• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

BMKG Alamat : Jl. Alternatif IPB-Situgede Email. klimat_bgr@yahoo.com

Kotak Pos 174 Bogor 16115 Web. http://klimatbogor.net

DATA ARAH ANGIN KETINGGIAN 10 m

Lokasi : Stasiun Kimatologi Darmaga Bogor Lintang : 6º31' LS 106º44' BT

Elevasi : 201 m

TGL JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES

1 W E S W NE NW E NW S W S N 2 W W N N N NW E N E SW W N 3 W S SW S N NW N N W NE N N 4 W S NW N N S N S NE NE W N 5 W W N E NW NW NE N N W W W 6 S NW N NW N S NW S C E S W 7 W W W N N N NE N W N NW W 8 W W N SE SE NW NW N N NW E W 9 W E NW NW S NW N E W W W N 10 W NW N NW W E NE N N W W N 11 W W N S S N N E NW NW N S 12 NW W N S NW E E NE N NW N W 13 W W N NW W N NE NE N N W W 14 W W NE W NW NE NW NE N S SW N 15 C W NW W E N N S N SW N W 16 NW W E SW W N N W W SE S W 17 W N S N N N NW N NW W W W 18 W W E S W N N N N S N N 19 W W E NW S N NW N N N N W 20 W W NE S NE N NE N S S W W 21 W NW NW N SE N NW W N S E W 22 W N E W NW N N NW N NE S W 23 W S E SW N N NW S N NE NW N 24 NW SW SE N S E N NE N NW N W 25 W SW N N SE N N E E N W W 26 NW NW W W S N E E SE W N S 27 SW W N W S NW NW S N S N W 28 W N E E N N N E N N N W 29 W N S N NE E W E S S W 30 NW S N N NE NE N N N W W 31 W S E NE N W W

Lampiran 2. Skema pengukuran parameter iklim mikro dan makro rumah tanaman.

Keterangan:

Termokopel wireless weather station

h h h h 1 p

ABSTRACT

AGUS GHAUTSUN NIAM Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD (Computational Fluid Dynamics). Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and HERRY SUHARDIYANTO.

The application of Computational Fluid Dynamics (CFD) in the agricultural engineering is commonly employed to solve environmental problems of greenhouses and agricultural production facilities. In this research, CFD was used to simulate temperature distribution and airflow pattern on a modified standard peak greenhouse. Climate data and the greenhouse properties (wind speed, solar radiation, relative humidity, environmental temperature, insect screen porosity, radiative surface of roof, etc.) were defined as inputs for the simulation. The effect of insect screens and exhaust fan application to airflow pattern and temperature distribution inside the greenhouse were also investigated and quantified. Results of this research showed that insect screens significantly reduced airflow and increased thermal gradients inside the greenhouse, but exhaust fan performance had less effects on airflow pattern and temperature distribution. Maximum air velocity inside the greenhouse observed near the openings sidewall ventilation and in the middle of greenhouse wind directions were different or the wind spinned (butterfly-like pattern) within the greenhouse. Natural ventilations performed more effectively than mechanical ventilations by using exhaust fans. The CFD model succeded to simulate temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The realibility test on temperature distribution showed that maximum error of 9.87 % which is smaller than 10 %, and the uniformity coefficient of 98.2 %.

Keywords: computational fluid dynamics, temperature, airflow, modified standard peak greenhouse, insect screen, exhaust fan, ventilation.

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya tanaman dalam lingkungan terkendali, dimana lingkungan pertumbuhan tanaman memungkinkan untuk direkayasa agar mendekati kondisi optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009). Penerapan rumah tanaman di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap produk pertanian yang aman dikonsumsi serta berkualitas sehat, juga siap sedia. Oleh karena itu, upaya pengontrolan tanaman dalam sistem budidaya rumah tanaman merupakan faktor penting untuk peningkatan produktifitas pertanian.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu tanaman secara fisik digolongkan ke dalam dua bagian (Tamrin et al. 2005), yaitu faktor lingkungan udara sekitar tanaman (bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan pada media tumbuh (bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu, kelembaban, cahaya, dan CO2, sedangkan faktor lingkungan di media tumbuh

meliputi keasaman (pH), suhu lingkungan perakaran, konduktivitas listrik, kadar air, nutrisi, dan evaporasi.

Salah satu metode yang umum digunakan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan (iklim makro) adalah dengan menggunakan teknologi rumah tanaman. Faktor lingkungan fisik bagi tanaman (iklim mikro) memungkinkan untuk direkayasa guna mendapatkan kondisi pertumbuhan yang lebih baik.

