• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan penelitian mulai dilakukan pada Agustus 2005 yaitu mengurus perijinan wilayah sampai pada lokasi sekolah dasar (SD) dan perijinan Laboratorium di BATAN Yogyakarta dan Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta untuk analisis kadar mikronutrien, serta Laboratorium Klinik Prodia Surakarta untuk analisis profil darah. Survey awal atau pendahuluan untuk Penapisan sampel dan penentuan dosis selenium dan iodium dimulai pada Desember 2005 – April 2006. Penelitian utama dilakukan setelah semua sampel terseleksi dan menyatakan bersedia mengikuti penelitian hingga selesai (April 2006 – Mei 2007). Penelitian ini sudah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta, No: 2181/H.27.17.1/PL/2005 Tanggal 21 Des 2005.

Lokasi penelitian di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tepatnya di dua desa wilayah kerja Puskesmas Cepogo, yaitu desa Wonodoyo dan Jombong.

Gambar 12 Foto SDN Jombong 1 dan SDN Jombong 2 di Desa Jombong, Kecamatan Cepogo, Boyolali sebagai Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi berdasarkan penyebaran masalah GAKI pada anak SD usia 9-12 tahun di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Secara keseluruhan ada 89 desa di 16 Kecamatan. Masing-masing desa endemik mewakili Kecamatan di daerahnya yang dipilih secara random sampling sebagai dasar pemilihan lokasi digunakan hasil pemantauan status gizi anak usia sekolah pada tahun 2000 oleh DKK Boyolali (TGR 14.5 % dan VGR 12 % dan anak cenderung kretin 11.4%).

Kemudian diambil satu Kecamatan dan terpilih Kecamatan Cepogo sebagai lokasi penelitian dan terpilih SD yaitu :

1. SDN Jombong I, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. 2. SDN Jombong II, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. 3. SDN Wonodoyo I, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. 4. SDN Wonodoyo II, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.

Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan tiga tahap (Tabel 15) yang terdiri dari penelitian pendahuluan untuk Penapisan sampel dengan menggunakan kriteria inklusi (Tabel 17) dilanjutkan dengan penentuan bio-availabilitas kapsul sodium selenat (kapsul dosis 45ug) sesuai anjuran kecukupan gizi (AKG) dan penelitian epidemiologi yang berupa intervensi gizi mikro (Sodium selenat dan Iodium) pada anak usia SD laki-laki dan perempuan berumur 9 – 12 tahun.

Dalam penelitian ini diberikan sejumlah alasan untuk memadukan pendekatan metode kuantitatif dan kualitatif, yaitu:

1. mengidentifikasi aspek dan variabel yang muncul dari hasil pengamatan 2. mengilustrasikan model statistik kuantitatif dengan studi kasus kualitatif

(jumlah tanda khas kretin)

3. meningkatkan validitas konvergensi hasil (data laboratorium)

Tabel. 15 Desain dan Lokasi Penelitian

Tahap Penelitian Desain Lokasi penelitian Waktu 1. Penelitian

pendahuluan untuk Penapisan sampel

Rapid assesment /Survey cepat dengan menggunakan kriteria inklusi (Tabel 16) Daerah : a. Kecamatan Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah Laboratorium : Lab. Teknologi Maju BATAN- Yogyakarta Feb-April 2006 2. Penentuan nilai bio- availabilitas sodium selenat (kapsul dosis 45 ug) dan kapsul iodium 50 ug

Desain in-vitro Laboratorium : Teknologi Maju BATAN- Yogyakarta Februari 2006 3. Penelitian epidemiologi pada anak SD Desain Experimental Quasi (Before & After Quasi Experiment) :

a. Persiapan, seleksi sampel

b. Pemberian obat cacing ‘albendazole’ 400 mg c. Pre-test (pemeriksaan

darah, BB, TB TLidah), tes IQ d. Intervensi gizi dan

monitoring minum kapsul (4 kelp) selama 2 bl

e. Post-test

f. Pengukuran dampak fisik (status gizi, kesh) setelah 4 bl intervensi Daerah : a. Kecamatan Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah Laboratorium : Balai Kesehatan Yogyakarta Juni 2006 s.d Nopember 2006

