BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
B. Saran
4. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai untuk menambah informasi, pengembangan ilmu dan referensi perpustakaan, sehingga dapat dijadikan bahan bacaan mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah persalinan untuk melahirkan janin dengan
berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan diperut dengan menyayat di dinding rahim (Kasdu, 2003, hal. 8). Sedangkan menurut
William, (2010), Sectio caesareaadalah suatu pembedahan guna
melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus.
2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea
Menurut Rasjidi, (2009), ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal dengan:
a. Sayatan melintang
Dalam istilah kedokteran lebih dikenal dengan sayatan sesarea pfannenstiel yaitu sayatan pembedahan dilakukan di bagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysis) diatas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm.
b. Sayatan vertikal (sectio caesarea klasik)
Suatu insisi vertikal pada korpus uteri diatas segmen bawah uterus dan mencapai fundus uteri, tetapi insisi ini sudah jarang digunakan.
3. Indikasi Sectio Caesarea
Menurut para ahli kandungan sectio caesarea dilakukan apabila
kelahiran melalui vagina mungkin membawa resiko pada ibu dan janin. Adapun indikasi dari sectio caesarea menurut Rasjidi, (2009), yakni:
a. Indikasi Mutlak yang meliputi indikasi ibu seperti panggul sempit
absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya stimulus, tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi, stenosis serviks atau vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, dan ruptur uteri membakat. Sedangkan indikasi janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terhambat, dan mencegah hipoksia janin, misalkan karena preeklamsia.
b. Indikasi Relatif yang mencakup tentang riwayat sectio caesarea
sebelumnya, presentasi bokong, distosia, fetal distres, preeklamsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes, ibu dengan HIV positif sebelum inpartu, dan gemeli.
c. Indikasi Sosial yang meliputi wanita yang takut melahirkan
berdasarkan pengalaman sebelumnya, wanita yang ingin sectio
caesarea elektif karena takut bayinya mengalami cedera atau
asfiksia selama persalinan atau mengurangi resiko kerusakan dasar panggul, dan wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah melahirkan.
4. Kontra Indikasi
Adapun kontra indikasi dari sectio caesarea yaitu: a. Bekas insisi vertikal tipe apapun
b. Insisi yang tipenya tidak diketahui c. Pernah sectio casarea lebih dari satu kali
d. Saran untuk tidak melakukan trial of labor dari dokter bedah yang
melaksanakan pembedahan pertama e. Panggu l sempit
f. Presentasi abnormal, seperti presentasi dahi, bokong atau letak lintang
g. Indikasi medis untuk segera mengakhiri kehamilan, termasuk
diabetes, toxemia gravidarum dan plasenta previa.
5. Manfaat Sectio Caesar
Alasan kuat untuk melakukan bedah sesar adalah mencegah mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi. WHO (1985) menyakini bahwa angka bedah sesar sekitar 10-15% mencerminkan intervensi yang tepat.
a. Bedah sesar mungkin merupakan satu-satunya cara untuk melahirkan
bayi pada kasus obstruksi persalinan. Kemungkinan lainnya adalah kematian janin, dan pada akhirnya kematian ibu.
b. Jumlah kasus serebral palsi mungkin menurun
c. Bedah sesar dapat mengurangi sebagian kasus prolaps uterovagina
dan inkontinensia urine (tapi tidak seluruhnya)
d. Dapat mencegah nyeri perineum
e. Bedah sesar mungkin dapat mengurangi ketakutan ibu saat proses
f. Sekelompok kecil ibu yang mengalami masalah panggul dapat merasakan manfaat dari tindakan bedah sesar, tapi kebanyakan dari mereka dapat dibantu untuk melahirkan secara normal
g. Sesuai keinginan, orang tua tahu tanggal kelahiran bayi mereka
h. Dianggap sebagai upaya perlindungan bagi dokter dari litigasi
6. Resiko Sectio caesarea
Bedah sesar menghadirkan sejumlah resiko bagi ibu dan bayi, terutama pada kala dua persalinan. Dibandingkan dengan pelahiran vagina, bedah sesar lebih mungkin menyebabkan hal berikut:
a. Nyeri abdomen
b. Cedera kandung kemih dan ureter, histerektomi, tapi tidak ada
perbedaan cedera pada saluran kelamin
c. Peningkatan lama rawat di rumah sakit, perawatan ulang di rumah
sakit, dan kembali menjalani operasi
d. Implikasi untuk kehamilan selanjutnya adalah plasenta previa, ruptur
uterus, dan lahir mati antepartum
e. Penyakit tromboflebitis, perawatan di unit terapi intensif
f. Kematian ibu
g. Morbiditas neonatus: bayi mungkin akan mengalami pernafasan yang
buruk, terutama setelah tindakan bedah sesar elektif, dan kadar gula darah yang rendah serta pengaturan suhu tubuh yang buruk
h. Beredar spekulasi bahwa bedah sesar elektif itu sendiri
mengakibatkan penurunan hormon maternal yang dapat memengaruhi mood postnatal, harga diri, dan pemberian ASI
i. Biaya bedah sesar mencapai dua kali biaya pelahiran instrumental dan 2-3 kali lebih tinggi dari biaya pelahiran per vagina.
