TAHAP TREATMENT DELAY DITINJAU DARI HEALTH
BELIEF MODEL PADA MASYARAKAT PEDESAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
YUSTIAN SINAGA
051301143
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Tahapan Treatment Delay Ditinjau Dari Health Belief Model Pada Masyarakat Pedesaan
Dipersiapkan dan disusun oleh
Yustian Sinaga 051301143
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 12 Juni 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi
dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) NIP. 140 080 762
Dewan Penguji
1. Josetta M. R. T, M.si Penguji I ______________ NIP 132 255 304 merangkap sebagai pembimbing
2. Arliza J. M.si Penguji II _____________ NIP132 303 828
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini yang berjudul:
Tahapan Treatment Delay Ditinjau Dari Health Belief Model Pada Masyarakat Pedesaan
adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk meraih gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juni 2009
Tahapan Treatment Delay Ditinjau Dari Health Belief Model Pada Masyarakat Pedesaan
Yustian dan Josetta
ABSTRAK
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Khususnya pada negara yang sedang berkembang, masalah kesehatan masih sangat perlu mengalami pembenahan dalam berbagai hal. Masalah kesehatan ini tidak hanya mencakup mengenai penyakit dan fasilitas pelayana rumah sakit atau puskesmas, namun faktor psikologis individu yang bersangkutan juga sangat perlu untuk diperhitungkan. Faktor psikologis yang dimaksud adalah persepsi individu yang bersangkutan terhadap penyakit yang ia alami.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana health belief mampu memprediksi tahapan treatment delay. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 61 orang masyarakat yang berada di kecamatan pangururan. Teknik statistik yang digunakan adalah uji non paramentrik coefficient contingency
Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa health belief memiliki efek yang sangat kuat dengan tahapan treatment delay (C= 0,511) dengan signifikansi (P= 0,000).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan.
Menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Chairul, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi
2. Ibu Josetta, M. R. T. M. Si, psikolog selaku Pembimbing Skripsi. Saya ucapkan terimakasih atas kesabaran serta masukan dari ibu sehingga skripsi ini dapat selesai.
3. Pak Ferry selaku dosen pembimbing akademik, terimakasih atas bimbingan dari bapak.
4. Ibu Etty dan ibu Lili Rahmwaty yang telah banyak memberikan masukan dan saran bagi terselesainya skripsi ini.
5. Orang tua saya tercinta, terimakasih atas doa dan dukungannya.
6. Kakak dan adik saya tercinta, terimakasih atas perhatian dan dukungannya. 7. Sahabat saya Verawati Silalahi yang telah mambantu saya dalam
8. Chrismes manik, dirimu adalah wanita terhebat dan terindah dalam hidupku. Terimakasih banyak atas filosofi hidupmu.
9. Teman-teman kampus yang sangat aku sayangi: lenny, juhar, hitler, arini, junias, erika, rentika, dermika, darwin, jerry dan semuanya.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.
Medan, Juni 2009
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan Lembar Pernyataan Abstrak
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar belakang masalah I. B. Perumusan masalah I. C. Tujuan penelitian I. D. Manfaat penelitian
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Treatment delay
I. A.1. Pengertian treatment delay II. A. 2. Tahapan treatment delay II.B. Health belief model
II.C. Kelompok yang menggunakan layanan kesehatan
II. D. Tahapan treatment delay ditinjau dari health belief model II. E. Hipotesa penelitian
BAB III METODE PENELITIAN III. A. Identifikasi variabel penelitian III. B. Definisi operasional
III.C.1. Tahapan treatment delay III.C.2. Health belief model
III. C. 2. Jumlah sampel penelitian III. C. 3. Teknik pengambilan sampel III. D. Metode dan alat pengumpulan data III.F. Validitas dan reliabilitas alat ukur
III.F.1. Uji validitas
III.F.2. Uji daya beda aitem III.F.3. Reliabilitas
III.G. Metode analisis data
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Tahapan Treatment Delay Ditinjau Dari Health Belief Model Pada Masyarakat Pedesaan
Yustian dan Josetta
ABSTRAK
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Khususnya pada negara yang sedang berkembang, masalah kesehatan masih sangat perlu mengalami pembenahan dalam berbagai hal. Masalah kesehatan ini tidak hanya mencakup mengenai penyakit dan fasilitas pelayana rumah sakit atau puskesmas, namun faktor psikologis individu yang bersangkutan juga sangat perlu untuk diperhitungkan. Faktor psikologis yang dimaksud adalah persepsi individu yang bersangkutan terhadap penyakit yang ia alami.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana health belief mampu memprediksi tahapan treatment delay. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 61 orang masyarakat yang berada di kecamatan pangururan. Teknik statistik yang digunakan adalah uji non paramentrik coefficient contingency
Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa health belief memiliki efek yang sangat kuat dengan tahapan treatment delay (C= 0,511) dengan signifikansi (P= 0,000).
BAB I PENDAHULUAN
I. A. LATAR BELAKANG MASALAH
Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Menurut Egon.E. Begel, desa merupakan tempat pemukiman para petani, sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri yang selalu harus terlekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal dan suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Dengan perkataan lain suatu desa ditandai oleh keterkaitan warganya terhadap suatu wilayah tertentu. Mengenai lingkungan sebagai faktor penentu karakteristik desa-kota, Smith dan Zopf membedakan 3 jenis lingkungan yaitu lingkungan fisik/unorganik, lingkungan biologik/organik, lingkungan sosio kultural. Lingkungan sosial-kultural dibagi lagi menjadi tiga kategori, yakni fisik, biososial dan psikososial (dalam Rahadjo, 1999).
Berdasarkan lingkungan biososial, kota lebih memperhatikan komposisi ras atau kebangsaan yang beragam dibanding dengan masyarakat desa. Dalam lingkungan psikososial, lingkungan perkotaan jauh lebih kompleks dibanding dengan perdesaan.
Desa tidak jarang memberikan asosiasi yang romantik. Bagi penduduk kota yang tidak mengurangi hiruk pikuk, udara bercampur asap knalpot, siang yang membakar serta hidup yang sangat individualistis, desa merupakan firdaus yang menawarkan ketenangan, udara bersih, pohon yang rindang dan kehidupan yang sangat kekeluargaan.Tetapi asosiasi yang romantik itu akan perlahan lenyap apabila seseorang mendapat kesempatan untuk tinggal beberapa waktu didesa. Akan segera nampak bahwa sebagian besar penduduk desa di Indonesia dililit masalah yang sangat parah yakni kemiskinan (Hagul, 1992).