Tabel 16 Kriteria Inklusi untuk Penentuan Sampel Saat Penapisan

No. Kriteria

1 Umur 9 – 12 tahun (kelas IV dan V). Umur 9 pada anak perempuan telah mengalami menstruasi pertama, sedangkan pada anak laki-laki sebenarnya umur 9 tahun 10 bulan

2 Lahir di desa endemik GAKI terpilih 3 Status gizi kurang

4 Tidak menderita penyakit diare

5 Tidak mempunyai kelainan kongenital / cacat bawaan

6 Tidak menderita panas/demam, DBD, batuk pilek yang berat. 7 Tidak menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) 8 Tampak menderita penyakit Thyroid/ ada benjolan di leher 9 Sulit diajak bicara, sulit menangkap pembicaraan orang lain dan

kurang/tidak dapat mendengar 10 Apatis, tidak bersemangat

11 Tidak anaemia (pucat, lemah, malas) anemia berat (Hb < 8 g/dl) 12 Muka, tangan bengkak, lidah membesar

13 Cebol / kerdil dibanding seusianya 14 Motivasi belajar kurang

15 Telah mendapatkan penjelasan tentang penelitian 16 Menyetujui Informed Consent

17 Bersedia untuk mematuhi semua prosedur penelitian 18 Tidak berpartisipasi dalam penelitian lain

Kriteria No. 14-16 perlu dicantumkan sebagai kriteria inklusi karena sejak tahun 1996 kesepakatan Helsinki telah diamandemen kembali untuk Ethical Clearance jenis penelitian high risk maupun jenis penelitian kuratif.

Populasi dan Sampling

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah anak SD kelas IV dan kelas V pada usia 9-12 tahun yang tinggal di desa endemik GAKI di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sampel, unit observasi dan unit analisis adalah :

• Sampel desa diambil secara random sampling dan terpilih dua desa (Jombong, Wonodoyo) di kecamatan Cepogo.

• Unit observasi dalam penelitian ini ada empat SDN yaitu SDN Jombong (I dan II) dan SDN Wonodoyo (I dan II).

Unit analisis dalam studi ini adalah murid SDN (laki laki dan perempuan usia 9-12 tahun) yang aktif sekolah di kelas IV dan V SDN terpilih. Kemudian

dibuat daftar murid calon subyek atas dasar daftar absensi dan secara random diambil sebagai unit analisis. Selanjutnya dilakukan Penapisan sampel dengan menggunakan 6-11 tanda / ciri khas kretin endemik. Apabila terdapat 6-11 tanda artinya anak memiliki risiko menjadi kretin. Adapun 15 tanda/ciri khas kretin endemik tersebut (Widodo, 2000) adalah :

• Gerakan anak tidak terkoordinasi • Motivasi belajar kurang

• Bila berjalan sering jatuh, terhuyung-huyung, langkah tidak teratur • Sering kejang

• Sulit diajak bicara

• Sulit menangkap pembicaraan orang lain • Kurang/tidak dapat mendengar

• Juling (starbismus)

• Cebol / kerdil dibanding seusianya • Kulit berbintik / berbercak

• Ada benjolan di leher • Apatis, tidak bersemangat • Anaemia (pucat, lemah, malas)

• Muka, tangan bengkak, lidah membesar • Mengalami gangguan pertumbuhan fisik

Selanjutnya untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus (Murti, 2006) yaitu:

n = [Z α√2p(1-p) + Zβ √p1(1-p1) + p0 (1 – p0)

