• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

Dalam dokumen ANALISIS LONGSOR DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Halaman 64-75)

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Mei 2015. Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada koordinat 5º20’ sampai 5º30’ Lintang Selatan dan 105º28’ sampai 105º37’ Bujur Timur.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan alat-alat yang digunakan antara lain: (1) peta geologi Lembar Tanjung

Karang (Mangga, dkk, 1994); (2) peta lereng dari hasil analisis citra Digital

Elevation Mode (DEM) Shuttle Radar Mission Topografi (SRTM)-30 meter tahun

akuisisi 2013; (3) Peta Satuan Lahan dan Tanah dari Pusat Penelitian Tanah (Dai, dkk., 1989); (4) Citra/foto Satelit dari Google Earth, (5) Data curah hujan selama 10 tahun (2005 – 2014), (6) Peta infrastruktur jalan dari Bappeda Kota Bandar Lampung (2013), dan data penduduk dari Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung (2014).

Alat-alat yang digunakan antara lain: (1) Kompas, (2) Alat GPS (Global

Positioning Sistem), (3) bor tanah Belgi; (4) pita meteran, (5) kuesioner, dan (6)

perangkat komputer personal dan printer, perangkat lunak ArcGIS versi 10, dan

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survai, analisis deskriptif, dan

analisis semi-kuantitatif. Metode survai dilakukan pengamatan lapangan untuk

mencocokan kondisi di lapangan dengan peta, yaitu: kelerengan lahan, ketinggian lahan, lokasi/koordinat menggunakan GPS, kondisi penggunaan/penutupan lahan, dan kedalaman tanah menggunakan cangkul, bor tanah Belgi, dan pita meteran.

Metode analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis beberapa penyebab tanah

longsor, yaitu: (1) curah hujan kumulatif 3 harian, (2) kondisi lereng lahan; (3) kondisi geologi/batuan; (4) keberadaan sesar patahan/gawir; (5) kedalaman tanah (solum) sampai lapisan kedap air; (6) pengunaan lahan; (7) infrastruktur; dan (8) kepadatan penduduk (Paimin, dkk. 2009). Peta dianalisis menggunakan perangkat lunak ArcGis, berbasis Sistem Informasi Geografi (SIG).

Metode analisis semi-kuantitatif dilakukan untuk menentukan: (1) bobot

faktor-faktor penyebab tanah longsor, (2) stakeholder pelaku mitigasi, dan (3) upaya

mitigasi longsor, dengan metode Analisis Hirarki Proses (AHP). Analisis ini

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty sejak tahun 1970, bertujuan untuk pengambilan keputusan, yang merupakan pengukuran melalui perbandingan

pasangan-bijaksana (pairways) dan bergantung pada penilaian para pakar (expert

choice) untuk mendapatkan skala prioritas. Skala inilah yang mengukur wujud

secara relatif, perbandingan yang dibuat dengan menggunakan skala penilaian mutlak, yang merepresentasikan seberapa besar suatu indikator mendominasi indikator yang lain, misalnya indikator curah hujan, kelerengan lahan, geologi, sesar/patahan/gawir, dan lain-lain berhubungan dengan suatu bencana longsor (Maarif, 2012; Marimin, 2004).

1. Teknik Pengumpulan Data dan Pembuatan Peta

Berdasarkan faktor-faktor penyebab tanah longsor tersebut, maka dilakukan pengumpulan data (primer dan sekunder). Data sekunder berupa data peristiwa longsor di Kota Bandar Lampung dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung dan data curah hujan dari Polinela Bandar Lampung dan Balai Besar Sungai Way Sekampung dan Way Seputih.

Data primer berupa data kedalaman tanah (solum), lokasi dan kelerengan lahan yang merupakan hasil pengukuran langsung, serta hasil wawancara langsung kepada para pihak yang memiliki kompetensi dalam bidang ilmu atau keahliannya, dari Lembaga Pemerintah, yaitu: (1) Bappeda Kota Bandar Lampung, (2) Ketua BPBD Provinsi Lampung, (3) BPBD Kota Bandar Lampung; (4) lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan 3 (tiga) orang dari pakar/praktisi dari Universitas Lampung.

(1) Data Curah Hujan

Data curah hujan harian Wilayah Kota Bandar Lampung selama 7 tahun (2008 – 2014) yang merupakan data sekunder diperoleh dari Stasiun Cuaca Politeknik Negeri Lampung (Polinela) Rajabasa, Bandar Lampung dan data curah hujan 11 tahun (2002 – 2014) dari Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung, Direktorat Sumberdaya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, Provinsi Lampung. Data curah hujan kumulatif 3 (tiga) hari berurutan dibuat

Peta Curah Hujan dianalisis menggunakan metode Poligon Thiessen (Asdak,

1995) dengan perangkat lunak ArcGis. Berdasarkan atribut peta curah hujan tersebut, secara deskriptif dapat ditentukan curah hujan dengan klasifikasi,

kategori, dan skornya untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung dengan menggunakan Tabel 8.

