• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kebun Percobaan Muara, Bogor dan di laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Mei 2011.

Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa wereng uji

N. lugens dan larutan 0,1% acid fuchsin. Varietas padi Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6,

Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74 dan varietas pembanding PTB33 dan TN1.

Metode Penelitian

Pemeliharaan dan Perbanyakan Tanaman Inang

Empat varietas benih padi Pelita, IR26, IR42, dan Ciherang digunakan untuk diperbanyak sebagai tanaman inang biakan stok populasi WBC uji berturut- turut untuk biotipe 1, biotipe 2, biotipe 3 dan populasi lapang dari daerah Klaten dan 10 varietas benih padi yaitu TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR72 dan PTB33 digunakan untuk pengujian keperidian WBC uji. Benih tersebut diperoleh dari BB Padi Sukamandi.

Setiap varietas benih padi uji disemai pada baki yang telah dilapisi tanah untuk media semai secukupnya di laboratorium rumah kaca BB Padi KP Muara, Bogor. Setelah bibit padi berumur 10 hari digunakan sebagai inang populasi WBC masing-masing dipindahkan ke dalam ember berisi tanah lumpur. Tanaman dipupuk dengan urea dosis 2 g/pot, atau setara dengan 250 kg/ha. Setelah tanaman berumur 1 bulan siap digunakan untuk memperbanyak populasi WBC. Pada pengujian keperidian WBC digunakan tanaman berumur satu bulan yang diperoleh dari pemeliharaan di lapangan.

Perbanyakan WBC Uji

WBC biotipe 1, 2, dan 3 diperoleh dari biakan wereng yang dipelihara di Rumah Kaca KP Muara, Bogor, sedangkan biotipe lapang diperoleh dengan mengoleksi wereng dari daerah Klaten di lokasi peledakan populasi WBC. Tiga pasang imago jantan dan betina WBC diambil dan dipindahkan ke rumpun tanaman padi berumur 35 HST yang telah disediakan dengan menggunakan aspirator. WBC biotipe 1 dipelihara pada varietas Pelita, biotipe 2 pada varietas IR 26, biotipe 3 pada varietas IR 42, dan biotipe lapang pada varietas Ciherang. Tanaman yang telah dinvestasi WBC dikurung dengan kurungan kasa berkerangka besi, berbentuk silinder berdiameter 25 cm, tinggi 85 cm, bagian permukaan atasnya ditutup kain kasa dan di bagian samping pangkal kurungan diberi ventilasi berukuran 10 x 10 cm.

Imago yang baru eklosi generasi pertama hasil pertumbuhan dan perkembangbiakan WBC digunakan sebagai serangga uji pada pengujian keperidian wereng. Sebagai bahan pengukuran tubuh serangga (body size)

digunakan individu WBC hasil pengamatan pertumbuhan populasi WBC biotipe 2 dan 3 pada varietas padi TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR72 dan PTB33 selama satu musim tanam.

Pengujian Keperidian WBC

Indikator fitness berkaitan dengan perkembang biakan serangga diukur

dengan mengamati keperidian (fecundity) dan lama hidup imago (longevity).

WBC biotipe 3, instar IV dan V di atas dipilih dan dipisahkan dari populasi stok, kemudian dipindahkan ke rumpun tanaman baru yang telah dipersiapkan ditanam dalam pot seperti diuraikan di atas. Pengumpulan instar ini dilakukan untuk mendapatkan individu imago WBC uji yang baru eklosi dengan jumlah yang cukup dan umur seragam. Sepasang imago WBC yang baru eklosi diambil dari kurungan dan diletakkan pada tanaman uji berumur satu bulan di dalam kurungan pengujian berbentuk silinder, yang terbuat dari plastik mika berdiameter 5 cm dan tinggi 20 cm. Setiap perlakuan diulang 4-10 kali. Tanaman diletakkan dalam posisi tegak dengan cara menyisipkan bagian pangkal tanaman pada celah busa plastik di bagian pangkal dan ujung kurungan (Gambar 3). Sejumlah kurungan

tersebut dimasukkan di dalam toples berukuran 5 liter berisi air yang diposisikan sebatas tinggi akar, agar tanaman tidak layu. Bagian pangkal pelepah padi ini merupakan tempat bertenggernya WBC, makan dan peletakkan telur. Jumlah telur WBC yang diletakkan pada jaringan pelepah padi diamati setiap interval dua hari selama masa hidup imago serangga uji.

