• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menganalisis proses inkuiri

Membangun Profesi Guru Sains melalui Pembelajaran Efektif dan Inovatif Oleh:

Fase 5. Menganalisis proses inkuiri

Contoh: Siswa menyimpulkan berdasarkan hasil pengamatan/penelusuran Siswa memprediksi beberapa fenomena lain di lingkungan yang dapat menguatkan kesimpulan yang dibuat.

Siswa mengkomunikasikan hasil penelitian/percobaan secara lisan dan tulisan

Beberapa kata kunci dalam ILB adalah: learning community, student focussing, student activity, hands on, minds on.

C. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, saling membantu dalam belajar. Umumnya kelompok belajar terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan beragam. Kekhasan pembelajaran kooperatif adalah siswa ditempatkan dalam kelompok kooperatif dan tinggal bersama dalam satu kelompok untuk beberapa minggu atau bulan. Mata kuliah praktikum/teknik dapat dilakukan dengan model kooperatif. Siswa biasanya dilatih keterampilan-keterampilan spesifik untuk membantu mereka bekerjasama dengan baik, misalnya menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan dengan baik, mengajukan pertanyaan dengan benar, dan lain-lain. Materi yang melibatkan penelitian kelompok sangat baik menggunakan pembelajaran kooperatif ini. Beberapa kata kunci dalam pembelajaran kooperatif adalah: learning together, cooperative, working in team.

Penutup

Apapun model pembelajaran yang digunakan, hendaknya guru sains menyadari bahwa perkuliahan atau pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda di setiap tingkatan sekolah. Namun demikian, pembelajaran dimanapun hendaknya menyeimbangkan antara pengembangan kognitif dengan keterampilan (baik keterampilan motorik maupun keterampilan proses mental) serta sikap dan nilai. Berusahalah agar sedapat mungkin menggunakan model pembelajaran dengan metode induktif. Membangun kebiasaan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam perkuliahan akan menghasilkan lulusan yang sudah pasti berkualitas dan berdaya saing tinggi (Meyers, 1986). Dalam pembelajaran, hendaknya dosen/guru dapat berperan sebagai fasilitator, dan bukan pengajar. Dedikasi yang tinggi, rasa pengabdian, serta kesadaran bahwa dosen/guru dalam melayani mahasiswa/siswa merupakan kunci keberhasilan lainnya.

Referensi

ASCD (Arthur L.Costa, Editor) (1988), Developing Minds, ASCD, Alexandria.

Blooms, (Anderson adn David.R.L, editor)(2001), A taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, Longman.Co.LTD, London.

Depdiknas (2003), Pendekatan Kontekstual, Depdiknas, Jakarta

Holbrook, J., Laius, A., dan Rannikmäe, M. (2005). “The Influence of Social Issue-Based Science Teaching Materials On Students’ Creativity”, University of Tartu, Estonian Ministery of Education.

Meyers, C. (1986), Teaching students to Think Critically, Jossey –Bass Pub. San Fransisco. Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R., Gräsel, C., Ralle, B. (2002). “Chemie im

Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.

Parkay, F.W., dan Beverly H.S. (1997), Becoming a Teacher, Allyn and Bacon LTD., Boston.

Rooijakkers (2005), Mengajar dengan sukses, cetakan ke 11, PT Grasindo, Jakarta Stephen, P., dan Tim Crawley (1994), Becoming an Effective Teacher’, Stanley Thornes Pub.Co. England

Assessment for Learning Berbantuan Teknologi Komputer

Dr. Sentot Kusairi, M.Si

[email protected]

Pembelajaran yang menjamin mutu (quality) sekaligus kesetaraan (equality) merupakan salah satu isu penting Pendidikan Abad 21. Pembelajaran bermutu dan menjamin hak belajar dapat diupayakan salah satunya dengan mengoptimalkan asesmen dan menerapkan assessment for learning. Implementasi assessment for learning dan assessment for learning berbantuan computer, kendala, dan peluang pengembangannya dipaparkan dalam makalah ini.

