• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

Dalam dokumen BIOLOGI DAN POTENSI PREDASI TUNGAU PREDATOR (Halaman 30-36)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-September 2010 di Laboratorium Ekologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian Asal Tungau

Tungau hama T. kanzawai dan tungau predator N. longispinosus diperoleh dari tanaman ubi kayu di daerah Dramaga, dan dibiakkan di laboratorium dalam suatu arena.

Arena Percobaan

Arena percobaan berupa petri dish berdiameter 8 cm. Busa (diameter ± 7 cm) diletakkan dalam arena lalu kapas diletakkan di atas busa dan diberikan air hingga jenuh. Setelah itu, potongan daun ubi kayu yang berukuran 3 cm x 3 cm diletakkan di atas kapas. Air ditambahkan pada arena percobaan apabila kapas atau busa mulai terlihat kering. Potongan daun ubi kayu dalam arena percobaan diganti setiap 3 hari.

Gambar 9 Potongan daun ubi kayu

Pemeliharaan Tungau

Tungau hama T. kanzawai dan tungau predator N. longispinosus dipelihara dalam laboratorium dengan suhu 25-29°C dan RH 60-70%, menggunakan potongan daun ubi kayu dan arena percobaan.

Neraca Hayati Tungau Predator N. longispinosus

Percobaan neraca hayati bertujuan untuk mengetahui parameter demografi, siklus hidup, perkembangan, sintasan dan sebaran umur tungau predator N.

longispinosus. Seratus telur predator ditempatkan secara individual pada arena

percobaan yang baru. Semua telur predator yang digunakan berasal dari umur yang sama. Satu hari sebelum perlakuan, tiga ekor tungau betina T. kanzawai juga ditempatkan dalam setiap arena percobaan dan dibiarkan bertelur. Telur-telur yang dihasilkan dijadikan mangsa bagi predator dalam arena percobaan.

Metode pengamatan terbagi menjadi dua tahap yaitu stadia pradewasa dan dewasa. Pada stadia pradewasa, pengamatan dilakukan setiap 6 jam untuk melihat lama pergantian stadia dan jumlah predator yang masih hidup. Pengamatan pada stadia dewasa dilakukan setiap 24 jam. Tungau dewasa jantan dan betina dipasangkan. Setelah itu, pengamatan dilakukan dengan melihat parameter seperti fekunditas, lama hidup, masa praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi. Selama pengamatan berlangsung, tungau predator diberi mangsa berbagai stadia tungau hama yang berlimpah. Penggantian daun dilakukan setiap 3 hari.

Analisis data neraca hayati tipe kohort menggunakan tabel kehidupan dan grafik klasifikasi kurva keberhasilan hidup. Data biologi dianalisis menggunakan excel.

Perumusan neraca hayati merupakan langkah pertama dalam menghitung laju pertambahan intrinsik (r). Perhitungan parameter r didasarkan hanya pada populasi betina, dan diasumsikan bahwa jantan cukup tersedia di sekitarnya. Beberapa parameter yang dibutuhkan dalam perhitungan tersebut adalah sebagai berikut (Tarumingkeng 1992):

1. x adalah kelas umur kohort (hari);

2. ax adalah jumlah individu yang hidup pada setiap umur pengamatan; 3. lx adalah proporsi individu yang hidup pada umur x (l : living, lx = ax/a0); 4. dx adalah jumlah individu yang mati di setiap kelas umur (d. : death, dx = lx

lx+1);

5. qx adalah proporsi mortalitas pada masing-masing umur (qx = dx/ax);

6. Lx merupakan jumlah rata-rata individu pada kelas umur x dan kelas umur berikutnya, x+1 [Lx = (lx + lx+1)/2)];

7. Tx adalah jumlah individu yang hidup pada kelas umur x = 0 …w (x = w adalah kelas umur terakhir) ( ); , T1 = T0 – L0, T2 = T1 – L1, Tx = Tx-1 – Lx-1;

8. ex adalah harapan hidup individu pada setiap kelas umur x (ex = Tx/lx);

9. mx adalah keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur x atau jumlah anak betina perkapita yang lahir pada kelas x;

10. lxmx adalah banyaknya anak yang dilahirkan pada kelas umur x, lxmx merupakan proporsi banyaknya anak (betina) dilahirkan oleh semua individu (betina) sepanjang generasi kohort dan disebut laju reproduksi bersih (R0); 11. xlxmx adalah perkalian x, lx, dan mx untuk setiap kelas umur x yang

digunakan untuk mengaproksimasi lamanya generasi (Tc);

12. px (peluang survival) adalah proporsi individu yang hidup pada kelas umur x dan mencapai kelas umur x + 1 (px = Lx+1/Lx). Parameter ini digunakan dalam matriks proyeksi Leslie untuk memprediksi pertumbuhan populasi secara diskrit.

Dari data neraca hayati tersebut perhitungan dilanjutkan untuk menentukan parameter-parameter demografi lainnya (Price 1997) seperti:

1. Laju reproduksi kotor (GRR) = ∑ mx

2. Laju reproduksi bersih (Ro) = ∑ lxmx

3. Waktu generasi (Tc) = ∑ x lxmx / ∑ lxmx

4. Laju pertambahan intrinsik = Log e R0/Tc

Preferensi Tungau Predator terhadap Mangsa

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui preferensi mangsa tungau predator N. longispinosus pada tingkat stadia (telur, nimfa, dan imago) tungau hama T. kanzawai. Stadia mangsa yang digunakan dalam percobaan adalah telur, nimfa, dan imago T. kanzawai. Jumlah telur, nimfa, dan imago yang digunakan berbeda berturut-turut 25 butir, 10 ekor dan 5 ekor. Perbedaan jumlah tersebut didasarkan pada jumlah maksimum pada uji tanggap fungsional. Perlakuan diulang sebanyak 10 kali.

