BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
D. Bahan-bahan dalam Formulasi
Surfaktan merupakan salah satu emulsifying agent, di mana sebagian senyawa tersebut larut air, dan sebagian lainnya larut minyak. Surfaktan akan menurunkan tegangan permukaan antar dua substansi, sehingga kedua substansi tersebut dapat bercampur satu sama lain. Surfaktan diperlukan untuk membentuk suatu sistem emulsi (Hill, 2002). Surfaktan memiliki gugus hidrofobik (biasanya gugus hidrokarbon atau gugus fluorocarbon lurus atau bercabang yang mengandung 8-18 atom karbon) yang menempel pada gugus hidrofilik. Rantai hidrokarbon pada surfaktan memiliki interaksi yang lemah dengan molekul air, sedangkan gugus hidrofilik berinteraksi kuat dengan molekul-molekul air dengan
interaksi dipol. Interaksi kuat antara gugus hidrofilik dengan molekul air yang membuat surfaktan menjadi larut dalam air (Tadros, 2005).
Gambar 2. Struktur kimia Tween 80 (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009)
Tween 80 (gambar 2) memiliki nama lain yaitu polysorbate 80. Tween 80 memiliki bentuk cairan kental berwarna kuning dan agak pahit. Tween 80 dapat berperan sebagai emulsifying agent pada tipe emulsi M/A pada konsetrasi 1-15%. Tween 80 memiliki HLB sebesar 15, specific gravity sebesar 1,05 dan viskositas sebesar 423 m.Pa.s. Tween 80 dapat larut dalam etanol dan air.
Polysorbate merupakan senyawa yang stabil terhadap elektrolit, asam lemah dan basa lemah. Polysorbate merupakan suatu emulsifying agent yang sering digunakan dalam berbagai kosmetik yang tidak memiliki sifat toksik maupun mengiritasi (Rowe et al., 2009).
2. Humektan
Humektan merupakan suatu eksipien yang digunakan dalam suatu sediaan kosmetik untuk mencegah penguapan air serta meningkatkan jumlah air pada lapisan kulit pada saat kosmetik tersebut diaplikasikan (Barel, Paye, and
Maibach, 2009). Humektan digunakan untuk mengontrol perubahan kelembaban suatu sediaan dan mengontrol kelembaban kulit dengan mekanisme menjaga
kandungan air pada lapisan stratum korneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit (Leyden and Rawlings, 2002).
Gambar 3. Struktur kimia sorbitol (Florence and Attwood, 2011)
Sorbitol (gambar 3) merupakan suatu humektan yang secara kimia inert
dan kompatibel dengan eksipien. Sorbitol bersifat stabil di udara dan tidak berubah menjadi gelap atau terdekomposisi ketika suhu meningkat. Sorbitol memiliki pH sebesar 4,5-7 w/v larutan. Penggunaan sorbitol sebagai humektan harus dikombinasikan dengan pengawet untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme. Sorbitol digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi 3-15% (Rowe et al., 2009).
3. Asam stearat
Gambar 4. Struktur kimia asam stearat (Rowe et al., 2009)
Asam stearat (gambar 4) merupakan suatu bahan yang secara umum digunakan dalam formulasi farmasetis baik oral maupun topikal. Asam stearat dalam formulasi topikal biasanya digunakan sebagai emulsifying dan solubilizing
agent. Asam stearat yang ternetralisir dengan basa seperti trietanolamin berfungsi sebagai penyusun basis krim. Asam stearat telah luas digunakan dalam produk-produk kosmetik. Penggunaan asam stearat dalam krim berkisar pada konsentrasi 1-20%.
Asam stearat memiliki bentuk yang keras, berwarna putih atau kekuningan, berbentuk padatan kristal atau serbuk berwarna putih atau kekuningan, bau dari asam stearat tidak menyengat. Asam stearat memiliki massa jenis 0,980 g/cm3, titik leleh sebesar 69-700C, koefisien partisi sebesar 8,2, larut di dalam benzena, karbontetraklorida, kloroform dan eter, etanol 95%, heksana dan propilenglikol, asam stearat tidak dapat larut dalam air. Asam stearat merupakan bahan yang aman digunakan dalam produk kosmetik sebab bersifat tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik (Rowe et al., 2009).
4. Trietanolamin (TEA)
Gambar 5. Struktur kimia trietanolamin (Rowe et al., 2009)
Trietanolamin (gambar 5) merupakan suatu bahan yang telah luas digunakan sebagai salah satu bahan dalam formulasi sediaan farmasi. Trietanolamin akan membentuk sabun anionik apabila dicampur dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat yang berfungsi sebagai emulgator dan membentuk emulsi dengan tipe minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi
trietanolamin yang biasanya digunakan untuk proses emulsifikasi berkisar antara 2-4% v/v (Rowe et al., 2009).
Trietanolamin berbentuk cairan kental yang tidak berwarna hingga kuning pucat serta memiliki bau ammoniak yang ringan. Titik leleh dari trietanolamin sebesar 20-210C dan pH sebesar 10,5. Trietanolamin bersifat higroskopis. Trietanolamin dapat bercampur dengan aseton, karbontetraklorida, methanol dan air. Trietanolamin merupakan bahan yang tidak bersifat toksik, namun trietanolamin dapat menyebabkan hipersensitivitas atau iritasi pada kulit (Rowe et al., 2009).