Kata Kunci: assessment for learning, assessment for learning berbantuan komputer

Pendahuluan

Pembelajaran yang menjamin mutu (quality) sekaligus kesetaraan (equality) merupakan salah satu isu penting Pendidikan pada Abad 21. Abad 21 ditandai dengan perkembangan pengetahuan yang sangat pesat, tumbuhnya masyarakat multikultural, melebarnya jurang kesenjangan kaya dan miskin, dan semakin pentingnya membentuk masyarakat sipil yang berdemokrasi. Dunia pendidikan perlu merespon tuntutan Abad 21 dengan menyiapkan sumberdaya manusia bermutu yang siap beradaptasi dan siap belajar secara berkelanjutan (life long learning). Oleh karenanya, pendidikan yang berkesetaraan juga menjadi isu krusial yang perlu dikemukakan.

Dunia pendidikan perlu mendefinisi ulang semangat education for all menjadi learning for all. Layanan pendidikan bukan sekedar memberikan akses pendidikan pada semua siswa melainkan juga menjamin hak belajar bermutu bagi semua siswa. Layanan pendidikan berkesetaraan semacam ini sesuai dengan amanat UU no 20 tahun 2013 tentang SISDIKNAS yang menyebutkan bahwa pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Hal ini juga sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, tentang konvensi tentang hak-hak anak.Tiga prinsip yang fundamental untuk mewujudkan hak-hak anak diantaranya adalah hak untuk tidak mengalami diskriminasi, hak untuk hidup, bertahan, dan mengembangkan diri, serta hak untuk didengar.

Pembelajaran bermutu dan menjamin hak belajar dapat diupayakan salah satunya dengan mengoptimalkan asesmen. Asesmen yang memiliki asal kata ashidere atau to site

beside pada hakikatnya memiliki makna membantu siswa belajar lebih baik (assessment for learning). Asesmen seyogyanya dapat memonitor, mendukung, dan memperbaiki belajar siswa. Implementasi assessment for learning telah terbukti secara empiris dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa. Namun demikian, harus diakui bahwa dalam praktis pembelajaran, assessment for learning belum berjalan dengan optimal. Asesmen lebih banyak dipahami sebagai proses mengukur dan menjustifikasi kemampuan siswa (grading) untuk keperluan pelaporan dan akuntabilitas pendidikan yang dikenal sebagai assessment of learning. Ujian blok, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian akhir nasional merupakan beberapa contoh assessment of learning yang telah banyak diterapkan.

Makalah ini dimaksudkan untuk memperkenalkan assessmenf for learning, manfaatnya dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA, dan kendala pelaksanaannya. Makalah juga mengenalkan assessment for learning dengan bantuan teknologi sebagai salah satu solusi dan berbagai kesempatan penelitian yang berkaitan.

Assessment for Learning

Assessment for learning merupakan asesmen pembelajaran yang dapat memonitor dan membantu siswa belajar lebih baik. Cowie&Bell (2002: 6) mendefinisikan assessment for learning sebagai proses yang digunakan oleh guru dan siswa dalam mengenali dan merespon belajar siswa dalam rangka meningkatkan kualitas belajar dalam proses pembelajaran. Sementara Popham (2008: 5) mendefinisikan assessment for learning sebagai. “… a

planned process in which assessment-elicited evidence of students’ status is used by teachers

to adjust their ongoing instructional procedures or by students to adjust their current learning tactics”. Jadi assessment for learning merupakan sebuah proses yang terencana tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan status belajar siswa dan dimanfaatkan oleh guru untuk mengatur pembelajaran yang berkelanjutan dan dimanfaatkan oleh siswa untuk mengatur strategi belajar.

Assessment for learning memiliki beberapa ciri diantaranya adalah sebagai berikut. 1) Assessment for learning didasari semangat menjamin hak belajar siswa dan bertujuan agar semua siswa sukses belajar. 2) Assessment for learning menyatu atau terintegrasi dengan proses pembelajaran sehari-hari. Asesmen bukan sesuatu yang berada di luar pembelajaran, melainkan menjadi bagian penting pembelajaran. 3) Assessment for learning dilakukan sebagai proses berkelanjutan (on going process) baik sebelum, dalam pelaksanaan, maupun

sesudah pembelajaran berlangsung. 4) Assessment for learning memberikan balikan baik secara informal maupun formal untuk membantu siswa mengetahui status belajarnya dan membantu mereka belajar lebih lanjut. 5) Assessment for learning membantu guru mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan belajar siswa dan menggunakannya untuk menyesuaikan atau memodifikasi proses pembelajaran.