Perkembangan rumah tanaman daerah tropika melahirkan beberapa tipe rumah tanaman yang digunakan. Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Richardson (2007) dalam Romdhonah (2011) menyatakan bahwa tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Hal lain dilakukan oleh Suhardiyanto (2009), mengembangkan tipe standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable). Desain tipe ini telah mempertimbangkan optimalisasi fungsi dari

ventilasi alami rumah tanaman yang dipengaruhi oleh faktor efek bouyancy dan kecepatan angin.

Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman.

Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah di atas adalah dengan menggunakan blower atau exhaust fan. Penerapan sistem blower diharapkan mampu mengeluarkan udara panas dari dalam rumah tanaman dan udara lingkungan luar yang suhunya lebih rendah segera dapat mensuplai udara ke dalam rumah tanaman, sehingga proses pindah panas pada media udara terjadi lebih singkat. Hal ini tentu dapat dilihat dari pergerakan udara yang direpresentasikan oleh distribusi kecepatan udara di dalam rumah tanaman. selain itu, penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pendingin udara dan pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya.

Sarana untuk menganalisa sebaran suhu serta pola aliran udara yang cukup akurat adalah dengan pendekatan model komputasi dinamika fluida atau CFD (Computational Fluid Dynamics). Menurut Sun (2007), penggunaan CFD dapat memudahkan pemahaman fenomena fisik sistem aliran secara detil dan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan dan sebaran konsentrasi, suhu dan aliran. Maksum (2009) telah melakukan simulasi sebaran suhu di dalam rumah

tanaman tipe standard peak menggunakan CFD, dan diperoleh potongan kontur dan vektor yang dapat memvisualisasikan sebaran suhu dan pola aliran udara secara jelas. Hal yang sama dilakukan oleh Romdhonah (2011), dengan mensimulasikan parameter suhu dan kelembaban udara di rumah tanaman tipe

standard peak untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah. Namun, kedua penelitian tersebut tidak mengkombinasikan faktor kinerja dari ventilasi alami dan ventilasi mekanis yang dapat mempengaruhi iklim mikro di dalam rumah tanaman. Selain itu, karakteristik poros media pada kasa tidak dilakukan pengkajian mengenai korelasi debit udara terhadap kehilangan tekanan yang merupakan parameter penting dan sangat berpengaruh terhadap pola aliran udara dan sebaran suhu di dalam rumah tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk mengkombinasikan faktor ventilasi alami dan ventilasi mekanis serta kinerja dinding kasa yang dapat mempengaruhi parameter sebaran suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman, sehingga interaksi udara dengan struktur rumah tanaman pada iklim mikro dapat dipahami secara mendalam. 1.2 Perumusan Masalah

Pengendalian faktor fisik lingkungan seperti suhu udara, pola aliran udara, dan kelembaban pada zona pertumbuhan tanaman (top zone) di dalam rumah tanaman sangat penting dilakukan, mengingat konsumsi radiasi matahari bagi rumah tanaman di daerah yang beriklim tropis basah seperti Indonesia sangat mendominasi, sehingga greenhouse effect yang dirasakan oleh tanaman sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan tanaman yang dibudidayakan menjadi tertekan (stress). Oleh karena itu, penerapan teknologi evaporative cooling pada rumah tanaman merupakan kebutuhan bagi tanaman yang potensi untuk diterapkan. Salah satu penerapannya adalah dengan menggunakan exhaust fan sebagai pemerata distribusi suhu dan kelembaban udara di dalam rumah tanaman yang berbasis pada iklim makro. Namun, di sisi lain ada dampak biaya yang harus dikeluarkan ketika penerapan tersebut akan dilakukan. Efisiensi penerapan teknologi tersebut dapat dianalisa dengan pendekatan model sebaran parameter suhu dan pola aliran udara yang terjadi. Sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan atau simulasi tersebut adalah dengan pendekatan model simulasi CFD.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model perancangan rumah tanaman di daerah beriklim tropis. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak

sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis.

2. Menganalisis pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi.

3. Mengkaji efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan

dengan adanya gambaran kontur, animasi atau pun model aliran udara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman di Indonesia yang beriklim tropis basah. Selain itu, sebagai pertimbangan dalam pengendalian dan rekayasa iklim mikro rumah tanaman yang dipengaruhi oleh iklim makro.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persepsi rumah tanaman di daerah iklim tropis basah dengan asumsi tidak ada pengaruh radiasi permukaan atau pun pola aliran udara akibat adanya pohon dan bangunan lain di sekitar rumah tanaman. Sehingga geometri yang disimulasikan berasumsi geometri tunggal tanpa adanya geometri lain yang dapat mempengaruhi parameter fisik lingkungan rumah tanaman.

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah

Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988) untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman pada daerah tropis basah lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009).

Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah tanaman. Rekomendasi lain dinyatakan oleh Kumar et al.(2009), bahwa luasan ventilasi alami yang optimum pada rumah tanaman di daerah tropis yang berkasa 20-40 mesh adalah sebesar 15-30% dari luasan dinding kasanya.