7. Prosedur Tindakan Sectio Caesarea
a. Izin Keluarga
Pihak rumah sakit memberikan surat yang harus ditanda tangani oleh keluarga, yang isinya izin pelaksanan operasi.
b. Pembiusan
Pembiusan dilakukan dengan bius epidural atau spinal. Dengan cara ini ibu akan tetap sadar tetapi ibu tidak dapat melihat proses operasi karena terhalang tirai.
c. Disterilkan
Bagian perut yang akan dibedah, disterilkan sehingga diharapkan tidak ada bakteri yang masuk selama operasi.
d. Pemasangan Alat
Alat-alat pendukung seperti infus dan kateter dipasangkan. Peralatan yang dipasang disesuaikan dengan kondisi ibu.
e. Pembedahan
Setelah semua siap, dokter akan melakukan sayatan demi sayatan sampai mencapai rahim dan kemudian selaput ketuban dipecahkan. Selanjutnya dokter akan mengangkat bayi berdasarkan letaknya.
f. Mengambil Plasenta
g. Menjahit
Langkah terakhir adalah menjahit sayatan selapis demi selapis sehingga tertutup semua. (Juditha, dkk, 2009, hal. 90-91)
B. KonsepKecemasan
1. Defenisi
Menurut Sundari (2005, hal. 51), Kecemasan merupakan sutau keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan. Dan menurut Suliswati (2005, hal. 108), Kecemasan merupakan respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Sedangkan menurut Riyadi dan Purwanto (2009), Kecemasan atau ansietas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis.
2. Teori Kecemasan
Teori psikoanalitik menurut Freud, kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terhadap ketidak mampuan mencapai energi yang tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan individu untuk menanganinya (Nasir, Muhith, 2011).
Dalam teori menurut (Spielberger, 1972). Kecemasan adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan terhadap bahaya nyata atau imaginer yang disertai dengan perubahan pada sistem saraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai tekanan, ketakutan, dan kegelisahan, adapun teori dari ( Spielberger, 1972). Membagi atas dua teori yaitu :
a. State anxiety adalah kondisi emosional yang sementara atau sesaat pada individu yang bersifat subyektif, karena adanya ketegangan dan kekhawatiran serta menghasilkan aktifitas system saraf otonom. State anxiety memiliki variasi intensitas dan derajat yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi individu.
b. Trait anxiety lebih mengarahkan pada kestabilan perbedaan
personality dalam kecenderungan untuk merasa cemas. Trait
anxiety tidak langsung terlihat pada tingkah laku individu, tetapi dapat di lihat dari frekuensi state anxiety individu.
3. Mekanisme Munculnya Trait Anxiety dan State Anxiety
Menurut ( Spielberger, 1972). Mengajukan hubungan antara (State
anxiety) kecemasan sesaat dan (Trait anxiety) kecemasan dasar sebagai berikut :
a. Kecemasan sesaat muncul ketika individu merasa berada dalam
situasi yang mengancam.
b. Intensitas dari kecemasan adalah sebanding dengan besarnya
ancaman yang dirasakan individu.
c. Lamanya reaksi kecemasan sesaat ini akan tergantung pada
situasi yang dihadapinya (kecemasn sesaat akan berlangsung lama jika individu merasa terus menerus).
