP)

Payback Period merupakan jangka waktu tertentu yang menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis ini perlu ditampilkan dalam studi kelayakan untuk mengetahui berapa lama usaha/proyek yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi (Ibrahim, 2003). Menurut Nurmalina et al.. (2009), Payback Period merupakan suatu analisis yang mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali. Bisnis yang payback period-nya singkat atau cepat pengembaliannya, memiliki kemungkinan untuk dipilih.

3.1.3.5 Analisis Laba Rugi Usaha

Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba rugi akan memudahkan untuk menentukan besarnya aliran kas tahunan yang diperolah suatu perusahaan dan juga digunakan untuk menghitung jumlah penjualan minimum baik dari kuantitas atau pun nilai uang dari suatu aktifitas bisnis, nilai produksi atau penjualan tersebut merupakan titik impas (break even point). Selain itu, laporan laba rugi dapat dipakai untuk menaksir pajak yang akan dimasukkan ke dalam

cashflow studi kelayakan bisnis (Nurmalina et al.,2009).

3.1.4 Analisis Sensitivitas

Menurut Nurmalina et al. (2009), analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu

26 analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Apakah kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis sensitif tidak terhadap perubahan yang terjadi. Sedangkan, Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis sensitivitas merupakan salah satu perlakuan terhadap keadaan yang berubah-ubah (ketidakpastian). Analisis ini perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan suatu usaha atau bisnis, perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Kadariah 1986, diacu dalam Nurmalina et al., 2009). Perubahan- perubahan yang biasa terjadi dalam menjalankan bisnis disebabkan oleh harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya serta hasil produksi (Gittinger, 1986).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pentingnya sektor perikanan dalam kesejahteraan negara Indonesia telah menjadikan pemerintah melakukan beraneka macam program untuk meningkatkan jumlah produksi perikanan, terutama perikanan budidaya. Salah satu komoditi perikanan budidaya yang menjadi fokus pemerintah untuk program tersebut adalah ikan lele. Peningkatan produksi lele lebih diarahkan pada pengembangan daerah minapolitan khusus komoditi lele. Salah satu wujud konsentrasi pemerintah dalam meningkatkan produksi lele adalah melalui pemunculan jenis lele unggulan, yang dikenal dengan sebutan lele sangkuriang.

Daerah yang menjadi konsentrasi pemerintah untuk meningkatkan produksi lele sangkuriang salah satunya adalah Kabupaten Bogor. Hal tersebut karena komoditi lele merupakan komoditi yang mendominasi sektor perikanan budidaya di Kabupaten Bogor. Selain itu, Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang dijadikan sumber benih ikan baik untuk daerah Bogor maupun wilayah lain. Namun, pada tahun 2008-2009 tren produksi benih lele di Kabupaten ini justru mengalami penurunan. Kondisi tersebut membuka peluang masyarakat untuk mengusahakan maupun memperluas usaha pembenihan lele sangkuriang, karena tanpa adanya usaha pembenihan maka usaha pembesaran ikan lele konsumsi tidak dapat dijalankan.

27 Lele sangkuriang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan lele dumbo yaitu jumlah telur yang dihasilkan lebih banyak dan persentase tingkat pertumbuhan bobot harian yang lebih besar. Oleh karena itu, dari sisi produksi lele sangkuriang akan lebih menguntungkan dibandingkan lele dumbo. Namun, masih banyak masyarakat di Kabupaten Bogor yang menggunakan lele dumbo untuk usaha pembenihan karena lele sangkuriang relatif lebih baru dibandingkan lele dumbo. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha pembenihan lele sangkuriang untuk dikembangkan sebagai wujud pemenuhan kebutuhan ikan secara nasional.

