• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA

Wereng Batang Coklat

Wereng batang coklat (WBC) Nilaparvata lugens Stål tergolong ke dalam

kelas Insecta, ordo Hemiptera, famili Delphacidae (CAB International 2007). Tubuh berwarna coklat dengan mata agak kebiruan. Kepala, pronotum dan mesonotum berwarna coklat. Tungkai berwarna coklat terang dengan kuku tarsus berwarna hitam. Sayap depan (tegmina) transparan dengan venasi berwarna gelap, pterostigma hitam, sayap belakang bertekstur hialin dengan venasi gelap. Panjang tubuh serangga jantan rata-rata 2 sampai 3 mm dan serangga betina berkisar 3 sampai 4 mm. Imago WBC mempunyai dua bentuk sayap: bersayap panjang (makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera) (Gambar 1).

Siklus hidup WBC sekitar 28 hari melalui metamorfosis tidak sempurna (paurometabola) yang terdiri atas stadia telur, nimfa dan serangga dewasa (imago). Wereng batang coklat berkembangbiak secara seksual dengan masa prapeneluran brakhiptera sekitar 3 sampai 4 hari dan makroptera 3 sampai 8 hari.

Gambar 1 Wereng batang coklat

Keterangan: a. Imago brakhiptera betina masa prapeneluran b. Imago brakhiptera betina masa bertelur c. Imago makroptera jantan

d. Nimfa

Seekor imago betina mampu meletakkan telur semasa hidupnya, sekitar 10 sampai 20 hari sebanyak 500 butir (CAB International 2007).

Telur WBC berwarna putih, berukuran 1.30 x 0.33 mm, berbentuk seperti buah pisang dan memiliki katup telur yang pipih melebar. Telur diletakkan berkelompok berkisar antara 3 sampai 21 butir/kelompok, disisipkan di dalam jaringan pelepah daun pada pangkal tanaman padi (Gambar 2). Jika populasi tinggi, maka telur diletakkan di ujung pelepah daun dan tulang daun tanaman padi. Stadium telur sekitar 7 sampai 10 hari.

Wereng batang coklat memiliki lima stadia nimfa. Tubuh nimfa instar pertama berwarna putih krem, kemudian berangsur-angsur berubah hingga nimfa instar akhir, yaitu menjadi coklat hingga coklat gelap. Tubuh nimfa instar IV calon betina dicirikan dengan pembengkakan ruas abdomen pertama hingga ke tujuh ditandai dengan pola bercak warna coklat pada bagian tersebut (CAB International 2007).

Populasi nimfa maupun imago sering ditemukan hidup, tumbuh dan berkembang pada pelepah daun di bagian pangkal tanaman padi. Wereng ini memiliki perkembangan populasi yang sangat cepat dan menyerang padi dengan

Gambar 2 Telur WBC

Keterangan: a. Kelompok telur pada jaringan pelepah padi b. Kelompok telur menjelang menetas (gambar diperbesar)

menghisap cairan tanaman. Saat jumlah populasi cukup tinggi, hisapan tersebut mengakibatkan seluruh bagian tanaman menjadi kering kerontang berwarna coklat seperti gejala daun terbakar. Serangan berat dapat terjadi pada fase vegetatif maupun generatif tanaman dan berlanjut terjadinya gagal panen atau puso.

Salah satu pengendalian yang dapat digunakan untuk mencegah peningkatan populasi WBC yaitu dengan penanaman padi varietas tahan. Namun, WBC mempunyai keragaman genetik yang cukup luas serta relatif mudah beradaptasi dengan lingkungan. Adaptasi yang cepat ini dapat menghancurkan ketahanannya pada varietas yang semula bereaksi tahan. Penanaman varietas yang sama secara terus-menerus, pemakaian insektisida yang kurang bijaksana, dan sanitasi yang kurang baik akan mendorong munculnya biotipe baru wereng coklat (Soewito et al. 1995 dalam Qomaroodin 2006).