(2) Kelerengan Lahan

Peta kelerengan lahan suatu wilayah dibuat berdasarkan hasil analisis citra

radar Digital Elevation Mode -Shuttle Radar Topography Mission

(DEM-SRTM) dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis. Citra radar SRTM

dihasilkan dari sebuah program penelitian internasional yang dipimpin oleh

Badan Intelijen Geospasial (National Inteligence Geospatial Agency, NGA)

dan Badan Nasional Antariksa (NASA) Amerika Serikat. Program ini bertujuan untuk mendapatkan model elevasi digital pada skala global kecil dari 56º Lintang Selatan hingga 60º Lintang Utara untuk menghasilkan

database bumi (geodatabase) dalam bentuk topografi digital yang memiliki

resolusi tinggi yang paling lengkap. Program SRTM tersebut menggunakan radar yang dimodifikasi secara khusus yang terbang bersama pesawat ulang-alik Endeavour (Wikipedia.org, 2014). Data SRTM-30 meter tahun akuisisi 2013 dapat diunduh secara gratis pada laman http://earthexplorer.usgs.gov/. Pemeriksaan di lapang menggunakan perangkat GPS untuk menentukan koordinat lokasi wilayah penelitian yang nantinya diinterpolasikan ke dalam Foto Satelit dari Google Earth Online dan juga menggunakan perangkat lunak ArcGis. Berdasarkan atribut peta kelerengan lahan tersebut, secara deskriptif dapat ditentukan kelerangan lahan untuk masing-masing kecamatan di

wilayah Kota Bandar Lampung dengan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

(3) Kondisi Geologi

Menurut Paimin, dkk. (2009) dan Gupta dan Anbalagan (1995, dalam Singh dan Goel, 2011), peta geologi yang menggambarkan komposisi jenis-jenis

batuan induk (litologi), batuan induk yang membentuk bahan induk (parent

material) yang akhirnya membentuk solum (tanah) (Hardjowigeno, 2007).

Semakin tinggi kandungan batuan induk yang membentuk tanah liat (clay)

maka wilayah tersebut akan semakin rawan longsor (Banuwa, 2013). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Tanjungkarang (Mangga, dkk., 1994), dilakukan proses digitasi menggunakan perangkat lunak ArcGis, untuk menghasilkan Peta Geologi khusus Wilayah Kota Bandar Lampung.

Berdasarkan atribut peta Geologi tersebut, secara deskriptif dapat ditentukan kondisi geologi untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung ditentukan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

(4) Keberadaan sesar/patahan/gawir

Adanya patahan/sesar/gawir yang diketahui dari Peta Geologi yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung (Mangga, dkk.,1994). Berdasarkan Peta Geologi Lembar Tanjungkarang (Mangga, dkk., 1994), dilakukan proses digitasi menggunakan perangkat lunak ArcGis, untuk menghasilkan Peta Sesar/Patahan/Gawir khusus Wilayah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan atribut peta tersebut, secara deskriptif dapat ditentukan kondisi patahan/sesar/gawir untuk masing-masing

kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung ditentukan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

(5) Kedalaman tanah (solum)

Kedalaman tanah (solum) merupakan ketebalan tanah dari permukaan hingga mencapai lapisan kedap air. Kedalaman tanah di wilayah penelitian dapat diprediksi berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Tanjungkarang

yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan

Pengem-bangan Pertanian, Departemen Pertanian (Dai, dkk., 1989). Pada

masing-masing satuan lahan terdapat deskripsi tanah termasuk kedalaman tanah. Kedalaman tanah diukur menggunakan bor tanah dan juga mengamati atau mencari tebing atau bekas-bekas galian yang berbentuk vertikal. Berdasarkan data kedalaman tanah tersebut dibuat Peta Kedalaman Tanah menggunakan ArcGis. Atribut peta Kedalaman Tanah, secara deskriptif dapat ditentukan kedalaman tanah rata-rata untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung, yang selanjutnya ditentukan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

(6) Penggunaan Lahan.

Peta penggunaan lahan merupakan peta yang menggambarkan kondisi penutup lahan pada saat ini. Penutup lahan bisa berupa hutan alam, semak/belukar/rumput, hutan/perkebunan, tegalan/pekarangan, atau

sawah/pemukiman, dan lain-lain. Peta penggunaan lahan diperoleh dari hasil digitasi foto satelit Google Earth Tahun 2014 menggunakan ArcGis.

