• Tidak ada hasil yang ditemukan

b. Proses Pembentukan Undang-Undang dari Pemerintah

Undang Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Presiden mempunyai hak untuk mengajukan RUU kepada DPR. Adapun tata cara persiapannya dituangkan dalam Keppres No. 188 tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang.

Adapun tata cara mempersiapkan rancangan Undang-Undang adalah :

1) Prakarsa Penyusunan RUU

a) Menteri atau pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dapat mengambil prakarsa penyusunan RUU untuk mengatur masalah yang menyangkut bidang tugasnya.

b) Prakarsa tersebut wajib dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada Presiden dengan disertai penjelasan selengkapnya mengenai konsepsi pengaturan yang meliputi latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan; pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur; jangkauan dan arah pengaturan.

c) Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa tersebut wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu konsep tersebut kepada Menteri Kehakiman serta pimpinan Lembaga lain yang terkait dalam rangka pengharmonian, pembulatan, dan pemantapan.

d) Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai RUU yang akan disusun bersama Departemen Kehakiman dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan atau pihak ketiga yang mempunyai keahlian untuk itu. e) Selanjutnya, Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa

secara resmi mengajukan pennintaan persetujuan prakarsa penyusunan RUU kepada Presiden.

f) Persetujuan Presiden terhadap prakarsa tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Sekretaris Negara kepada Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan tembusan Menteri Kehakiman.

2) Panitia AntarDepartemen dan Lembaga.

a) Berdasarkan persetujuan prakarsa, Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa membentuk Panitia Antardepartemen dan Lembaga yang diketuai pejabat yang ditunjuknya. b) Kepala Biro Hukum atau kepala satuan kerja yang

menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai Sekretaris Panitia Antardepartemen.

c) Kegiatan Panitia Antardepartemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan yang bersifat prinsip, sedangkan kegiatan secara teknis dilaksanakan oleh Biro Hukum atau satuan kerja. Kemudian hasil perumusannya disampaikan kepada Panitia Antardepartemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati. d) Selanjutnya Ketua Panitia Antardepartemen secara berkala melaporkan perkembangan penyusunan RUU kepada Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan disertai penjelasan secukupnya.

3) Konsultasi RUU

a) Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan RUU yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman dan Menteri atau pimpinan Lembaga lainnya yang terkait untuk memperoleh pendapat dan pertimbangan terlebih dahulu.

b) Menteri Kehakiman membantu mengolah seluruh bersama-sama dengan pendapat dan pertimbangannya.

c) Apabila RUU tersebut telah memperoleh kesepakatan dan tidak mengandung permasalahan yang berkaitan dengan aspek idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, atau pertahanan keamanan, Menteri atau pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan RUU tersebut kepada Presiden, dan selanjutnya Menteri Sekretaris Negara mempersiapkan Amanat Presiden bagi penyampaiannya kepada pimpinan DPR.

Bagan 2.4 Tingkat Pembicaraan RUU dari Usulan pemerintah di DPR

Proses Penyampaian RUU dari Pemerintah kepada DPR, yaitu sebagai berikut :

• RUU beserta penjelasan/keterangan dan/atau naskah akademis yang berasal dari Pemerintah disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR dengan Surat Pengantar Presiden dengan

• menyebut juga Menteri yang mewakili Pemerintah dalam melakukan pembahasan RUU tersebut.

• dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh pimpinan DPR, ketua rapat

• memberitahukan kepada anggotanya tentang masuknya RUU tersebut, kemudian membagikannya kepada seluruh anggota.

• Pimpinan DPR menyampaikan RUU beserta penjelasan keterangan, dan/atau naskah akademis dari pengusul kepada media massa dan Kantor Berita Nasional untuk disiarkan kepada masyarakat.

• RUU yang berasal dari Pemerintah dapat ditarik kembali sebelum pembicaraan Tingkat berakhir.

PEMBICARAAN TINGKAT I Dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislatif, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus, bersama-sama pemerintah dengan cara :

1. tanggapan pemerintah terhadap

rancangan undang-undang yang berasal dari DPR;

2. jawaban pimpinan Komisi, pimpinan Badan Legislatif, pimpinan Panitia Anggaran, atau Pimpinan Panitia Khusus atas tanggapan pemerintah; 3. pembahasan RUU oleh DPR dan pemerintah dalam rapat kerja

berdasarkan Daftar Inventaris Masalah (DIM)

PEMBICARAAN TINGKAT II Dalam Rapat Paripurna

dengan cara :

a. Pengambilan keputusan, yang didahului oleh :

1) Laporan hasil pembicaraan Tingkat I 2) Pendapat akhir Fraksi yang kan oleh anggotanya. Apabila dipandang perlu, dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.

c) Proses Pembentukan Undang-undang dar DPD

Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan Rancangan Undang-undang ( RUU ) kepada DPR. RUU tersebut berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah pemberdayaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan per timbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang, yang dibicarakan ialah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang di-sampaikan oleh DPD digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

2. Proses Penyusunan Peraturan

Perundang-undangan di Tingkat Daerah

Rancangan Peraturan Daerah ( Raperda) dapat diusulkan oleh Kepala Daerah atau DPRD. Kepala daerah maupun anggota DPRD, mempunyai hak yang sama di dalam penyusunan peraturan daerah (Perda). Setelah Raperda diusulkan kepada DPRD kemudian, dibahas oleh DPRD dan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Apabila telah disetujui, maka Raperda tersebut akan ditetapkan oleh kepala daerah menjadi Peraturan Daerah.

Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, kepala daerah menetapkan Keputusan Kepala Daerah. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah, maka ketentuan tersebut mempunyai kekuatan hukum dan mengikat.

Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian, kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perda juga bisa memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (Lima puluh juta rupiah).