• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Asuhan Keperawatan Pasien Kanker

Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional yang berlandaskan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk layanan bio, psiko, sosial, dan

spiritual yang komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit (Asmadi, 2008). Asuhan keperawatan merupakan sebuah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Proses tersebut berlangsung secara berkesinambungan dan tidak dapat berdiri sendiri (Asmadi, 2008).

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar atau langkah awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data atau informasi tentang pasien untuk menganalisa masalah keperawatan. Manfaat pengkajian adalah untuk membantu mengidentifikasi status kesehatan, pola pertahanan pasien, kekuatan, dan kebutuhan pasien (Wilkinson, 2007). Dalam Asmadi 2008, ada tiga metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data secara langsung antara perawat dengan pasien. Data wawancara merupakan semua ungkapan pasien, tenaga kesehatan, keluarga, teman, dan orang terdekat pasien yang mungkin terlibat. Kemampuan utama yang harus dimiliki perawat selama melakukan wawancara adalah komunikasi yang baik dan hubungan saling percaya dengan pasien.

2. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan menggunakan panca indera. Hal penting dalam melakukan observasi adalah

mempertahankan objektivitas penilaian. Seluruh data hasil observasi harus dicatat dengan lengkap.

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan menurut Carol V.A (1991) dalam Asmadi (2008), adalah proses inspeksi tubuh dan system tubuh guna menentukan ada atau tidaknya penyakit yang didasari oleh hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Tahap terakhir dari pengkajian adalah proses analisa data yang merupakan suatu proses interpretasi data dan dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan.

Pola Gordon adalah pengkajian dengan 11 pola fungsional yang bertujuan untuk mengkaji respon manusia dalam aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual baik berupa respon fungsional maupun disfungsional. Respon manusia yang dikaji bukan hanya masalah aktual dan risiko tetapi juga masalah wellness

(promosi kesehatan), dan sindrom yang dialami individu, keluarga maupun masyarakat. Pengkajian ini bisa dilakukan untuk melihat respon terhadap berbagai penyakit baik akut maupun kronik. Setiap satu pola dalam pengkajian Gordon akan memunculkan satu atau lebih diagnosis keperawatan. Pengkajian 11 pola fungsional Gordon merupakan pengkajian yang digunakan dalam asuhan keperawatan menggunakan NANDA, NOC, NIC. Berikut adalah tabel diagnosis keperawatan sesuai hasil pengkajian dengan pola Gordon (NANDA 2012-2014):

Tabel 2.1 Pengkajian Pola Gordon dan Diagnosis Keperawatan NANDA

Pola Gordon Komponen pengkajian Diagnosis keperawatan 1 Pola persepsi dan

pemeliharaan kesehatan

Definisi sehat menurut pasien, kebiasaan diet, olahraga, riwayat penyakit keluarga, data genogram, persepsi tentang sehat dan sakit,

screening penyakit, pelayanan

kesehatan/pertolongan yang digunakan jika sakit, konsumsi obat-obatan modern maupun konvensional, riwayat kesehatan dahulu

Data pendukung: pemeriksaan fisik umum

- Pemeliharaan kesehatan tidak efektif

- Manajemen kesehatan diri tidak efektif

- Gangguan pemeliharaan rumah - Kesiapan untuk meningkatkan status imunisasi - Manajemen terapeutik keluarga tidak efektif - Dan lain-lain 2 Pola nutrisi dan

metabolisme

Kebiasaan makan dan minum sebelum MRS, diit RS, intake makanan, adanya mual, muntah, kesulitan menelan, keadaan yang mengganggu nutrisi, status gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh: postur tubuh, BB, TB, IMT, pengetahuan tentang nutrisi terkait penyakitnya, intake cairan, tanda-tanda kelebihan cairan, perubahan intake makanan terkait penyakit, budaya, stress, adanya kelainan psikologis terkait makan

Data pendudkung lain: hasil pemeriksaan system Gastrointestinal, kulit, rambut, kuku

- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh - Ketidakseimbangan

nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh - Gangguan menelan - Resiko kadar glukosa

darah tidak stabil - Resiko kerusakan fungsi

hati - Resiko

ketidakseimbangan elektrolit

- Deficit volume cairan - Kelebihan volume cairan - Resiko ketidakeimbangan volume cairan - Dan lain-lain 3 Pola eliminasi Kebiasaan BAB/BAK sebelum masuk

RS. Keluhan terkait BAB/BAK, urin

output, karakteristik BAB dan BAK,

pengggunaan obat-obatan untuk melancarkan BAB.

