• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB TUJUH: Para Perekam

Dalam dokumen Budaya Bebas ( 5,6MB) (Halaman 130-136)

Jon Else adalah seorang pembuat film. Ia terkenal berkat film-film dokumenter buatannya dan karya-karyanya telah sukses tersebar di mana-dimana. Ia juga seorang guru. Bagi saya pribadi yang juga seorang guru, saya iri dengan kesetiaan dan penghormatan yang ia terima dari para muridnya. (Suatu ketika, tanpa sengaja saya bertemu dengan dua muridnya dalam sebuah acara makan malam. Mereka menganggap Else sebagai dewa.)

Kala itu Else sedang mengerjakan sebuah film dokumenter di mana saya turut serta terlibat di dalamnya. Ketika jeda syuting, ia bercerita pada saya tentang kebebasan dalam membuat film di Amerika saat ini.

Pada tahun 1990, Else mengerjakan sebuah film dokumenter tentang Ring Cycle karya Wagner. Fokus dari film ini ialah para kru panggung di gedung opera San Francisco. Kru panggung adalah elemen khusus yang lucu dan berwarna dalam sebuah opera. Ketika opera berlangsung, mereka biasa duduk-duduk di bawah panggung atau di ruang operator lampu. Orang-orang ini tampak kontras dengan seni yang tengah ditampilkan di panggung.

Suatu ketika, dalam sebuah pertunjukan, Else merekam beberapa kru panggung sedang bermain dam-daman. Di pojok ruangan terdapat satu televisi. Kala itu, ketika para kru panggung bermain dam

dan opera sedang memainkan Wagner, televisi sedang menyiarkan acara The Simpsons. Bagi Else, latar belakang tayangan kartun tersebut membantunya mendapatkan atmosfer khusus dari adegan tersebut.

Beberapa tahun kemudian, ketika ia akhirnya mendapat sponsor untuk menyelesaikan filmnya, Else berniat untuk mengurus ijin agar dapat menggunakan cuplikan dari The Simpsons yang beberapa detik itu di filmnya. Tentu saja, sekian detik tayangan tersebut berhak cipta, dan pastinya, anda memerlukan ijin dari pemegang hak cipta untuk bisa menggunakan materi yang berhak cipta tersebut, ini jika memang prinsip “fair use” (penggunaan wajar) atau hak istimewa lainnya tidak sedang diterapkan.

Else kemudian menghubungi pencipta Simpsons, kantor Matt Groening, untuk meminta ijin. Groening menyetujuinya. Cuplikan ini hanya berlangsung empat setengah detik dan ditayangkan di sebuah televisi kecil di pojok ruangan. Jelas ini tidak membahayakan sama sekali. Groening bahkan senang bahwa karyanya bisa ada di film tersebut. Namun ia tetap meminta Else untuk menghubungi terlebih dahulu perusahaan yang memproduksi program The Simpsons, Gracie Films.

Gracie Films ternyata juga tidak melihat ada masalah, namun seperti juga Groening, mereka ingin berhati-hati dalam hal ini. Maka kemudian mereka meminta Else untuk menghubungi Fox, perusahaan yang menaungi Gracie Films. Else lalu menelpon Fox dan memberitahu mereka tentang adegan filmnya yang memuat klip singkat yang ditayangkan sebuah TV di pojokan ruang. Else menjelaskan bahwa Matt Groening telah memberinya ijin dan ia hanya ingin mengonfirmasikannya dengan Fox.

Lalu, seperti yang dikatakan Else pada saya, “Ada dua hal yang terjadi. Pertama, kami baru tahu bahwa Matt Groening tidak memiliki karya ciptaannya sendiri atau paling tidak seseorang (di Fox) percaya bahwa Groening tidak berhak atas ciptaannya sendiri.” Dan yang kedua, “Fox meminta 10.000 dolar sebagai biaya lisensi karena kami menggunakan klip empat setengah detik dari tayangan The Simpsons…

Else merasa bahwa terjadi kesalahan di sini. Ia lalu mencari cara untuk dapat bertemu dengan sesorang yang ia kira seorang direktur utama untuk urusan lisensi, Rebecca Herrera. Else lalu menjelaskan padanya, “Pasti terjadi kesalahan di sini… Yang kami minta adalah harga yang anda kenakan untuk film edukasi.” Dan kemudian, Herrera menjawab bahwa ia memang telah memberinya harga untuk film edukasi. Beberapa hari kemudian, Else kembali menelpon lagi untuk meminta konfirmasi ulang.

“Saya hanya ingin memastikan bahwa semua ini benar,” ia lanjut bercerita pada saya. “Ya, ini semua memang sudah benar adanya,” kata Herrera kepada Else. Dibutuhkan 10.000 dolar untuk menggunakan sebuah klip pendek dari The Simpsons yang terekam di sudut pengambilan gambar film dokumenter tentang karya Wagner yang berjudul Ring Cycle. Dan yang mengherankan, kemudian Herrera berkata pada Else, “Dan jika anda mengutip perkataan saya, anda akan berurusan dengan pengacara saya.” Setelah itu, seorang asisten yang bekerja untuk Herrera berkata pada Else bahwa, “Mereka tidak peduli sama sekali. Yang mereka inginkan hanyalah uang.”

Else tidak mempunyai dana untuk membeli hak menayangkan apa yang kala itu diputar di televisi di belakang panggung Gedung Opera San Francisco. Dana untuk menayangkan realitas ini berada jauh dari jangkauan para pembuat film dokumenter. Pada saat-saat terakhir sebelum film itu akan diluncurkan, Else mengganti tayangan di TV tersebut secara digital dengan klip dari film lain yang pernah dibuatnya 10 tahun sebelumnya, The Day After Trinity.