Selain kemiskinan masih terdapat beberapa masalah pada masyarakat perdesaan. Masalah ini dapat disederhanakan menjadi 3 bagian yaitu pendapatan yang rendah, adanya kesenjangan yang dalam antara yang kaya dan yang miskin, dimana yang miskin adalah mayoritas, pastisipasi rakyat yang minim dalam usaha-usaha pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Keadaan yang demikian itu mempunyai sebab yang kompleks, namun kalau disederhanakan, maka sebab-sebab pokok adalah kurangnya pengembangan sumber daya alam, kurangnya pengembangan sumber daya manusia, kurangnya lapangan kerja dan adanya struktur masyarakat yang menghambat (Hagul, 1992).
masyarakat pedesaan. Masalah kesehatan dipedesaan dapat ditinjau dari dua segi, yakni hal kesehatan sendiri (substantial) dan hal penyelenggaraannya (management. Masalah kesehatan (substantial) dapat berupa berbagai jenis penyakit sedangkan masalah penyelenggaraan kesehatan meliputi masalah peningkatan, perlindungan, penemuan masalah, pengobatan dan pemulihan kesehatan pada perseorangan maupun pada kesehatan masyarakat. Dari hasil penelitian masalah kesehatan yang paling sering muncul adalah penyakit-penyakit infeksi (pernafasan, perut, kulit, dan lain-lain). Penyakit-penyakit infeksi, yang satu sama lain berbeda sifat mempunyai hubungan erat dengan lingkungan hidup yang kurang sehat dan daya tahan tubuh rendah. Daya tahan tubuh yang rendah dapat terjadi karena ketidakseimbangan pemenuhan gizi dan kebutuhannya, kemajuan ekonomi dapat mendorong perbaikan gizi sehingga dapat memperkuat daya tahan. Kemajuan ekonomi juga akan mendorong perbaikan lingkungan hidup yang mengurangi kejangkitan penyakit. Rendahnya kejangkitan penyakit dan tingginya daya tahan ini dapat meningkatkan taraf kesehatan pada masyarakat (O.M.S dalam Hagul, 1999).
yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment Delay (Sarafino, 2006).
Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki pelayanan kesehatan dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Keadaan seperti ini merupakan keadaan yang umum di jumpai di negara-negara yang sedang berkembang khususnya di daerah pedesaan dimana tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan merupakan keadaan yang umum dijumpai. Lebih dari separuh kematian anak terjadi karena penyakit-penyakit diare, saluran nafas dan kurang gizi merupakan keadaan-keadaan yang saling memperkuat satu dengan yang lain, kondisi seperti ini tidak hanya ditimbulkan oleh fasilitas kesehatan yang kurang, tetapi juga karena penderita atau keluarga penderita tidak segera mencari pertolongan pengobatan atau disebut sebagai treatment delay (Hagul, 1992). Hal ini didukung penelitian Michael A Koenig (2007), yang menyatakan bahwa dinegara yang sedang berkembang seperti India (Bangladesh) hanya 1/3 wanita yang dengan segera mencari pertolongan praksiti kesehatan dalam menangani masalah kehamilannya dan level memperoleh perawatan kesehatan ibu hamil lebih tinggi didaerah perkotaan daripada daerah pedesaan.
sebagainya. Faktor persepsi atau konsep masyarakat itu tentang sakit sering kali terabaikan, pada kenyataannya dalam masyarakat sendiri terdapat beraneka ragam konsep sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan. Timbulnya perbedaan konsep sehat sakit yang dialami masyarakat dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan karena adanya persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan praktisi kesehatan. Perbedaan persepsi ini berkisar antara penyakit (disease) dengan illness (rasa sakit) (Notoatmodjo, 1993).
seseorang yang sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidur dan tidak dapat menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Masyarakat yang mendapat penyakit namun tidak merasa sakit (not perceived) akan membuat masyarakat tersebut tidak berbuat apa-apa terhadap penyakitnya termasuk menunda untuk mencari pertolongan dari praktisi kesehatan atau disebut dengan treatmen delay. Menurut Notoadmojo(1993) individu yang mengalami simtom penyakit namun tidak berbuat apa-apa terhadap penyakitnya, disebabkan karena dia merasa tidak sakit (not perceived).
. Persepsi terhadap suatu penyakit dibahas dalam health belief model. Health belief model memberikan kerangka yang menjelaskan mengapa seorang individu melakukan dan tidak melakukan perilaku sehat. Health belief model melibatkan penilaian terhadap perceived threat pada symptom yang dialami, yaitu semakin individu merasa terancam dengan simptom penyakit yang ia alami maka semakin cepat individu mencari pertolongan medis (Becker & Rosenstock dalam Sarafino,2006). Hal ini didukung oleh kasus yang menyatakan bahwa anak remaja di Atlanta tidak merasa terancam dengan resiko HIV, maka mereka selama setahun lebih tidak mencari pertolonghan dari praktisi kesehatan (NEWSRx dalam Infotrac college edition, 2004).
individu mempersepsikan konsekuensi organik dan sosial jika individu tidak segera melakukan pengobatan medis, jika individu mempersepsikan bahwa penyakit yang dialaminya memiliki konsekuensi yang serius maka individu tersebut akan mencari pertolongan medis (Sarafino, 2006). Penelitian Analee ( dalam questia.com) mendukung pernyataan ini, dimana dalam penelitiannya ditemukan bahwa individu akan melakukan tindakan pecegahan jika individu mempersepsikan penyakit yang ia alami memiliki konsekuensi yang serius. Ketiga, perceived susceptibility yaitu individu mengevaluasi kemungkinan akan berkembangnya symptom penyakit, semakin individu merasa penyakitnya beresiko maka akan mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan tindakan pengobatan ( sarafino, 2006).
kemungkinan individu untuk mencari atau tidak mencari pertolongan dari praktisi kesehatan.
Psikolog kesehatan dan bidang lain yang mempelajari mengenai kesehatan menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi individu untuk tidak segara mencari pertolongan kesehatan, yaitu ide dan kepercayaan individu mengenai suatu pelayanan kesehatan (sarafino, 2006). Individu terkadang menyatakan bahwa masalah kesehatan yang dialaminya merupakan hasil dari treatment medis. Kondisi ini dapat terjadi baik akibat kesalahan praktisi kesehatan atau efek samping dari treatment sebagaimana yang dapat muncul ketika individu dioperasi atau memperoleh pengobatan. Ketidakpercayaan terhadap praktisi kesehatan ini dapat timbul karena individu khawatir atau tidak yakin dengan informasi yang diberikan praktisi kesehatan dan individu merasa bahwa praktisi kesehatan melakukan diskriminasi terhadap suatu kelompok minoritas (Sarafino, 2006).
justru menurunkannya. Banyak individu menyatakan bahwa mereka tidak segera mencari pertolongan kesehatan karena takut akan rasa sakit yang akan dialami ketika menjalani pengobatan (Levin, Cleland, & dar dalam sarafino, 2006), selain itu rasa malu juga dapat menghambat individu untuk mencari pertolongan kesehatan (sarafino, 2006). Hasil penelitian oleh felicity young (2002) menyatakan bahwa perasaan malu pada diri pasien dapat meningkatkan treatment delay pada diri pasien.
Demikianlah latar belakang masalah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti tahapan treatment delay ditinjau dari health belief model pada masyarakat pedesaan.
I. B. PERUMUSAN MASALAH
Secara lebih terperinci, masalah dalam penelitian ini dirumuskan dengan: 1. Apa tahapan treatment delay pada masyarakat pedesaan ditinjau dari
health belief model ?
2. Pada tahapan treatment delay yang manakah paling banyak dimiliki oleh masyarakat pedesaan ?
3. Pada tahapan treatment delay yang menakah paling banyak dimiliki oleh masyarakat pedesaan jika ditinjau dari health belief model ?
I. C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Memperoleh informasi mengenai hubungan health belief model dengan tahapan treatment delay.
I. D. MANFAAT PENELITIAN I. D. 1. Manfaat Praktis
1. Memberikan informasi bagi praktisi kesehatan bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan sangat perlu diperhatikan belief masyarakat tersebut akan kesehatannya.