Pengamatan telur dilakukan dengan cara mengambil tanaman uji dan menggantikannya dengan tanaman baru setiap dua hari sekali. Bagian jaringan pelepah tanaman yang telah disisipi telur direndam di dalam larutan pewarna 0.1% acid fuchsin selama 15 menit sampai 1 jam agar saat pembedahan dapat dibedakan antara warna telur dan jaringan tanaman. Pembedahan dilakukan di atas objek gelas dengan bantuan gunting dan pinset dan telur diamati di bawah mikroskop cahaya. Jumlah telur yang diletakkan pada tanaman dihitung dan dicatat. Sisa telur yang tidak diletakkan pada tanaman diamati dengan membedah wereng pasca peneluran, tepatnya saat wereng mati di akhir pengujian. Fitness

berkaitan dengan reproduksi dinyatakan dengan (Ellers dan Jervis 2003):

Keperidian riil = jumlah telur yang diletakkan pada tanaman inang selama hidup imago

Potensi keperidian = keperidian riil + jumlah telur dalam ovari.

Gambar 3 Lokasi penempatan wereng uji pada inang

Kiri: kurungan pengujian, a. posisi wereng pada tanaman; Kanan: toples penampung kurungan.

Analisis Morfometrik Tubuh Wereng

Indikator fitness yang berkaitan dengan morfologi tubuh WBC N. lugens

pada penelitian ini adalah pengukuran body size yang meliputi ovipositor,

rostrum, kepala bagian depan, sayap depan, dan tibia berikut taji tungkai belakang dari WBC biotipe 2 dan 3. Pengukuran body size digunakan metode analisis

program Proscrustes TPSutil dan TPSdigg2 yang diunduh dari penelusuran

internet melalui web site: http://life.bio.sunysb.edu/morph (Rohlf 1999). Metode ini mengacu pada pengukuran body size sayap parasitoid T. brassicae (Kapuge

dan Hoffmann 2001) dan beberapa serangga lainnya, seperti lalat Drosophila melanogaster, Chironomis tepperi, Lucilia cuprina, dan ngengat buah apel Epiphyas postvittana (Hoffmann et al. 2005).

Wereng yang dibedah adalah WBC yang diambil dari sumber yang sama terhadap perlakuan penghitungan jumlah telur dan WBC yang diambil dari pemeliharan pada perlakuan varietas TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR72 dan PTB33. Preparasi bagian tubuh yang akan diukur dilakukan dengan cara yang berbeda yaitu preparasi sayap direkatkan pada gelas obyek yang telah diberi plastik berperekat ganda (double selotype), sedangkan

preparasi bagian tubuh lainnya digunakan perekat Cutex yang diteteskan pada gelas obyek. Bagian kanan dan kiri sayap depan WBC masing-masing diisolasi dari tubuh serangga dengan mencabut pangkal sayap menggunakan pinset halus dan melekatkannya pada gelas obyek yang telah dilapisi selotip berperekat ganda (double selotype). Selanjutnya, preparat ditutup dengan gelas penutup, disimpan dalam kotak atau rak gelas preparat, dan siap difoto untuk pengambilan image sayap. Bagian sklerit ovipositor, rostrum, kepala bagian depan, sayap, dan tibia berikut taji tungkai belakang diisolasi dengan cara membedah tubuh WBC yang telah diambil sayapnya seperti yang uraian di atas dan setiap bagian tubuh tersebut dilekapkan pada setetes Cutex berpelarut aseton. Media pelarut Cutex tersebut dibiarkan mengering dan sklerit yang menempel pada objek gelas siap difoto untuk diambil imagenya. Pengambilan foto digital sayap dan bagian tubuh lainnya dilakukan dengan menggunakan alat potret Olympus DP 11D yang dihubungkan dengan perangkat komputer. Image foto tersebut disimpan dalam format JPEG.