Sebagai salah satu acuan pelaksanaan assessment for learning, Black dan William (1998) mencanangkan 5 elemen kunci assessment for learning. Pertama, tujuan pembelajaran harus jelas dan dimengerti dengan baik oleh siswa dan guru. Guru juga perlu menjelaskan langkah-langkah bagaimana tujuan pembelajaran tersebut akan dicapai. Jika perlu, kriteria atau rubrik-rubrik perlu disampaikan kepada siswa. Kedua, kelas yang kaya komunikasi. Pembelajaran dengan assessment for learning harus dirancang adanya interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru dalam membangun konsep. Komunikasi semakin lama semakin mendalam berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan. Memberi kesempatan siswa untuk bertanya, berkomentar dan mendatangi mereka untuk membantu adalah beberapa contoh pembelajaran yang kaya komunikasi. Ketiga, perlu adanya umpan balik yang efektif dan tepat waktu. Umpan balik sebaiknya segera diterima siswa. Umpan balik juga harus efektif agar dapat mengarahkan siswa mencapai kompetensi yang diharapkan. Keempat, penekanan bahwa tanggung jawab belajar ada ditangan siswa. Siswa didorong untuk aktif dan bertanggung jawab mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka. Mereka juga didorong untuk melakukan asesmen diri secara berkelanjutan. Siswa bisa saja berkelompok, namun kelompok sebaiknya bersifat kolaboratif. Masing-masing siswa memiliki tugas individual. Kelima, Guru perlu mengindentifikasi kelemahan dan kelebihan siswa dan menggunakannya untuk memodifikasi pembelajaran. Dalam hal ini rancangan pembelajaran dapat dimodifikasi oleh guru atas dasar kelemahan atau kesulitan yang dialami oleh siswa

Berdasarkan lima elemen kunci di atas, dapat dikembangkan berbagai cara (method) untuk melaksanakan assessment for learning. Beberapa metode dapat dilakukan oleh guru tanpa perencanaan yang berarti dan dikenal dengan assessment for learning informal. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. 1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau berkomentar. 2) Meminta siswa menuliskan hal-hal yang masih dianggap sulit. 3) Memberikan kesempatan siswa untuk menuliskan hal yang telah dipelajari pada hari ini. 4) Meminta siswa menuliskan dengan kata-kata sendiri tentang proses

eksperimen yang dilakukan pada kegiatan berkelompok. 5) dsb. Beberapa metode yang lain perlu persiapan dalam pelaksanaannya dan dikenal sebagai assessment for learning formal. Meminta siswa mengerjakan tes, dan segera menyampaikan hasilnya adalah salah satu contohnya. Batasan penggunaan berbagai metode ini dalam proses pembelajaran adalah waktu dan keterlaksanaan pembelajaran secara keseluruhan.

Meskipun assessment for learning terbukti efektif dalam mendukung belajar siswa dan proses pembelajaran, implementasinya mengalami banyak kendala. Beberapa hal yang menyebabkan assessment for learning sulit dilaksanakan diantaranya 1) jumlah peserta didik yang besar, 2) Assessment for learning menyita waktu baik dalam menyiapkan instrumen maupun pelaksanaan pemberian feedback individual pada siswa, 3) implementasi

assessment for learning memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus, 4) implementasi

assessment for learning memerlukan waktu mengoreksi dan menganalisis data untuk mengambil kesimpulan (Kusairi, 2010). Otomatisasi dalam melakukan pengoreksian, analisis, dan pengambilan keputusan sangat dibutuhkan (Kusairi dan Sujito, 2014).

Assessment for Learning Berbantuan Teknologi Komputer

Teknologi komputer memiliki beberapa kemampuan yang dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu asesmen. Pertama, komputer memiliki kemampuan menyimpan data yang sangat besar. Berbagai data dalam bentuk tulisan, gambar, animasi, simulasi, audio dan gambar hidup (video) dapat disimpan dengan mudah dan ditampilkan dengan cepat oleh komputer. Hal ini dapat meningkatkan kualitas komunikasi dalam pembelajaran di kelas. Kedua, komputer memiliki kecepatan kerja yang sangat tinggi. Dengan kecepatan yang sangat tinggi ini perhitungan dan siklus kerja yang panjang dapat dilakukan dengan cepat oleh komputer. Data-data pengamatan misalnya, dapat diolah dan ditampilkan dengan cepat dengan bantuan komputer. Ketiga, komputer dapat dengan mudah dihubungkan ke jaringan internet sehingga memudahkan guru menelusuri informasi-informasi yang dibutuhkan, Keempat, komputer dapat bekerja secara interaktif (Boohan ed., 2002: 211). Keuntungan lain adalah komputer juga relatif murah sehingga terjangkau oleh guru, siswa, dan sekolah.