2. Memberikan informasi bagi masyarakat agar tidak menunda dalam mencari layanan kesehatan dari praktisi kesehatan.
3. Memberikan masukan bagi penyelenggaraan kesehatan di desa, agar tidak hanya fokus pada fasilitas kesehatan tetapi juga memperhatikan belief masyarakat sekitar akan kesehatan mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan.
I. D. 2. Manfaat Teoritis
BAB II
LANDASAN TEORI
II. A. TREATMENT DELAY
II. A. 1. Pengertian Treatment Delay
Sarafino (2006), mendefinisikan treatment delay sebagai rentang waktu yang berlalu antara ketika seorang individu pertama sekali mengalami symptom penyakit dan ketika individu tersebut memasuki perawatan medis. Sejalan dengan pengertian tersebut Taylor (1995) menyatakan bahwa treatment delay terjadi ketika individu mengalami suatu penyakit dan membiarkannya sampai berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan menahun tanpa mencari pertolongan dari praktisi kesehatan.
II.A. 2. Tahapan Treatment Delay
Penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh safer (1979), tentang tahapan treatment delay yaitu :
a. Apraisal delay
Apraisal delay is the time person takes to interpret a symptom as an
indication of illness (safer dkk, 1979).
memiliki dampak yang besar terhadap delay. Pasien akan lebih mengenali suatu simptom sebagai indikasi suatu penyakit jika mereka mengalami rasa sakit yang parah atau pendarahan daripada tidak mengalaminya
b. Illness delay
“ illness delay is the time taken between recognizing one is ill and deciding to seek medical attention.” (safer dkk, 1979)
Illness delay merupakan jumlah waktu yang berlalu antara mengenali bahwa seorang individu sakit dan memutuskan untuk mencari perhatian medis. Pola pikir tentang simptom yang dialami memiliki dampak yang besar terhadap illness delay. Individu memutuskan untuk mencari perhatian medis lebih cepat ketika simptom yang dialaminya baru dari pada yang sudah familiar, dan jika mereka tidak terlalu memikirkan simptom tersebut serta implikasinya.
c. Utilization delay
“Utilization delay is the time after deciding to seek medical care until actually going in to use that health service”(safer dkk, 1979)
singkat bagi individu yang tidak terlalu memikirkan mengenai biaya pengbatan, memiliki rasa sakit yang parah dan merasa bahwa penyakit yang mereka alami dapat disembuhkan. Penelitian membuktikan bahwa permasalahan yang tidak berhubungan dengan penyakit seperti perceraian dapat meningkatkan total treatment delay. Total treatment delay merupakan jumlah dari illness delay, appraisal delay dan utilization delay..
II. A. 4. HEALTH BELIEF MODEL
Menurut health belief model, Kemungkinan individu melakukan perilaku pencegahan atau disebut juga sebagai perilaku sehat tergantung pada dua penilaian yang dilakukan oleh individu tersebut.Penilaian ini meliputi perceived threat dan perceived benefit and barrier. Perceived threat merupakan perasaan seorang individu terhadap permasalahan kesehatan yang dialami oleh individu. Becker dan rosenstock, 1984 (dalam sarafino,2006) membagi perceived threat dalam tiga dasar yaitu :
1. Perceived seriousness
Individu mempertimbangkan seberapa parah konsekuensi organik dan sosial yang mungkin muncul jika permasalahan kesehatannya berkembang atau membiarkan penyakitnya tanpa di beri penanganan dari praktisi kesehatan. Semakin individu merasa bahwa penyakit yang ia alami itu serius maka akan semakin dipersepsikan sebagai hal yang mengancam dan melakukan tindakan pencegahan.
Individu akan mengevaluasi kemungkinan individu mengalami suatu penyakit yang semakin berkembang. Semakin individu mempersepsikan bahwa penyakit yang ia alami beresiko, maka akan membuat individu mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan tindakan pengobatan.
3. Cues to action
Peringatan mengenai masalah kesehatan yang berpotensi dapat meningkatkan kecenderungan individu untuk untuk mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan tindakan. Cues to action dapat memiliki beraneka macam bentuk seperti iklan layanan masyarakat tentang bahaya merokok, artikel di koran dan lain-lain.
Perceived benefit and barrier. Dalam perceived benefit Individu menilai keuntungan dalam memperoleh layanan kesehatan misalnya semakin sehat ketika sudah memperoleh layanan kesehatan, dan dalam perceived barrier individu menilai kerugian jika memperoleh layanan kesehatan.Kerugian yang terdapat jika individu menerima layanan kesehatan adalah: biaya, konsekuensi psikologis (misalnya, takut dikatakan semakin tua jika melakukan cek-up), pertimbangan fisik (misalnya, jarak rumah sakit yang jauh sehingga sulit untuk mencapainya
a. Usia dan jenis kelamin
Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan layanan kesehatan adalah usia. Secara umum anak-anak dan lansia (lanjut usia) memiliki kontak yang lebih ssering dengan dokter dari pada usia remaja atau usia dewasa madya (NCHS, dalam Sarafino, 2006). Anak-anak biasanya mengunjungi praktisi kesehatan untuk vaksinasi atau pemeriksaan fisik secara keseluruhan. Praktisi memiliki kontak yang jarang mulai dari usia kanak-kanak akhir tetapi kembali meningkat pada usia madya dan lansia (lanjut usia).
Jenis kelamin juga mempengaruhi terhadap perilaku untuk mencari layanan kesehatan. Wanita memiliki peringkat yang lebih tinggi dalam hal mengunjungi praktisi kesehatan daripada pria (NCHS,2000, dalam Sarafino,2006)
b. Faktor sosiokultural
Perbedaan sosiokultural juga mempengaruhi individu dalam penggunaan layanan kesehatan.Berdasarkan penelitian yang dilakukan di amerika ditemukan bahwa persentase individu yang mencari layanan kesehatan akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan individu tersebut (NCHS, dalam Sarafino, 2006).
II. A. 5. Tahapan Treatment Delay Ditinjau Dari Health Belief Model
ketika individu tersebut memasuki perawatan medis. Sejalan dengan pengertian tersebut Taylor (1995) treatment delay terjadi ketika individu mengalami suatu penyakit dan membiarkannya sampai berhari-hari, berbulan-bulan atau bahkan menahun tanpa mencari pertolongan dari praktisi kesehatan.
Tahapan treatment delay ini terdiri dari tiga tahapan yaitu : appraisal delay, illness delay dan utilization delay. Salah satu faktor yang mempengaruhi treatment delay ini dapat dikaji berdasarkan health belief model. Menurut health belief model, seorang individu akan melakukan perilaku sehat tergantung pada dua penilaian yaitu perceived threat dan perceived benefit and barrier.
Perceived threat memiliki tiga komponen, pertama perceived seriousness, dalam perceived seriousness dikatakan bahwa semakin individu merasa bahwa penyakitnya tidak serius maka individu tersebut tidak akan mencari pertolongan kesehatan. Kedua, perceived susceptibility, menurut perceived susceptibility, semakin individu merasa bahwa ia tidak terkena suatu penyakit atau symptom penyakit tertentu maka individu tersebut tidak akan mencari pengobatan. Ketiga, cues to action, yaitu semakin individu memiliki faktor eksternal seperti keluarga, teman dll yang mendorong dirinya untuk memperoleh pengobatan maka akan semakin besar kemungkinan individu untuk mencari pertolongan pada praktisi kesehatan.
begitu pula sebaliknya, semakin individu merasa bahwa memperoleh pengobatan adalah hal yang merugikan (perceived barrier) maka akan semakin besar kemungkinan individu untuk mencari pengobatan dari praktisi kesehatan.