Usaha Bapak Endang sebagai lokasi percontohan pembenihan lele sangkuriang sudah berdiri dari tahun 2007, namun belum pernah melakukan analisis kelayakan usaha. Usaha Bapak Endang memerlukan studi kelayakan agar bisa dikembangkan oleh petani lain. Selain itu, dari aspek pasar masih banyak yang belum terpenuhi sehingga Bapak Endang berencana untuk melakukan pengembangan usaha. Pengembangan usaha dapat menggunakan alternatif lahan sewa dan lahan sendiri serta dapat menggunakan modal sendiri, pinjaman, maupun campuran (pinjaman dan sendiri). Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk memilih alternatif usaha yang paling baik untuk pengembangan. Selain itu, usaha Bapak Endang juga harus mengetahui sensitivitas kenaikan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi agar usaha dapat terhindar dari kerugian akibat kondisi yang tidak pasti dari harga pakan di pasaran dan jumlah produksi yang dihasilkan.

Analisis kelayakan meliputi analisis non finansial dan analisis finansial. Analisis finasial terdiri dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial dan lingkungan. Analisis finansial terdiri dari analisis kriteria investasi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) dan Payback Period serta analisis sensitivitas menggunakan metode Switching Value. Analisis sensitivitas dengan metode switching value akan menilai pengaruh perubahan peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi benih yang dapat ditoleransi agar usaha tetap layak untuk dilaksanakan. Kerangka pemikiran operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

28

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional

Kelayakan Non Finansial: • Aspek Pasar • Aspek Teknis • Aspek Manajemen • Aspek Hukum • Aspek Sosial • Aspek Lingkungan

Permintaan benih lele:

1. Lele sebagai komoditas yang mendominasi sektor pembesaran perikanan budidaya Kabupaten Bogor 2. Kabupaten Bogor sebagai

sumber penghasil benih ikan lele untuk daerah lain 3. Penurunan jumlah produksi

benih lele Kabupeten Bogor

Potensi Kabupaten Bogor:

1. Penghasil lele terbesar di Provinsi Jawa Barat 2009 2. Fasilitas yang dimiliki

Kabupaten Bogor mendukung (air, pakan dan pasar) 3. Lokasi pertama yang

dijadikan tempat penyebaran jenis lele sangkuriang

Pentingnya sektor perikanan:

1. Visi KKP untuk menjadikan negara Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di dunia tahun 2015

2. Program Gemarikan untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat melalui konsumsi ikan secara nasional

Langkah pemerintah untuk memenuhi kebutuhan ikan:

1. Program peningkatan produksi ikan, terutama ikan budidaya (lele) 2. Pemerintah memunculkan ikan lele unggulan (sangkuriang) 3. Pengembangan daerah minapolitan lele

Usaha Pembenihan Lele Sangkuriang Bapak Endang:

1. Tempat percontohan pembenihan lele Sangkuriang 2. Belum mampu memenuhi permintaan yang ada 3. Akan melakukan pengembangan usaha

Analisis Kelayakan Usaha

Kelayakan Finansial

Analisis Kriteria Investasi

(NPV, IRR, Net B/C, Payback Period)

Analisis Switching Value

(Kenaikan Biaya Pakan & Penurunan Jumlah Produksi)

Lahan: •Sendiri •Sewa Evaluasi atau Perbaikan Rekomendasi Pengembangan Usaha Tidak Layak Layak Pengembangan Usaha Modal:

Sendiri, Pinjaman, Campuran Usaha Saat Ini

Modal:

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan pada usaha pembenihan lele sangkuriang yang berada di Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa usaha Bapak Endang merupakan lokasi percontohan untuk budidaya pembenihan lele sangkuriang di Kabupaten Bogor. Selain itu, usaha Bapak Endang adalah salah satu usaha yang akan melakukan pengembangan karena belum dapat memenuhi permintaan yang ada. Pengambilan data dilakukan mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung pada usaha pembenihan lele sangkuriang Bapak Endang. Data sekunder merupakan data yang telah terdokumentasi sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari hasil publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, maupun hasil studi literatur dari internet, buku serta skripsi.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data primer adalah melalui wawancara langsung dan mendalam dengan pemilik usaha serta observasi langsung di lapangan. Metode pengumpulan data sekunder adalah melalui

browsing pada internet dan studi literatur. Alat pengumpul data atau instrumentasi yang digunakan adalah daftar pertanyaan, alat perekam, alat pencatat dan alat penyimpan elektronik.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode penelitian yang diterapkan adalah studi kasus dengan subjek kasusnya yaitu usaha pembenihan lele sangkuriang Bapak Endang, Desa Gadog, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Studi kasus atau penelitian kasus

