• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

IV. B. HASIL PENELITIAN

Berikut ini dipaparkan mengenai hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi dan hasil utama penelitian. Uji asumsi terdiri dari uji normalitas yang berguna untuk mengetahui apakah data variable penelitian yaitu health belief terdisstribusi secara normal, dalam penelitian ini varibel yang kedua yaitu tahapan treatment delay tidak dilakukan uji normalitas karena data yang diperoleh dari skala tahapan treatment delay adalah data ordinal, dan selanjutnya dilakukan uji

linearitas yang berguna untuk mengetahui apakah data variabel health belief berkorelasi secara linear terhadap data varibel tahapan treatment delay.

IV. B. 1. HASIL UJI ASUMSI IV. B. 1. 1. Uji Normalitas

Uji normalitas sebaran pada skala health belief menggunakan metode statistik one sample kolmogorov-smirnov test. Data dapat dikatakan terdistribusi normal jika memiliki nilai p > 0,05. Hasil uji normalitas diperoleh nilai p = 0,952, maka p > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebarannya adalah normal. Pada data tahapan treatment delay tidak dilakukan uji normalitas, hal ini tidak dilakukan karena data yang diperoleh dari skala tahapan treatment delay yaitu skala nominal.

Tabel 14. one sample kolmogorov smirnov

Health belief

N

Kolmogorov-smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

61 0,517 0,952

IV. B. 2. Hasil Utama Penelitian IV. B. 2. 1. Uji Korelasi

Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil pengolahan data mengenai hubungan antara variabel healt belief dengan tahapan treatment delay dengan cara menghitung koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut. Metode

yang dipilih untuk mencari korelasi antara health belief dengan tahapan treatment delay adalah uji contingency coefficient dengan bantuan spss for windows versi 15.0. Hasil perhitungan menyatakan bahwa korelasi r = 0,646 dengan nilai signifikansi 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara health belief dengan tahapan treatment delay pada masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan.

Tabel 14. hasil contingency coefficient

Symmetric Measures

IV. B. 3. Hasil Tambahan

IV. B. 3. 1. Kategorisasi Data Penelitian

Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada criteria kategorisasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusu normal. Kriterianya terbagi atas tiga kategori yaitu : tinggi, sedang, dan rendah.

Tabel 15. Kriteria kategorisasi data health belief.

Variabel kriteria jenjang kriteria (µ + 1,0 SD) ≤ X Tinggi

Health belief (µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ + 1,0 Sedang

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,511 ,000

SD)

X < (µ - 1,0 SD) Rendah

Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan mean hipotetik dan mean empiric. Mean hipotetik untuk melihat posisi relative individu berdasarkan mean empirik untuk melihat posisi relatif individu berdasarkan norma idealnya skala, sedangkan mean empiric berguna utuk melihat posisi relative individu berdasarkan norma skor dari subyek penelitian. Deskripsi data penelitian health belief dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 16. Deskripsi data penelitian health belief

Variabel Skor empiric Skor hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean Sd Health

belief 26,00 59,00 43,704 7,358 16 64 40 8

Berdasarkan skor hipotetik maka Health belief pada masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan, maka sesuai dengan tabel di atas diperoleh penggolongan Health belief pada masyarakat pedesaan di kecamatan pangururan, serta frekuensi dalam setiap kategori.

Tabel 17. Hasil Kategorisasi Skor Health belief berdasarkan skor hipotetik Variabel Rentang Skor Frekuensi Persentase

(%)

Kategorisasi

x < 32 5 orang 8,2 % Rendah 32 ≤ x < 48 36 orang 59,01 % Sedang Health

belief 48 x 20 orang 32,79 % Tinggi

Jumlah 61 orang 100 %

Tabel menunjukkan bahwa jumlah subjek yang memiliki Healt belief dalam kategori rendah sebanyak 5 orang (8,2%), kategori sedang sebanyak 36 orang (59,01%) dan kategoti tinggi sebanyak 20 orang (32,79%).

Dikaji berdasarkan skor empirik, maka skor Health belief pada masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan, dapat digolongkan sebagai berikut

Tabel 18. Hasil Kategorisasi Skor Health belief berdasarkan skor empirik Variabel Rentang Skor Frekuensi Persentase

(%)

Kategorisasi

x < 36,346 9 orang 14,75 % Rendah 36,346 ≤ x < 51,062 42 orang 68,85 % Sedang Health

belief 51,062 x 10 orang 16,4 % Tinggi

Tabel menunjukkan bahwa jumlah subjek yang memiliki Health belief dalam kategori rendah sebanyak 9 orang (14,75%), kategori sedang sebanyak 42 orang (68,85%) dan kategori tinggi sebanyak 10 orang (16,4%).

Berdasarkan pekerjaannya, pada penelitian ini membagi kelompok subjek penelitian dalam empat bagian yaitu: petani, wiraswasta, ibu rumah tangga dan PNS (pegawai negeri sipil). Berikut jumlah subjek yang memiliki health belief kategori tinggi, sedang dan rendah serta tahapan treatment delay ditinjau dari empat kelompok pekerjaan tersebut dan jenis kelamin.