Beberapa penelitian mengungkap bahwa ketika individu tidak merasa terancam dengan penyakit yang ia alami maka ia dapat membiarkan penyakit tersebut hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun (NEWSRx dalam infotac college edition, 2004). Penelitian lain membuktikan bahwa individu semakin antusias untuk mencari pengobatan jika pengobatan tersebut sangat menuntungkan bagi individu (Christine, Richard, karen, susan,dalam infotac college edition, 2005).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masalah kesehatan tidak hanya menyangkut permasalahan fasilitas kesehatan dan managementnya namun hal yang terpenting adalah persepsi masyarakat itu sendiri terhadap penyakitnya. Ketika masyarakat mempersepsikan bahwa penyakit yang ia alami adalah hal yang biasa-biasa saja atau tidak mengancam dirinya, atau bahkan memperoleh pengobatan adalah suatu hal yang merugikan, maka tidak bergunalah semua fasilitas dan management yang sudah dibuat.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (HADI, 2000). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional untuk melihat bagaimana pengaruh health belief model terhadap tahapan treatment delay pada masyarakat pedesaan.
Jenis penelitian korelasional bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel. Hubungan antara dua variabel ini dapat bersifat positif atau negatif. Hubungan yang bersifat positif artinya, semakin tinggi nilai satu variabel maka semakin tinggi pula nilai varibel yang lain dan sebaliknya semakin rendah nilai satu variabel maka semakin rendah pula nilai variabel yang lain. Hubungan negatif artinya, semakin tinggi nilai satu variabel maka semakin rendah nilai variabel yang lain dan sebaliknya semakin rendah nilai satu variabel maka semakin tinggi nilai variabel yang lain (Goodwin, 2005).
B mempengaruhi A. Goodwinn juga menyatakan bahwa dalam penelitian korelasional tidak ada hubungan sebab akibat, sehingga tidak ada variabel tergantung dan variabel bebas, tetapi criterion varible dan predictor varible.
III. B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Predictor variable : health belief
2. Crierion varible : tahapan treatment delay
III. C. DEFENISI OPERASIONAL III.C. 1. Tahapan Treatment Delay
Treatment delay merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan individu mulai dari ketika individu mengalami suatu simptom penyakit sampai memasuki atau memperoleh pelayanan medis. Tahapan treatment delay terdiri dari tiga tahapan yaitu appraisal delay, illness delay, utilization delay.
Definisi operasional masing-masing tahapan adalah sebagai berikut : 1. Apraisal delay, yaitu banyaknya waktu yang dibutuhkan individu untuk
menilai apakah dirinya sakit atau tidak
3. Utilization delay, jumlah waktu yang dibutuhkan mulai dari memutuskan untuk memperoleh pengobatan sampai benar-benar menunjungi rumah sakit, puskesmas atau klinik untuk memperoleh pengobatan.
Skala tahapan treatmen delay ini akan diberikan secara bertahap, mulai dari skala apraisal delay kemudian illness delay lalu utilization delay. Skala pertama yang diberikan yaitu skala appraisal delay, jika dari hasil skala ini ternyata individu tersebut mengalaminya maka individu tersebut tidak mengalami treatment delay, namun jika ia mengalami appraisal delay maka ia diberikan lagi skala kedua yaitu illness delay, jika ia tidak mengalami illness delay berarti individu tersebut verada pada tahap pertama, namun jika ia mengalami illness delay maka individu diberikan lagi skala utilization delay. Jika individu tidak mengalami utilization delay mak ia berada pada tahapan kedua, namun jika ia mengalami utilization delay berarti ia berada pada tahap yang ketiga.
III. C. 2. Health Belief Model
Menurut health belief model, individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung pada perceived threat dan perceived benefit and barrier. Perceived threat ditentukan oleh tiga faktor yaitu perceived threat, perceived susceptibility dan cues to action.
Definisi masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
2. Perceived susceptibility, Menyangkut evaluasi individu tentang apakah dirinya sedang mengalami suatu penyakit dan apakah suatu penyakit sedang berkembang dalam dirinya.
3. Cues to action, merupakan cues yang memicu individu untuk melakukan suatu tindakan pencegahan seperti penyakit artis idola, artikel.
Definisi perceived benefit and barrier adalah sebagai berikut :
1. Perceived benefit, evaluasi individu tentang seberapa baik aktifitas yang diharapkan untuk mengurangi resiko atau mengurangi dampak symptom yang dialami.
2. perceived barrier. Evaluasi individu tentang seberapa sulit tindakan yang diharapkan untuk dilakukan seperti biaya, rasa sakit yang dialami ketika pengobatan
Populasi dan sampel yang dipakai merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan (Hadi, 2000). Populasi adalah seluruh objek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan Pangururan.
Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki penulis maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi dinamakan sampel. Sampel adalah satu bagian pengamatan yang dipilih dari sebuah populasi (William, 1990).
Subjek penelitian menurut azwar (2001) adalah sumber utama data penelitian , yaitu mereka yang memiliki data mengenai variabel yang akan diteliti. Karakteristik subjek penelitian diperlukan untuk menjamin homogenitasnya. Karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Individu yang bertempat tinggal di kecamatan Pangururan.
2. Usia minimal 21 tahun. Merupakan usia dimana seseorang sudah mengambil tanggung jawab akan tindakannya ( Hurlock, 1999).
III. D. 2. Jumlah Sampel Penelitian
Kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Azwar (2001) menyatakan tidak ada angka yang dikatakandengan pasti, secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel lebihdari 60 orang sudah cukup banyak. Jumlah total sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 61 orang.
III. D. 3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Poerwati, 1994). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling.
III. E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan angket dan skala psikologis. Metode pengambilan data dengan angket mengungkap data-data faktual dan kebenaran yang duketahui oleh subjek. Pertanyaan dalam angket berupa pertanyaan langsung yang terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap data mengenai usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan , Status sosial ekonomi.
Metode skala digunakan untuk mengungkap konstrak atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Pada skala psikologis pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek, biasanya individu tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang diungkap oleh pertanyaan tersebut (azwar, 2007).
III. E. 1. Skala Health Belief
Skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala nilai-nilai utama pekerjaan sosial yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Cara penilaian pada skala health belief pada masyarakat pedesaan
Skor Bentuk pernyataan
SS S TS STS
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
Butir-butir aitem skala health belief disusun berdasarkan dimensi health belief yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dengan blue print pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Blueprint skala health belief pada saat uji coba
Dimensi health belief Fav unfav jlh %
Perceived seriousness 10, 11, 18, 19, 11
1, 2, 27 8 28,57% Perceived threat
Perceived suscebtibility 20, 21, 7 22, 8, 26, 15, 16
Cues to action 5, 6, 9, 14 _ 4 14,29% Perceived benefit & barrier 4, 12, 23, 25 3, 13, 17,
24
8 28,57%
Jumlah 16 12 28 100%
III. E. 2. Skala Tahapan Treatment Delay
Skala tahapan treatment delay yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek health tahapan treatment delay yang dikemukakan oleh Sarafino (2006). Skala ini terdiri dari tiga bagian yaitu skala tahap pertama yaitu appraisal delay, skala tahapan kedua yaitu illness delay dan skala tahapan yang ketiga yaitu utilization delay.
Skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat Tidak Sesuai (STS). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1-4, bobot penilaian untuk pernyataan SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala nilai-nilai utama pekerjaan sosial yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3. Cara penilaian pada skala tahapan treatment delay pada masyarakat pedesaan
SS S TS STS
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
Butir-butir aitem skala tahapan treatment delay disusun berdasarkan dimensi tahapan treatment delay yang dikemukakan oleh Sarafino (2006) dengan blue print masing-masing tahap pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Blueprint skala tahap pertama (appraisal delay) pada masyarakat pedesaan
Merasa sakit jika simptom penyakit yang dialami membuat individu tidak dapat beraktivitas.
1, 12 13 3 20%
Tidak tahu bahwa simptom yang dialami adalah penyakit
6, 15 5, 8 4 26,66% Appraisal
delay
Tabel 5. Blueprint skala tahap kedua (illness delay) pada masyarakat pedesaan Nomor
Ciri-ciri
Fav Unfav
Jlh %
Penyakit yang dialami tidak membutuhkan penanganan dokter atau praktisi kesehatan
1, 10 9, 11 4 33,3%
Penyakit yang diderita dapat sembuh tanpa pertolongan praktisi kesehatan.
3, 8, 12 5 4 33,3% Illness
delay
Tidak yakin Praktisi
kesehatan dapat menyembuhkan penyakit
yang dialami.
4, 6, 7 2 4 33,3%
Jumlah 8 4 12 100%
Tabel 6. Blueprint tahapan ketiga (utilization delay) pada masyarakat pedesaan
Fav Unfav
Validitas dan reliabilitas alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian sangat menentukan keakuaratan dan keobjektifan hasil penelitian yang dilakukan. Suatu alat ukur yang tidak valid dan tidak reliabel akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes ini (Azwar, 2001)
Peneliti akan melakukan uji coba pada keempat skala terhadap sejumlah responden, dengan tujuan memperoleh alat ukur yang valid dan reliabel. Hadi (2000) mengemukakan beberapa tujuan dari try out preliminer adalah sebagai berikut :
2. Menghindari penggunaan kata-kata yang terlalu asing, terlalu akademik, ataupun kata-kata yang menimbulkan kecurigaan
3. Memperbaiki pernyataan-pernyataan yang biasa dilewati (dihindari) atau hanya menimbulkan jawaban-jawaban dangkal.
4. Menambah aitem yang sangat perlu ataupun meniadakan aitem yang ternyata tidak relevan dengan tujuan penelitian.
III. F. 1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan tujuan : pertama, seberapa jauh alat ukur skala tahapan treatment delay dan health belief dapat mengukur atau mengungkap dengan tepat pada masyarakat pedesaan. Kedua, seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 1997).
validitas yang digunakan adalah validitas isi atau content validity yaitu sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat pernyataan, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Didalam pelaksanaannya, content validity dilakukan dengan menggunakan profesional judgment yaitu pertimbangan dosen pembimbing.
Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Dengan kata lain, memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes secara keseluruhan (Azwar, 2001).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi pearson product moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisian korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks diskriminasi aitem (Azwar, 2001). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian yaitu skala tahapan treatment delay dan skala health belief model.
III. F. 3. Reliabilitas
Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal yaitu single triel administration dimana skala psikologi hanya diberikan satu kali pada kelompok individu sebagi subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 1997). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien alpha cronbach. Analisa data diperoleh melalui program spss version 15.0 for windows.
III. F. 4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Penyebaran skala untuk uji coba terhadap alat ukur penelitian yaitu dilaksanakan mulai tanggal 9 maret 2009 sebanyak masing-masing 100 skala untuk skala health belief, skala tahap satu, skala tahap dua dan skala tahap tiga. Skala yang berhasil kembali ada sebanyak 95 skala.
III.G.1 Skala Health Belief
Hasil uji coba skala Health belief menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0,5475, dengan nilai rxy aitem bergerak dari -0,3863 sampai 0,4433. Menurut???, untuk jumlah sampel 95 orang, maka aitem dianggap memiliki daya pembeda yang memuaskan dengan nilai korelasi minimal 0,165.
Jumlah aitem pada skala health belief yang diujicobakan adalah 28 aitem, dan dari aitem-aitem tersebut terdapat 16 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang tinggi dengan nilai rxy >0,165.
Tabel 7. Distribusi aitem-aitem skala health belief setelah uji coba
Fav Unfav
Perceived threat Perceived seriousness 18, 28 1 3 18,75% Perceived
Setelah melakukan pengguguran aitem maka koefisien alpha menjadi 0, 7630 dengan nilai rxy aitem bergerak dari 0, 2273 sampai 0,5029. Kemudian peneliti melakukan penomoran aitem yang baru. Pada tabel, aitem-aitem merupakan penomoran aitem yang baru yang akan digunakan untuk skala penelitian
Tabel 8. Distribusi aitem-aitem skala health belief yang digunakan pada penelitian Nomor
Aspek
Fav Unfav
Jlh %
Perceived threat Perceived seriousness 1, 10, 16 3 18,75%
Total 10 6 16 100%
III. G. 2. Skala Tahapan Treatment Delay
Uji coba juga dilakukan pada skala tahapan treatment delay. Skala tahapan treatment delay terdiri dari tiga bagian yaitu skala tahap satu, dua dan tiga. Masing-masing skala diuji coba. Skala tahap pertama yaitu appraisal delay menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0,6678, dengan nilai rxy aitem bergerak dari -0,1985 sampai 0,4856. Skala tahap dua yaitu illness delay memiliki reliabilitas alpha sebesar 0, 8365, dengan nilai rxy bergerak dari 0, 3403 sampai 0, 6505 dan skala tahap tiga yaitu utilization delay memiliki nilai reliabilitas alpha sebesar 0, 8049 dengan rxy 0, 2668 sampai 0, 5394. Menurut???, untuk jumlah sampel 95 orang, maka aitem dianggap memiliki daya pembeda yang memuaskan dengan nilai korelasi minimal 0,165.
Jumlah aitem pada skala tahapan treatment delay yang pertama yaitu appraisal delay yang diujicobakan adalah 15 aitem, dan dari aitem-aitem tersebut terdapat 11 aitem yang memiliki daya diskriminasi yang tinggi dengan nilai rxy ≥0,165. Skala tahap kedua (illness delay) yang diujicobakan yaitu 12 dan semua aitem tersebut memiliki rxy lebih besar dari 0, 165, begitu juga dengan skala tahap tiga
yang gugur, berbeda dengan skala tahap satu yang memiliki empat aitem yang gugur. Berikut distribusi skala tahap satu (appraisal delay) setelah dilakukan uji coba.
Tabel 9. Distribusi skala tahap satu (appraisal delay) setelah dilakukan uji coba
Nomor Jlh %
Ciri-ciri
Fav unfav Simptom penyakit yang dialami bukan
suatu masalah yang serius
3, 11 10 3 27,27%
Merasa sakit jika simptom penyakit yang dialami membuat individu tidak dapat beraktivitas.