d. Individu dengan kecemasan dasar yang tinggi akan
mempersepsikan situasi, khususnya situasi yang mengandung
unsure kegagalan atau ancaman terhadap self-efficacy sebagai
sesuatu hal yang lebih mengancam daripada individu dengan kecemasan dasar yang lebih rendah.
e. Peningkatan kecemasan sesaat mempunyai stimulus dan
penggerak (drive), yang mungkin dapat terlihat langsung melalui perilaku atau yang akan menggerakkan pertahanan psikologisnya, yang pada masa lalu pernah berhasil mengurangi kecemasannya, atau yang di pandang efektif untuk merendahkan kecemasan sesaat ini.
f. Situasi-situasi menekan yang dihadapi dapat menyebabkan
individu mengembangkan response atau membentuk defence
mechanism untuk mengurangi kecemasan tersebut.
4. Faktor Predisposisi Cemas
Berbagai teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab kecemasan atau ansietas, yakni:
a. Menurut teori psikoanalitik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud,
kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara id dan superego, yang berfungsi memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
b. Menurut pandangan Interpersonal yang dikemukakan oleh Sullivan, kecemasan timbul dari perasaan takut dari tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
c. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil frustasi
dari segala sesuatu yang menganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Kajian keluarga menunjukan bahwa ganguan kecemasan merupakan
hal yang biasanya terjadi dalam suatu keluarga.
e. Kajian biologis menunjukkan bahwa kesehatan umum seseorang
mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor (Riyadi dan Purwanto, 2009, hal. 45-47).
5. Gejala Klinis Cemas
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain yaitu cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya (Hawari, 2001, hal. 66-67).
6. Tingkat Kecemasan
Tingkatan kecemasan menurut Stuart (2006) dibagi menjadi empat, yakni:
a. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari; kecemasan pada tingkat ini menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan presepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
b. Kecemasan Sedang
Ini memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih banyak jika diberi arahan.
c. Kecemasan Berat
Individu cenderung untuk berfokus pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat berfokus pada suatu area lain.
d. Tingkat Panik
Kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan
7. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan Pada Suami
a. Kecemasan karena Indikasi Persalinan
Suami yang menunggu persalinan istrinya dihadapkan pada situasi yang tidak menentu, artinya suami tidak tahu secara pasti kondisi saat-saat menjelang persalinan. Kondisi inilah yang memunculkan kecemasan pada suami. Beberapa hal yang dicemaskan dan ketidaksiapan suami dalam menunggu proses persalinan sang istri karena adanya ketakutan seperti apakah akan memperoleh pertolongan dan perawatan semestinya, apakah bayinya cacat, ataukah bayinya akan meninggal. Selain suami mencemaskan kondisi istrinya, masalah lain yang ikut dicemaskan oleh suami diantaranya masalah rumah tangga, keadaan sosial ekonomi.
b. Kecemasan akan Tanggung Jawab Finansial
May (1982) menemukan bahwa kesiapan calon ayah menyambut persalinan dicerminkan dalam tiga aspek : 1). Keuangan yang relatif cukup, 2). Hubungan yang stabil dengan pasangan, 3). Kepuasan dalam hubungan tanpa anak. Banyak pria menyatakan kekhawatiran akan ekonomi keluarga yang tidak aman. Para calon ayah merasa khawatir akan perannya sebagai orang tuadan efeknya pada kehidupannya. Kekhawatiran yang paling umum adalah, Apakah ia akan menjadi ayah yang baik? Apakah hubungan dengan istri akan berubah? Bagaimana ia dan istri akan membagi pekerjaan pengasuhan anak? Bagaimana ia bisa melanjutkan jadwal kerja sekaligus menjadi ayah yang baik? serta Mampukah ia membiayai keluarga yang lebih besar? Terutama di masa sekarang, ketika biaya perawatan anak
semakin meninggi, banyak calon ayah yang susah tidur memikirkan pertanyaan ini. Penyesuaian dalam keuangan harus dilakukan untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran karena kehadiran seorang anggota keluarga baru.
c. Ketakutan Menjadi Calon Ayah pada Anak Pertama
Setiap calon ayah mempunyai sikap yang mempengaruhi perilakunya terhadap suatu kehamilan. Dengan sikap tersebut, ia menyesuaikan diri terhadap kehamilan dan peran sebagai orang tua. Ingatkan calon ayah bagaimana ia dulu dirawat ayahnya, pengalaman merawat anak, dan persepsinya terhadap peran pria dan ayah dalam kelompok budaya dan sosialnya akan mengarahkan pilihannya dalam menetapkan tugas dan tanggung jawab yang akan ia pikul.
