• Tidak ada hasil yang ditemukan

BABY FRIENDLY HOSPITAL

Dalam dokumen BAB I (Halaman 35-47)

E. CIRI ALAT PERMAINAN UNTUK ANAK DIBAWAH USIA 5 TAHUN 0 – 12 bulan

8. Memutar musik untuk bayi Anda

2.2 BABY FRIENDLY HOSPITAL

Rumah Sakit Sayang Bayi telah dicanangkan sejak tahun 1991 di Indonesia, dan konon lebih dari 400 Rumah Sakit Sayang Bayi tercatat di Departemen Kesehatan RI. Namun sayangnya kegiatan RS Sayang Bayi saat itu “terselenggara” karena termotivasi “lomba” yang diprakarsai oleh Pemerintah. Mengadakan lomba adalah salah satu strategi yang baik sebagai awal dalam memulai suatu hal yang baru, namun dibutuhkan satu kegiatan berkesinambungan agar kegiatan RS Sayang bayi dapat terselenggara sesuai dengan yang diharapkan.

Rumah Sakit Sayang Bayi adalah program yang sangat penting dan strategis, bahkan merupakan program yang tepat untuk mengintervensi secara bermakna suatu upaya penurunan angka kematian bayi (AKB) di Indonesia, bahkan diharapkan terjadinya pertambahan dari angka 400 RS Sayang Bayi.

Kegiatan RS Sayang Bayi adalah kegiatan yang mulia dalam memperjuangkan hak bayi untuk mendapat yang terbaik sejak awal kehidupannya yaitu mendapat air susu ibu.

Rumah Sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan individu, tempat kelahiran, dan merupakan tempat dimulainya suatu kehidupan. Berkaitan dengan hal tersebut maka tata laksana dan manajeman menyusui di RS ikut memegang peranan dalam keberhasilan sang ibu dalam menyusui anaknya. Dengan menyusui secara benar, berarti akan mencetak manusia yang sehat, tangguh dan superior di masa yang akan datang. Oleh karena itu keberadaan RS Sayang Bayi sangatlah penting sebagai infrastruktur dalam membentuk bangsa yang tangguh.

Sayangnya berdasarkan data yang ada di lapangan keberadaan RS Sayang Bayi seolah mati suri. Bila kita turun ke lapangan dan melihat keadaan saat ini, maka akan tampak kesan bahwa hanya tinggal beberapa RS saja yang masih bisa melakukan evaluasi terhadap berlakunya 10 langkah keberhasilan menyusui yang merupakan syarat sebuah RS disebut sebagai RS Sayang Bayi. Demi kepentingan masa depan anak bangsa yang lebih baik diharapkan Gerakan RS Sayang Bayi dapat dihidupkan kembali.

Mendapat air susu ibu (ASI) seperti diketahui adalah salah satu hak bayi yang pelaksanaannya masih tersendat di rumah sakit atau masyarakat dengan berbagai alasan, antara lain rooming in (rawat gabung) dianggap tidak efisien dalam mengelola perawatan ibu dan bayi, walaupun sesungguhnya ketidakefisienan yang dirasakan pihak manajemen rumah sakit adalah akibat dari

lemahnya edukasi yang seharusnya dilakukan jauh sebelum kelahiran (saat antenatal care).

Prosedur yang lebih sederhana tentang Gerakan RS Sayang Bayi perlu diterapkan di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan untuk ibu hamil sehingga beban administrasi yang selama ini menyulitkan mungkin bisa dihindarkan. Dalam topik ini akan dibahas lebih jauh tentang definisi, manfaat, dan cara mewujudkan RS Sayang Bayi di institusi kesehatan.

2.2.1 Pengertian Rumah Sakit Sayang Bayi

Sebuah rumah sakit disebut Rumah Sakit Sayang Bayi bila 75% bayi yang dilahirkan di rumah sakit tersebut hanya mendapat ASI dari sejak dilahirkan. Untuk mempermudah pelayanan ini, WHO mengenalkan 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, yang terdiri dari:

1. Mempunyai kebijakan tertulis yang secara rutin dikomunikasikan ke seluruh karyawan RS

2. Pelatihan staf RS agar trampil melaksanakan kebijaksanaan RS ini

3. Penjelasan manfaat dan penatalaksanaan menyusui pada ibu hamil

4. Membantu ibu menyusui segera setelah lahir

5. Mengajarkan ibu cara menyusui, dan menjaga agar terus menyusui, walau terpisah dari bayinya

6. Tidak memberi minum atau makanan lain selain ASI kecuali ada indikasi medis

7. Melakukan rawat gabung selama di rumah sakit

8. Mendukung ibu dapat memberi ASI sesuai kemauan bayi (ondemand)

9. Tidak memberi dot atau kempeng pada bayi yang menyusu

10. Membentuk kelompok pendukung ASI dan mendorong para ibu agar tetap berhubungan dengan kelompok tersebut.

Peran rumah sakit sangat menonjol dalam menentukan memulai kegiatan menyusui. Sembilan dari 10 langkah keberhasilan menyusui tersebut dilakukan di rumah sakit.

Pengamatan di lapangan terhadap sebagian besar rumah sakit swasta di kota besar menunjukkan hampir semua langkah tidak terselenggara dengan baik. Informasi mengenai pentingnya ASI di masyarakat saat ini sudah sangat melekat dan sangat dipahami, namun sayangnya banyak rumah sakit justru tidak memanfaatkan peluang pasar ini, malah sebaliknya pelayanan bimbingan menyusui terkesan sekedarnya. Meningkatnya permintaan masyarakat terhadap penatalaksanaan menyusui ini sudah waktunya diimbangi dengan bertambah baiknya pelayanan bimbingan menyusui terutama di rumah sakit atau institusi yang melayani ibu melahirkan.

Masyarakat saat ini memiliki gaya venostyle yaitu segalanya ingin instan atau yang praktis dan tidak membebani. Selain itu gaya ini berarti senang dengan hal yang indah sehingga penampilan keindahan menjadi indikator gaya hidup. Di sisi lain venostyle mempunyai ciri emosional mudah marah. Venostyle adalah pengaruh dari mendekatnya dunia kita ke planet venus, konon venus adalah planet wanita, artinya seluruh mahluk di dunia akan terpengaruh oleh sifat-sifat ini, yaitu senang dengan keindahan, instan dan emosional. Hal ini sangat berpengaruh jika dikaitkan dengan keharusan ibu menyusui anaknya.

Menyusui memang merupakan sesuatu yang alamiah, tetapi tidak begitu saja terjadi (tidak instan), berlawanan dengan fenomena venostyle. Sebaiknya menyusui harus tetap dipelajari jauh sebelum proses kelahiran terjadi dan hal ini tidak secara langsung mengkondisikan seorang ibu untuk dapat menyusui anaknya.

Banyak upaya sia-sia dilakukan oleh para tenaga kesehatan dalam membimbing menyusui, karena pemahaman tentang menyusui masih sangat rendah. Ibu belum mengetahui keunggulan ASI, bagaimana ASI diproduksi, dan bagaimana mereka bisa sukses dalam menyusui di kemudian hari.

Emosi dan perasaan ibu atau masyarakat tetap harus diperhitungkan. Edukasi pada ibu hamil sebaiknya diselenggarakan oleh rumah sakit dengan konsep edutainment, memberikan suatu pendidikan yang bisa menyenangkan yang dididik, tidak merasakan kejenuhan, bahkan intens dalam mendapatkan pendidikan tentang menyusui.

Rumah sakit khususnya yang memberikan pelayanan kelahiran, perlu dikemas dengan tampilan ruang nyaman dan homey (seperti di rumah), sebagai ilustrasi di ruang tunggu poliklinik di RS sebaiknya disediakan ruang menyusui yang nyaman untuk para ibu. Pelayanan seperti layaknya di sebuah hotel yang penuh dengan sentuhan keindahan dan keramahan merupakan strategi lain yang sebaiknya dikenalkan dalam sebuah Rumah Sakit Sayang Bayi. Cara terkomunikasi yang baik dan santun merupakan salah satu strategi kunci dalam dukungan proses edukasi menyusui pada ibu atau masyarakat.

2.2.3 Menciptakan kebutuhan menyusui untuk sebuah rumah sakit

Kebutuhan masyarakat terhadap menyusui terutama di kota besar sudah cukup tinggi. Peluang ini belum dimanfaatkan oleh rumah sakit, padahal peluang ini merupakan peluang yang sangat menjanjikan jika dikelola dengan benar. Oleh karenanya RS sebaiknya menghidupkan kembali program RS Sayang Bayi atau minimal menghidupkan suatu bentuk bimbingan menyusui kepada para pelanggannya. Jika peluang ini dimanfaatkan maka sesungguhnya RS tersebut telah turut andil didalam membentuk manusia tangguh di masa yang akan datang dengan human development index (HDI) yang tinggi. Pemilihan sebuah RS oleh masyarakat sebagai tempat melahirkan karena melakukan “program menyusui” tampaknya dapat memotivasi sebuah RS untuk menjadi RS Sayang Bayi.