12 1 9,01%
Tidak tahu bahwa simptom yang dialami adalah penyakit
6, 15 5, 8 4 36,36% Appraisal
delay
Butuh waktu yang lama untuk menyadari bahwa symptom yang dialami adalah suatu penyakit.
4, 7, 9
3 27,27%
Jumlah 7 3 11 100%
tabel, aitem-aitem merupakan penomoran aitem yang baru yang akan digunakan untuk skala penelitian
Tabel 10. Distribusi aitem skala tahap satu (appraisal delay) yang digunakan pada saat penelitian
Merasa sakit jika simptom penyakit yang dialami membuat individu tidak dapat beraktivitas.
5 1 9,01%
Tidak tahu bahwa simptom yang dialami adalah penyakit
4, 11 3, 6 4 36,36% Appraisal
delay
Butuh waktu yang lama untuk menyadari bahwa symptom yang dialami adalah
III. H. 1. Tahap Persiapan Penelitian
Dalam tahap persiapan, yang dilakukan peneliti adalah : 1. Penyusunan aitem Alat Ukur
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur berupa skala health belief yang disusun berdasarkan aspek health belief yang dikemukakan oleh Sarafino (2006).
2. Uji Coba Alat Ukur
Setelah alat ukur selesai disusun, maka selanjutnya yang dilakukan adalah mendiskusikan aitem untuk melihat validitasnya, dimana validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah content validity yang menggunakan professional judgment. Setelah itu dilakukan uji coba, uji coba ini dilakukan pada 100 orang mahasiswa yang berasal dari daerah pedesaan yang dilakukan pada tanggal 9 maret 2009. Dari 100 skala yang disebarkan yang kembali sebanyak 95 skala.
3. Penyusunan Alat Ukur Penelitian
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang diberikan kepada 100 orang mahasiswa, peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala penelitian dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS for windows 15.0 version. Aitem-aitem yang sahih kemudian disajikan dalam skala penelitian dan kemudian penelitian lebih lanjut dengan menghitung koefisien alpha.
Setelah diperoleh data dari skala Health belief dan tahapan treatment delay, maka dilaksanakan penelitian pada masyarakat yang berada di kecamatan pangururan.
III. H. 3. Tahap Pengolahan Data
Setelah diperoleh data dari alat ukur, tahap selanjutnya adalah pengolahan data dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS for windows 15.0 version. Semua data di hitung dengan menggunakan teknik koefisien kontingensi.
III. I. METODE ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisa statistik. Pertimbangan penggunaan analisa statistik dalam penelitian ini adalah karena statistik memiliki tiga ciri pokok:
1. Statistik bekerja dengan menggunakan angka-angka 2. Statistik bersifat objektif
3. Statistik bersifat universal, dalm arti dapat digunakan pada hampir semua bidang penelitian (Hadi, 2000)
BAB IV
ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian yang berkaitan dengan analisa data penelitian yang sesuai dengan pertanyaan penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini maupun analisa tambahan terhadap data yang ada.
IV. A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Subyek penelitian berjumlah 61 orang. Melalui skala yang disebarkan ke subjek, didapat gambaran subjek penelitian menurut usia, jenis kelamin, dan pekerjaan
IV. A. 1. Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 11. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Presentase
20-40 Tahun 32 52,45%
40-65 Tahun 27 44,26%
>65 tahun 2 3,29%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas dapat dilihat bahwa subjek terbanyak adalah subjek penelitian dengan usia berkisar antara 20-40 tahun tahun yaitu sebanyak 32 orang (52,45%), Sedangkan subjek penelitian dengan usia berkisar 40-65 tahun yaitu sebanyak 27 orang (44,26%), dan yang paling sedikit yaitu yang berada pada rentang usia yang lebih besar dari 65 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3,29%).
IV. A. 2. Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 12.Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi persentase
Pria 20 32.78%
Wanita 41 67,22%
Total 61 100%
IV. A. 3. Gambaran Subyek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 13.Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Petani 38 62.2%
Wiraswasta 7 11.4%
Ibu RT 6 9,8%
PNS 10 16,6%
Total 61 100%
Berdasarkan tabel dan diagram di atas dapat dilihat bahwa subjek terbanyak adalah subjek penelitian yang memiliki pekerjaan petani yaitu sebanyak 38 orang (62,2%). PNS sebanyak 10 orang (16,6%), wiraswasta 7 orang(11,4%), dan yang paling sedikit yaitu ibu RT dengan jumlah 6 orang (9,8%).
IV. B. HASIL PENELITIAN
linearitas yang berguna untuk mengetahui apakah data variabel health belief berkorelasi secara linear terhadap data varibel tahapan treatment delay.
IV. B. 1. HASIL UJI ASUMSI IV. B. 1. 1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran pada skala health belief menggunakan metode statistik one sample kolmogorov-smirnov test. Data dapat dikatakan terdistribusi normal jika memiliki nilai p > 0,05. Hasil uji normalitas diperoleh nilai p = 0,952, maka p > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyebarannya adalah normal. Pada data tahapan treatment delay tidak dilakukan uji normalitas, hal ini tidak dilakukan karena data yang diperoleh dari skala tahapan treatment delay yaitu skala nominal.
Tabel 14. one sample kolmogorov smirnov
Health belief
N
Kolmogorov-smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
61 0,517 0,952
IV. B. 2. Hasil Utama Penelitian IV. B. 2. 1. Uji Korelasi
yang dipilih untuk mencari korelasi antara health belief dengan tahapan treatment delay adalah uji contingency coefficient dengan bantuan spss for windows versi 15.0. Hasil perhitungan menyatakan bahwa korelasi r = 0,646 dengan nilai signifikansi 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara health belief dengan tahapan treatment delay pada masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan.
Tabel 14. hasil contingency coefficient
Symmetric Measures
IV. B. 3. Hasil Tambahan
IV. B. 3. 1. Kategorisasi Data Penelitian
Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada criteria kategorisasi. Azwar (2000) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusu normal. Kriterianya terbagi atas tiga kategori yaitu : tinggi, sedang, dan rendah.
Tabel 15. Kriteria kategorisasi data health belief.
Variabel kriteria jenjang kriteria (µ + 1,0 SD) ≤ X Tinggi
Health belief (µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ + 1,0 Sedang
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,511 ,000
SD)
X < (µ - 1,0 SD) Rendah
Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan data penelitian berdasarkan mean hipotetik dan mean empiric. Mean hipotetik untuk melihat posisi relative individu berdasarkan mean empirik untuk melihat posisi relatif individu berdasarkan norma idealnya skala, sedangkan mean empiric berguna utuk melihat posisi relative individu berdasarkan norma skor dari subyek penelitian. Deskripsi data penelitian health belief dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 16. Deskripsi data penelitian health belief
Variabel Skor empiric Skor hipotetik
Min Max Mean SD Min Max Mean Sd Health
belief 26,00 59,00 43,704 7,358 16 64 40 8
Tabel 17. Hasil Kategorisasi Skor Health belief berdasarkan skor hipotetik Variabel Rentang Skor Frekuensi Persentase
(%)
Kategorisasi
x < 32 5 orang 8,2 % Rendah 32 ≤ x < 48 36 orang 59,01 % Sedang Health
belief 48 ≤ x 20 orang 32,79 % Tinggi
Jumlah 61 orang 100 %
Tabel menunjukkan bahwa jumlah subjek yang memiliki Healt belief dalam kategori rendah sebanyak 5 orang (8,2%), kategori sedang sebanyak 36 orang (59,01%) dan kategoti tinggi sebanyak 20 orang (32,79%).