Tungau predator yang digunakan berumur sama yaitu imago berumur 2 hari. Tungau predator diletakkan secara individu dalam arena percobaan. Arena

percobaan dimodifikasi dalam percobaan preferensi mangsa. Tiga potongan daun ubi kayu berukuran 1.5 cm x 1.5 cm diletakkan dalam satu arena percobaan. Setiap helai daun berisi mangsa (telur, nimfa dan imago) yang berbeda dengan jumlah mangsa yang sama. Jarak antar daun berkisar 0.5-1.0 cm. Penghubung antar daun digunakan jembatan parafilm selebar 2 mm dan berbentuk T. Tungau predator diletakkan di tengah jembatan. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit selama 3 jam dengan menghitung jumlah mangsa dan keberadaan tungau predator pada tiap helai daun dalam arena percobaan.

Data percobaan preferensi mangsa dianalisis menggunakan excel dengan melihat keberadaaan imago N. longispinosus pada arena percobaan setiap 30 menit selama 3 jam.

Tanggap Fungsional

Percobaan tanggap fungsional merupakan percobaan yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat predasi tungau predator N. longispinosus dengan tingkat kepadatan tungau hama T. kanzawai. Mangsa yang digunakan dalam percobaan ini adalah stadia telur. Kepadatan telur yang digunakan adalah 5, 10, 20, 40 dan 80 butir telur. Masing-masing perlakuan diulang 10 kali.

Percobaan tanggap fungsional menggunakan arena percobaan seperti pada percobaan neraca hayati. Imago T. kanzawai dimasukkan dalam arena percobaan tersebut dan dibiarkan selama 24 jam agar bertelur dan telur-telur tersebut yang digunakan dalam uji tanggap fungsional.

Predator yang digunakan berasal dari stadia imago yang berumur 2 hari. Predator-predator tersebut dipuasakan selama 8 jam secara individu. Pemuasaan tersebut bertujuan agar pencernaan setiap predator dalam kondisi yang sama saat dilakukan perlakuan. Setelah 8 jam, predator tersebut dimasukkan dalam arena percobaan yang berisi telur dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu, telur-telur yang tersisa dihitung.

Tipe tanggap fungsional diketahui dengan menggunakan regresi logistik. Regresi logistik berasal dari proporsi mangsa yang diserang (Ne/No) sebagai suatu fungsi dari kepadatan mangsa yang tersedia (No). Data tanggap fungsional

diuji sesuai pada fungsi polinom yang menggambarkan hubungan Ne/No dan No sebagai berikut:

=

Keterangan: P0 = titik potong P1 = koefisien linear P2 = koefisien kuadratik P3 = koefisien kubik

Pendugaan parameter (P) dilakukan dengan prosedur PROC CATMOD SAS (SAS Institute 1989). Tanggap fungsional tipe II akan digambarkan dengan nilai P1 yang lebih kecil dari 0 atau negatif (P1 < 0). Tanggap fungsional tipe III akan ditunjukkan dengan nilai P1 yang positif (P1 > 0) namun P2 bernilai negatif (P2 < 0). Pada tanggap fungsional tipe II dan III terdapat waktu penanganan mangsa (Th) dan laju pencarian mangsa (a). Pendugaan Th dan a didapatkan dari persamaan cakram Holing untuk tanggap fungsional tipe II dan persamaan Hassel untuk tanggap fungsional tipe III (Hassel 1978).

Tanggap Numerik

Percobaan tanggap numerik dilakukan hampir sama dengan percobaan tanggap fungsional, bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan populasi predator dengan tingkat kepadatan hama. Kepadatan telur yang digunakan adalah 5, 10, 20, 40 dan 80 butir. Masing-masing perlakuan diulang 10 kali. Beberapa imago T. kanzawai dimasukkan dalam setiap arena percobaan dan dibiarkan selama 24 jam. Telur-telur yang dihasilkan dihitung untuk digunakan dalam percobaan tanggap numerik dan imago dipindahkan dari arena percobaan. Predator yang digunakan adalah stadia imago yang berumur 2 hari. Setelah 24 jam, pengamatan dilakukan terhadap jumlah telur predator yang dihasilkan dalam arena percobaan.

Kemampuan Menekan Populasi Mangsa oleh Individu Predator

Percobaan ini bertujuan mengetahui kemampuan individu tungau predator menekan populasi mangsa dengan kepadatan mangsa yang berbeda. Kepadatan imago mangsa yang digunakan sebagai berikut: 4, 8, 16 dan 32 ekor. Imago-imago mangsa dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu, seekor N. longispinosus betina berumur 5-6 hari dimasukkan dalam arena percobaan yang telah berisi mangsa. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mencatat jumlah semua stadia predator dan mangsa yang ada dalam arena percobaan. Pengamatan berlangsung selama 3 hari. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan kontrol (tanpa predator) hanya diulang sebanyak 3 kali dan pengamatan berlansung selama 96 jam.

Dalam dokumen BIOLOGI DAN POTENSI PREDASI TUNGAU PREDATOR (Halaman 30-36)

Dokumen terkait