Membuat satu sistem yang memudahkan para tenaga kesehatan yang melayani kelahiran dan perawatan bayi baru lahir tampaknya menjadi satu keharusan. Sosialisasi menyusui hendaknya terus dilakukan tidak hanya pada para

ibu yang dilayani tetapi juga pada “tenaga kesehatan” yang bekerja di Rumah Sakit atau institusi kesehatan.

2.2.4. Persiapan Menuju Rumah Sakit Sayang Bayi

Diskusi pentingnya menyusui dapat dimulai dari para pemegang keputusan di Sebuah rumah sakit yaitu komisaris dan direktur rumah sakit. Mereka sebaiknya disadarkan bahwa keberadaan mereka sungguh sangat berarti dalam memulai suatu pelayanan mulia yaitu mendukung bayi mendapatkan haknya.

Pintu hati komisaris dan direktur rumah sakit dibuka agar lebih mengetahui mengapa air susu ibu perlu untuk para bayi. Bagaimanapun juga pemikiran bisnis akan menjadi pertimbangan pihak pengelola RS. Banyak anggapan tenaga kesehatan bahwa menolong seorang ibu menyusui membutuhkan kesabaran sehingga membuang banyak waktu dalam melayani pelanggan. Di lain pihak, penilaian masyarakat terhadap sebuah rumah sakit sangat penting untuk sebuah bisnis kesehatan.

2.2.5. Kebijakan menyusui dalam sebuah Rumah Sakit Sayang Bayi

Pembuatan kebijakan menyusui dalam sebuah rumah sakit sebagai langkah pertama sesuai anjuran WHO memang diperlukan, namun bila sebuah rumah sakit belum mempunyai kebijakan ini, sosialisai menyusui tetap dapat dimulai.

Bila langkah pertama ini sudah ada, seyogyanya penerapan kebijakan menyusui secara rutin dikomunikasikan oleh manajemen RS kepada seluruh pegawainya. Kebijakan menyusui di sebuah rumah sakit sebaiknya juga diketahui

secara terbuka oleh setiap pasien dan pengunjung RS bahwa RS tersebut merupakan RS Sayang Bayi.

Pelaksanaan 9 langkah berikutnya dalam 10 langkah menyusui merupakan syarat mutlak sebuah RS dikatakan mempunyai kebijakan menyusui. Sehingga kebijaksanaan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh semua karyawan rumah sakit secara konsisten, bukan hanya menjadi pajangan di kamar bayi atau ibu saja. Selain itu pelaksanaan kebijaksanaan tersebut dapat berkesinambungan walau berganti pimpinan.

2.2.6. Pelatihan Manajemen Laktasi untuk Staf RS

Langkah kedua yaitu edukasi terhadap semua staf yang bekerja di sebuah rumah sakit tentang ASI masih sulit dilakukan. Tersendatnya edukasi pada seluruh staf rumah sakit ini akan berpengaruh terhadap langkah-langkah berikutnya. Bila pengelola RS telah menyetujui diberlakukannya program meyusui untuk karyawan yang bekerja dan ibu yang melahirkan, pelatihan terhadap semua lapisan pegawai akan menjadi lebih mudah dan tidak makan banyak energi.

Pelatihan mengenai manajeman laktasi, pelaksanaan di lapangan dan evaluasi sebaiknya terus menerus dilakukan secara periodik. Semua karyawan RS mendapat pelatihan ini, termasuk karyawan baru, minimal dalam 6 bulan setelah bekerja di RS tersebut sudah mendapat pelatihan atau orientasi mengenai kebijaksanaan RS dalam membantu ibu-ibu menyusui.