Tabel 19. Kategori health belief dan tahap treatment delay ditinjau dari pekerjaan & JK

Jumlah Jenis kelamin

Variable kategori

Petani Wiraswasta Ibu RT PNS Pria Wanita tinggi 12 2 1 5 6 13 sedang 21 5 5 5 12 25 Health belief rendah 5 - - - 2 3 Aparaisal delay 15 1 1 2 5 14 Illness delay 6 - 1 1 4 4 Utilization delay 4 - - 1 2 3 Tahap treatment delay Tidak 13 6 4 6 9 20

mengalami treatment delay

Berdasarkan tabel dapat kita lihat bahwa pada kelompok petani presentase health belief mulai dari tinggi, sedang dan rendah adalah 31,6 %, 55,26%, 13,15%. Dapat kita simpulkan bahwa sebahagian besar masyarakt pedesaan yang berada di kecamatan pangururan memilki health belief yang sedang, artinya masyarakat tersebut sudah menyadari akn resiko penyakit yang ia derita, namun mereka masih belum mau untuk pergi untuk melakukan pengobatan pada praktisi kesehatan. Pada kelompok wiraswasta, health belief tinggi sebanyak 28,6% dan sedang 72,4%, kondisi seperti ini menunjukakan fenomena yang sama dengan kelompok masyarakat petani, tetapi tak ada dari kelompok ini yang memiliki health belief yang rendah, yang berarti bahwa dari kelompok ini tak satupun yang menganggap remeh penyakitnya dan merasa bahwa pengobatan akan lebih membawa dampak positif dari pada tidak melakukan pengobatan. Pada kelompok ibu rumah tangga 16,7% tinggi dan 83,3% sedang, hal ini menunjukkan fenomena yang sama dengan kelompok wiraswasta, dan kelompok yang terakhir yaitu PNS 50% tergolong tinggi dan 50% sedang.

Penyebaran jumlah individu pada masing-masing tahap berdasarkan empat kelompok tersebut, dapat kita lihat bahwa dari 38 kelompok petani sebanyak 15 orang (39, 47%) tergolong dalam tahap satu, presentase ini merupakan presentase terbesar pada kelompok masyarakat petani. Hal ini berarti bahwa sebahagian besar

masyarakat petani tersebut masih belum mengetahui bahwa mereka sedang mengalami suatu penyakit, dimana kondisi seperti inilah yang sangat memicu individu untuk tidak segera pergi ke praktisi kesehatan untuk mencari pertolongan kesehatan. Pada kelompok wiraswasta, dari 7 individu 6 individu tergolong dalam kategori tahapn yang keempat yaitu tidak mengalami treatment delay, sama halnya dengan kelompok ibu rumah tangga dan PNS.

Dikaji berdasarkan jenis kelamin, pada kelompok wanita, 48% wanita tidak mengalami treatment delay. Pada kelompok pria, 45% tidak mengalami treatment delay. Berdasarkan health belief, sebahagian besar wanita berada pada kategori sedang yaitu 61% dan sama halnya dengan pria yaitu 60% berada pada kategori health belief sedang. Dari 20 pria, 6 atau 30% berada pada kategori tinggi, dan dari 41 wanita 13 atau 31,7% berada pada golongan health belief tinggi, berdasarkan persentase ini dapat kita simpulkan bahwa pada sampel penelitian ini wanita memiliki health belief yang sedikit lebih tinggi daripada pria. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada sampel penelitian ini wanita lebih responsive terhadap kondisi kesehatannya daripada pria.

V. DISKUSI

Masalah kesehatan merupan masalah yang sangat penting untuk diperhatikan pada masyarakat pedesaan, masalah kesehatan yang paling sering muncul yaitu masalah penyakit menular dan tingkat sanitasi yang tidak memuaskan (Peter, 1992). Terdapat beberapa hambatan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yang ada di daerah pedesaan tersebut yaitu fasilitas yang

kurang, pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai kesehatan dan yang paling utama adalah perilaku yang tidak segera mencari pertolongan kesehatan pada praktisi kesehatan. Perilaku menunda inilah yang disebut treatment delay.

Penelitian ini telah membuktukan bahwa treatment delay berkorelasi positif dengan health belief seseorang (C=0,511). Hal ini berarti bahwa semakin seorang individu mempersepsikan bahwa ia terancam (perceived threat) oleh penyakit yang ia alami dan dampak positif dalam melakukan pengobatan lebih besar daripada dampak negatifnya (perceived benefit outweigh the perceived barrier) maka akan meningkat pula perilaku individu untuk mencari pengobatan dari praktisi lesehatan.

