• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh manusia menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalitas sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi & Batubara, 2008).

Menua atau menjadi tua suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia dan tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutuh, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerak lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).

Proses menua secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap, yaitu kelemahan (impairment), keterbatasan (disability) dan keterlambatan atau ketidakmampuan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses

kemunduran. Gambaran fungsi tubuh pada lansia mengenai kekuatan atau tenaga menurun sebesar 88%, fungsi penglihatan menurun 72%, kelenturan tubuh sebesar 64%, daya ingat sebesar 61%, daya pendengaran sebesar 67%, dan bidang seksual sebesar 86%. Menghadapi berbagai keterbatasan fisik, psikis dan sosial tersebut mereka membutuhkan bantuan dan perhatian dari orang lain untuk mencapai rasa tentram, nyaman, kehangatan dan perlakuan yang layak dari lingkungannya. Lansia dengan ketergantungan tinggi akan mengalami gangguan sensori yang menyebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lansia (Nugroho, 2000 dalam Murtutik & Dewi).

Pada usia lanjut banyak persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia. Akibat dari proses menua sering terjadi masalah seperti krisis ekonomi karena lansia sudah tidak dapat bekerja secara optimal, tidak punya keluarga atau sebatang kara, merasa kehilangan teman, tidak adanya teman sebaya yang bisa diajak bicara, merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, kurang mampu berpikir dan berbicara, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung dan merasa tidak berdaya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya depresi pada lansia (Tamher & Noorkasiani, 2009 dalam Siboro & Rusdi, 2012).

Permasalahan yang terjadi pada usia lanjut adalah kekurangan kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang

integritas, pemuasaan hidup dan keputusan karena kehilangan dukungan sosial yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara dan mempertahankan kepuasaan hidup sehingga mudah terjadi depresi pada lansia (Aspiani, 2014).

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan sedih dan gejala penyertaannya, termasuk perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, rasa bersalah, harga diri rendah, kemurungan, kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna dan gagasan bunuh diri (Aspiani, 2014).

Depresi merupakan kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Depresi juga merupakan gangguan dalam perasaan (mood) yang ditanda dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan, sehingga tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas. Keperibadian seseorang masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian atau Spliting of Personality) prilaku dapat terganggu namun masih dalam keadaan normal (Hawari, 2011).

Depresi pada lansia ditandai oleh ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian dan keluhan hilang memori, lansia yang depresi berbicara dengan lambat, Setelah lama terdiam, hanya menggunakan beberapa kata dan nada suara rendah serta menoton. Banyak yang lebih suka duduk sendirian dan berdiam diri. Lansia yang depresi dapat mengabaikan kebersihan dan penampilan diri mereka,

serta selalu merasa khawatir, cemas dan memiliki perasaan tidak berarti dan bersalah dalam hidupnya (Davison, Neale & Kring, 2004).

Faktor depresi pada lansia dapat disebabkan antara lain, lansia yang ditinggalkan oleh semua anak-anaknya karena masing-masing sudah membentuk keluarga, berhenti dari pekerjaan (pensiun) sehingga kontak dengan teman kerja terputus atau berkurang, mundurnya dari berbagai kegiatan (akibat jarang bertemu dengan banyak orang), ditinggalkan oleh orang yang dicintai misalnya pasangan hidup, saudara, sahabat dan lain-lain. Kesepian akan sangat dirasakan oleh lansia yang hidup sendirian tanpa anak, kondisi kesehatan rendah, penurunan fungsi tubuh, tingkat pendidikan rendah, masalah sosial ekonomi dan rasa percaya diri rendah dan beberapa penyebab tersebut bisa timbul depersi (Aspiani, 2014).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan prevalensi depresi pada masyarakat dunia adalah 3%, penelitian di Eropa dan Amerika Serikat memperkirakan bahwa 9-26% perempuan dan 5-12% laki-laki pernah menderita penyakit depresi yang gawat dalam kehidupanya dan WHO juga memperkirakan pada tahun 2020, depresi akan menjadi penyebab penyakit kedua terbanyak didunia setelah penyakit kardiovaskuler (Hariyanto, 2010 dalam Maulida, 2012). Populasi umum menurut WHO depresi adalah penyakit umum yang merupakan salah satu penyebab utama kecacatan di seluruh dunia yang diperkirakan sekitar 350 juta orang yang terkena dampak dan paling buruk depresi dapat

juta kematian per tahun. Data menyebutkan bahwa depresi merupakan penyebab utama bunuh diri.

World Health Organization (WHO) dalam jangka beberapa tahun terakhir ini jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia mengalami peningkatan yakni pada tahun 2010 penduduk lansia mencapai 350 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk dunia yang sudah lanjut usia hanya sekitar 250 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 19%. Sementara pada tahun 2012 penduduk lansia mencapai 680 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 32%. Perkembang lansia sangat dirasakan oleh negara-negara berkembang dibanding dengan negara-negara maju di dunia (Ishak, 2013 dalam Firdawati & Riyadi, 2014).

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia bahwa jumlah lansia yang ada di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan. Survei yang dilakukan Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) pada tahun 2007 menyebutkan sekitar 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi dari mulai tingkat ringan hingga paling berat (Susanto, 2007 dalam Maulidia, 2012). Pada tahun 2008 berjumlah 9.5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 20%. Tahun 2009 berjumlah 11,3 juta jiwa dan mengalami depresi sekitar 18%, memasuki tahun 2010 lansia berjumlah 17,2 juta jiwa. Pada tahun 2011 lansia mencapai 19,5 juta jiwa dan yang mengalami depresi sekitar 32% (Ishak, 2013 dalam Firdawati & Riyadi, 2014).

Menurut data dari Analisis Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Sumatera Utara, jumlah lansia yang tinggal di perkotaan sebanyak 346.673 (5,43%) dan

jumlah lansia yang tinggal di pedesaan sebanyak 419.149 (6,35%). Jumlah keseluruhan yang tinggal di perkotaan dan pedesaan sebesar 765.822 (5,90%) (Badan Pusat Statistik, 2010).

Data hasil penelitian ditemukan bahwa lansia mengalami depresi ringan (64,0%), depresi sedang (22,0%), depresi berat (14,0%), yang dilakukan oleh Rezki, Murtiani & Ilyas di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Nabaji Gowa Makassar Tahun 2014. Hasil penelitian ditemukan bahwa lansia mengalami depresi (60%) dan yang tidak mengalami depresi (40%), yang dilakukan oleh Muna, Arwani & Purmono di Panti Werda Pelkris Pengayoman Kota Semarang Tahun 2003. Hasil penelitian ditemukan bahwa lansia depresi ringan (30,9%), depersi sedang (25,2%), depresi berat (8,9%) sisanya tidak mengalami depresi (35,0%), yang dilakukan oleh Siahaan di Unit Pelayanan Terpadu Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai Tahun 2013.

Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat depresi pada lansia di Yayasan Pelayanan Orang Tua Sejahtera Suka Makmur Kec. Sibolangit Tahun 2015.

Dokumen terkait