Pengukuran “image body size” dilakukan dengan cara membuka program

Proscrustes TPSutil dan TPSdigg2 (Rohlf 1999) menggunakan komputer dan

menyisipkan (insert) seluruh data dari setiap bagian tubuh yang akan diukur

dalam satu folder data. Luasan dari setiap bagian tubuh yang diukur diplot dengan menentukan beberapa titik pengukuran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Pengukuran setiap titik landmark secara otomatis diubah dalam

program tersebut ke dalam koordinat sumbu x dan sumbu y dalam bentuk lembaran data bmp yang kemudian ditransfer ke CSV file sehingga dapat dibaca

dalam software program Microsoft exell. Urutan prosedur pengukuran untuk mentransformasi landmark titik ke nilai angka adalah sebagai berikut:

- Log on computer untuk mendapat program TPSutil dan TPSdigg2 melalui

penelusuran internet, alamat web site: http://life.bio.sunysb.edu/morph.

- Start program - Click tpsutil

- Build TPS file from images - Input

- Buka folder sayap - Click pada file pertama - Click open

- Click output

- Create file (beri nama file) - Save

- Set up

- Click on create (masukkan semua file dalam include path) - Close

- Open tps digg2 - Buka file

- Pilih TPS file by input source

- Open foto spesimen sayap yang akan diukur

- Tentukan letak titik-titik pada venasi sayap yang akan diukur - Save

Transformasi data dari tps data ke Microsoft exell melalui tahapan: - Open tps util. Pilih: convert tps/ints file

- Input

- Open file with double klik pada file yang sudah diukur (tampak pada

tampilan screen) - Output - Save in CSV file - Created - Closed - Open folder

- Open and find file with CSV di Microsoft exell - Maka data sudah ditransformasi

- Save.

Gambar 4 Lansekap titik pengukuran body size WBC

Keterangan: A) Enam belas titik pengukuran pada sayap depan; B) Delapan titik pengukuran pada tungkai belakang; C) Dua titik pengukuran pada ovipositor;

D) Lima titik pengukuran pada rostrum; E) Tujuh titik pengukuran pada kepala.

Dari data hasil transformasi tersebut di atas, nilai jarak dari sumbu x (centroid x) dan sumbu y (centroid y) dihitung menggunakan program Microsoft Excel 2007, sehingga dapat ditentukan luasan bagian tubuh yang terukur (centroid size dalam satuan piksel atau luasan body size dalam satuan m). Pengukuran

ovipositor, rostrum, kepala bagian depan, dan tibia berikut taji tungkai belakang dilakukan dengan cara yang sama seperti pengukuran sayap. Pengukuran nilai asimetri body size pada penelitian ini hanya dilakukan pada bagian sayap dan

tungkai. Nilai fluktuasi asimetri sayap atau tungkai merupakan nilai mutlak selisih luasan sayap atau tungkai kiri dan kanan (asimetry direction). Semakin kecil nilai fluktuasi asimetri sayap menunjukkan semakin tinggi angka keseimbangan tubuh.

Data hasil transformasi (x1, x2, x3, ...x8) dan (y1, y2, y3,...y8) dihitung

melalui program Microsoft exell dengan rumus sebagai berikut:

Centroid x = (x1+ x2+ x3 + ...xn)/n ...(1)

Centroid y = (y1+ y2+ y3 +...yn)/n ...(2)

Distanced = SQRT ((xn - Centroid x)^2 + ((yn - Centroid y)^2 ...(3)

Centroid size = Sum (distanced 1, distanced 2, ... distanced n) ...(4) n

Luasan tubuh yang di ukur = Centroid size setiap spesimen ...(5) Centroid size objektif mikrometer

Asimetry direction = Centroid size (sayap kanan - sayap kiri) ... (6) Fluktuasi asimetri (FA) = Asimetry direction

Pengolahan Data

Seluruh data hasil pengamatan keperidian dianalisis dengan ANOVA melalui program komputer Statistic Analyze System (SAS) 9.1. for Windows Data.

