• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.4. Bagi Hasil

2.2.4.1. Sistem Bagi Hasil Bank Syariah

Salah satu perbedaan prinsipil antara bank syariah dengan bank konvensional adalah pada tata cara atau ketentuan pemberian imbalan. Bank konvensional memberikan imbalan dalam bentuk bunga, sedangkan bank syariah memberikan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikina realisasi imbalan yang diterima nasabah akan berbeda-beda setiap bulannya, tergantung dari pendapatan hasil investasi yang dilakukan bank pada bulan bersangkutan. Sistem bagi hasil diperbolehkan dalam Islam sementara bunga tidak, karena dalam sisitem bagi hasil yang ditetapkan sebelumnya hanyalah rasio (nisbah) bukan tingkat keuntungan. (Algaud dan Lewis, 2001:64).

Secara syariah ada dua instrument bagi hasil dalam sistem bank syariah yaitu Mudharabah dan Musyarakah. Mudharabah adalah metode yang paling umum digunakan. Bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun pinjaman dana. Dengan penabung bank akan bertindak sebagai pengelola dana dan disisi lain dengan pinjaman dana bank akan bertindak sebagai pemilik dana.

Menurut Antonio (2001: 139) dalam perjalanan prinsip bagi hasil, ada beberapa faktor penting yang menetukan besar kecilnya persentase keuntungan yang akan dibagikan antara pihak bank dan penabung maupun dengan pinjaman dana. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Invesment Rate, merupakan persentase actual dana yang di investasikan dari total dana bank.

2. Jumlah dana yang tersedia untuk di investasikan.

3. Nisbah bagi hasil (profit Sharing Ratio)

Pada dasarnya menurut Muhammad (2002: 110) bank bagi hasil memberikan keuntungan pada deposan dengan pendekatan Loan To Deposit Ratio (LDR). Sedangkan bank konvensional dengan pendekatan biaya, artinya dalam mengakui pendapatan, bank syariah menimbang rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan serta pendapatan yang diberikan dari perpaduan dua hal tersebut. Sedangkan bank konvensional langsung menganggap semua bunga yang diberikan adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang akan dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut. Maka dalam hal ini bank syariah terdapat unsur ketidakpastian dalam memperoleh keuntungan, karena beberapa rupiah

pendapatan riil yang akan diperoleh nasabah sangat bergantung kepada pendapatan yang akan diperoleh bank.

Maka agar dapat tetap bersaing dengan bank konvensional, bank syariah memberikan special nisbah yang kira-kira indikasinya sama dengan special rate pada bank konvensional. Caranya dengan mengurangi porsi bank atau dengan kata lain menambah biaya bagi hasil dana pihak ketiga. Special nisbah yang diberikan hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Muhammad, 2002: 111)

1. Nisbah bagi hasil

2. Bobot

3. Pendapatan

4. Rata-rata saldo

Besarnya keuntungan yang diterima deposan berdasarkan proporsi/ rasio yang telah disepakati. Maka akan mengetahui besarnya keuntungan yag diperoleh dari tabungan Mudharabah, dihitung dengan rumus:

x Pendapatan bank x Rasio

(Harijanto, 1999: 74)

Dari rumus diatas dapat diketahui apabila rasio bagi hasil yang ditawarkan Bank Syariah semakin tinggi, maka tingkat keuntungan yang diperoleh nasabah semakin besar. Hal ini mempengruhi minat nasabah untuk menabung di Bank Syariah.

Tabel 2: Perbedaan bunga dan bagi hasil

Bunga Bagi Hasil

1. penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

2. persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijelaskan oleh pihak nasabah untung atau rugi

4. pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “Boming”

5. Exitensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk Islam.

1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada keuntungan atau rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber : (Antonio, 2001, Bank Syariah dari teori ke praktek, Gema Insani Press, hal 61)

2.2.4.2. Hubungan Nisbah Bagi Hasil Dengan Penghimpunan Dana

Bagi hasil memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan antara pihak Bank dan Nasabah bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Dengan kesepakatan tersebut nasabah akan lebih terasa nyaman untuk menabung. Selain itu didukung dengan berbagai keuntungan bagi hasil yang antara lain, Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan, bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat dan lain-lain.

Bagi hasil merupakan pola kerjasama ekonomi yang menjadi unggulan bank syariah. Karena itu tidak mengherankan jika banyak masyarakat yang mengidentifikasikan bank syariah sebagai “bank bagi hasil”. Bagi hasil dianggap lebih mampu menjamin keadilan anatr pelakunya, dimana keadilan tersebut merupakan hakekat perekonomian Islam.

Bagi hasil ditawarkan baik pada produk-produk penyaluran dana maupun penghimpunan dana. Dalam penyaluran dana, selain bagi hasil juga diterapkan prinsip jual beli dan sewa. Jika pada jual beli dan sewa perolehan bank ditetapakan di depan, maka pada bagi hasil tingkat pendapatan bank ditentukan besarnya keuntungan usaha dan nisbah bagi hasil. Kelompok produk yang menerapkan prinsip bagi hasil yang sudah dikenal luas adalah Musyarakah dan Mudharabah. Keduanya dibedakan berdasarkan sumber dan keterlibatan pemilik dana dalam pengelolaan usaha. Dalam Musyarakah kedua belah pihak memadukan seluruh sumberdaya, baik materi dan non materil, yaitu dana tunai, barang perdagangan, kewirauahaan, skill, dan peralatan. Pemilik modal berhak ikut serta menetukan kebijakan pengelola usaha. Sementara dalam Mudharabah sumber modal hanya dari pemilik modal (shahibul maal). Ia tidak terlibat dalam manajemen, karena telah mempercayakan sepenuhnya kepada pengelola (mudharib). Mudharabah juga dikenal dalam penghimpunan dana, dimana penabung sebagai pemilik modal dan bank sebagai pengelolanya. (Antonio: 2010)

Sistem perekonomian Islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan pada awal terjadinya kontrak kerjasama (akad), yang ditentukan adalah porsi masing-masing pihak, misalkan 20:80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib). Bagi hasil

adalah bentuk return (perolehan kembalianya) dari kontrak investasi, dari waktu kewaktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan syariah. (ibid, 191)

Dokumen terkait