• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASURANSI JIWA PADA PT. ASURANSI JIWA BUMI ASIH JAYA, yang terdiri dari enam subbab yang menjelaskan tata cara

permohonan asuransi jiwa, hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung, sistem pembayaran premi, penghidupan kembali polis, hak tertanggung melakukan tuntutan klaim terhadap penanggung, dan klausul - klausul dalam polis.

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

BAB II

ASURANSI DALAM BERBAGAI ASPEK

A. Pengertian Asuransi

Menurut paham hukum, rumusan secara otentik mengenai pengertian asuransi dijabarkan dalam:

1. Pasal 246 KUHD yang mengemukakan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

2. Pasal 1 butir 1 UU No. 2 Tahun 1992 yang mengemukakan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk menberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Dalam asuransi terlibat dua pihak, yaitu: yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan diderita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.14 Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu proteksi/perlindungan dan harapan pada masa datang, baik kepada kelompok maupun perorangan atau perusahaan-perusahaan lain atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut, karena terjadinya suatu risiko.15

B. Prinsip - Prinsip Pokok Dalam Asuransi

Asuransi sebagai suatu perjanjian dilengkapi juga dengan beberapa prinsip. Hal ini bertujuan agar sistem perjanjian asuransi itu dapat dipelihara dan dipertahankan, sebab suatu norma tanpa dilengkapi dengan prinsip cenderung untuk tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Prinsip - prinsip yang terdapat dalam sistem hukum asuransi tersebut antara lain:16

14

Wirjono Prodjodikoro, loc. cit.

15

Sri Rejeki Hartono, op. cit., h. 10.

16

Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung,

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

1. Prinsip Kepentingan yang dapat diasuransikan (Principle of Insurable Interest)

Prinsip ini dapat dijabarkan dalam pasal 250 KUHD, yang menentukan bahwa:

Apabila seseorang yang telah mengadakan pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seseorang, yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.

Apabila disimpulkan, maka ketentuan diatas mensyaratkan adanya kepentingan dalam mengadakan perjanjian asuransi dengan akibat batalnya perjanjian tersebut. Dalam hal tidak ada kepentingan, maka penanggung tidak diwajibkan untuk memberikan ganti rugi. Ketentuan yang terdapat dalam pasal 250 KUHD diatas untuk membedakan antara asuransi dengan permainan dan perjudian. Pada saat ditutupnya perjanjian asuransi itu harus ada kepentingan. Permasalahan akan timbul apabila unsur kepentingan tersebut tidak dapat dibuktikan pada saat ditutupnya perjanjian asuransi.17

KUHD sendiri tidak memberikan rumusan secara otentik mengenai penjabaran unsur kepentingan di atas. Dengan demikian pencarian penjabaran unsur beralih kepada doktrin. Menurut Molengraff seperti dikutip Emmy Pangaribuan Simanjuntak dan dikutip kembali oleh Sastrawidjaja dan Endang, mengatakan bahwa, pokok pertanggungan adalah hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena adanya peristiwa yang tidak tertentu, akan

17

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

tetapi pendapat beliau tersebut diperluas dengan perkataan: juga termasuk segala pengeluaran - pengeluaran yang mungkin harus dilakukan.18

Apabila disimpulkan pendapat Molengraff mengenai kepentingan itu mempunyai pengertian yang luas, yaitu baik kepentingan yang dapat dinilai dengan uang maupun mengenai kepentingan yang tidak dapat dinilai dengan uang. Pasal 268 KUHD tentang syarat - syarat kepentingan yang dapat diasuransikan, mempunyai kepentingan yang sempit karena harus dapat dinilai dengan uang, sedangkan ada kepentingan yang tidak dapat dinilai dengan uang, misalnya hubungan kekeluargaan, jiwa anak dan istri, dan lain-lain.19

2. Prinsip Itikad Baik (Principle of Utmost Goodfaith)

Dalam perjanjian asuransi, unsur saling percaya antara penanggung dan tertanggung sangatlah penting. Tertanggung dengan itikad baik dan secara jujur wajib memberikan segala keterangannya dengan benar mengenai objek asuransi yang akan diasuransikan. Di lain pihak tertanggung juga percaya bahwa kalau terjadi peristiwa, penanggung akan membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya adalah itikad baik. Prinsip itikad baik ini harus dilaksanakan dalam setiap perjanjian (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata), termasuk dalam perjanjian asuransi.

Dalam perjanjian asuransi, banyak pasal-pasal dalam KUHD yang dapat disimpulkan mengandung itikad baik. Pasal - pasal itu antara lain 251 ,

18

Ibid., hlm. 56.