Koefisien kontingensi tidak hanya dapat digunakan untuk melihat hubungan antara dua buah variabel, tetapi juga dapat gigunakan untuk melihat effect size (Sprinthall, 2003). Nilai maksimum koefisien kontingensi untuk jumlah sel 4 adalah 0, 87 dan nilai C yang diperoleh dari penelitian ini adalah 0, 511. Dapat disimpulkan bahwa health belief memiliki efek yang sangat besar terhadap tahapan treatment delay. Sarafino (2006) dalam bukunya Health psychology, menyatakan bahwa seseorang tidak mau pergi berobat ke praktisi kesehatan karena individu tersebut tidak percaya kepada praktisi tersebut, merasa bahwa pengobatan hanya akan memperparah kondisi kesehatannya, kondisi seperti inilah yang akan dapat membuat individu mempersepsikan bahwa keuntungan dalam melakukan pengobatan lebih kecil daripada kerugiannya (perceived benefit and barrier) sehingga individu tersebut mengurungkan niatnya untuk mencari pengobatan ke praktisi kesehatan. Symptom penyakit seperti rasa sakit sangat

mempengaruhi perceived threat seseorang, dimana rasa sakit seringkali dibuat sebagai acuan terhadap parah tidaknya suatu penyakit (Sarafino, 2006), ketika individu tidak merasakan rasa sakit (pain) maka individu tersebut mengasumsikan bahwa penyakitnya tidak parah (perceived threat yang rendah) dan kondisi seperti ini juga akan membuat individu untuk tidak segera mencari pertolongan kepada praktisi kesehatan. Hal ini semakin diperkuat oleh penelitian Becker & Rosenstock, 1979 (dalam Sarafino, 2006) yang menyatakan bahwa faktor-faktor dalam health belief yaitu perceived threat dan perceived benefit & barrier dapat mempengaruhi seberapa cepat seorang individu untuk mencari pertolongan kesehatan kepada praktisi kesehatan.

Berdasarkan jenis pekerjaannya dapat kita lihat bahwa hanya kelompok petani yang berada pada pada golongan health belief rendah, berbeda dengan kelompok wiraswasta, ibu rumah tangga dan PNS yang hanya berada pada kategori tinggi dan sedang. Begitu juga tahapan treatment delay, persentase terbesar (39, 47%) jatuh pada kelompok petani. Berdasarkan jenis kelamin, wanita memiliki persentase yang lebih tinggi untuk kategori health belief tinggi dan persentase lebih tinggi untuk kelompok yang tidak mengalami treatment delay (48% & 31, 7%). Fenomena ini sejalan dengan Sarafino (2006) dalam bukunya health psychology.Beliau menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi individu dan jenis kelamin dapat memberikan sumbangsih terhadap keinginan untuk pergi melakukan pengobatan, ia menyatakan bahwa wanita lebih sering pergi mencari atau berkonsultasi mengenai masalah kesehatanya daripada pria, begitu juga

dengan kondisi sosial ekonomi, semakin rendah penghasilan seseorang maka akan semakin menghambat keinginannya untuk melakukan pengobatan.

BAB V Kesimpulan

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan, diskusi dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian ini yang akan dilanjutkan dengan diskusi mengenai hasil penelitian yang diperoleh. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian yang akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.

V. A. KESIMPULAN

Berikut ini peneliti akan memaparkan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisa data.

1. Dari penelitian ini diperoleh bahwa sebanyak 8,2% masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan memiliki health belief yang tergolong rendah. Selanjutnya, yang memiliki health belief yang tergolong sedang ada sebanyak 59,01%, dan terakhir 32,79% memiliki health belief yang tergolong tinggi. berdasarkan data di atas maka secara umum pekerja sosial memiliki health belief yang tergolong sedang. Hal ini berarti bahwa masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan sudah memiliki kepedulian yang cukup terhadap kondisi kesehatannya. 2. Berdasarkan data korelasi antara health belief dengan tahapan treatment

V. B SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tahapan treatment delay ditinjau dari health belief

V. B. 1. Saran Metodologis

Hasil penelitian ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan yang disesuaikan dengan tujuan utama penelitian yang ingin melihat tahapan treatment delay ditinjau dari heath belief pada masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan, maka untuk memperkaya data hasil penelitian, pengambilan data dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan meliputi kawasan pelosok yang ada di daerah sumatera utara. Ini dilakukan agar hasil penelitian dapat di generalisasikan ke populasi yang lebih luas, tidak hanya di daerah kecamatan Pangururan saja.

V. B. 2. Saran Praktis

Saran dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu saran terhadap masyarakat pedesaan dan kepada praktisi kesehatan yang berada di kecamatan pangururan:

1. Masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan agar tidak terlalu menyederhanakan kondisi kesehatannya. Karena akan berdampak terhadap keinginan mereka untuk pergi berobat ke praktisi kesehatan. 2. Para praktisi kesehatan khususnya yang berada di daerah kecamatan

pangururan agar memberikan pengarahan mengenai kesehatan masyarakat yang akan dapat mengubah cara pandang serta membuat masyarakat lebih aware terhadap kesehatannya sehingga tidak menunda untuk segera pergi berobat ke praktisi kesehatan.

Dokumen terkait