Berdasarkan atribut peta penggunaan lahan untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung ditentukan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

(7) Infrastruktur

Infrastruktur yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan prasarana jalan. Peta infrastruktur jalan diperoleh dari Bappeda Kota Bandar Lampung (2013). Keberadaan jalan yang kondisinya memotong lereng atau lereng terpotong jalan berpeluang meningkatan longsor tanah akibat adanya getaran yang ditimbulkan oleh kendaraan yang lalu lalang. Berdasarkan atribut peta infrastruktur jalan untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung, ditentukan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

(8) Kepadatan Penduduk

Peta kepadatan penduduk dibuat berdasarkan data jumlah penduduk (jiwa per km persegi) menggunakan ArcGis. Data kepadatan penduduk ini berasal dari Biro Pusat Statistik Kota Bandar Lampung Tahun 2014. Berdasarkan atribut peta kepadatan penduduk untuk masing-masing kecamatan di wilayah Kota Bandar Lampung, ditentukan klasifikasi, kategori, dan skornya menggunakan Tabel 8.

Tabel 8. Parameter, bobot, klasifikasi, kategori, dan skor penyebab tanah longsor

No. Parameter/Bobot*) Klasifikasi Kategori Skor

A. Faktor ALAMI (A %)

1. Hujan harian kumulatif

3 hari berurutan (mm/3 hari) (a) < 50 mm Rendah 1 50 99 mm Agak rendah 2 100 199 mm Sedang 3 200 300 mm Agak tinggi 4 > 300 mm Tinggi 5 2. Lereng lahan (%)**) (b) < 15% (landai) Rendah 1

16 25% (bergelombang) Agak rendah 2 26 35% (agak curam) Sedang 3 36 45% (curam) Agak tinggi 4

Tabel 8. (Lanjutan)

No. Parameter/Bobot*) Klasifikasi Kategori Skor

3. Geologi

(Litologi/Batuan)**) (c)

Aluvial/Kuarsit Rendah 1

Batuan kapur/Basal Agak rendah 2

Batuan granit Sedang 3

Batuan sedimen, pasir Agak tinggi 4

Batuan Liat( Clay

shale)

Tinggi 5

4. Keberadaan

sesar/patahan/gawir (d)

Tidak ada Rendah 1

Ada Tinggi 5

5. Kedalaman tanah

(solum) sampai lapisan kedap (e) < 1 m Rendah 1 1 2 m Agak rendah 2 2 3 m Sedang 3 3 5 m Agak tinggi 4 > 5 m Tinggi 5 B. MANAJEMEN (B %) 6. Penggunaan lahan (f)

Hutan alam Rendah 1

Semak/Belukar/Rumput Agak rendah 2

Hutan/Perkebunan Sedang 3

Tegal/Pekarangan Agak tinggi 4

Sawah/Pemukiman Tinggi 5

7. Infrastruktur (Jika

lereng < 25 % = skor 1) (g)

Tidak ada Jalan Rendah 1

Memotong lereng/Lereng terpotong jalan Tinggi 5 8. Kepadatan pemukiman (orang/km2) (Jika lereng < 25 % = skor 1) (h ) < 2.000org/km2 Rendah 1

2.000 – 5.000 org/km2 Agak rendah 2

5.000 – 10.000 org/km2 Sedang 3 10.000 – 5.000 org/km2 > 15.000 org/km2 Agak tinggi Tinggi 4 5 Sumber: Paimin, dkk. (2009).

Keterangan: *) Parameter/Bobot (a – h) akan ditentukan dengan analisis hirarki proses (AHP); ** Gupta dan Anbalagan (1995, dalam Singh dan Goel, 2011).

2. Penentuan Formula Tingkat Kerawanan Longsor (TKL) dengan AHP

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap beberapa peta menggunakan perangkat lunak ArcGis diperoleh (1) skor curah hujan, (2) skor kelerengan lahan, (3) skor geologi (batuan); (4) skor patahan/sesar/gawir; (5) skor kedalaman tanaht; (6) skor infrastruktur jalan; (7) skor penggunaan lahan dan (8) skor kepadatan penduduk untuk

selanjutnya dilakukan analisis untuk membuat peta Tingkat Kerawanan Longsor di Wilayah Kota Bandar Lampung, dengan menggunakan analisis hirarki proses (AHP) terhadap faktor-faktor penyebab longsor tersebut di atas, maka akan diperoleh Formula Tingkat Kerawanan Longsor (TKL) sebagaimana formula yang ditetapkan oleh Paimin, dkk. (2009). Rumus umum formula TKL sebagai berikut:

TKL = a (HHK)+ b(LH) + c(G)+ d (PS) + e(KTR) + f(PL) + g(I) + h(KP)