Para staf yang telah mendapatkan pelatihan manajemen laktasi diharapkan dapat memotivasi para ibu untuk menyusui. Para ibu yang mendapat dukungan

untuk menyusui dari tenaga kesehatan lebih tinggi kemungkinan untuk menyusui daripada ibu yang tidak mendapat dukungan. Gambar 1 menunjukkan data nasional di Amerika Serikat dengan sampel 2017 orang tua dengan anak berusia dibawah 3 tahun, dengan melakukan survey melalui telepon. Respons dari 1229 ibu dimasukkan dalam analisis. Pada mereka ditanyakan apakah dokter atau perawatnya menyuruh atau melarangnya untuk menyusui di rumah sakit. Ibu yang diberi semangat untuk menyusui hampir 2 kali lebih mungkin untuk memulai menyusui daripada yang tidak diberi semangat.

2.2.7. Pendidikan antenatal care untuk ibu hamil

Sosialisasi ASI di rumah sakit sebaiknya dimulai sejak kehamilan terjadi. Setidaknya ibu hamil mengikuti 2 kali kelas antenatal yang menjelaskan keuntungan ASI dan bagaimana cara sukses menyusui saat kelahiran terjadi. Mempersiapkan ibu hamil yang kelak akan menyusui mempengaruhi keberhasilan menyusui. Edukasi mengenai pentingnya air susu ibu harus didapatkan oleh setiap ibu hamil sebelum kelahiran terjadi.

Menyusui mudah dikatakan, tetapi dalam pelaksanaan sulit karena para ibu saat ini banyak bekerja untuk menopang keadaan sosial keluarga. Tuntutan ibu bekerja dan diberlakukannya cuti hamil yang hanya terbatas 2 bulan sesudah kelahiran tampaknya bisa menjadi kendala dalam proses menyusui. Tidak tersedianya ruang dan waktu menyusui juga merupakan kendala mengapa memberi ASI saat ini menjadi hal yang sulit dilakukan. Berbagai macam kendali akan teratasi bila ibu dipersiapkan jauh sebelum kelahiran terjadi. Mengajarkan

memerah dan menabung ASI merupakan strategi yang cukup dapat mengatasi kendala saat ibu bekerja.

Dalam studi kepustakaan telah sistematik terbukti bahwa pendidikan menyusui pada ibu hamil sebelum kelahiran meningkatkan keinginan ibu untuk menyusui dan mempengaruhi lamanya ibu menyusui bayi kelak. Data dari penelitian yang dilakukan di negara berkembang, 1 dari 3-5 perempuan yg mengikuti kelas antenatal akan menyusui sampai 3 bulan.

2.2.8. Inisiasi menyusu dini

Pada tahun 2007 World Alliance Breastfeeding Advocacy (WABA) dalam pekan ASI sedunia yang mengangkat tema tentang inisiasi menyusu dini telah berhasil menggugah masyarakat Indonesia untuk mulai mempopulerkan ASI. Yang terpenting dalam memulai kegiatan menyusui segera setelah proses kelahiran terjadi adalah penyelenggaraaan skin to skin contact antara bayi baru lahir dan ibunya.

Rumah sakit sebaiknya mengatur agar dapat melakukannya dengan baik dan aman untuk bayi dan ibu. Kehangatan ruangan, prosedur bayi baru lahir sebaiknya ditata agar kegiatan yang sederhana tapi sangat membantu memulai proses menyusui ini bisa dilakukan pada semua bayi baik yang dilahirkan secara spontan atau melalui operasi bedah Caesar. Semua tenaga kesehatan yang membantu kelahiran sebaiknya mengerti kondisi apa yang dibutuhkan dalam sebuah proses kelahiran yang akan diikuti oleh kegiatan inisiasi menyusu dini atau skin to skin contact.

Penelitian di Swedia terhadap 2 kelompok ibu yang mendapat kesempatan dilakukan kontak kulit-ke-kulit (skin to skin contact) dalam 1 jam setelah lahir berdampak terhadap lamanya proses menyusui di kemudian hari. Ibu yang tidak dilakukan kontak dini pada bayinya, menyusui lebih singkat dibandingkan ibu yang dilakukan kontak dini dengan bayinya. Bayi yang mendapat kontak dini persentase ASI eksklusif sampai dengan 3 bulan mencapai 58% dibanding 26% pada kontrol. IMD akan dibahas lebih mendalam dalam topik khusus mengenal hal ini.