Data pendukung: Hasil pemeriksaan

system genitourinary

- Inkontinensia urin - Gangguan eliminasi urin - Retensi urin - Inkontinensia bowel - Konstipasi - Diare - Gangguan pertukaran gas - Dan lain-lain 4 Pola aktivitas dan

latihan

Aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan, olahraga yang disenangi, aktivitas rekreasi, kemampuan perawatan diri, hygiene, makan, mandi,

toileting, dressing, penggunaan alat

bantu mobilitas, ROM, oksigenasi, alat bantu nafas, gangguan aktivitas yang dialami. - Gangguan mobilitas fisik - Gangguan berjalan - Keletihan - Intoleransi aktivitas - Pola nafas tidak efektif - Penurunan kardiak

Data pendukung: hasil pemeriksaan kardiovaskuler, respirasi, muskuloskeletal, neurologi

- Defisit perawatan diri - Gangguan ventilasi

spontan - Dan lain-lain 5 Pola tidur dan

istirahat

Kebiasaan tidur sebelum MRS, penggunaan obat tidur, faktor budaya, kebiasaan minum kopi, apakah ada masalah dengan tidur saat ini, gangguan tidur, lama tidur, keluhan penyakit yang mengganggu tidur, masalah fisik dan psikologi yang mempengaruhi tidur

Data pendukung: pemeriksaan fisik umum

- Insomnia

- Gangguan pola tidur - Deprivasi tidur

- Kesiapan untuk mencapai tidur

- Resiko syok

- Resiko perfusi jaringan kardiak tidak efektif - Dan lain-lain 6 Pola persepsi dan

kognitif

Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi nyeri, pemakaian alat bantu lihat atau dengar, proses berfikir, isi pikiran, daya ingat, dan waham, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan komunkasi, tingkat pendidikan, luka.

Data pendukung: Hasil pemeriksaan neurologi - Sindrom gangguan intrepretasi lingkungan - Kebingungan akut - Kebingungan kronik - Kurang pengetahuan - Gangguan memori - Gangguan komunikasi verbal - Wandering - Penurunan kapasitas adaptasi intracranial - Resiko perfusi jaringan

serebral tidak efektif - Resiko infeksi - Kerusakan integritas kulit - Kerusakan integritas jaringan - Resiko kerusakan integritas kulit - Nyeri akut - Nyeri kronik - Dan lain-lain 7 Pola persepsi diri

dan konsep diri

Pekerjaan, situasi keluarga, kelompok dukungan sosial, persepsi diri, kelemahan dan kekuatan diri pasien, bagian tubuh yang disukai atau tidak disukai, ancaman terhadap konsep diri

Data pendukung: pemeriksaan fisik umum

- Kehilangan harapan - Gangguan identitas

personal

- Harga diri rendah kronik - Harga diri rendah

situasional

- Gangguan gambaran diri - Keputusasaan

- Risk for loneliness

- Dan lain-lain 8 Pola peran dan

hubungan

Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial, kepuasan peran, pengaruh status kesehatan terhadap peran, pentingnya keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang terdekat pasien, pola hubungan orang tua anak

Data pendukung: pemeriksaan kesehatan umum

- Menyusui tidak efektif - Fungsi peran tidak

efektif - Gangguan interaksi sosial - Gangguan parenting - Resiko gangguan kelekatan (attachment) - Gangguan fungsi

keluarga - Proses keluarga disfungsional - Dan lain-lain 9 Pola seksualitas dan reproduksi

Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas dan reproduksi, efek status kesehatan terhadap seksualitas, penggunaan alat kontrasepsi. Masalah menstruasi, riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas,

Data pendukung: Hasil pemeriksaan system reproduksi, payudara, rektal

- Disfungsi seksual - Pola seksualitas tidak

efektif - Kesiapan untuk melakukan proses persalinan - Dan lain-lain 10 Pola toleransi coping- stress