19

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

252, 277 KUHD. Tetapi yang paling dikenal orang adalah pasal 251 KUHD, yang dikenal dengan kewajiban memberikan keterangan. Dalam pasal 251 KUHD tersebut, asuransi menjadi batal apabila tertanggung memberikan keterangan keliru atau tidak benar atau sama sekali tidak memberikan keterangan. Sayangnya dalam pasal tersebut, tidak dipersoalkan apakah tertanggung beritikad baik atau buruk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasal 251 KUHD terlalu memberatkan tertanggung.

3. Prinsip Ganti Rugi (Principle of Indemnity)

Asuransi sebagaimana dapat disimpulkan dari pasal 246 KUHD merupakan perjanjian penggantian kerugian. Ganti rugi di sini mengandung arti bahwa penggantian kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh - sungguh diderita oleh tertanggung. Tujuan prinsip ganti rugi atau indemnitas adalah untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung pada posisi semula sesaat sebelum terjadinya kerugian. Tertanggung hanya berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang sungguh - sungguh dialaminya, bukan untuk mendapatkan keuntungan.

Pasal 253 KUHD mengatur prinsip ganti rugi. Pasal - pasal yang ada kaitannya dengan prinsip ganti rugi antara lain pasal 246, 250, 252, 253, 277, 278, 280, 284. Pasal 252 KUHD menentukan bahwa: “Kecuali dalam hal-hal yang disebutkan dalam ketentuan - ketentuan undang-undang, maka tak bolehlah diadakan suatu pertanggungan kedua, untuk jangka waktu yang sudah dipertanggungkan untuk harganya penuh, dan demikian itu atas ancaman batalnya pertanggungan kedua tersebut.”

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

Ketentuan diatas memberi pengaturan bahwa asuransi diancam batal, apabila diadakan asuransi yang kedua atas kepentingan yang telah diasuransikan dengan nilai yang penuh, pada saat perjanjian asuransi yang kedua itu diadakan. Namun dalam pasal 252 KUHD di atas juga ada pengecualian untuk diadakannya asuransi berganda berdasarkan undang - undang.

Beberapa penulis berpendapat bahwa asuransi berganda yang dikecualikan oleh pasal 252 KUHD itu adalah asuransi berganda sesuai dengan ketentuan pasal 277 KUHD, yang menentukan bahwa:

a. Apabila berbagai pertanggungan, dengan itikad baik, telah diadakan mengenai satu - satunya barang, sedangkan dalam pertanggungan yang pertama harga sepenuhnya telah dipertanggungkan, maka hanya pertanggungan pertama itulah yang mengikat, sedangkan para penanggung berikutnya dibebaskan.

b. Apabila dalam pertanggungan yang pertama itu tidak dipertanggungkan harga sepenuhnya, maka para penanggung yang berikut bertanggung jawab untuk harga yang selebihnya, menurut tertib waktu ditutupnya pertanggungan yang berikut itu.

Menurut pasal 277 KUHD, jika terjadi perjanjian yang berhubungan dengan asuransi berganda atas benda yang sama dengan kepentingan yang sama dan untuk waktu yang sama, dan harga pertanggungan penuh telah ada pada penanggung yang pertama, maka penanggung kedua dibebaskan. Penanggung kedua hanya bertanggung jawab untuk pemenuhan kekurangan harga pertanggungan apabila dalam pertanggungan pertama tidak dipertanggungkan harga sepenuhnya.

Dengan demikian, pasal 252 KUHD bertujuan untuk mencegah adanya penggantian kerugian yang menjadi melebihi dari kerugian yang diderita dan

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

mengharuskan adanya keseimbangan antara penggantian kerugian dengan nilai benda yang diasuransikan.

Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah mengenai berlakunya asas imdemnitas ini, yang hanya berlaku dalam asuransi kerugian dan tidak berlaku dalam asuransi sejumlah uang. Hal ini karena dalam asuransi sejumlah uang, ganti rugi tidak ditimbangkan dengan kerugian yang sungguh - sungguh diderita, akan tetapi uang asuransi sudah ditetapkan sebelumnya pada waktu ditutupnya perjanjian asuransi. Dasarnya, sebab pada asuransi sejumlah uang, kepentingannya tidak dapat dinilai dengan uang.

4. Prinsip Subrogasi (Principle of Subrogation)

Apabila terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan terjadinya dalam perjanjian asuransi, maka tertanggung dapat menuntut penanggung untuk memberikan ganti rugi. Akan tetapi, apabila sebab terjadinya kerugian itu diakibatkan oleh pihak, maka berarti tertanggung itu dapat menuntut penggantian dari dua sumber. Sumber pertama dari penanggung dan sumber kedua dari pihak ketiga yang telah menyebabkan kerugian itu. Penggantian dari dua sumber itu jelas bertentangan dengan asas dalam perjanjian asuransi itu sendiri, yaitu asas indemnitas dan asas hukum tentang larangan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum (tanpa hak). Sebaliknya, apabila pihak ketiga juga dibebaskan begitu saja dari perbuatannya yang telah menyebabkan kerugian bagi tertanggung sangatlah tidak adil.