Sebagian pria akan sangat termotivasi untuk mengasuh dan mengasihi seorang anak. Mereka mungkin bersemangat dan senang menyongsong peran ayah. Pria yang mempunyai rasa percaya diri, pengaturan diri, pengaturan keuangan, dan kondisi kerja yang baik tampaknya lebih mudah terlibat dalam peran sebagai seorang ayah dalam rencana hidupnya.
Pria dalam penelitian dinyatakan bahwa pria dikenal sebagai penolong atau pencari nafkah keluarga, tetapi mereka merasa asing akan pengalaman kehamilan. Mereka merasa tidak memiliki contoh untuk berperan sebagai ayah baru.
Empat jenis dukungan yang diperlukan untuk mempersiapkan diri menjadi ayah : a). Dukungan emosi. Sumber utama dukungan pria adalah pasangannya. Dukungan ini harus dimodifikasi, sehingga
memungkinkan untuk mengasuh bayi dan memberi asuhan tambahan terhadap kebutuhan istrinya. Oleh karena itu, para ayah perlu mencari dukungan dari keluarga dan teman-teman. b). Dukungan instrumental. Ayah perlu mengetahui bahwa ia dapat bergantung kepada keluarga atau teman, jika memerlukan bantuan. c). Dukungan informasi. Ayah perlu mengetahui siapa saja yang dapat memberi nasehat tentang cara menyelesaikan persoalan yang tiba-tiba muncul. d). Dukungan penilaian. Ayah perlu menemukan orang lain yang dapat memberi kriteria yang dapat ia gunakan untuk mengukur keterampilannya.
d. Pengalaman Pesalianan Istri Sebelumnya
Pengalaman suami menunggu persalinan istri sebelumnya dapat mengurangi kecemasan karena memiliki pengalaman untuk melakukan tindakan yang akan dilakukan. Pengalaman yang buruk atau traumatik pada persalinan pertama atau sebelumya akan meningkatkan kecemasan suami dengan mengingat kembali proses yang dialaminya karena mengingat keadaan yang sama sebagai ancaman bagi kehidupannya (Murkoff, 2006).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Konsep Penelitian
Tahap yang penting dalam satu penelitian adalah menyusun kerangka konsep. Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam, 2008, hal. 55). Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007, hal. 64).
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka peneliti mengembangkan kerangka konsep peneliti yang berjudul “ Tingkat kecemasan suami menghadapi persalinan istrinya sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati tahun 2014”. Dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema 3. 1 Kerangka konsep penelitian Tingkat Kecemasan Suami
dalam Menghadapi Istri yang Menjalani Sectio Caesarea
Kecemasan :
- Ringan
- Sedang
B. Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007, hal. 72). Variabel adalah suatu sifat yang akan diukur atau diamati yang nilainya bervariasi antara satu objek ke objek lainnya dan terukur (Riyanto, 2013, hal. 15).
Table 3.1 Defenisi operasional
Variabel
Defenisi Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Tingkat kecemasan suami dalam menghadapi istri yang menjalani sectio caesarea Suatu keadaan mental yang dirasakan suami yang dapat mengancam kekhawatiran dengan perasaan bimbang dalam menghadapi istri yang menjalani sectio caesarea
Kuesioner Wawancara 1. Ringan
skor 20-39 2. Sedang skor 40-59 3. Berat skor 60-80 Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan
pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
kecemasan suami dalam menghadapi istri yang menjalani sectio caesarea. Penelitian ini diukur satu kali saja dalam kurun waktu yang bersamaan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang istrinya
menjalani sectio caesarea, yaitu sebanyak 110 orang pada bulan
November Tahun 2013, sesuai dengan sumber data yang peneliti peroleh dari Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Tehnik pengambilan sampel yang dilakukan adalah mengumpulkan seluruh data jumlah populasi dan menetapkan jumlah sampel dengan perhitungan, setelah sampel ditetapkan maka peneliti memberikan pertanyaan kepada responden yang datang kerumah sakit dan juga yang termasuk dalam kriteria sampel.
