• Tidak ada hasil yang ditemukan

ayat (1) Undang-undangg Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

Dalam dokumen T1 312012050 BAB III (Halaman 27-58)

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”57

Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara ini adalah Pidana penjara yang dijatuhkan Hakim Tingkat Pertama dengan alasan tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat serta dirasa kurang memberikan efek jera bagi Terdakwa dan bagi pelaku lainnya serta Terdakwa telah pernah dihukum dalam perkara pencurian dan penganiayaan. Majelis hakim mepertimbangkan putusan ditingkat pertama yaitu putusan Pengadilan Negeri Rengat tanggal 19 Maret 2015 Nomor 3/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Rgt. Dengan pertimbangan- pertimbangan tersebut maka majelis hakim menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum.

Dalam perkara ini kepentingan terbaik bagi anak bukan hanya milik anak yang menjadi korban tindak pidana, namun milik semua anak, termasuk terdakwa dalam kasus ini. Terdakwa juga berhak atas kepentingan terbaik bagi anak. Baik dalam proses persidangan maupun dalam hasil putusan hakim.Terdakwa dalam kasus ini masih dalam usia anak yaitu dibawah 18 Tahun, terdakwa masih berusia 17 Tahun. Jika melihat rekam jejak terdakwa yang pernah melakukan tindak pidana lain, maka seharusnya ketika hukuman yang dijatuhkan tidak hanya hukuman pidana. Namun juga harus ada upaya untuk memperbaiki karakter anak tersebut. Hukuman tidak akan menjamin bahwa kehidupan anak tersebut akan berudah, jika salah bina maka kehidupan anak tersebut justru semakin buruk. Oleh karena itu seharusnya sanksi pidana yang diberikan seharusnya didampingi oleh pendampingan khusus (mentoring), pelatihan khusus, pendalaman agama, pendidikan

57 Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109)

63

karakter, dan pendampingan lainnya yang mendukung perkembangan anak.

b. Kasus yang kedua adalah perkara dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor: 28/Pid.Sus.Anak/2014/PT.Bdg. Nama terdakwa disamarkan. Saat terdakwa melakukan tindak pidana usia terdakwa saat itu adalah 17 Tahun. Terdakwa maupun korban masih dalam usia yang dilindungi oleh Undang-undang perlindungan anak. Dalam perkara ini terdakwa telah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Kasus ini berawal pada hari rabu tanggal 29 Oktober 2014 terdakwa melihat Saksi Korban (usia 14 tahun) yang masih duduk di bangku sekolah SMP berangkat bersama dengan temannya menuju ke sekolah dengan mengendarai sepeda motor merk Kawasaki Ninja warna merah Tahun 2010 No.Pol.B.6096 UPB, hingga timbul niat terdakwa untuk memiliki dan mengambil sepeda motor tersebut.

Kemudian sehari kemudian, kamis tanggal 30 Oktober 2014 sekira jam 12.30 WIB bertempat di Kab. Cianjur, terdakwa melihat Saksi Korban pulang dari sekolah dengan mengendarai sepeda motor sendirian, lalu terdakwa mulai beraksi dengan terlebih dahulu menghentikan sepeda motor yang di kemudikan saksi korban, lalu terdakwa berpura-pura meminta nomor hp milik saksi korban setelah itu terdakwa naik keatas sepeda motor saksi korban dengan tujuan mau kebengkel, akan tetapi sebelum sampai bengkel, terdakwa meminta agar saksi korban kembali lagi ke tempat semula dengan alasan rokonya ketinggalan dan sesampainya ditempat semula, terdakwa menyuruh saksi korban agar sepeda motornya di parkir di pinggir jalan, lalu terdakwa berpura-pura mengajak saksi korban melihat ular berkepala 2 (dua) dan tanpa curiga saksi korban mengikuti terdakwa yang mengajaknya masuk ke dalam sebuah kebun dengan berjalan kaki hingga sejauh kurang lebih 15 meter, namun sesampainya disebuah bak penampungan air, tiba-tiba terdakwa dari arah belakang berusaha mencekik leher saksi korban sambil berusaha dijatuhkan dengan cara dibenturkan dengan keras ke

64

tanah, lalu terdakwa berusaha menghimpit kepala saksi korban lalu terdakwa memukuli bagian muka saksi korban tepat mengenai bagian hidungnya hingga mengeluarkan darah yang mengtakibatkan saksi korban tidak sadarkan diri/pinsan setelah yakin saksi korban sudah pinsan.