(p1 - p0)2

n = besar sampel masing-masing kelompok

p0 = proporsi subyek dalam kelompok kontrol = 0.33

p1 = proporsi subyek dalam kelompok studi = 0.12 (prevalensi kretin

Jawa Tengah tahun 1998 ada 12%)

p = proporsi gabungan = ( p1 + p0 ) : 2 = 0.226

p1 - p0 = perbedaan proporsi subyek dalam kelompok studi dan kontrol

α = batas kemaknaan, menggunakan : 0.05 Z α = Z 0.025 = 1.96

1-β = power, biasanya 0.90 atau 0.80 (dalam penelitian dipakai 0.90) Zβ = Z 0.10 = 1.282

1 – p = 0.774

1 – p1 = 0.88 n = 2.285 : 0.0481 = 46.8 ∼ 47 anak / kelompok 1 – p0 = 0.67 perlakuan

Proporsi subyek dalam kelompok studi ditentukan berdasarkan besarnya prevalensi anak penderita kretin di Jawa Tengah sebesar 12%. Jadi berdasarkan rumus tersebut total sampel = 4 kelompok x 47 anak = 188 anak. Untuk mengantisipasi terjadinya lost follow up maka jumlah sampel ditambah 10% menjadi 206. Semua sampel diberi obat cacing, namun sebelumnya dilakukan random sampling Sekolah Dasar dengan mengundi lintingan kertas tertutup untuk menentukan kelompok perlakuan (A,B,C,D). Hasil sampling SD untuk jenis perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Hasil Randomisasi SD untuk Penentuan Jenis Perlakuan

No. Model Dosis Nama

Kelompok

SDN terpilih secara acak

1 Kapsul Iodium 50 μg/orang/hari + Selenium 45 μg/orang/hari

Kelompok : A Wonodoyo II Cepogo (51 anak) 2 Kapsul iodium saja 50

μg/orang/hari

Kelompok : B Wonodoyo II Cepogo (52 anak) 3 Kapsul Selenium 45 μg/orang/hari Kelompok : C Jombong II Cepogo

(52 anak)

4 Kapsul tanpa Se & I (Plasebo) Kelompok : D Jombong I Cepogo (51 anak)

Total sampel pada saat penapisan ada 206 anak

Setelah perlakuan 4 bulan terjadi drop out 91 anak sehingga jumlah sampel yang memenuhi syarat untuk dianalisis ada 115 anak (n1=18, n2=35, n3=34, n4 = 28 anak). Sebanyak 50 anak mengikuti terapi gizi klinik di Semarang karena dikhawatirkan akan menjadi kasus kretin baru. Sembilan belas anak sudah lebih dari 20 hari tidak minum suplemen (kepatuhan minum suplemen

kurang dari 80%). Tiga belas anak pindah sekolah, dan 9 anak takut diambil darahnya. Dengan demikian drop out sampel mencapai 44.17 %. Tingginya drop out sampel hingga mencapai 50% juga dialami oleh Soekarjo, et al. (2004) yang meneliti tentang suplementasi vitamin A dan zat besi pada remaja di Jawa Timur. Pada umumnya penelitian epidemiologi yang bersifat kuratif bukan promotif- preventif akan mengalami drop out tinggi sampai 50% (Ahmed et al., 2001). Dalam penelitian ini saat penapisan menggunakan set power statistik 90% namun setelah terjadi drop out sampel maka power statistik menjadi 87%.

Variabel dan Definisi Operasional

1. Profil darah anak usia 9-12 tahun adalah pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dalam g/dl, kadar hematokrit (Ht) dalam %, kadar eritrosit, leukosit, MCV, MCH, MCHC, kadar Se (μg/dl) dan kadar I (μg/dl). Selanjutnya hasil pemeriksaan profil darah untuk menentukan :

• Pre-Post test jenis anemia anak SD usia 9-12 tahun

Harga absolut dihitung dari konsentrasi eritrosit, konsentrasi Hb dan Ht. Rumus MCV, MCH dan MCHC dapat dilihat pada Box.1