Pengukuran tubuh serangga ditampilkan melalui program Proscrustes TPSutil dan

TPSdig2, kemudian ditransformasi ke program Microsoft Excel 2007 dan

dilanjutkan dengan analisis program SAS 9.1. for Windows, kemudian data rata-

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keperidian WBC N. lugens Stål pada varietas tahan dan rentan

Nilai keperidian imago WBC N. lugens brakhiptera dan makroptera

biotipe 3 generasi induk yang dipaparkan pada perlakuan pakan sepuluh varietas padi TN1, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 6, Inpari 13, IR26, IR42, IR64, IR74 dan PTB33 disajikan pada Tabel 1. Secara umum, potensi keperidian imago WBC brakhiptera cenderung lebih tinggi, berkisar antara 76 hingga 391 butir/betina daripada keperidian imago makroptera berkisar antara 35 hingga 193 butir/betina, kecuali pada varietas pembanding tahan PTB 33 yang cenderung rendah pada makroptera maupun brakhiptera. Hal serupa terjadi dengan nilai keperidian riil yang ditunjukkan dengan kecenderungan persentase peletakkan telur 40% hingga 86% yang juga lebih tinggi pada WBC brakhiptera, dibandingkan makroptera yang hanya berkisar antara 27% hingga 71%. Perbedaan keperidian ini diduga karena ada perbedaan peran fitness antara wereng makroptera dan brakhiptera.

Wereng brakhiptera umumnya bertahan hidup dan berkembangbiak pada tanaman rentan dan toleran, sehingga nutrisi pakan yang diasup mencukupi kebutuhan hidup untuk aktivitas, pertumbuhan nimfa dan perkembangbiakan imago, sedangkan wereng makroptera berperan untuk migrasi mencari inang dan membentuk koloni di areal atau habitat baru. Pembentukan serangga makroptera seringkali dipicu oleh kepadatan populasi yang tinggi, keadaan kualitas makanan yang rendah atau kuantitas makanan yang tidak mencukupi (Slansky dan Scriber 1985). Nutrisi pakan pada serangga makroptera sebagian besar digunakan untuk cadangan makanan sebagai sumber enerji untuk terbang, sehingga mengurangi kapasitas reproduksi.

Nilai keperidian riil WBC nyata paling rendah terjadi pada perlakuan padi varietas PTB33 yang hanya mencapai 5 butir telur/betina pada brakhiptera dan 8 butir telur/betina pada makroptera, sedangkan paling tinggi pada perlakuan varietas TN1 mencapai 356 butir telur/betina pada brakhiptera (Tabel 1). Varietas PTB33 merupakan varietas tahan dan TN1 varietas rentan yang keduanya sering digunakan sebagai varietas pembanding (diferensial) dalam uji penapisan varietas

inang. Hal ini berarti bahwa tanaman tahan memiliki sifat pertahanan untuk tidak diletaki telur, sebaliknya tanaman rentan merupakan tanaman yang disukai sebagai tempat oviposisi, atau dalam arti lain WBC yang diberi perlakuan varietas rentan memiliki respon fitness yang jauh lebih tinggi daripada inang varietas

tahan. Faktor biofisik dan kimia tanaman seperti karakteristik permukaan tanaman, kekerasan jaringan, bahan nutrisi pakan, serta metabolit sekunder dapat mempengaruhi interaksi pola perilaku serangga, di antaranya perilaku oviposisi (Panda dan Khush 1995; Schoonhoven et al. 2005).

Dari sepuluh perlakuan yang diujikan, keperidian riil WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk nyata tertinggi dijumpai pada paparan varietas pembanding rentan TN1, sebaliknya keperidian terendah nyata terdapat pada paparan varietas pembanding tahan PTB 33. Fenomena yang mirip juga terjadi pada thrips F. occidentalis, yaitu keperidian imago yang dipelihara pada kultivar

mentimun tahan lebih rendah dibandingkan pada kultivar rentan (de Kogel et al.