2.2 Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak

Rumah tanaman bentuk modified standard peak merupakan modifikasi dari

span roof, dimana bentuk gable tidak lagi segitiga, melainkan dimodifikasi menjadi atap bersusun dua bagian dengan bukaan ventilasi diantara dua bubungan atap tersebut dan tertutupi screen (Suhardiyanto 2009). Bentuk atap dengan bukaan ventilasi seperti ini memungkinkan terjadinya ventilasi alamiah walaupun tidak ada angin yang bertiup. Aliran udara yang keluar melalui bukaan ventilasi dibagian bubungan terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan udara. Agar

perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini berarti bahwa tipe standard peak sangat cocok dengan tanaman yang tinggi seperti tomat, paprika, dan melon. Bentuk rumah tanaman tipe standard peak dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. 2.3 Faktor Lingkungan Fisik Tanaman

Faktor lingkungan fisik tanaman antara lain adalah cahaya, suhu udara, kelembaban relatif (RH) udara, kadar CO2 dalam udara, kecepatan angin, polutan

dan lingkungan akar. Cahaya yang paling penting bagi tanaman merupakan cahaya tampak yang mempunyai panjang gelombang 390 – 700 nm. Aspek penting dari cahaya adalah intensitas, durasi, dan distribusi spektral cahaya. Suhu udara di sekitar tanaman dipengaruhi oleh radiasi matahari, pindah panas konveksi, laju evaporasi, intensitas cahaya, kecepatan dan arah angin serta suhu lingkungan secara umum. Perubahan suhu udara akan berpengaruh pada proses fisiologi dalam tanaman. Secara praktik, bagi tanaman dalam greenhouse disarankan perbedaan suhu antara siang dan malam berkisar antara 5 – 10 °C. Aspek penting dalam pergerakan udara dalam budidaya tanaman adalah kecepatannya, bukan arahnya. Angin berpengaruh pada laju transpirasi, laju evaporasi, serta ketersediaan CO2 dalam udara. Menurut ASAE (American Society of Agricultural Engineering) kecepatan udara melewati tanaman sebaiknya tidak

lebih dari 1,0 ms-1 (Yuwono et al. 2008). Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman

Kecepatan Udara [ms-1]

Pengaruh

0.1 – 0.25 Memudahkan pengambilan CO2

0.5 Pengambilan CO2 oleh tanaman menurun

1.0 Menghalangi pengambilan CO2 atau pertumbuhan tanaman

Lebih dari 4.5 Kerusakan fisik tanaman

Sumber: (Yuwono et al., 2008)

2.4 Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman

Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dengan kondisi cuaca di lingkungan luar rumah tanaman akan menginisiasi untuk melakukan pengendalian terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Suhardiyanto et al. (2007) telah melakukan analisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman tipe standard peak dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).

Gambar 2 Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007).

Sumber panas pada rumah tanaman di daerah tropis didominasi oleh konsumsi radiasi. Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Interaksi material struktur rumah tanaman dengan sifat radiatifnya merubah radiasi gelombang pendek

tersebut menjadi gelombang panjang, sehingga berpengaruh terhadap kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman yang berakibat pada meningkatnya suhu udara.

Selain itu, fluida di sekitar penutup rumah tanaman yang bersifat radiatif akan menyerap panas akibat dari pantulan radiasi termal. Kemudian bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya. Hal ini disebut sebagai fenomena konveksi (Cengel dan Boles, 2003). Kemudian Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas.

Laju ventilasi alamiah dipengaruhi oleh karakteristik kasa (screenhouse) yang digunakan. Penggunaan screenhouse lebih ditujukan untuk menekan serangan hama serangga pada tanaman, sehingga sering disebut sebagai insect- screen. Namun hal ini berisiko pada penurunan laju ventilasi sehingga pertukaran udara menjadi berkurang dan dinamika udara yang ada di dalam rumah tanaman menjadi stagnan. Oleh karena itu, suhu udara di dalam akan meningkat.

Proses konduksi terjadi akibat adanya gradien suhu pada suatu medium sehingga menimbulkan perpindahan energi atau panas dari suhu tinggi ke suhu rendah (Holman, 1997). Menurut Kreith (1994) konduksi merupakan proses perpindahan panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung dan memiliki gradien suhu.