Mean corpuscular volume (MCV) dalam femtoliter (fl) = Hematokrit (1/1)

Konsentrasi eritrosit (per liter)

Mean corpuscular haemoglobin (MCH) dalam pikogram (pg) = Konsentrasi hemoglobin (g/dl)

Konsentrasi eritrosit (per liter)

Mean corpuscular haemoglobin consentarion (MCHC) Dalam gram per deciliter (g/dl) = Konsentrasi hemoglobin (g/dl)

Hemotokrit (l/l)

Anemia akan ditemukan apabila konsentrasi hemoglobin kurang dari 13 g/dl pada pria, atau 11,5 g/dl pada perempuan, hematokrit juga mengalami penurunan. Naiknya konsentrasi eritrosit disebut polisitaemia, biasanya disertai dengan meningkatnya konsentrasi hemoglobin dan hematokrit.

• Pre-Post test status Selenium dan Iodium pada anak usia 9-12 tahun merupakan hasil analisis pengukuran kadar Se dan iodium dalam plasma darah kemudian dibandingkan dengan nilai kadar normal (Se = 0.1-6.1 μg/ dl. dan Iodium 3-6.5 μg/ dl). Cara pengukuran preparasi sampel dilakukan di Lab. Klinik Prodia Solo dan analisis menggunakan metode APN (analisis pengaktif nuklir) dikerjakan di BATAN / Balai Kesehatan Yogyakarta. Kalkulasi indeks merupakan hasil keseluruhan pengelompokan berdasarkan cut off point (normal atau defisiensi).

• Pre-Post test jumlah eritrosit dan leukosit pada anak usia 9-12 tahun merupakan hasil analisis pengukuran jumlah eritrosit dan leukosit dalam darah kemudian dibandingkan dengan nilai kadar normal (eritrosit : 4.2-5.4 ml/mm3 dan leukosit : 5-10 ml/mm3 atau juta / ml). Preparasi dan analisis sampel dilakukan di Lab Klinik Prodia Solo dengan kalkulasi indeks hasil keseluruhan pengelompokkan berdasarkan cut off point (normal atau defisiensi).

Langkah kerja laboratoris untuk pemeriksaan darah rutin adalah :

a. Penentuan Kadar Hb : menggunakan metode Cyanmethemoglobin. Ke dalam tabung reaksi, dimasukkan tepat 5 ml larutan reagen Hb (larutan pengencer Drabkin), pengukuran menggunakan buret. Dipipet dengan pipet Hb terstandarisasi 0.02 ml darah (tepat). Darah dalam pipet dimasukkan kedalam larutan reagen Hb. Pipet dibilas dengan menghisap larutan dan mengeluarkannya sampai 3x dan dijaga jangan sampai timbul gelembung udara. Tabung diputar supaya darah bercampur dengan reagen Hb. Didiamkan selama 10 menit agar terbentuk sianmet-Hb. Dibaca dengan Spektrofotometer pada 540 nm. Blanko digunakan larutan reagen Hb. Perhitungan g% Hb sampel = densitas sampel dibagi densitas standar dikalikan g % Hb standar (Underwood, 2002).

b. Penentuan Kadar Ht : menggunakan volume packed red cells (VPRC). Darah yang digunakan telah diberi antikoagulan (heparin). Darah dimasukkan ke dalam pipa kapiler. Ujung pipa kapiler berisi darah ditutup. Normal VPRC untuk laki-laki 45 % dan perempuan 41 % dari volume seluruhnya (Underwood, 2002).

c. Perhitungan MCV (Mean Corpuscular Volume) adalah rata-rata volume masing-masing eritrosit, dihitung dari volume eritrosit dibagi banyaknya eritrosit dalam 1 liter darah. MCV dinyatakan dalam femtoliter (fl). Normal MCV pada semua kelompok umur sama, yaitu 80-94 fl (Underwood, 2002).

d. Perhitungan MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) merupakan rata-rata banyaknya Hb dalam tiap eritrosit.