Apakah memiliki stressor selama ini, sifat stressor, apa yang dilakukan untuk mengatasi, strategi koping yang dipakai dan efektivitasnya, kehilangan dan perubahan hidup yang pernah atau sedang dialami, kaitan stress dengan dinamika keluarga, pengetahuan tentang strategi koping

Data pendukung: pemeriksaan umum

- Sindrom pasca trauma - Cemas

- Ketidakmampuan koping keluarga - Koping tidak efektif - Takut

- Sedih

- Stress berlebihan - Berduka kronik

- Koping komunitas tidak efektif

- Ineffective denial

- Dan lain-lain 11 Pola tata nilai dan

kepercayaan

Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, prilaku kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan

Data pendukung: pemeriksaan umum - Gangguan aktivitas keagamaan - Distress spiritual - Distress moral - Konflik pengambilan keputusan

- Resiko distress spiritual

2.2.2 Diagnosis Keperawatan 1. Definisi diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi

karakteristik. Definisi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh pasien. Diagnosis keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan tindakan keperawatan untuk mencapai hasil. Hal ini juga terdapat dalam Wilkinson (2007), bahwa diagnosis keperawatan sangat memengaruhi rencana tindakan, implementasi, dan tahap evaluasi. Ketika perawat mampu menganalisa data secara spesifik dan akurat, maka tujuan dan rencana tindakan dapat dibuat dengan tepat.

Tahap diagnosis terkadang berjalan seiring atau dipengaruhi oleh tahap implementasi. Contohnya pada kasus-kasus kegawatdaruratan, saat pengkajian tidak dapat dilakukan secara menyeluruh dan harus diberikan tindakan yang cepat. Diagnosis keperawatan juga dipengaruhi oleh tahap evaluasi, jika pada tahap evaluasi ditemukan bahwa status kesehatan pasien berubah, maka perawat akan melakukan diagnosis ulang untuk menyesuaikannya dengan kondisi kesehatan pasien saat dilakukan evaluasi (Asmadi 2008).

Diagnosis keperawatan dibuat oleh perawat profesionsal yang memberikan gambaran tentang keadaan pasien yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis dan interpretasi data hasil pengkajian. Pernyataan diagnosis harus singkat, jelas, dan lugas terkait masalah kesehatan pasien, penyebab masalah, serta tindakan keperawatan untuk mengatasinya (Wilkinson, 2007).

2. Tujuan diagnosis keperawatan

Tujuan diagnosis keperawatan adalah untuk mengidentifikasi adanya masalah aktual, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah, dan kemampuan pasien mencegah atau menghilangkan masalah. Proses penetapan

diagnosis keperawatan dalam Wilkinson (2007), yaitu melakukan pengumpulan, pengelompokkan, memvalidasi data dengan melakukan pemeriksaan pasien maupun wawancara dengan keluarga pasien, dan membandingkan data dengan nilai normal, sehingga dapat diketahui apakah data normal atau bermasalah. Kedua, menentukan masalah keperawatan dan faktor-faktor yang menyebabkan masalah, dan yang terakhir adalah memprioritaskan diagnosis keperawatan.

3. Perbedaan diagnosis medis dengan diagnosis keperawatan

Tabel 2.2 Perbedaan Diagnosis Medis dengan Keperawatan (Nursalam, 2008)

Diagnosis Medis Diagnosis keperawatan

Fokus: faktor-faktor pengobatan penyakit Fokus: respon pasien, tindakan medis, dan faktor lain.

Orientasi: keadaan patologis Orientasi: kebutuhan dasar manusia (KDM) Cenderung tetap, mulai masuk sampai pasien

pulang

Berubah sesuai perubahan respon pasien Mengarah tindakan medis (pengobatan) yang

sebagian dilimpahkan kepada perawat

Mengarah pada fungsi mandiri perawat Diagnosis medis melengkapi diagnois

keperawatan

Diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis medis

4. Taksonomi

Taksonomi adalah suatu sistem klasifikasi objek yang membedakannya dari objek lainnya yang masih memiliki karakteristik yang sama. The Clinical Care

dan The Ohama menyebutkan bahwa sistem klasifikasi tersebut terdiri dari tiga

komponen, yaitu: diagnosis , tujuan dan kriteria hasi, serta intervensi (Wilkinson, 2007). Terdapat 13 domain pada taksonomi NANDA yang digunakan untuk mengorganisir lebih dari 170 label diagnosis NANDA. NANDA telah bekerja sama dengan American Nursing Association (ANA), World Health Organization

dalam sistem klasifikasi yang dimiliki oleh organisasi lainnya (Wilkinson, 2007). Di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana fokus diagnosis menggunakan NANDA, maka hanya NANDA yang akan dibahas.