Selain melakukan tindak kekerasan terdakwa juga mengambil 1 (satu) buah hp merk EverCross warna putih dari dalam saku celana saksi korban dan mengambil kunci kontak berikut sepeda motor merk Kawasaki Ninja warna merah tahun 2010 No.Pol. B.6096 UPB milik saksi korban.

Pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini adalah terdakwa telah melakukan tindak pidana Pencurian Dengan kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 365 Ayat (1) KUHP, dalam surat dakwaan tunggal. Majelis hakim menemukan fakta bahwa tindak pidana ini terjadi karena kurang optimalnya bimbingan dan pengawasan keluarga terhadap anak. Masyarakat setempat dimana anak tersebut bertempat tinggal dalam hal ini bersedia membantu melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap anak. Majelis hakim juga mempertimbangkan putusan pengadilan di tingkat pertama yaitu putusan Pengadilan Negeri Cianjur tanggal 4 Desember 2014 Nomor : 2/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Cjr. Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut makh Majelis hakim memutuskan menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum. Majelis hakim memutuskan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima ) bulan. Pidana tersebut tidak perlu dijalani, kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, bahwa anak sebelum masa percobaan selama 9 (Sembilan) bulan berakhir, telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Selain itu terdakwa wajib mengikuti pembinaan mental kerohanian di pondok pesantren di Al Ihya dengan alamat di Kampung Cibadak Desa Pasir jambu , Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur selama 6 (enam) bulan.

65

Putusan Hakim dalam perkara ini menunjukan adanya prinsip kepentingan terbaik bagi anak, sanksi pidana diberikan bukan hanya sebagai hukuman agar anak merasa jera. Namun sanksi diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum untuk memperbaiki dan merubah anak, dengan tujuan anak akan mempunyai kehidupan yang lebih baik dan tidak akan mengulangi perbuatan yang sama atau perbuatan pidana lainnya. Hakim mendapati fakta bahwa salah satu faktor penyebab anak melakukan perbuatan pidana adalah karena kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak. Oleh karena itu cara pertama untuk memperbaiki anak adalah dari keluarga, karena keluarga adalah tempat pertama untuk anak bersosialisasi. Keluarga ula yang seharusnya menjadi tempat pertama untuk menjamin prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Pengembalian anak kepada orangtua dengan memberikan masa hukuman percobaan dimaksudkan agar anak dapat memperoleh apa yang ia butuhkan dalam sebuah keluarga dan orangtua diberi kesempatan untuk memperbaiki anak melalui pola asuh dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

Selain pendampingan dari orangtua, hakim juga memberikan sarana lain yaitu dengan pembinaan mental secara rohani, karena terdakwa adalah seorang muslim maka pembinaan dilakukan di pondok pesantren, yaitu di pondok pesantren di Al Ihya dengan alamat di Kampung Cibadak Desa Pasir jambu, Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur selama 6 (enam) bulan.

Berbicara pengadilan maka kita tidak akan lepas dengan 2 kekuasaan kehakiman di Indonesia, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Pembagian 2 kewenangan kekuasaan kehakiman ini tecantum dalam konstitusi Negera Republik Indonesia, yaitu dalam Pasal 24 Ayat (2). Mahkamah Konstitusi mendapatkan amanat dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia untuk memutuskan perkara yang berkaitan dengan Konstitusi, Undang-undang terhadap Undang-undang Dasar,

66

sengketa kewenagan lembaga negara yang diatur oleh Undang-undang Dasar, sengketa pilkada, dan sengketa pemilu legislatif.