1999). Di antara WBC yang diujikan pada empat varietas tahan, keperidian riil tertinggi terjadi pada varietas IR26 yaitu 263 butir telur/betina, kemudian menurun berturut-turut pada IR42, IR64, dan IR74 yang berkisar antara 85-99 butir telur/betina, walaupun keperidian WBC keempat perlakuan tersebut masing- masing tidak berbeda nyata (Tabel 1). Demikian pula keperidian WBC terendah yang dipaparkan pada empat varietas padi tipe baru dijumpai pada paparan varietas Inpari 13 (59 butir telur/betina) tidak berbeda nyata dengan Inpari 3 (78 telur/betina), maupun keperidian WBC tertinggi pada Inpari 6 (165 telur/betina). Bagaimanapun juga, perpindahan habitat WBC 3 generasi induk dari inang stok yaitu IR 42 ke habitat baru hanya memberikan pengaruh yang relatif kecil terhadap penurunan atau peningkatan keperidian, dengan perkecualian bahwa peningkatan drastis terjadi pada TN 1 dan IR 26. Hal ini diduga bahwa WBC tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan hidup saat dipaparkan pada kedua varietas ini, karena sejak awal telah diketahui rentan terhadap serangan WBC biotipe 3. Baehaki (2008) melaporkan bahwa varietas IR26 yang sebelumnya dianggap varietas tahan, kini telah dipatahkan ketahanannya oleh WBC biotipe 3. Hal ini berarti bahwa WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk cenderung memiliki fitness tertinggi pada paparan

19 Tabel 1 Keperidian dan lama hidup WBC brakhiptera dan makroptera biotipe 3 generasi induk pada paparan sepuluh varietas pakan

No. Perlakuan

Varietas padi Nilai keperidian (fekunditas) (butir telur) (rerata SD)*

Persentase peletakan

telur (%)

Sisa telur dalam ovari (butir) (rerata SD)* Lama hidup imago (longevity)(hari) Masa pra peneluran (hari) Masa peneluran (hari) Potensial Riil Brakhiptera 1 Inpari 3 129 73 ab 78 52 a 55.7 51 33 a 3.4 0.9 e 1.7 1.7 2 Inpari 4 171 188 ab 146 181 a 73.9 24 12 ab 11.0 7.1 abc 2.4 7.8 3 Inpari 6 195 181 ab 165 165 a 85.5 31 33 ab 9.2 5.3 bcd 2.2 5.8 4 Inpari 13 76 57 b 59 53 a 73.4 17 5 b 6.4 1.8 cde 2.1 4.3 5 IR 26 294 241 a 263 236 a 73.9 32 24 ab 15.6 10.2 a 3.1 11.1 6 IR 42 134 62 ab 99 58 a 68.7 36 9 a 5.4 0.9 de 2.0 3.4 7 IR 64 108 49 ab 85 52 a 67.2 23 23 ab 10.8 5.4 abc 3.4 6.2 8 IR 74 132 91 ab 99 79 a 69.4 33 24 ab 5.4 1.3 de 2.0 3.4 9 PTB 33 10 7 c 5 6 c 40.0 6 7 c 4.8 1.0 de 2.8 2.0 10 TN 1 391 355 a 356 368 b 75.2 35 20 b 12.2 7.5 ab 2.2 9.2 Makroptera 1 Inpari 3 118 90 ab 91 74 ab 69 27 27a 12.0 21.9 a 3.2 5 2 Inpari 4 128 81 a 95 82 ab 59 33 27a 8.5 3.7 a 3 4 3 Inpari 6 139 34 ab 44 45 abc 42 36 14a 9.5 4.4 a 2.5 5 4 Inpari 13 53 32 ab 24 21 bcd 39 29 21a 7.2 3.3 a 3.6 2.4 5 IR26 193 96 a 146 101 a 71 47 10a 9.2 3.8 a 3.2 4.8 6 IR42 96 56 ab 56 49 abc 49 40 21a 7.6 2.4 a 3 2.8 7 IR64 88 73 ab 63 76 abcd 48 25 21a 10.0 4.4 a 3 4.8 8 IR74 35 41 bc 21 39 cd 27 14 8 a 7.2 2.1 a 2 3.2 9 PTB33 11 22 c 8 17 d 35 3 6 b 5.0 2.1 a 1.2 1.6 10 TN1 71 44 ab 29 35 bcd 26 42 15a 4.8 1.7 a 2.4 2

*Rata-rata ± galat rata-rata angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α= 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan dan data merupakan hasil tranformasi dengan rumus Log x

varietas padi IR26 dan Inpari 6 dan fitness terendah berturut-turut pada PTB33,

Inpari 13, dan Inpari 3.