5. Komponen diagnosis NANDA

Setiap diagnosis NANDA mempunyai empat komponen, yaitu: label, definisi, batasan karakteristik, faktor yang berhubungan atau faktor risiko (Wilkinson, 2007; Florin, Ehlenberg, & Ehnfors, 2005). Label adalah sebuah kata singkat yang menjelaskan tentang kesehatan pasien. Label bisa digunakan sebagai masalah atau etiologi dalam sebuah diagnosis , contohnya: Actual, Risk, Innefective, Impaired,

Increased. Definisi menunjukkan dengan jelas makna dari label diagnosis, yang

akan membedakan satu label dengan label lainnya. Contohnya, dengan definisi dapat membedakan makna dari diagnosis Intoleran Aktivitas dan Keletihan. Batasan karakteristik merupakan hasil pengkajian yang berupa data subyektif maupun obyektif. Untuk diagnosis aktual, batasan karakteristik adalah tanda dan gejala yang terjadi pada pasien. Untuk diagnosis risiko, batasan karateristik adalah faktor risikonya. Faktor risiko atau faktor yang berhubungan adalah suatu kondisi atau situasi yang menyebabkan, berkontribusi, mencetuskan masalah yang dialami pasien. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor biologi, psikologi, social, tumbuh kembang, pengobatan, dan lain-lain.

6. Format penulisan diagnosis

Sebuah diagnosis menjelaskan masalah pasien dan faktor yang berkaitan. Dasar penulisan diagnosis adalah Problem+Etiology, namun juga tergantung dari

jenis diagnosis seperti diagnosis potensial, risiko, atau aktual (Wilkinson, 2007). Apabila tanda dan gejala yang dialami oleh pasien sesuai dengan batasan karakteristik, maka diagnosis aktual dapat ditegakkan. Penulisan diagnosis aktual bisa memakai format Problem+Etiology atau dengan menggunakan format

Problem+Etiology+Symptoms. Problem menjelaskan status kesehatan pasien.

Etiology menjelaskan faktor penyebab atau yang berkontribusi terhaap status

kesehatan pasien. Symptoms adalah tanda gejala atau batasan karakteristik yang dialami pasien. Ketika perawat tidak memiliki cukup data untuk memastikan suatu masalah atau diagnosis aktual, atau ketika perawat menemukan masalah namun tidak bisa memastikan etiologi, maka perawat dapat menegakkan diagnosis keperawatan risiko. Format penulisan diagnosis risiko adalah Problem+Etiology. Diagnosis promosi kesehatan/Wellness Diagnose digunakan apabila pasien telah siap untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatannya. Diagnosis ini biasanya digunakan pada pasien yang sehat, misalnya pada anak usia sekolah atau orang tua baru. Dalam diagnosis kesejahteraan tindakan yang biasanya dilakukan adalah promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan lain-lain.

7. Prioritas diagnosis keperawatan

Memprioritaskan masalah dapat membantu untuk memastikan bahwa tindakan keperawatan diberikan pertama untuk masalah yang lebih penting. Memprioritaskan masalah dapat menggunakan kriteria kegawatdaruratan. Sebuah masalah sebagai prioritas utama apabila masalah tersebut mengancam nyawa pasien, misalnya kehilangan cairan atau darah dalam jumlah yang banyak, atau sumbatan jalan napas. Masalah sebagai prioritas sedang adalah masalah yang

tidak secara langsung dapat mengancam nyawa pasien, namun dapat menyebabkan cacat fisik atau mental. Prioritas terakhir adalah masalah yang tidak mengancam nyawa dan hanya membutuhkan sedikit intervensi keperawatan (Wilkinson, 2007).