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan - penyimpangan seperti itu, undang - undang mengaturnya dalam pasal 284 KUHD yang menentukan bahwa:

Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya tehadap orang - orang ketiga berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat mertugikan si penanggung terhadap orang - orang ketiga.

Dengan adanya ketentuan demikian, berarti secara otomatis berdasarkan undang-undang, apabila terjadi kerugian yang menimpa tertanggung oleh pihak ketiga, maka penanggung dapat menggantikan kedudukan tertanggung untuk melaksanakan hak - haknya terhadap pihak ketiga tersebut. Jadi, subrogasi berdasarkan undang - undang ini hanya dapat diberlakukan apabila ada dua faktor, yaitu:

a. Apabila tertanggung di samping mempunyai hak - hak terhadap penanggung, juga mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga;

b. Hak - hak itu adalah karena timbulnya kerugian.

Subrogasi asuransi ini hanya berlaku dalam asuransi kerugian saja dan tidak berlaku terhadap asuransi sejumlah uang, oleh karena dalam asuransi sejumlah uang, jumlah ganti rugi telah ditetapkan sebelumnya, yaitu pada waktu ditutupnya perjanjian asuransi.

5. Prinsip Sebab Akibat (Principle of Proximate Cause)

Kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian kepada tertanggung timbul apabila peristiwa yang menjadi sebab adanya kerugian itu dijamin oleh

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

polis. Akan tetapi, tidaklah mudah untuk menentukan suatu peristiwa itu merupakan sebab timbulnya kerugian yang dijamin dalam polis. Terlebih - lebih apabila peristiwanya banyak, sehingga sulit untuk menentukan mana yang menjadi sebab timbulnya kerugian.

Dalam hal ini, ada 3 pendapat untuk menentukan sebab timbulnya kerugian dalam perjanjian asuransi, yaitu:20

a. Pendapat menurut peradilan di Inggris, yang menyatakan bahwa sebab dari kerugian itu secara urutan kronologis terletak terdekat kepada kerugian itu. Inilah yang disebut Causa Proxima.

b. Pendapat yang kedua ialah di dalam pengertian hukum pertanggungan, sebab itu tiap - tiap peristiwa yang tidak dapat ditiadakan tanpa ikut melenyapkan kerugian itu. Dalam perkataan lain ialah tiap peristiwa yang dianggap sebagai conditio sinequanon terhadap kerugian itu.

c. Causa remota: bahwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu ialah peristiwa yang terjauh. Ajaran ini merupakan lanjutan dari pemecahan suatu ajaran yang disebut “sebab adequate” yang mengemukakan: bahwa dipandang sebagai sebab yang menimbulkan kerugian itu ialah peristiwa yang pantas berdasarkan ukuran pengalaman yang harus menimbulkan kerugian itu.

20

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

Jadi dengan demikian, berdasarkan sebab itulah timbul kerugian yang menjadi tanggungan penanggung kecuali kalau polis dengan klausul All Risks, yaitu polis yang menanggung semua resiko. Dalam hal ini juga terdapat kekecualian, yaitu apabila sebab itu terjadi karena kesalahan sendiri dari tertanggung (pasal 276 KUHD).

6. Prinsip Kontribusi (Principle of Contribution)

Apabila dalam suatu polis ditandatangani oleh beberapa penanggung, maka masing - masing penanggung itu menurut imbangan dari jumlah untuk mana mereka menandatangani polis, hanya akan memikul jumlah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh tertanggung. Prinsip kontribusi ini terjadi apabila ada asuransi berganda (double insurance) sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 278 KUHD.

C. Penggolongan Asuransi

Asuransi dapat digolongkan dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:

1. Menurut sifat pelaksanaannya, ada dua bentuk asuransi:21

a. Asuransi sukarela, yaitu asuransi yang pada prinsipnya dilakukan dengan cara sukarela, dimana semata - mata dilakukan atas keadaan ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas

21

Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi (Perlindungan Tertanggung,

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

sesuatu yang diasuransikan tersebut. Misalnya asuransi kecelakan, asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, dan sebagainya. b. Asuransi wajib, merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan

oleh pihak - pihak yang terkait, dimana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang - undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya asuransi tenaga kerja.