Menurut Suyatno, (2005), untuk besarnya sampel menggunakan rumus sebagai berikut :
N n = 1 + N (d2) Keterangan : n = besar sampel N = besar populasi d = tingkat penyimpangan (0,05)
dari rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel yang akan dijadikan responden pada penelitian ini :
N = 110 d = 0,05 N n = 1 + N (d2) 110 n = 1 + 110 (0,052) n = 86,2 n = 86
dari rumus diatas dapat diketahui jumlah sampel yang akan dijadikan responden pada penelitian ini yaitu 86 orang.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik consecutive sampling yaitu pengambilan sampel dengan
menetapkan subyek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden yang diperlukan terpenuhi. Adapun kriteria dalam penelitian ini adalah seluruh suami yang baru pertama sekali menunggu proses
persalinan istri dengan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan Tahun 2014.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah peneliti sebelumnya telah melakukan survey awal dan ditemukan adanya populasi yang mencukupi untuk dijadikan responden.
2. Waktu Penelitian
Survey awal dilakukan bulan Desember 2013 dan penelitian dilakukan dari mulai bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014.
D. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah penelitian mendapat persetujuan dari institusi pendidikan yaitu Program Study D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan izin penelitian kepada Direktur Rumah Sakit Umum Mitra Sejati Medan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etika, yaitu memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan dan prosedur pelaksanaan penelitian setelah itu calon responden
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent (formulir persetujuan
responden).
Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri, dan tidak ada suami yang
menolak dan mengundurkan diri. Kerahasian catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen, tetapi menggunakan inisial. Responden juga berhak secara bebas untuk mengikuti penelitian atau tidak, dan setiap responden tidak ada yang dirugikan sehingga data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
E. Alat Pengumpulan Data
Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan instrumen berupa lembar kuesioner. Kuesioner untuk data demografi responden meliputi umur, pendidikan, dan pekerjaan.
Setelah data terkumpul dan hasil instrumen yang digunakan, data tersebut dianalisa, analisa data dapat digunakan untuk mengolah yang berbentuk angka baik hasil pengukuran maupun hasil pengukuran yang digunakan analisa dan perhitungan, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa di lanjutkan dengan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada.
Adapun pernyataan yang digunakan pada kuesioner ini, diadopsi dari Spielberger (1983) kemudian dimodifikasi oleh peneliti dengan jumlah
pertanyaan 20 buah dan menggunakan skala likert. Yang dimana instrument
ini terdiri 2 pernyataan yaitu pernyataan positif terdapat pada no 1, 2, 5, 8, 10,11, 15, 16, 19 dan 20, dan pernyataan negative terdapat pada no 3, 4, 6, 7, 9, 12, 13, 14, 17 dan 18.
Data yang telah dikumpulkan dianalisa dan dikategorikan kepada tingkat kecemasan ringan :20-39, kecemasan sedang : 40-59, dan kecemasan
berat : 60-80, dengan bentuk pertanyaan dengan jawaban sama sekali tidak “1”, kadang-kadang “2”, cukup sering “3”, sangat sering “4”.
F. Validitas dan Reliabilitas
Validitas instrumen adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Conten Validity (validasi isi) untuk mengukur
kevaliditasan instrumen penelitian yaitu kuesioner.Validasi isi adalah tingkat representatifisi atau substansi pengukuran terhadap konsep variabel sebagaimana dirumuskan oleh defenisi opreasional (Machfoedz, 2013). Koesioner ini telah divalidasi oleh ibu Mahnum Lailan Nasution, S. Kep, Ns, M. Kep.
Selain mengukur validitas, dilakukan juga pengujian reliabilitas instrumen untuk menentukan kehandalannya. Reliabilitas instrumen adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2008, hal. 104). Hasil uji reabilitas dengan menggunkan formula Cronbach Alpha dalam program SPSS adalah 0.97 dimana menurut Polit dan Hungler (1995) suatu instumen baru reliabel bila koefisiennya 0.70 atau lebih.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Ada beberapa prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data penelitian ini, yaitu :
1. Mendapatkan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari Program
D-IV BidanPendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Mengajukan permohonan izin kepada Kepala Rumah Sakit Umum Mitra
Sejti Medan pada tanggal 27 Februari 2014
3. Setelah mendapat izin melakukan penelitian, peneliti menjelaskan tujuan
penelitian kepada calon responden, menanyakan persetujuan responden