2.5 Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman

Sistem ventilasi dapat dikelompokkan berdasarkan tenaga penggerak udara yang bekerja, yaitu dibedakan menjadi ventilasi alami dan sistem ventilasi mekanis (Norton et al., 2007). Sistem ventilasi berfungsi sebagai sarana pengendali atau kontrol parameter fisik tanaman yang ada di dalam rumah tanaman, sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat dikondisikan dan direkayasa pada lingkungan yang optimum. Ventilasi mekanis bekerja dengan

tenaga elektrik berupa kipas (fan) atau blower untuk menggerakkan aliran udara melewati bangunan rumah tanaman. Sedangkan ventilasi alamiah hanya bekerja berdasarkan pergerakan mekanis fluida yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu dan perbedaan tekanan. Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama penerapan ventilasi alami, terutama di daerah tropis seperti Indonesia.

2.5.1 Ventilasi Alamiah

Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009), juga sering disebut sebagai pengendalian atau kontrol pasif, dengan kata lain tanpa adanya perlakuan mekanis. Menurut Norton et al. (2007), ventilasi alamiah terjadi akibat adanya dua faktor pemicu mekanisme pergerakan fluida. Faktor pemicu pertama disebabkan oleh panas apung (thermal buoyancy) yang sering disebut sebagai efek cerobong asap (stack effect), dimana perbedaan suhu yang terjadi pada fluida di dalam rumah tanaman berasal dari proses konveksi panas, fluks radiasi matahari dan metabolisme organisme yang ada di dalam rumah tanaman. Udara yang terpanaskan akan menurunkan massa jenisnya sehingga massa udara semakin ringan dan dengan pengaruh gravitasi dapat menyebabkan parsel udara yang semakin ringan cenderung bergerak ke atas atau mengapung. Faktor pemicu kedua, adanya angin yang menyebabkan perbedaan tekanan pada bagian dinding dan penutup bangunan rumah tanaman karena adanya tekanan yang hilang (pressure drop) sehingga memaksa udara yang ada di dalam rumah tanaman bergerak melalui celah bukaan ventilasi.

Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin dimana faktor termal masih dapat berperan dominan adalah sebesar 1 ms-1, sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 ms-1. Disamping itu, Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin lebih dari 1.8 ms-1efek termal

terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan.

Dalam hal desain ventilasi alamiah, Connellan, (2000);Kumar et al., (2009) mengemukakan bahwa luas bukaan ventilasi minimalnya 20% dari luas lantai rumah tanaman sehingga suhu di dalam rumah tanaman dapat mendekati suhu ambien di luar rumah tanaman. Hal serupa dilaporkan oleh Kamaruddin et al., (2000) bahwa luas bukaan ventilasi lebih dari 40% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan laju ventilasi alamiah yang cukup baik dan dapat menghindari peningkatan suhu yang ekstrim di dalam rumah tanaman beriklim tropis. Sementara itu, Campen (2004) telah mendesain rumah tanaman berbasis CFD untuk kondisi iklim di Indonesia dan melakukan simulasi penentuan luas bukaan ventilasi. Hasil simulasi dilaporkan bahwa luas bukaan ventilasi sebesar 40.4% dari luas permukaan konstruksi rumah tanaman cukup optimum untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia. Selanjutnya, Hermanto et al., (2006) telah melakukan optimasi luasan ventilasi alamiah yang dirancang pada bubungan rumah tanaman untuk produksi tomat di daerah iklim tropis basah. Hasil optimasi melaporkan bahwa luas ventilasi 60% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik sepanjang tahun.

2.5.2 Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis pada rumah tanaman di daerah iklim tropis basah umumnya menggunakan fan atau blower. Hal ini mengingat bahwa kedua alat tersebut hanya memicu pergerakan udara untuk melewati bangunan rumah tanaman yang bersifat terselubung (envelope), dimana udara dapat terperangkap didalamnya. Terperangkapnya udara di dalam rumah tanaman dapat menimbulkan panas yang berlebih di dalam bangunan rumah tanaman dibandingkan dengan udara di luar. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari dan gelombang panjang yang terperangkap di dalam rumah tanaman yang lebih dikenal dengan greenhouse effect. Dengan demikian,

kondisi lingkungan (iklim mikro) di dalam rumah tanaman menjadi ektrim bagi tanaman.

Fungsi utama dari fan dan blower yang berupa exhaust fan adalah menggerakkan udara yang terperangkap di dalam rumah tanaman keluar sehingga terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam dengan udara di luar. Adanya perbedaan tekanan dapat memicu pergerakan udara dari tekanan tinggi ke rendah, sehingga udara terdistribusi dengan sendirinya dan ruang rumah tanaman mendapat suplai udara dari luar. Berdasarkan hasil penelitian Norton et al.(2007) dilaporkan bahwa pengontrolan udara dengan menggunakan ventilasi mekanis dapat mengendalikan udara lebih presisi dibandingkan dengan ventilasi alamiah. Selain itu, pengendalian tidak tergantung pada kondisi iklim lingkungan (iklim makro), sehingga pengendalian dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan rancangan strategi pengontrolan iklim mikro.

2.6 Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse)

Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan

Dokumen terkait