2.2.9. Rawat Gabung Segera pada Bayi Baru Lahir

Melakukan rawat gabung segera pada bayi baru lahir sangat penting dalam memulai kegiatan menyusui. Pelayanan ini kelihatannya sederhana tapi sangat membantu ibu dan bayi untuk suskes melewati masa masa sulit di awal kelahiran. Ibu mengenal tanda tanda bayi ingin minum, dan segera memberinya pada bayi hingga bayi bisa menyusui kapan saja (on demand) Merombak atau menghilangkan ruang bayi di sebuah rumah sakit yang telah bertahun tahun ada, bukan pekerjaan yang sederhana. Beberapa kondisi yang harus dipersiapkan adalah menyiapkan para tenaga perawat dan menghilangkan pemikiran mereka bahwa rooming in membuat mereka menjadi lebih repot karena harus bolak-balik ke ruang ibu untuk berbagi macam alasan.

Perlu ditekankan pada tenaga kesehatan yang membantu ibu melahirkan, pentingnya edukasi sebelum kelahiran pada ibu hamil agar proses rawat gabung (rooming in) dapat terselenggara dengan baik. Ibu mengerti mengapa berada di satu ruangan dengan bayi merupakan hal yang penting dan sangat diperlukan

untuk sebuah proses menyusui. Mengganti popok atau memandikan bayi sebaiknya dilakukan di ruangan ibu. Bayi tidak perlu di dorong ke kamar bayi lagi untuk sekedar ganti popok. Dengan melakukan ini di ruangan ibu, orangtua juga dibimbing sejak di rumah sakit agar dapat segera mandiri dalam merawat bayinya.

Pelayanan ganti popok atau memandikan bayi bagi pengguna layanan istimewa (ruang kelas eksekutif), yang jumlahnya lebih banyak di rumah sakit swasta, dapat dilakukan oleh tenaga pembantu perawat, bila tenaga perawat kurang jumlahnya. Perawat akan merasakan bahwa pelayanan rawat gabung tidak akan membuat bobot kerja mereka berlebih dibandingkan sebelum dilakukan layanan rawat gabung. Perawat dengan cara yang santun mendukung dan terus membimbing ibu agar menyusui bayinya.

Sebuah penelitian prospektif di RS Sanglah dilakukan oleh Soetjiningsih pada tahun 1986 untuk melihat dampak status kesehatan bayi sebelum dan sesudah dilakukannya rawat gabung. Hasil penelitian terhadap 1862 bayi sebelum dilakukan rawat gabung yang terdiri dari bayi berat lahir rendah (BBLR) 241 bayi dan 1621 bayi cukup bulan) dan dibandingkan dengan 1965 bayi setelah dilakukan rawat gabung (terdiri dari 232 BBLR dan 1733 bayi cukup bulan) menunjukkan penurunan kasus yang cukup bermakna. Kejadian kasus otitis media purulenta (radang telinga), diare, sepsis dan meningitis lebih tinggi dibandingkan setelah dilakukan rawat gabung. Perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek sehingga sangat menguntungkan bisnis rumah sakit karena turn over pasien menjadi tinggi. Sehingga jelaslah bagi kita bahwa dengan rawat gabung dapat menurunkan angka kejadian kasus penyakit infeksi.

2.2.11 Perlunya klinik laktasi dan konselor laktasi di sebuah rumah sakit

Sebetulnya keuntungan ASI, dan bagaimana menolong menyusui telah diketahui oleh banyak tenaga kesehatan. Pelayanan menyusui pada ibu yang baru melahirkan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melihat posisi menyusui dan pelekatan mulut bayi yangbaik hingga proses menyusui dapat terselenggara seperti yang diharapkan. Agar dokter anak dapat melakukan pelayanan denganbaik, sebaiknya dokter anak dibantu oleh para konselor laktasi yang terdiri dari perawat atau tenaga kesehatan lain yang telahmendapat pelatihan sebagai konselor laktasi. Pertolongan menyusui yang dilakukan di jam-jam atau hari-hari pertama kelahiran sangat menentukan keberhasilan dan mantapnya menyusui selanjutnya. Di saat-saat inilah sebaiknya kita tidak mengabaikan dan selalu siap membantu ibu yang mengalami masalah dalam menyusui.

Penyelenggaraan klinik laktasi yang khusus membantu menolong ibu menyusui juga sangat penting keberadaannya di rumah sakit yang melayani kelahiran. Ibu dan bayi yang datang ke poliklinik karena masalah menyusui segera dilayani tenaga kesehatan yang bekerja di klinik laktasi. Bimbingan menyusui yang terus menerus terbukti meningkatkan ketrampilan dan memantapkan ibu dalam menyusui bayinya

Dalam dokumen BAB I (Halaman 35-47)

Dokumen terkait