5. Metil paraben
Gambar 6. Struktur kimia metil paraben (Rowe et al., 2009)
Metil paraben (gambar 6) merupakan suatu agen antibakteri atau pengawet yang telah luas digunakan dalam sediaan kosmetik dan sediaan farmasi. Paraben efektif dalam range pH yang luas serta aktivitas antibakteri yang luas, walaupun paraben paling aktif dalam menghambat aktivitas yeast dan fungi. Aktivitas antibakteri dari paraben semakin meningkat dengan adanya penambahan gugus alkil, namun kelarutannya dalam air menjadi menurun.
Metil paraben memiliki bentuk kristal atau serbuk kristal. Metil paraben tidak berwarna serta tidak berbau. Metil paraben dapat menunjukkan aktivitas antibakteri pada pH 4-8. Metil paraben lebih pengaruhtif dalam menghambat yeast dan fungi dibandingkan dengan bakteri. Paraben merupakan pengawet yang bersifat nonmutagenic, nonteratogenic dan noncarcinogenic (Rowe et al., 2009). 6. Butylated hydroxytoluene (BHT)
Gambar 7. Struktur kimia butylated hydroxytoluene (Rowe et al., 2009)
Butylated hydroxytoluene (gambar 7) merupakan suatu antioksidan yang telah luas digunakan dalam berbagai produk kosmetik dan sediaan farmasi. BHT digunakan untuk mencegah oksidasi dari lemak dan minyak. BHT berbentuk serbuk kristal atau padatan kristal yang berwarna putih atau kuning pucat. Konsentrasi BHT yang digunakan dalamsediaan topikal berkisar antara 0,0075-0,1%. BHT memiliki titik leleh sebesar 700C. BHT tidak dapat larut dalam air, gliserin, propilenglikol dan hidroksida alkali. BHT dapat larut dalam aseton,
benzene, etanol 95%, eter, methanol, toluene, mineral oil (Rowe et al., 2009). E. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi, di mana teknik ini dapat digunakan untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut
berupa persamaan matematika (Bolton and Bon, 2010). Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana pengaruh dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian ingin diketahui (Bolton and Bon, 2010).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Faktor yang berpengaruh dominan dan adanya interaksi yang berpengaruh secara bermakna terhadap respon dapat diketahui melalui desain faktorial (Bolton and Bon, 2010). Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat formula (2n = 4, di mana 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor. Hal ini ditunjukkan pada tabel I.
Tabel I. Rancanganpercobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
(a) + - -
(b) - + -
(ab) + + +
(Bolton and Bon, 2010). Keterangan:
(-) = level rendah (+) = level tinggi
Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A dan B pada level tinggi
Secara umum, persamaan yang digunakan dalam desain faktorial yaitu:
Keterangan:
Y = respon hasil atau sifat yang diamati XA, XB = level faktor A, level faktor B b0 = rata-rata dari semua percobaan
b1,b2,b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan.
Persamaan (1) dan hasil data yang diperoleh dari percobaan dapat digunakan untuk membuat contour plot dan superimposed contour plot suatu respon tertentu. Contour plot dan superimposed contour plot digunakan untuk mengetahui komposisi campuran yang optimum pada level yang diteliti (Bolton
and Bon, 2010).
Desain faktorial memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki efisiensi yang maksimum dalam memperkirakan pengaruh yang dominan dalam menentukan respon, memungkinkan untuk mengidentifikasi pengaruh masing-masing faktor, maupun pengaruh interaksi antar faktor, dapat mengurangi jumlah penelitian apabila dibandingkan dengan meneliti dua pengaruh faktor secara terpisah, serta seluruh efek dan interaksi yang dihasilkan tidak tergantung pada efek dari faktor-faktor lain dalam percobaan (Bolton and Bon, 2010).
F. Landasan Teori
Jambu biji merupakan suatu tanaman yang telah banyak tumbuh dan dikenal masyarakat. Daun jambu biji dikenal masyarakat berkhasiat untuk mengatasi masalah diare. Namun manfaat lain dari daun jambu biji yang telah banyak diteliti yaitu sebagai antibakteri. Kemampuan antibakteri daun jambu biji
didapatkan dari kandungan senyawa yang dimiliki daun jambu biji yaitu tanin. Tanin berpotensi sebagai antibakteri dengan cara mempresipitasi protein bakteri.
Krim M/A merupakan salah satu jenis krim yang banyak disukai oleh masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak lengket ketika diaplikasi pada kulit, lembut dan mudah dicuci. Faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas fisik krim yaitu emulsifying agent, humektan dan interaksi keduanya.
Emulsifying agent merupakan suatu surfaktan yang memiliki gugus hidrofil dan lipofil sehingga dapat mengurangi tegangan permukaan antara dua substansi (minyak dan air) dan menyebabkan kedua substansi tersebut tercampur. Tween 80 merupakan suatu emulsifying agent yang biasa digunakan dalam kosmetik dan aman dalam penggunaannya (tidak bersifat toksik). Tween 80 digunakan sebagai emulsifying agent pada krim M/A pada konsentrasi 1-15%.
Humektan merupakan suatu bahan atau eksipien dalam sediaan yang berfungsi untuk mencgah penguapan air dan menjaga kelembaban sediaan maupun kulit. Sorbitol merupakan suatu humektan yang bersifat inert dan kompatibel dengan banyak eksipien
Metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level digunakan untuk