Dikaji berdasarkan skor empirik, maka skor Health belief pada masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan, dapat digolongkan sebagai berikut
Tabel 18. Hasil Kategorisasi Skor Health belief berdasarkan skor empirik Variabel Rentang Skor Frekuensi Persentase
(%)
Kategorisasi
x < 36,346 9 orang 14,75 % Rendah 36,346 ≤ x < 51,062 42 orang 68,85 % Sedang Health
belief 51,062 ≤ x 10 orang 16,4 % Tinggi
Tabel menunjukkan bahwa jumlah subjek yang memiliki Health belief dalam kategori rendah sebanyak 9 orang (14,75%), kategori sedang sebanyak 42 orang (68,85%) dan kategori tinggi sebanyak 10 orang (16,4%).
Berdasarkan pekerjaannya, pada penelitian ini membagi kelompok subjek penelitian dalam empat bagian yaitu: petani, wiraswasta, ibu rumah tangga dan PNS (pegawai negeri sipil). Berikut jumlah subjek yang memiliki health belief kategori tinggi, sedang dan rendah serta tahapan treatment delay ditinjau dari empat kelompok pekerjaan tersebut dan jenis kelamin.
mengalami treatment
delay
Berdasarkan tabel dapat kita lihat bahwa pada kelompok petani presentase health belief mulai dari tinggi, sedang dan rendah adalah 31,6 %, 55,26%, 13,15%. Dapat kita simpulkan bahwa sebahagian besar masyarakt pedesaan yang berada di kecamatan pangururan memilki health belief yang sedang, artinya masyarakat tersebut sudah menyadari akn resiko penyakit yang ia derita, namun mereka masih belum mau untuk pergi untuk melakukan pengobatan pada praktisi kesehatan. Pada kelompok wiraswasta, health belief tinggi sebanyak 28,6% dan sedang 72,4%, kondisi seperti ini menunjukakan fenomena yang sama dengan kelompok masyarakat petani, tetapi tak ada dari kelompok ini yang memiliki health belief yang rendah, yang berarti bahwa dari kelompok ini tak satupun yang menganggap remeh penyakitnya dan merasa bahwa pengobatan akan lebih membawa dampak positif dari pada tidak melakukan pengobatan. Pada kelompok ibu rumah tangga 16,7% tinggi dan 83,3% sedang, hal ini menunjukkan fenomena yang sama dengan kelompok wiraswasta, dan kelompok yang terakhir yaitu PNS 50% tergolong tinggi dan 50% sedang.
masyarakat petani tersebut masih belum mengetahui bahwa mereka sedang mengalami suatu penyakit, dimana kondisi seperti inilah yang sangat memicu individu untuk tidak segera pergi ke praktisi kesehatan untuk mencari pertolongan kesehatan. Pada kelompok wiraswasta, dari 7 individu 6 individu tergolong dalam kategori tahapn yang keempat yaitu tidak mengalami treatment delay, sama halnya dengan kelompok ibu rumah tangga dan PNS.
Dikaji berdasarkan jenis kelamin, pada kelompok wanita, 48% wanita tidak mengalami treatment delay. Pada kelompok pria, 45% tidak mengalami treatment delay. Berdasarkan health belief, sebahagian besar wanita berada pada kategori sedang yaitu 61% dan sama halnya dengan pria yaitu 60% berada pada kategori health belief sedang. Dari 20 pria, 6 atau 30% berada pada kategori tinggi, dan dari 41 wanita 13 atau 31,7% berada pada golongan health belief tinggi, berdasarkan persentase ini dapat kita simpulkan bahwa pada sampel penelitian ini wanita memiliki health belief yang sedikit lebih tinggi daripada pria. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada sampel penelitian ini wanita lebih responsive terhadap kondisi kesehatannya daripada pria.
V. DISKUSI
kurang, pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai kesehatan dan yang paling utama adalah perilaku yang tidak segera mencari pertolongan kesehatan pada praktisi kesehatan. Perilaku menunda inilah yang disebut treatment delay.
Penelitian ini telah membuktukan bahwa treatment delay berkorelasi positif dengan health belief seseorang (C=0,511). Hal ini berarti bahwa semakin seorang individu mempersepsikan bahwa ia terancam (perceived threat) oleh penyakit yang ia alami dan dampak positif dalam melakukan pengobatan lebih besar daripada dampak negatifnya (perceived benefit outweigh the perceived barrier) maka akan meningkat pula perilaku individu untuk mencari pengobatan dari praktisi lesehatan.
mempengaruhi perceived threat seseorang, dimana rasa sakit seringkali dibuat sebagai acuan terhadap parah tidaknya suatu penyakit (Sarafino, 2006), ketika individu tidak merasakan rasa sakit (pain) maka individu tersebut mengasumsikan bahwa penyakitnya tidak parah (perceived threat yang rendah) dan kondisi seperti ini juga akan membuat individu untuk tidak segera mencari pertolongan kepada praktisi kesehatan. Hal ini semakin diperkuat oleh penelitian Becker & Rosenstock, 1979 (dalam Sarafino, 2006) yang menyatakan bahwa faktor-faktor dalam health belief yaitu perceived threat dan perceived benefit & barrier dapat mempengaruhi seberapa cepat seorang individu untuk mencari pertolongan kesehatan kepada praktisi kesehatan.
BAB V Kesimpulan
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan, diskusi dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian ini yang akan dilanjutkan dengan diskusi mengenai hasil penelitian yang diperoleh. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian yang akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.
V. A. KESIMPULAN
Berikut ini peneliti akan memaparkan kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pengolahan dan analisa data.
1. Dari penelitian ini diperoleh bahwa sebanyak 8,2% masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan memiliki health belief yang tergolong rendah. Selanjutnya, yang memiliki health belief yang tergolong sedang ada sebanyak 59,01%, dan terakhir 32,79% memiliki health belief yang tergolong tinggi. berdasarkan data di atas maka secara umum pekerja sosial memiliki health belief yang tergolong sedang. Hal ini berarti bahwa masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan sudah memiliki kepedulian yang cukup terhadap kondisi kesehatannya. 2. Berdasarkan data korelasi antara health belief dengan tahapan treatment
V. B SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan tahapan treatment delay ditinjau dari health belief
V. B. 1. Saran Metodologis
V. B. 2. Saran Praktis
Saran dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu saran terhadap masyarakat pedesaan dan kepada praktisi kesehatan yang berada di kecamatan pangururan:
1. Masyarakat pedesaan yang berada di kecamatan pangururan agar tidak terlalu menyederhanakan kondisi kesehatannya. Karena akan berdampak terhadap keinginan mereka untuk pergi berobat ke praktisi kesehatan. 2. Para praktisi kesehatan khususnya yang berada di daerah kecamatan
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, s. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Azwar, s. (2000). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Azwar, s, (2001). Metodology research. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Cavanaugh, J.C. & Kail, R.V. (2000). Human Development: A Live Span view. Australia: Wadswoth.