Beberapa keuntungan penggunaan komputer dalam Assessment for learning adalah sebagai berikut. (1) Sifat interaktif, komputer dapat melibatkan siswa secara aktif dalam asesmen. Penggunaan komputer berbeda dengan buku atau mendengarkan ceramah guru dimana siswa hanya berperan pasif (Barton, 2004: 29); (2) Perhatian individual, sebagaimana diketahui bahwa setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda, kecepatan belajar yang

berbeda dan minat belajar yang berbeda. Semua perbedaan yang dimiliki oleh siswa ini akan dapat diakomodasi oleh pembelajaran berbantuan komputer yang dirancang dengan baik; (3) Berkembang pesat, perkembangan komputer yang pesat menjanjikan perkembangan pembelajaran baru yang belum pernah ditemukan.

Assessment for learning berbantuan komputer mengarah pada proses-proses pengumpulan dan analisis data yang dibutuhkan dengan memanfaatkan komputer sebagai alat bantu. Dalam hal ini komputer melakukan proses kegiatan asesmen seperti pengumpulan data atau informasi, penyekoran, penyimpanan, analisis dan pemberian balikan (Lingard, 2005: 69). Assessment for learning berbantuan komputer juga dimaksudkan memanfaatkan teknologi komputer untuk melaksanakan sebagian tugas asesmen seperti pengambilan data, penyekoran, dan analisis data. Peranan penting yang lain dari komputer adalah memberikan balikan secara otomatis kepada siswa. Istilah-istilah lain yang menggambarkan asesmen berbantuan komputer diantaranya adalah computer-based assessment for learning atau web-based assessment for learning.

Beberapa keuntungan penggunaan assessment for learning berbantuan komputer menurut Galdwin (2005: 1) diantaranya adalah sebagai berikut: (1). Topik dengan jangkauan yang luas dapat diujikan dengan cepat; (2) dapat memonitor kemajuan belajar siswa melalui asesmen yang lebih sering; (3) grafik dan multimedia dapat memperluas cakupan tes; (4) target yang besar dapat diuji dengan cepat, (5) dapat menghasilkan laporan diagnostik dan analisis-analisis; (6) hasil-hasil dapat secara langsung dimasukkan dalam sistem administrasi; (7) siswa dapat memonitor perkembangan mereka dengan evaluasi diri; (8) siswa memiliki ketrampilan teknologi informasi; (9) asesmen formatif dapat dimanfaatkan untuk membantu pembelajaran; (10) dapat mencocokkan tes dengan keampuan siswa; dan (11) balikan dapat diberikan baik pada saat pelaksanaan maupun di akhir tes.

Galdwin (2005: 2) juga menyatakan bahwa asesmen berbantuan komputer juga memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan. Kekurangan atau keterbatasan itu diantaranya adalah sebagai berikut: (1) penyusunan soal objektif yang baik memerlukan ketrampilan dan memerlukan waktu; (2) sulit untuk menguji ketrampilan berfikir tingkat tinggi; (3) dapat mendorong terjadinya miskonsepsi; (4) mahal dan memerlukan waktu untuk menyusunnya; (5) memerlukan pemeliharaan sistem yang baik; (6) sulit untuk mereproduksi kebebasan sebagaimana dalam pelaksanaan ujian dengan menggunakan kertas; (7) siswa perlu memiliki kemampuan dan pengalaman teknologi informasi yang mencukupi; (8) guru

harus dilatih untuk mendesain asesmen, ketrampilan teknologi informasi dan manajemen ujian; (9) memerlukan jumlah banyak pertanyaan dan (10) memerlukan organisasi tingkat tinggi jika melibatkan banyak pihak.