30 menurut Maxfield (1930) yang diacu dalam Nazir (2009) merupakan penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum (Nazir, 2009).

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang diperoleh diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan diintepretasikan secara deskriptif. Data kualitatif diolah dan disajikan secara deskriptif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai usaha pembenihan lele sangkuriang dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan aspek lingkungan. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan usaha pembenihan lele sangkuriang dilihat dari aspek finansial. Pengolahan data analisis finansial berdasarkan kriteria kelayakan finansial yaitu Net Present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PP). Selain itu, analisis kuantitatif juga meliputi analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh peningkatan biaya pakan dan penurunan jumlah produksi terhadap kelayakan usaha pembenihan lele sangkuriang dengan menggunakan metode switching value. 4.4.1 Analisis Aspek Pasar

Aspek pasar dalam penelitian ini membahas mengenai jumlah permintaan benih lele sangkuriang, penawaran yang ada saat ini, harga benih dan program pemasaran. Usaha yang sedang dijalankan Bapak Endang dapat dikatakan layak jika benih lele yang diproduksi memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan petani pembesaran (jumlah permintaan lebih besar dibandingkan jumlah penawaran) serta program pemasaran dan harga benih sesuai dengan keadaan pasar.

31

4.4.2 Analisis Aspek Teknis

Aspek teknis pada penelitian ini menganalisis mengenai lokasi usaha Bapak Endang. Lokasi tersebut dinilai berdasarkan ketersediaan pakan, letak pasar yang dituju, ketersediaan tenaga listrik dan air, ketersediaan tenaga kerja yang bersedia membantu usaha pembenihan serta fasilitas transportasi untuk pengangkutan input maupun output usaha. Selain itu, aspek teknis akan membahas juga mengenai luas produksi benih lele untuk mencapai tingkat keuntungan yang optimal, proses pembenihan lele sangkuriang dari pembuahan sampai menghasilkan benih ukuran 4-6 cm (ukuran siap untuk dibesarkan), layout

pengusahaan pembenihan, serta pemilihan jenis teknologi dan equipment yang digunakan. Usaha Bapak Endang dapat dikatakan layak secara teknis apabila kondisi usaha saat ini telah memenuhi setiap kriteria yang sudah menjadi bahasan dalam penelitian. Proses produksi usaha Bapak Endang dapat dikatakan layak jika telah sesuai dengan teknik budidaya pembenihan BBPBAT Sukabumi yang ada pada tinjauan pustaka.

4.4.3 Analisis Aspek Manajemen

Aspek manajemen pada penelitian ini lebih difokuskan pada sumberdaya manusia yang mengelola bisnis pembenihan lele sangkuriang. Aspek manajemen adalah faktor paling penting dari seluruh faktor produksi yang digunakan. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan untuk menganalisis aspek manajemen yang terkait dengan empat fungsi manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian), bentuk struktur organisasi yang ada, deskripsi jabatan pada struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Aspek manajemen usaha Bapak Endang dapat dikatakan layak jika sudah memenuhi fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Selain itu, struktur organisasi dan jumlah tenaga kerja juga harus sesuai dengan kebutuhan usaha serta deskripsi jabatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

4.4.4 Analisis Aspek Hukum

Analisis aspek hukum mencakup izin dalam menjalankan usaha maupun jenis kemurnian bibit lele sangkuriang yang digunakan. Selain itu, bentuk badan

Dokumen terkait