Variasi perbedaan keperidian WBC makroptera biotipe 3 relatif lebih sempit dibandingkan WBC brakhiptera. Keperidian riil WBC makroptera nyata tertinggi juga dijumpai pada varietas IR26 (146 butir telur/betina) dan keperidian terendah berturut-turut pada PTB33, IR74 dan Inpari 13 (8, 21, dan 24 butir telur/betina). Pengecualian keperidian WBC pada varietas rentan TN1 relatif tidak setinggi keperidian yang dicapai oleh WBC brakhiptera. Keadaan ekstrim pada keperidian WBC makroptera pada varietas tersebut diduga merupakan upaya efisiensi konversi enerji (92%) untuk adaptasi migrasi dibandingkan untuk pembentukan telur. Sebaliknya, keadaan yang berbeda pada WBC brakhiptera pada varietas Inpari 3 penggunaan enerji (85%) lebih diutamakan untuk pembentukan telur. Realokasi enerji sering terjadi karena perubahan lingkungan yang memungkinkan serangga untuk migrasi atau segera meletakkan telur akibat keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan atau diinduksi oleh keberadaan nutrisi atau bahan metabolit sekunder tertentu (Slansky dan Scriber 1985).

Selain keperidian, fitness juga dipengaruhi oleh lama hidup imago. Pada

WBC brakhiptera, lama hidup imago lebih bervariasi dibandingkan makroptera. Seekor WBC brakhiptera pada perlakuan inang IR26 menghasilkan lama hidup imago terpanjang (15 hari) dengan masa peneluran 11 hari, diikuti TN1 (12 hari) dengan masa peneluran 9 hari dan Inpari 4 (11 hari) dengan masa peneluran 7 hari yang berbeda nyata dengan perlakuan inang berturut-turut varietas Inpari 3, PTB33, IR74, IR42, dan Inpari 13 dengan lama hidup terpendek berkisar antara 4.8 hingga 6.4 hari/betina dengan masa peneluran rata-rata berkisar 2 hingga 4.3 hari/betina. Lama hidup serangga, terutama periode oviposisi berkaitan erat dengan keperidian, bertambah panjang lama hidup seringkali dapat meningkatkan keperidian serangga. Hasil pengamatan lama hidup imago ini selaras dengan hasil pengamatan keperidian bahwa kecenderungan WBC biotipe 3 memiliki fitness

tertinggi pada inang varietas padi tahan IR26 semakin nyata dan fitness terendah

berturut-turut pada PTB33, Inpari 13, dan Inpari 3. Secara umum, imago gravid

oviposisi untuk mendapatkan kualitas tanaman yang tepat dalam memaksimalkan keberlanjutan hidup atau fitness keturunannya (Bernays dan Chapman 1994).

Faktor fenologi tanaman, kualitas pakan, bahan kimia tanaman dapat mempengaruhi kesesuaian tanaman inang untuk tempat hidup dan perkembangbiakan serangga (Bernays dan Chapman 1994; Panda dan Khush 1995; Schoonhoven et al. 2005).

Fitness reproduksi WBC brakhiptera biotipe 3 setelah dipelihara selama

paling sedikit satu generasi pada varietas tanaman uji yang sama secara umum mengalami perubahan. Perbedaan keperidian induk WBC yang berasal dari stok pemeliharaan (G) dan induk hasil keturunan generasi pertama (F1) yang diberi perlakuan sepuluh varietas tanaman uji ditunjukkan pada Gambar 5. Keperidian WBC pada inang IR42 mengalami sedikit peningkatan 10% dari keperidian generasi awal, sedangkan pada IR 64 relatif menunjukkan penurunan yang tidak signifikan yang hanya mencapai 9%. Kuat dugaan bahwa WBC telah beradaptasi pada varietas IR42 dalam waktu yang cukup lama sebagai tanaman inang stok biotipe 3, sedangkan IR 64 dianggap varietas agak rentan bagi WBC. Keperidian yang sangat rendah tetap bertahan pada varietas standar PTB33, yaitu 10 telur pada generasi induk dan menurun menjadi 3 telur/betina pada generasi F1. Potensi keperidian WBC yang dipelihara pada varietas rentan dan agak rentan seperti TN1, IR26, Inpari 6, dan Inpari 4 mengalami penurunan drastis lebih dari 69.5%. Jumlah telur yang dihasilkan oleh generasi induk paling tinggi pada TN1 dan paling rendah pada Inpari 4 berturut-turut mencapai 391 dan 171 telur/betina dan menurun pada generasi pertama menjadi 123 dan 40 telur/betina. Penurunan ini diduga berkaitan dengan penurunan fitness sebagai akibat kepadatan populasi