2. Menurut Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian:

a. Usaha asuransi, yang dapat digolongkan lagi menjadi:

1) Asuransi kerugian atau adalah usaha yang memberikan jasa - jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

2) Asuransi jiwa atau adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalmya seorang yang dipertanggungkan. 3) Reasuransi atau adalah pertanggungan atau pertanggungan yang

dipertanggungkan atau asuransi dari asuransi suatu sistem penyebaran risiko, dimana penanggung menyebarkan seluruh atau sebagian dari pertanggungan yang ditutupnya kepada yang lain. b. Usaha Penunjang Asuransi, yang dapat digolongkan lagi menjadi:

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

1) Pialang asuransi adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.

2) Pialang reasuransi adalah yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.

3) Penilai kerugian asuransi adalah usaha yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.

4) Konsultan aktuaria adalah usaha yang memberikan jasa konsultan aktuaria.

5) Agen asuransi adalah pihak yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.

3. Menurut The Chartered Insurance Institute, London:22

a. Asuransi harta atau property insurance adalah asuransi untuk semua milik yang berupa harta benda, yang memiliki risiko atau bahaya kebakaran kecurigaan, tenggelam di laut, misalnya asuransi kebakaran, asuransi pengangkutan, asuransi penerbangan, asuransi kecelakaan;

22

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

b. Asuransi tanggung gugat atau liability insurance adalah asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kergian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung;

c. Asuransi jiwa atau life insurance;

d. Asuransi kerugian atau general insurance; e. Reasuransi atau reinsurance.

D. Peraturan Perasuransian di Indonesia

Ada dua tempat pengaturan asuransi, yaitu pengaturan di dalam KUHD dan di luar KUHD.

1. Pengaturan dalam KUHD

Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus.23 Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246 - Pasal KUHD yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 - Pasal 308 KUHD dan Buku II Bab 9 Pasal 592 - Pasal 695 KUHD dengan rincian sebagai berikut: 24

23

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, cet. 4, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 18.

24

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

a. Asuransi kebakaran pasal 287 - pasal 298 KUHD b. Asuransi hasil pertanian pasal 299 - pasal 301 KUHD c. Asuransi jiwa pasal 302 - pasal 308 KUHD

d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan pasal 592 - pasal 685 KUHD

e. Asuransi pengangkutan darat, sungai, dan perairan pedalaman pasal 686 - pasal 695 KUHD.

Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi substansi sebagai berikut:

a. asas - asas asuransi; b. perjanjian asuransi; c. unsur - unsur asuransi;

d. syarat - syarat (klausula) asuransi; e. jenis - jenis asuransi.

2. Pengaturan di luar KUHD

Di luar KUHD ada pengaturan khusus yang diatur tersendiri dalam undang - undang. Undang - undang tersebut antara lain: 25

25

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

a. Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1992

Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan, maka Undang - Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan daru segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut Undang - Undang Perasuransian. Pelaksanaan Undang - Undang No. 2 Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang - Undang No. 2 tahun 1992 terdiri dari 13 (tiga belas) bab dan 28 (dua puluh delapan) pasal dengan rincian substansi sebagai berikut:

1) Bidang Usaha perasuransian meliputi kegiatan: a) usaha asuransi, dan

b) usaha penunjang asuransi. 2) Jenis usaha perasuransian meliputi:

a) usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi.

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

b) usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen asuransi.

3) Perusahaan perasuransian meliputi: a) Perusahaan Asuransi Kerugian b) Perusahaan Asuransi Jiwa c) Perusahaan Reasuransi d) Perusahaan Pialang Asuransi e) Perusahaan Pialang Asuransi

f) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi g) Perusahaan Konsultan Aktuaria h) Perusahaan Agen Asuransi.

4) Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari: a) Perusahaan Perseroan (Persero)

b) Koperasi

c) Perseroan Terbatas d) Usaha Bersama (mutual).

5) Kepemilikan perusahaan perasuransian oleh:

a) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia

b) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

7) Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan mengenai:

a) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi.

b) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal dasar.

8) Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan pengadilan niaga.

9) Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:

a) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan perusahaan asuransi dan reasuransi, menerima/menadah/membeli kekayaan perusahaan asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen perusahaan asuransi, reasuransi.

b) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administrasi, peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.

b. Undang - Undang Asuransi Sosial

Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan keselamatan angkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan. Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1)

Arthur Samosir : Kekuatan Hukum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pada Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Cabang Medan, 2009.

Undang - Undang No. 2 tahun 1992. Perundang - undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut:

1) Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja):

a) Undang - Undang No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965.

b) Undang - Undang No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Peratiuran pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965.

2) Asuransi Sosial Tenaga Kerja:

a) Undang - Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

b) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1990 tentang

Dokumen terkait