Keterangan: HHK = curah hujan 3 hari kumulatif; LH = kelerengan lahan; G = Geologi (batuan); PS = keberadaan patahwan/sesar/gawir; KTR = Kedalaman tanah; PL = penggunaan lahan; I = Infrastruktur Jalan; KP = kepadatan penduduk; a, b, c, d, e, f, g, dan h adalah nilai konstanta yang diperoleh dari hasil Analisis Hirarki Proses (AHP). Penentuan koefisien formula dengan AHP untuk menghasilkan Formula TKL adalah berdasarkan pendapat beberapa orang dari pakar/praktisi, lembaga pemerintah, dan LSM. Mereka memberikan pendapat tersebut dengan mengisi daftar pertanyaan/kuisioner sebagaimana tertera pada Lampiran 2. Selanjutnya dengan menggunakan formula TKL dilakukan analisis dengan ArcGis berbasis SIG untuk menghasilkan Peta Tingkat Kerawanan Longsor di Wilayah Kota Bandar Lampung. Dalam proses menentukan tingkat kerawanan longsor, hasil perhitungan dengan formula TKL dinyatakan dalam skor tertimbang, nilai skor tersebut dimasukkan ke dalam Kategori Kerawanan Tanah Longsor (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai skor tertimbang dan kategori daerah rawan longsor

No. Skor Tertimbang Kategori

1. >4,3 Sangat Rentan/Sangat Rawan

2. 3,5 – 4,3 Rentan/Rawan

3. 2,6 – 3,4 Agak Rentan/Agak Rawan

4. 1,7 – 2,5 Sedikit Rentan/Sedikit Rawan

5. < 1,7 Tidak Rentan/Tidak Rawan

3. Pengambilan Keputusan untuk Upaya Mitigasi Longsor

Pengambilan keputusan menggunakan AHP untuk menentukan langkah-langkah

mitigasi bencana longsor didasarkan pada tiga aspek, yaitu: Pertama:

faktor-faktor yang merupakan penyebab tanah longsor, (a) kondisi solum; (b) kelerengan (topografi); (c) penggunaan lahan; (d) Infrastruktur; dan (e) penduduk. Kriteria

ini merupakan komponen yang bisa dimodifikasi; Kedua menentukan stakeholder

(pemangku kepentingan), yaitu: (a) lembaga pemerintah; (b) lembaga swadaya masyarakat; (c) praktisi/pakar; (d) lembaga swasta (badan usaha); dan (e) masyarakat.

Aspek Ketiga merupakan Alternatif pemecahan masalah dilakukan dengan

menentukan langkah aksi yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan, yaitu: (1) Sosialisasi mitigasi; (2) Penataan wilayah, dan (3) Pembuatan Bangunan Pengendali Longsor; (4) Rehabilitasi Lahan/Penghijauan; (5) Penegakan hukum; dan (6) Relokasi Penduduk. Struktur AHP untuk menjawab upaya mitigasi bencana tertera pada Gambar 8.

Tahapan selanjutnya adalah dengan AHP meminta pendapat dari para ahli (expert

choice) atau stakeholder (para pemangku kepentingan), untuk memutuskan

langkah apa dalam upaya mitigasi bencana longsor, yang diolah dengan

perangkat lunak Expert Choice¸versi 2,04 (copyright 1982 – 2003).

Pendapat dari beberapa orang dari pakar/praktisi, lembaga pemerintah, dan LSM.

yaitu dengan mengisi daftar pertanyaan/kuisioner sebagaimana tertera pada Lampiran 1. Diagram AHP untuk menentukan faktor penyebab longsor (alami dan manajemen), parameter longsor, pelaku mitigasi longsor, dan solusi mitigasi longsor tertera pada Gambar 8.

Tujuan (goal)

Kriteria (Penyebab)

Kriteria (Pelaku mitigasi)

(Alternatif)

Solusi

Mitigasi

Gambar 8. Hirarki penentuan faktor penyebab longsor (alami dan manajemen), parameter longsor, pelaku mitigasi longsor, dan solusi mitigasi longsor

Analisis Longsor Di Wilayah Kota Bandar Lampung

Geologi Solum Penggunaan Lahan

Faktor Alami Faktor Manajemen

Sesar/Patahan/Gawir Infrastruktur Jalan

Pembangunan Pengendali Longsor Penegakan Hukum

Lembaga Pemeriintah Lembaga Swadaya Masyarakat Praktisi/Pakar Lembaga Swasta

Curah Hujan Kelerengan Kepadatan Penduduk

Masyarakat

Penataan Wilayah Penghijauan/Rehab. Lahan Relokasi Penduduk

Sosialisasi

Dalam dokumen ANALISIS LONGSOR DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Halaman 64-75)

Dokumen terkait