Perihal perkara yang dapat diputus oleh Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan anak adalah dalam pengujian undang-undang terdadap Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Bisa Undang-undang secara seluruhan maupun satu Ayat, Pasal, Bab, atau Bagian dalam sebuah undang-undang. Berikut adalah salah satu putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan anak, yaitu dalam permohonan judicial review dengan nomor perkara 46/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan oleh Hj. Aisyah Mochtar alias Machica Binti H. Mochtar Ibrahim dan Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono. Permohonan ini dimohonkan untuk memperoleh kembali hak-hak konstitusional pemohon. Pemohon juga merasa dirugikan atas hak-hak konstitusionalnya. Hak-hak konstitusional dirasa dirugikan adalah dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Oleh karena itu pernikahan yang dilakukan oleh pemohon adalah sah. Sebagaimana tercantum dalam amar Penetapan atas Perkara Nomor 46/Pdt.P/2008/PA.Tgrs., tanggal 18 Juni 2008. Dengan pernikahan yang sah tersebut maka pemohon berhak atas hak konstitusionalnya yaitu yang dijamin oleh Pasal 28B Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 28D Ayat (1) Undang-undang Dasar Republik Indoensia, namun hak tersebut telah dirugikan. Pasal 28B Ayat (1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia, “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Pemohon memiliki hak yang setara dengan warga negara Indonesia Iainnya dalam , membentuk keluarga dan melaksanakan perkawinan tanpa dibedakan dan wajib diperlakukan sama di hadapan hukum. Pasal 28B Ayat (2) Undang-undang Dasar Republik Indonesia, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Oleh karena itu anak dari pemohon juga memiliki status hukum yang sama dengan anak-anak lainnya. Setiap warga negara Indonsia mempunyai hak atas perkawnannya sepanjang

67

sesuai dengan norma agama yagn dianut, dalam perkara ini adalah agama Islam. Perkawinan dilakukan secara siri mengakibatkan status hukum anak menjadi tidak sah. Anak diluar kawin hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu.58Dalam Islam, perkawinan yang sah adalah berdasarkan ketentuan yang telah diatur berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, dalam hal ini, perkawinan Pemohon adalah sah dan sesuai rukun nikah serta norma agama sebagaimana diajarkan Islam. Perkawinan Pemohon bukanlah karena perbuatan zina atau setidak-tidaknya dianggap sebagai bentuk perzinahan. Begitu pula anaknya adalah anak yang sah. Pasal 28D Ayat (1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Akibat dari bentuk pemaksa yang dimiliki norma hukum dalam UU Perkawinan adalah hilangnya status hukum perkawinan Pemohon dan anaknya Pemohon. Dengan kata lain, norma hukum telah melakukan pelanggaran terhadap norma agama.

Dalam permohonan ini Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, “Anak yang

68

dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”

Setiap anak berhak atas status hukumnya tanpa diskriminasi, itulah yang dipertimbangkan Mahkamah Konstitusi. Atas keputusan Mahkamah Konstitusi sangat memperhatikan hak dan kepentingan terbaik bagi anak. Dengan adanya status yang pasti dari anak, maka masa depan anak akan terjamin. Putusan ini bukan hanya menjadi hak untuk pemohon, namun juga untuk anak-anak lain yang memiliki permasalahan yang sama dengan pemohon.

3. Penguasa-penguasa Pemerintah (Eksekutif)

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menjamin hak-hak anak dan menjadikan kepentingan anak sebagai pertimbangan utama dalam setiap kebijakannya. Kebijakan pemerintah dekat dengan tindakan administrasi. Kepentingan terbaik bagi anak dapat dilakukan pemerintah dengan memperbaiki sistem administrasi pemerintah, dengan memberikan pelayanan yang baik maka kepentingan terbaik bagi anak dapat terpenuhi. Misalnya dengan mempermudah pembuatan akta kelahiran, pencatatan perkawinan, maupun pembuatan kartu keluarga.

Dalam pengambilan kebijakan pemerintah juga harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, terutama yang menyangkut anak. Permasalahan yang menyangkut anak menjadi prioritas utama untuk diselesaikan. Misalnya dalam permasalahan yang terjadi dalam kurun waktu

69

2013-2016 ini mengenai kekerasan anak, bahkan Presiden Jokowi membawa permasalahan anak dalam rapat terbatas kabinet.59

4. Badan Legislatif

Badan Legislatif di Indonesia adalah DPR, ada 3 tugas DPR yaitu tugas dalam fungsi legislasi, tugas dalam fungsi anggaran, dan tugas dalam fungsi pengawasan. Fungsi legislasi dilakukan dengan bersama presiden menyusun dan membentuk peraturan perundang-undangan. Undang-undang adalah salah satu sumber hukum di Indonesia yang mengikat seluruh warga negaranya, termasuk juga anak. Oleh karena itu dalam menyusun dan membentuk sebuah peraturan perundang-undangan prinsip kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan yang utama, terutama yang berhubungan langsung dengan anak. Kepentingan terbaik bagi anak dapat terpenuhi dengan tetap memperhatikan hak-hak anak.