Memprioritaskan masalah keperawatan juga dapat dilakukan dengan menggunakan kebutuhan dasar manusia Maslow. Prioritas utama masalah dimulai dari kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan biologi dan fisiologi, kemudian kebutuhan rasa aman dan nyaman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan terakhir adalah kebutuhan aktualisasi diri. Permintaan pasien juga dapat digunakan untuk memprioritaskan masalah keperawatan. Prioritas masalah adalah masalah yang dirasakan paling penting oleh pasien, namun perawat juga harus tetap mengamati keadaan pasien secara umum (Wilkinson, 2007).

8. Masalah Keperawatan Pada Pasien Kanker

Diagnosis keperawatan pasien kanker berdasarkan pengkajian yang dilakukan secara umum pada pasien, yaitu ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, kerusakan integritas jaringan, nyeri kronis, keletihan, gangguan citra tubuh, duka cita. Masalah kolaboratif atau potensial komplikasi (PK) yang mungkin terjadi sesuai dengan pengkajian meliputi PK infeksi, PK perdarahan (NANDA, 2012; Smeltzer & Bare, 2010).

Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang memiliki definisi asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Faktor yang berhubungan: faktor biologis, faktor ekonomi, faktor psikologis, ketidakmampuan untuk mengabsorpsi makanan, ketidakmampuan untuk

mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan. Batasan karakteristik: menghindari makanan, diare, berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal, kurang informasi, kelemahan otot mengunyah, kelemahan otot menelan, mengeluh gangguan sensasi rasa.

Kerusakan integritas kulit memiliki definisi perubahan atau gangguan epidermis dan/atau dermis. Faktor yang berhubungan: zat kimia, usia yang ekstrim, kelembapan, hipotermia, hipertermia, faktor mekanik, medikasi, imobilisasi fisik, radiasi, perubahan status cairan, kondisi ketidakseimbangan nutrisi, penurunan imunologis, penurunan sirkulasi, dan lain-lain. Batasan karakteristik: kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit.

Nyeri kronis yang memiliki definisi pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, awitan yang tiba-tiba atau lambat, dengan intensitas ringan hingga berat, terjadi secara konstan, dan berlangsung > 6 bulan. Faktor yang berhubungan: ketunadayaan fisik kronis, ketunadayaan psikososial kronis. Batasan karakteristik: keluhan nyeri, skala keluhan, depresi, perubahan pola tidur, anoreksia, gelisah, letih, dan lain-lain.

Keletihan yang memiliki definisi: rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fisik dan jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus-menerus. Faktor yang berhubungan: psikologis (ansietas, depresi, stress), fisiologis (status penyakit, malnutrisi, anemia, dan lain-lain), lingkungan, dan situasional. Batasan karakteristik: lesu, kurang energi, mengantuk, penurunan performa, peningkatan keluhan fisik, dan lain-lain.

Gangguan citra tubuh yang memiliki definisi: konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu. Faktor yang berhubungan: terapi, penyakit, trauma, pembedahan, dan lain-lain. Batasan karakteristik: respon nonverbal terhadap perubahan aktual pada tubuh, perubahan dalam keterlibatan sosial, perasaan negatif tentang tubuh, dan lain-lain.

Dukacita yang memiliki definisi proses kompleks normal yang meliputi respon dan perilaku emosional, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas memasukkan kehilangan yang aktual, adaptif, atau dipersepsikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Faktor yang berhubungan: kematian orang terdekat, kehilangan objek penting, dan lain-lain. Batasan karakteristik: menyalahkan, putus asa, distress psikologis, marah, gangguan pola tidur, dan lain-lain.

2.2.3 Perencanaan

Rencana keperawatan merupakan suatu petunjuk tertulis yang dibuat oleh perawat bersama pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan bersifat independent dan kolaboratif. Perencanaan independen adalah perencanaan yang dilakukan secara mandiri oleh perawat tanpa peran dari tenaga kesehatan lain, dan kompetensi tersebut memang masih dalam area keperawatan mandiri. Perencanaan kolaboratif adalah rencana keperawatan yang dberikan oleh perawat kepada pasien dalam bentuk kerjasama dengan profesi lain. Sebelum masuk tahap perencanaan perawat dan pasien akan

bersama-sama membuat urutan atau prioritas diagnosis keperawatan yang dianggap penting (Asmadi, 2008).