Penelitian tentang assessment for learning berbantuan Komputer telah dilakukan untuk mendukung perkuliahan Fisika Dasar (Kusairi dkk, 2013). Model integrasi asesmen dalam perkuliahan terdiri atas Preflight, Forum Diskusi, Training your self, Self Assessment dan Formatif Test. Preflight bertujuan untuk mengetahui kesiapan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan. Dalam model ini preflight berisi soal benar-salah yang dapat menguji pemahaman siswa tentang materi prasyarat tatap muka dan miskonsepsi yang mungkin dimiliki pada materi yang akan dipelajari. Forum diskusi memiliki manfaat menampung permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa dan solusinya. Jawaban masalah bisa dari dosen maupun dari mahasiswa lain. Training your self, menyediakan soal latihan dan memberikan balikan secara real time pada siswa. Siswa diberikan kesempatan melakukan pengulangan sebanyak dua kali. Self assessment dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keyakinan mahasiswa akan penguasaan materi yang dimiliki dan Formatif test dimaksudkan untuk menguji kemampuan penguasaan materi mahasiswa. Meskipun dapat membantu belajar mahasiswa, model ini masih ditekankan pada aspek kognitif saja. Penggunaan soal pilihan ganda juga dirasakan belum memberikan balikan yang efektif bagi mahasiswa.

Berangkat dari permasalahan kurang efektifnya penggunaan butir pilihan ganda, penelitian lain dilakukan untuk mengembangkan tes diagnostik, feedback formatif dan web voting. Tes diagnostik dengan butir isomorfik terbukti efektif untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan error pattern siswa (Kusairi dkk, 2017). Meskipun demikian, pengembangan butir soal tergolong sulit. Feedback formatif dan web voting juga terbukti efektif untuk memberikan feedback yang lebih spesifik bagi siswa. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk memanfaatkan model asesmen formatif berbantuan computer ini. Kesimpulan

Assessment for learning merupakan bagian penting pembelajaran yang dapat mendukung terjaminnya mutu pembelajaran dan kesetaraan dalam belajar. Dengan assessment for learning siswa akan terbantu untuk belajar lebih baik. Namun demikian, kurangnya pemahaman terhadap assessment for learning dan jumlah siswa yang besar menjadi kendala pelaksaan assessment for learning. Assessment for learning berbantuan

komputer dapat menjadi salah satu alternatif solusi. Perlu pengembangan dan penelitian lebih lanjut untuk memanfaatkan teknologi komputer dalam assessment for learning.

Daftar Rujukan

Barton, R. (2004). Why use computer in practical science? Dalam Barton, R. (eds.), Teaching secondary science with ICT (pp. 29). New York: Open University Press. Bell, B., &, Cowie B. (2002). Formative assessment and sceince education. New York:

Kluwer Academic Publisher.

Boohan, R. (2002). ICT and Communication. Dalam Amos, S., & Boohan, R. (eds.), Aspects of teaching secondary science (pp. 211). New York: The Open University. Black, P., & William, D. (1998). Inside the black box: Raising standards through classroom

assessment. Phi Delta Kaplan, 80,2, 139-148.

Galdwin, R. (2003) . Getting started with computer assisted assessment [versi electronik]. Learning and Teaching Support Network Physical Sciences, 2, 4.

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, tentang Konvensi tentang Hak-Hak Anak. Kusairi S. (2010). Analisis asesmen formatif fisika berbantuan computer. Disertasi tidak

diterbitkan, UNY, Yogyakarta.

Kusairi S., Muhardjito, Sujito (2013), Development of Web-Based Technology Assessment For Learning Model to Improve Student Mastery of Physics Concepts, Foton, volume 17, no 2

Sentot Kusairi dan Sujito (2014), SUPPORTING PHYSICS STUDENT LEARNING WITH WEB-BASED ASSESSMENT FOR LEARNING, Prosiding International Conference on Educational Research and Evaluation (ICERE), UNY, Agustus 2014

Kusairi S, Hidayat A, Hidayat N (2017), Introducing Isomorphic Items to Assess Students' Misconceptions and Error Patterns, CHEMISTRY: Bulgarian Science Education Journal, Vol (23) issue 4

Lingard, M. (2005). Introducing computer-assisted assessment: Consideration for the new practitioner [versi electronik], Investigation in University Teaching and Learning, 2, 2.

Popham, W. J. (2008). Transformative assessment. Virginia: Association of supervision and curriculum development (ASCD).

Literasi Sains dalam Pembelajaran Berbasis Masalah pada Kelompok Asor

Dokumen terkait