Tugas dalam fungsi anggaran baik APBN maupun APBD juga harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, ataupun bidang lain yang berkaitan dengan anak. Sedangkan fungsi pengawasan dilakukan DPR untuk menjamin fungsi legislasi dan fungsi anggaran dapat berjalan dengan baik. Undang-undang dibentuk untuk diterapkan dalam masyarakat, begitu juga APBN dan APBD untuk itulah fungsi pengawasan diperlukan. Selain itu fungsi pengawasan dilakukan untuk memberi evaluasi untuk pembentukan peraturan perundang-undangan maupun pelaksanaan APBN dan APBD.

59 Dalam catatan Komnas Perlindungan Anak, selama 2010-2015 memonitor 34 perwakilan di lembaga perlindungan anak di kota/provinsi dan di 204 kabupaten/kota, ada sekitar 21.600.000 pelanggaran terhadap anak. Sebanyak 58 persen dari angka pelanggaran itu, merupakan kategori kejahatan seksual. "Jadi mendominasi. Makanya kami sampaikan bahwa kami minta arahan bapak presiden karena situasinya sejak 2013 kami menyimpulkan Indonesia darurat seksual anak. Itu setara dengan pengaduan-pengaduan yang masuk ke Komnas Perlindungan Anak sejak tahun 2010-2015 naik presentasi dari 41 persen menjadi 62 persen kejahatan seksual," kata Aris. Aris menilai presiden sudah punya perhatian soal kejahatan pada anak ini apalagi Jokowi sudah membawanya dalam rapat terbatas kabinet.

Arie C. Meliala, Indonesia Masuk Situasi Darurat Kejahatan Seksual Anak, http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2016/02/03/359541/indonesia-masuk-situasi-darurat-kejahatan-seksual-anak,

70

D. Permasalahan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan

Penyelesaiannya

Problematika yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak:

1. Problem Politik

a. Keseriusan Pemerintah terhadap Perlindungan Anak

Salah satu bukti keseriusan Pemerintah dalam penerapan prinsip kepentingan terbaik bagi anak adalah menerapkan prinsip tersebut dalam setiap kebijakan-kebijakan dan produk hukum yang dikeluarkan. Pemerintah yang dimaksud bukan hanya pemerintah pusat namun juga pemerintah yang ada di daerah.

Keseriusan pemerintah dapat dilihat juga dalam penganggaran untuk perlindungan anak. Dari tahun 2015 anggaran yang diberikan untuk perlindungan anak yang ada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak hanya mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 217 miliar.60 Angka itu dianggap tidak cukup untuk membiayai Kementerian dalam menjalankan fungsinya. Salah satu fungsi yang dimaksud adalah untuk perlindungan anak, sedangkan dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak hanya membawahi perihal perlindungan anak saja namun juga tentang pemberdayaan wanita. Terlihat dari tujuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada 5 program utama yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yiatu:

1) Program untuk mewujudkan program dan kebijakan pemerintah yang responsif gender,

60 Gilang Fauzi, Anggaran untuk Perlindungan Anak dari PemerintahMinim, CNN Indonesia,

http://www.cnnindonesia.com/politik/20151005125000-32-82852/anggaran-untuk-perlindungan-anak-dari-pemerintah-minim/, dikunjungi pada tanggal 8 April 2016 Pukul 18.56

71

2) Program untuk memastikan peningkatan dan pemenuhan hak-hak perempuan,

3) Program untuk memastikan peningkatan dan pemenuhan hak-hak anak,

4) Program untuk menjamin realisasi kebijakan pada sistem data yang responsif gender dan sesuai dengan kepentingan anak, 5) Program untuk mewujudkan manajemen yang akuntabel61

b. Kepentingan terbaik bagi anak dalam program parpol

Pemerintahan dan dunia politik tidak akan lepas dengan perihal Partai Politik (selanjutnya disebut Parpol). Baik eksekutif maupun legislatif, mereka adalah produk-produk dari Parpol. Baik kebijakan maupun produk hukum yang dihasilkan tidak akan jauh dari pemikiran Parpol yang mengusungnya. Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8), yang dimaksud dengan partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.62Tujuan dari parpol sendiri adalah:

1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

61 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Visi dan Misi,

http://www.kemenpppa.go.id/index.php/tentangkami/visimisidantujuan, dikunjungi pada tanggal 8 April 2016 pukul 19.46

62 Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8)

72

2) Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,

3) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,

4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.63 Jika melihat tujuan parpol yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, tujuan parpol untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang dimaksud seluruh rakyat Indonesia berarti termasuk dengan anak-anak. Namun baik di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik maupun perubahannya yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 sama sekali tidak membahas mengenai Perlindungan anak maupun prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Dari pemilu terahir pada tahun 2014 tercatat ada 12 Partai Politik Nasional, 3 Partai Lokal, dan 22 Partai yang tidak mengikuti pemilu. Sedangkan pasca pemilu 2014 sudah ada 3 partai baru. Berikut adalah ulasan mengenai parpol yang ada di Indonesia, program parpol terlihat dari tujuan parpol yaitu sebagai berikut:

1) Patai Nasdem

Partai NasDem bertujuan mewujudkan masyarakat yang demokratis, berkeadilan dan berkedaulatan.64

2) Partai Kebangkitan Bangsa ( Selanjutnya disebut dengan PKB) a) Misi utama yang dijalankan Partai Kebangkitan Bangsa

adalah tatanan masyarakat beradab yang sejahtera lahir dan batin, yang setiap warganya mampu mengejawantahkan nilai-nilai kemanusiaannya, dengan terpeliharanya jiwa raga, terpenuhinya kemerdekaan, terpenuhinya hak-hak

63 Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2).

64 Pasal 8, AD ART Nasdem, https://plus.google.com/117200606064774754489/posts/di2efwFpaY7, dikunjungi pada tanggal 10 April 2016 Pukul 19.51.

73

dasar manusia seperti pangan, sandang, dan papan, hak atas penghidupan/perlindungan pekerjaan, hak mendapatkan keselamatan dan bebas dari penganiayaan (hifdzu al-Nafs), terpeliharanya agama dan larangan adanya pemaksaan agama (hifdzu al-din), terpeliharanya akal dan jaminan atas kebebasan berekspresi serta berpendapat (hifdzu al-Aql), terpeliharanya keturunan, jaminan atas perlindungan masa depan generasi penerus (hifdzu al-nasl) dan terpeliharanya harta benda (hifdzu al-mal).65

b) Tujuan dan Usaha PKB Menurut Ketetapan Muktamar Luar Biasa Partai Kebangkitan Bangsa Nomor 7/MLB/PKB/V/2008 Tentang Perubahan Atas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanga Partai Kebangkitan Bangsa66:

i. Mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

ii. Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara lahir dan batin, material dan spiritual,

iii. Mewujudkan tatanan politik nasional yang demokratis, terbuka, bersih dan berakhlakul karimah. c) Untuk mencapai tujuan tersebut maka yang diupayakan PKB untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan berbagai usaha, yaitu sebagai berikut menurut Ketetapan Muktamar Luar Biasa Partai Kebangkitan Bangsa Nomor 7/MLB/PKB/V/2008 Tentang Perubahan Atas Anggaran Dasat dan Anggaran Rumah Tanga Partai Kebangkitan Bangsa67:

65 Mabda Siyasi, http://www.dpp.pkb.or.id/mabda-siyasi, dkunjungi pada tanggal 9 April 2016 Pukul 09.21

66 Pasal 7, Ketetapan Muktamar Luar Biasa Partai Kebangkitan Bangsa Nomor 7/MLB/PKB/V/2008 Tentang Perubahan Atas Anggaran Dasat dan Anggaran Rumah Tangga Partai Kebangkitan Bangsa.

67 Pasal 8, Ketetapan Muktamar Luar Biasa Partai Kebangkitan Bangsa Nomor 7/MLB/PKB/V/2008 Tentang Perubahan Atas Anggaran Dasat dan Anggaran Rumah Tanga Partai Kebangkitan Bangsa

74

i. Bidang Agama

Meningkatatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Dalam dokumen T1 312012050 BAB III (Halaman 27-58)

Dokumen terkait