Tidak diragukan lagi bahwa seseorang, entah itu Matt Groening atau Fox, memegang hak cipta dari The Simpsons. Hak cipta tersebut merupakan kepemilikan mereka. Untuk menggunakan hak cipta tersebut seseorang akan membutuhkan ijin dari pemilik hak ciptanya. Jika penggunaan hak cipta The Simpsons yang digunakan oleh Else dilindungi oleh hukum, maka ia perlu mendapat ijin dari pemegangnya sebelum ia dapat menggunakannya. Dan di dalam

pasar bebas, pemilik hak cipta adalah orang yang dapat mengatur harga untuk penggunaan suatu hak cipta. Berdasarkan hukum, sang pemilik mempunyai hak untuk mengontrol hak miliknya.

Sebagai contoh, “pertunjukan publik” The Simpsons adalah jenis penggunaan yang berhak dikontrol oleh pemilik hak ciptanya. Jika anda memilih beberapa episode kesukaan The Simpsons, menyewa sebuah bioskop dan menjual tiket kepada orang-orang untuk menonton “Episode The Simpsons Favorit Saya”, maka anda akan membutuhkan ijin dari pemilik hak ciptanya. Dan pemilik hak ciptanya (dalam perspektif saya) dapat mengenakan biaya berapa pun yang ia inginkan, entah 1 atau 1.000.000 dolar. Itu merupakan haknya, demikian aturan hukumnya.

Namun ketika para pengacara mendengar cerita tentang Jon Else dan Fox, yang mereka pikirkan pertama kali adalah “penggunaan wajar” (fair use).1 Else hanya menggunakan 4,5 detik dalam salah satu episode The Simpsons melalui pengambilan gambar yang tidak langsung, ini jelas adalah sebuah penggunaan wajar dari The Simpsons,- dan penggunaan wajar tidak membutuhkan ijin dari siapa pun.

Maka saya pun menanyakan Else mengapa ia tidak menggunakan argumen penggunaan wajar, dan inilah jawabannya,

Bencana The Simpsons ini adalah sebuah pelajaran berharga mengenai kesenjangan antara apa yang oleh para pengacara dianggap sebagai sebuah masalah abstrak yang tidak relevan, dan apa yang dalam praktiknya ternyata sangat relevan bagi kami yang mencoba membuat dan menyiarkan film dokumenter. Saya tidak pernah meragukan konsep penggunaan wajar ini dalam pengertiannya yang mutlak legal. Namun, saya tidak dapat berharap banyak pada konsep ini secara konkrit. Berikut alasannya:

1. Sebelum film kami dapat ditayangkan, stasiun jaringan meminta kami untuk membeli asuransi “Error and Omissions” (Kesalahan dan Penghapusan). Para penanggung asuransi mempersyaratkan daftar adegan yang detil, lengkap dengan

sumber dan status lisensi dari setiap gambar dalam film. Mereka cenderung menghindari “penggunaan wajar” dan klaim “penggunaan wajar” dapat menghentikan proses aplikasi ini. 2. Barangkali seharusnya saya tidak meminta ijin pada Matt Groening sama sekali. Tapi saya tahu (setidaknya dari gosip), bahwa Fox memiliki sejarah untuk selalu menyelidiki dan menghentikan penggunaan The Simpsons tanpa lisensi, sama seperti George Lucas yang dengan amat ketat melakukan litigasi untuk perlindungan pemakaian Star Wars. Maka saya memutuskan untuk bermain sesuai aturan, dengan anggapan bahwa kami tidak akan dikenakan biaya yang terlalu besar atau bahkan gratis untuk penggunaan klip The Simpsons selama 4 detik. Sebagai seorang produser dokumenter yang bekerja dengan dana terbatas, hal terakhir yang saya inginkan adalah berurusan dengan masalah legal, bahkan jika pelanggaran tersebut dilakukan atas karya saya, dan bahkan demi mempertahankan prinsip.

3. Faktanya saya telah bicara dengan salah satu rekan anda di Sekolah Hukum Stanford… yang mengonfirmasi bahwa itu adalah “penggunaan wajar.” Tapi ia juga mengonfirmasi bahwa Fox akan mengejar dan melitigasi setiap inci kehidupan anda, di luar hasil yang saya peroleh dari klaim saya. Ia menjelaskan bahwa semua ini akan berujung pada persoalan siapa yang paling punya bagian legal terkuat dan siapa yang berkantung paling tebal, saya atau mereka.

4. Pertanyaan tentang penggunaan wajar ini biasanya muncul di akhir proyek, ketika kami sedang berada di tenggat waktu dan sudah kehabisan uang.

Menurut teori, penggunaan wajar berarti anda tidak membutuhkan ijin. Dengan demikian teori ini pro pada budaya bebas dan memisahkan diri dari budaya ijin. Namun, dalam praktiknya, fungsi

penggunaan wajar menjadi sangat berbeda. Buramnya garis pembatas hukum, yang terkait dengan resiko yang amat besar jika garis ini terlanggar, membuat keefektifan dari penggunaan wajar di kalangan pencipta menjadi lemah. Hukum telah menyasar ke arah tujuan yang benar; namun dalam praktiknya tujuan tersebut seringkali dikalahkan. Praktik ini menunjukkan sejauh mana hukum telah jauh berubah dari akarnya di abad kedelapanbelas. Kala itu hukum lahir untuk melindungi keuntungan para penerbit dari kompetisi yang tidak adil yang dilakukan pembajak. Saat ini hukum tumbuh menjadi pedang yang mengintervensi ke dalam segala bentuk penggunaan, baik yang sifatnya transformatif maupun tidak.

Dalam dokumen Budaya Bebas ( 5,6MB) (Halaman 130-136)

Dokumen terkait