yang terjadi pada pertumbuhan populasi generasi pertama yang dipaparkan pada tanaman yang memiliki ketahanan relatif berbeda dengan inang IR 2. Pada keempat varietas tersebut diduga terjadi kompetisi makanan dan habitat di antara individu wereng di dalam populasi. Keperidian yang tidak terlalu menurun terjadi pada WBC yang dipelihara pada varietas agak tahan yaitu IR 4, dan Inpari 3, namun keperidian yang sedikit relatif meningkat terjadi pada varietas Inpari 13. Bagaimanapun juga, keperidian yang dicapai pada generasi pertama menghasilkan

Gambar 5 Keperidian WBC brakhiptera biotipe 3 generasi induk (G1) dan generasi pertama (F1)

jumlah telur berkisar antara 82-96 telur. Dari data tersebut menunjukkan bahwa WBC yang dipelihara pada varietas tahan (Inpari 13, IR74 dan Inpari 3) menunjukkan respon penurunan reproduksi lebih awal yaitu sejak generasi induk, sedangkan WBC yang dipelihara pada varietas rentan atau agak rentan baru tampak setelah generasi pertama. Respon pertama ini diduga akibat seleksi mekanisme pertahanan antixenosis, sedangkan respon berikutnya merupakan seleksi mekanisme pertahanan antibiosis (Schoonhoven et al. 2005).

Ukuran Tubuh N. lugensStål

Serangga pada dasarnya memiliki kemampuan makan berbeda, dan diketahui bahwa fitness selalu lebih tinggi pada serangga polifag, meskipun

demikian kebanyakan spesies bersifat spesialis (Bernays dan Chapman 1994). Di dalam proses evolusi, spesialisasi sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber makanan dan perilaku makan akibat adanya tekanan seleksi. Untuk mempertahankan hidup dalam menghadapi keterbatasan sumber bahan pakan, maka spesialisasi dibentuk melalui tahapan perubahan, di antaranya adalah perilaku reproduksi dan morfologi.

Hasil pengukuran awal pada empat biotipe WBC yang berasal dari stok pemeliharaan (generasi induk) menunjukkan bahwa besaran ovipositor nyata

Inpari 3 Inpari 4 Inpari 6 Inpari 13 IR 26 IR 42 IR 64 IR 74 PTB 33 TN 1 WBC G1 129 171 195 76 294 134 108 132 10 391 WBC F1 96 40 52 82 71 148 98 84 3 123 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 Ju m lah te lu r/ b e tina

tertinggi terdapat pada WBC biotipe 1, berturut turut menurun pada biotipe 2 dan biotipe 3, dan nyata terendah pada WBC populasi lapang (Tabel 2). Besaran ovipositor WBC antara biotipe 1 tidak berbeda nyata dengan biotipe 2. Begitu pula besaran ovipositor pada WBC biotipe 3 tidak berbeda nyata dengan besaran ovipositor WBC populasi lapang. Walaupun demikian, kedua ovipositor WBC biotipe 1 dan 2 (0.99 hingga 1 mm) berbeda nyata dengan kedua ovipositor WBC biotipe 3 dan populasi lapang (0.92 hingga 0.94 mm). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengurangan atau pemendekan ukuran ovipositor diduga sebagai respon pertahanan biotipe untuk upaya meningkatkan respon fitness

reproduksi. Perubahan morfologi ovipositor WBC pada penelitian ini diprediksi

Dokumen terkait