Dimatteo, M, Robin. (1991). The psychology of health, illness, and medical care. USA: Wadsworth.
Furlong, Naney. (2000). Research method & statistics.Orlando. USA: Harcourt brace & company
Goodwinn, james. (2005). Research in Psychology Methods and design. USA: John Wiley and sons, Inc.
Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi research (jilid 1-4). Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Hagul, peter. (1992). Pembangunan desa dan lembaga swadaya masyarakat. Jakarta: Rajawali press.
Hines, William. (1990). Probabilita dan statistik dalam ilmu rekayasa dan manajemen. Yakarta: UI press.
Notoatmodjo, soekidjo. (1993). Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku kesehatan. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Siegel, Sidney. (1956). Nonparametric Statistics for the behavioral sciences.Newyork: McGRAW-HILL BOOK COMPANY
Unson, G. Christine. (2005). Osteoporosis medications used by older African-American women: effects of socioeconomic status and psychosocial factors.
http://infotrac-college.thomsonlearning.com/itw/infomark/674/235/11198196w16/pur. Tanggal akses 21 november 2008.
Sajogyo, pudjiwati. (1995). Sosiologi pedesaan (jilid1). Yogyakarta: Gajah Mada University press.
Sarafino, P, Edward. (2006). Health psychology (5th ed). USA: John wiley & sons.
Taylor, E. Shelley. (2003). Health Psychology (5th ed). USA: Mcgraw-hill companies.
Young, Felicity. (2002). Embarrassment: patients can feel embarrassed during consultations and this could even lead to adverse clinical outcome, for
instance if patients delay seeking treatment. Felicity Young offers some ideas
to help put patients at ease. http://infotrac-college.thomsonlearning.com/itw/infomark/674/235/11198196w16/pur. Tanggal akses 22 november 2008.
Lampiran
Lampiran 4. Hasil uji coba skala appraisal delay
Reliability Coefficients 16 items
Alpha = ,6778 Standardized item alpha = ,6932
-Alpha = ,7531 Standardized item alpha = ,7561
Lampiran 5. Hasil uji coba skala illness delay
Scale Scale Corrected
Reliability Coefficients 12 items
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P
Reliability Coefficients 12 items
VAR00010 74,0526 25,9227 -,1511 .
Reliability Coefficients 28 items
VAR00023 17,3579 4,6365 ,2986 ,2261
Reliability Coefficients 7 items
Covariances Mean Minimum Maximum Range
Reliability Coefficients 7 items
VAR00001 47,3158 24,3247 ,3193 ,2055
Reliability Coefficients 17 items
VAR00026 45,1053 21,6697 ,4060 ,4142 ,7465
Reliability Coefficients 16 items
Alpha = ,7630 Standardized item alpha = ,7660
Lampiran 8. Hasil uji korelasi dengan menggunakan koefisien kontingensi
Case Processing Summary
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,646 ,000
N of Valid Cases 61
a Not assuming the null hypothesis.
b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Case Processing Summary
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 21,239 1 ,000
N of Valid Cases 61
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,51.
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient ,511 ,000
N of Valid Cases 61
a Not assuming the null hypothesis.
b Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Lampiran 9. Uji normalitas pada skala health belief
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
VAR00001 VAR00002
N 61 61
Mean 2,7316 2,5902
Normal Parameters(a,b)
Std. Deviation ,4599 1,2829
Absolute ,066 ,241
Positive ,048 ,204
Most Extreme Differences
Negative -,066 -,241
Kolmogorov-Smirnov Z ,517 1,883
Asymp. Sig. (2-tailed) ,952 ,002
VAR00001
Lampiran 10. Skala health belief SS : Sangat sesuai
S : Sesuai TS : Tidak sesuai
STS : Sangat tidak sesuai
NO Pernyataan STS TS S SS
1 Saya tidak menganggap remeh penyakit yang saya alami.
STS TS S SS
2 Tidak ada yang lebih penting daripada hidup sehat. STS TS S SS 3 Nasihat dokter dapat memicu saya untuk menjaga
kesehatan saya
STS TS S SS
6 Apapum yang dikatakan orang lain tentang penyakit saya, hak itu tidak mempengaruhi saya untuk pergi berobat
STS TS S SS
7 Saya tidak akan terkena penyakit yang serius seperti orang lain.
STS TS S SS
8 Penyakit dapat menyerang siapa saja, kecuali saya. STS TS S SS 9 Pergi berobat ke puskesmas atau rumah sakit tidak
memberikan keuntungan bagi saya
STS TS S SS
10 Penyakit yang saya alami akan parah jika tidak diobati olah dokter
STS TS S SS
11 Saya rasa,saya mudah diserang suatu penyakit. STS TS S SS 12 Walaupun jarak rumah sakit jauh, saya tetap pergi
berobat kesana
STS TS S SS
13 Hidup sehat merupakan hal yang tidak terlalu mempengaruhi kebahagiaan hidup saya.
STS TS S SS
14 Biaya yang mahal tidak menghentikan saya untuk pergi berobat
STS TS S SS
15 Saya tidak mudah sakit STS TS S SS
16 penyakit yang saya alami dapat menimbulkan rasa sakit yang tak tertahankan jika tidak segera diobati
Lampiran 12. Skala tahap appraisal delay
No Pernyataan STS TS S SS
1 Penyakit yang saya alami saat ini, menurut saya adalah masalah yang serius
STS TS S SS
2 Saya mengabaikan penyakit saya STS TS S SS 3 Butuh watu berhari-hari, agar saya tahu bahwa saya
sedang sakit
STS TS S SS
4 Saya tahu bahwa setiap penyakit yang pernah saya alami perlu diperhatikan
STS TS S SS
5 Saya tidak tahu bahwa saya sedang sakit STS TS S SS 6 Saya baru menyadari bahwa saya sakit ketika
penyakit yang saya alami sudah parah.
STS TS S SS
7 Saya tahu bahwa rasa sakit seperti pusing-pusing adalah masalah yang perlu untuk diperhatikan
STS TS S SS
8 Saya membiarkan rasa sakit yang saya alami selama berhari-hari
STS TS S SS
9 Semua jenis penyakit, sangat perlu untuk diperhatikan
STS TS S SS
10 Menurut saya penyakit yang saya alami saat ini adalah hal yang biasa.
STS TS S SS
11 Saya baru menyadari bahwa saya sedang sakit ketika saya tidak dapat lagi melakukan aktifitas
STS TS S SS
12 Saya paham bahwa simptom yang saya alami bukan suatu penyakit
STS TS S SS
13 Saya paham bahwa simptom yang saya alami bukan suatu penyakit
Lampiran 13. Skala illness delay
NO Pernyataan STS TS S SS
1 Saya jarang memeriksakan penyakit yang saya alami ke puskesmas atau rumah sakit terdekat 2 Saya yakin bahwa penyakit yang saya alami
dapat disembuhkan oleh dokter.
3 Saya tidak perlu berobat ke puskesmas karena penyakit yang saya alami sekarang dapat sembuh dengan sendirinya.
4 Menurut saya tidak berguna jika pergi ke rumah sakit atau puskesmas untuk berobat. 5 Agar sehat, saya selalu pergi beerobat ke
puskesmas atau rumah sakit
6 Tidak perlu berobat ke puskesmas atau rumah sakit.
7 Dokter tidak mampu menyembuhkan penyakit yang saya alami.