Di daerah tropis, populasi WBC dijumpai sepanjang tahun, sebaliknya hal ini tidak terjadi di daerah empat musim. Wereng melakukan migrasi jarak jauh dan melakukan rekolonisasi di daerah empat musim setiap tahun pada bulan Juni atau Juli. Pada bulan September wereng ini kembali bermigrasi ke daerah tropis dengan bantuan angin. Sayap serangga merupakan bagian tubuh yang penting berperan dalam terbang, memencar atau migrasi untuk menemukan habitat inang atau tanaman inang. Pada WBC, perpindahan tempat dari satu area ke area lainnya diperankan oleh bentuk makroptera. Pembentukan serangga makroptera distimulasi oleh berbagai faktor, antara lain kepadatan populasi nimfa, rendahnya kualitas tanaman inang, perbedaan panjang waktu siang dan malam dan keadaan suhu lingkungan (CAB International 2007).

Variasi ciri morfologi ukuran tubuh (intraspesific body size) seringkali

dihubungkan dengan dampak terhadap fitness (kebugaran dalam arti luas)

serangga. Komponen fitness meliputi ukuran sayap, bentuk lansekap sayap, dan

fluktuasi asimetri sayap yang dikaitkan dengan fungsi kemampuan terbang untuk mencari inang dan menentukan lokasi inang untuk meletakkan telur. Selain itu, pembentukan telur pada masa praoviposisi, ukuran telur, jumlah ovariol, potensi keperidian (fecundity), keperidian riil, lama hidup imago (longevity) dikaitkan

dengan fungsi berkembangbiak atau reproduksi (Corrigan dan Lashomb 1990, Hardi et al. 1992, Visser 1994, King 1998 dalam Ellers dan Jervis 2003).

Ukuran tubuh dapat digunakan untuk memprediksi keperidian, walaupun menurut Leather (1988) hal ini tidak dapat diandalkan sepenuhnya karena kedua faktor tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Seperti dilaporkan oleh De Kogel et al. (1999) bahwa tidak terdapat korelasi antara ukuran tubuh

dengan reproduksi pada empat populasi thrips Frankliniella occidentalis berasal

dari Belanda, Selandia Baru, Perancis dan Amerika Serikat yang memiliki ukuran tubuh yang sangat berbeda. Honẽk (1993), berpendapat bahwa korelasi ukuran

tubuh dan keperidian dapat diprediksikan di dalam kondisi lingkungan terkontrol seperti di laboratorium.

Komponen fitness lainnya seperti panjang tubuh; panjang tibia tungkai

belakang; ukuran, bentuk serta fluktuasi asimetri sayap digunakan untuk memprediksi fitness di lapangan (field fitness) (Kazmer dan Luck 1995, West et al. 1996, Bennet dan Hoffmann 1998, Kolliker-Ott et al. 2003). Pada parasitoid Trichogramma sp., tubuh yang berukuran besar memiliki keberhasilan field fitness

lebih tinggi dibandingkan parasitoid yang berukuran kecil. Ukuran dan bentuk lansekap sayap pada serangga berukuran kecil umumnya dapat diandalkan untuk memprediksi field fitness. Perubahan yang sangat kecil dalam ukuran dan bentuk

sayap sangat berdampak besar terhadap kemampuan terbang serangga (Ellington 1999; Dudley 2000 dalam Kolliker-Ott et al. 2003). Hewa-Kapuge dan

Hoffmann (2001) menemukan bahwa fitness yang relatif tinggi terdapat pada sayap yang berukuran medium, sedangkan fitness yang rendah ditemukan pada sayap berukuran ekstrim. Kolliker-Ott et al. (2003) berpendapat lain yaitu

semakin besar ukuran sayap, semakin tinggi field fitness. Perubahan bentuk sayap

dapat terjadi karena tekanan seleksi akibat kondisi lingkungan. Perubahan bentuk dan ukuran sayap pada ngengat Helicoverpa armigera dan parasitoid Trichogramma spp. digunakan sebagai indikator adanya stress atau tekanan

lingkungan (Hoffmann dan Shirriffs 2002; Hoffmann et al. 2005). Fitness

berkaitan dengan ketidakseimbangan arah terbang (directional asymetry)

umumnya dilaporkan pada serangga berukuran besar seperti contohnya lalat, lebah, dan ngengat. Pada serangga berukuran kecil, contohnya parasitoid