Ada dua tahap yang dilakukan pada proses perencanaan (Wilkinson, 2007), yaitu merumuskan tujuan dan kriteria hasil, serta menyusun intervensi keperawatan.

1. Merumuskan tujuan dan kriteria hasil

Setelah menyusun prioritas diagnosis keperawatan, tujuan ditetapkan dalam bentuk tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah untuk mengatasi masalah secara umum, sedangkan tujuan jangka pendek dimaksudkan untuk mengatasi etiologi guna mencapai tujuan jangka panjang. Rumusan tujuan keperawatan harus berbasis SMART, yaitu specific (rumusan masalah harus jelas), measurable (dapat diukur), achievable (ditetapkan bersama pasien), realistic (tujuan dapat tercapai dan nyata), timing (ada target waktu). Setelah merumuskan tujuan, tahap selanjutnya adalah membuat kriteria hasil. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan kriteria hasil terkait dengan tujuan, bersifat khusus, dan konkret. Kriteria hasil harus dapat dilihat, didengar, dan diukur oleh orang lain. Tujuan yang ingin dicapai pada pasien kanker secara umum yaitu terpeliharanya integritas jaringan, pemeliharaan nutrisi, peredaan nyeri dan keletihan, perbaikan citra tubuh, mampu melewati proses berduka. Hal ini sesuai dengan masalah yang biasanya muncul pada pasien kanker (Smeltzer & Bare, 2010).

2. Merumuskan intervensi keperawatan

Pada saat merumuskan intervensi keperawatan terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan oleh perawat terkait proses perencanaan, yaitu memakai kata kerja yang tepat, dan bersifat spesifik. Perencanaan bersifat spesifik yaitu didalamnya harus jelas tentang apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, dimana hal tersebut dilakukan, bagaimana cara melakukan, dan seberapa sering hal tersebut dilakukan. Untuk intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien kanker tentunya mengacu pada tujuan yang ingin dicapai, misalnya melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik untuk memelihara integritas jaringan, membantu melakukan personal hygiene bagi pasien yang tidak mampu melakukan secara mandiri. Untuk masalah kerontokan rambut, perawat dapat mendorong pasien untuk menggunakan wig atau topi selama proses pertumbuhan rambut. Untuk masalah nutrisi, perawat dapat memodifikasi makanan yang diberikan kepada pasien, misalnya rute pemberian, bentuk makanan. Kebersihan mulut juga sangat penting untuk diperhatikan, karena akan mempengaruhi nafsu makan pasien (Smeltzer & Bare, 2010).

Penatalaksaan nyeri merupakan salah satu intervensi yang biasanya diberikan pada pasien kanker. Penatalaksanaan yang tepat dapat diberikan apabila perawat mampu mengkaji nyeri secara menyeluruh. Penatalakasaan nyeri yang diberikan adalah dengan pendekatan farmakologis maupun non farmakologis. Kontrol nyeri sangatlah penting, karena apabila pasien tidak mampu mengontrol nyeri akan dapat mengakibatkan ansietas, imobilitas, dan depresi. Intervensi selanjutnya adalah untuk mengatasi masalah psikologis dan melewati proses berkabung.

Berduka merupakan respon normal terhadap ketakutan akan kehilangan dan proses penyakit yang dialami oleh pasien kanker. Pasien dan keluarga yang telah diinformasikan tentang diagnosis kanker biasanya akan berespon negatif. Peran perawat pada situasi seperti ini adalah member dukungan dan membantu mengidentifikasi sumber-sumber pendukung, menjadi pendengar untuk keluarga dan pasien saat mereka ingin mengungkapkan rasa khawatir (Smeltzer & Bare, 2010).

2.2.4 Implementasi

Tahap implementasi merupakan proses pengaplikasian dari rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Hal-hal yang harus diperhatikan pada tahap implementasi adalah validasi intervensi, penguasaan ketrampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Selain itu, keamanan dan kenyamanan pasien juga harus diperhatikan pada tahap implementasi (Asmadi, 2008).

Implementasi terdiri dari tiga fase, fase pertama yaitu fase persiapan yang

Dokumen terkait