Trichogramma nr. brasicae dan T. pretiosum dilaporkan bahwa refleksi

sayap serangga. Walaupun demikian, Bennet dan Hoffmann (1998) melaporkan bahwa fluktuasi asimetri dan panjang sayap depan berpengaruh terhadap fitness

T. carverae.

Korelasi ukuran tubuh dan fitness pada berbagai spesies masing-masing

berbeda, bergantung pada spesies yang diteliti (species specificity). Perbedaan

fitness dapat terjadi di antara populasi thrips F. occidentalis pada tanaman

mentimun rentan dan resisten (De Kogel et al. 1997). Kultivar atau spesies

tanaman inang dilaporkan dapat mempengaruhi ukuran tubuh serangga. Thrips yang dipelihara pada tanaman tahan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dan meletakkan jumlah telur lebih sedikit daripada tanaman rentan. Leddy et al.

(1993) menemukan perbedaan variasi bentuk tubuh seperti panjang sayap depan kutu kebul Siphoninus phillyreae yang dipelihara pada tanaman pir dan ash

(sejenis tanaman hutan berkayu keras terdapat di negeri Inggeris). Tanaman ash ini termasuk inang non preferensi bagi kutu tersebut.

Padi Sawah

Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar penduduk dunia. Penduduk Indonesia sangat bergantung pada padi sebagai sumber bahan pangan utamanya. Peningkatan kebutuhan padi berbanding lurus dengan pertambahan populasi penduduk Indonesia yang saat ini sudah mencapai 237 641 326 jiwa (BPS 2011). Jumlah penduduk yang terus meningkat ini menyebabkan pemerintah Indonesia memiliki kewajiban dalam upaya meningkatkan produksi padi. Indonesia dilaporkan merupakan produsen padi terbesar ketiga di dunia setelah China dan India (FAO 2005).

Perkembangan populasi WBC seringkali dikaitkan dengan ketersediaan pakan, yaitu varietas padi unggul yang sering diserangnya. Untuk menghindari serangan wereng ini, maka pemulia tanaman mengupayakan benih varietas unggul yang memiliki sifat ketahanan terhadap serangan WBC. Beberapa padi sawah yang pernah dibudidayakan di Indonesia di antaranya varietas Pelita 1 yang kini dianggap merupakan varietas yang rentan terhadap serangan WBC dan Taichung Native 1 (TN 1) merupakan pembanding rentan. Untuk menanggulangi serangan WBC pada varietas Pelita maka diintroduksi varietas IR26 yang merupakan

varietas padi tahan terhadap wereng coklat biotipe 1. Namun, setelah 2 tahun ketahanan varietas IR 26 dipatahkan oleh WBC biotipe 2. IR42 merupakan varietas yang di introduksi dan dilepas pada tahun 1980 untuk mengatasi serangan WBC biotipe 2. Varietas ini tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, namun kini rentan terhadap wereng biotipe 3. IR64 dilepas pada tahun 1986, tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 dan agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3. IR74 merupakan varietas yang diandalkan tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3. Varietas ini dilepas pada tahun 1991. PTB 33 merupakan varietas diferensial tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3. Inpari 3 (Inbrida padi irigasi 3) merupakan varietas padi yang dilepas oleh Departemen Pertanian pada tahun 2008. Varietas ini agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak rentan terhadap wereng biotipe 3. Inpari 4 (Inbrida padi irigasi 4) adalah varietas padi yang agak rentan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3. Varietas ini dilepas pada tahun 2008. Inpari 6 (Inbrida padi irigasi 6) varietas ini dilepas pada tahun 2008 dengan ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Inpari 13 (Inbrida padi irigasi 13) merupakan varietas yang memiliki ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3. Varietas ini baru dilepas pada akhir tahun 2009 (BB Padi 2009).

Dokumen terkait