MCH dinyatakan dalam pico-gram (pg). Normal MCH pada anak usia sekolah yaitu 20-27 pg. (Underwood, 2002).

e. Perhitungan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration) merupakan persentase banyaknya Hb terhadap volume eritrosit.

MCHC dinyatakan dalam gram /100 mililiter (g/100ml). Normal MCHC pada semua kelompok umur sama, yaitu 33-38 g/100 ml (Underwood, 2002). f. Jenis anemia menurut ukuran besarnya eritrosit. Menurut Underwood (2002)

dan Tierny et al. (2003) ada tiga jenis anemia, yaitu anemia makrositik (jenis anemia yang memiliki ukuran eritrosit lebih besar dari normal), anemia mikrositik (jenis anemia yang memiliki ukuran eritrosit lebih kecil dari

g % Hb sampel = Densitas sampel x g % Hb standar Densitas standar

MCV = Volume Packed Red Cells (VPRC) Banyaknya eritrosit 1 liter

MCHC = Hb (g /100 ml darah ) VPRC

MCH = Hb (g /100 ml darah ) Banyaknya eritrosit / liter

normal), dan anemia monositik (jenis anemia yang memiliki ukuran eritrosit normal).

g. Jenis anemia menurut kadar Hb dalam eritrosit. Menurut Underwood (2002) dan Tierny et al. (2003) ada tiga jenis, yaitu anemia hiperkromik (jenis anemia yang memiliki kandungan Hb dalam eritrosit berlebih), anemia hipokromik (jenis anemia yang memiliki kandungan Hb dalam eritrosit kurang), dan anemia monokromik (jenis anemia yang memiliki kandungan Hb dalam eritrosit tidak banyak berubah).

2. Status Gizi Antropometri adalah keadaan gizi anak sebagai hasil dari asupan dan metabolisme dari berbagai zat gizi di dalam tubuh, yang diukur secara antropometri dan dinilai berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan tinggi badanmenurut umur (TB/U).

Pre-Post test status gizi anak SD usia 9-12 tahun dengan indikator BB/U dan TB/U Dengan kriteria sebagai berikut :

a. Termasuk Status Gizi Obese bila : > 3 SD

b. Termasuk Status Gizi Lebih (Gemuk = Over Weight) : +2 <Z< 3 SD c. Termasuk Status Gizi Normal bila : -2 ≤ Z ≤ 2 SD

d. Termasuk Status Gizi Kurang bila : -3 < Z < - 2 SD e. Termasuk Status Gizi Stunted bila : Z < -3 SD

3. Skor IQ adalah hasil test IQ anak menurut metode Raven (1995) yaitu untuk Pre-Post test skor IQ terhadap gejala kretin sub-klinik

• IQ <25 : idiot (Retardasi mental berat) • IQ=25-40 : Imbecile (Retardasi mental sedang) • IQ=40-55 : Moron (Retardasi mental ringan)

• IQ=55-70 : garis batas dengan gangguan ringan pada perkembangan psikomotor dan pendengaran

• IQ=70-85 : di bawah garis normal dapat termasuk gejala kretin sub- klinik ringan

Data Karakteristik anak SD usia 9-12 tahun yang diambil dengan wawancara : a. Umur Anak

Difinisi operasional : umur pada saat penelitian dilakukan dalam tahun Penuh (tahun, bulan)

Prosedur pengukuran : dihitung berdasarkan catatan sekolah b. Jenis kelamin

Difinisi operasional : jenis kelamin anak yang diintervensi laki-laki dan perempuan

Prosedur pengukuran : dikutip dari catatan sekolah dan observasi

langsung

c. Kondisi kesehatan anak

Difinisi operasional : catatan kesehatan anak selama 3 bulan terakhir Prosedur pengukuran : laporan dari yang bersangkutan /keluarga /teman

/guru

d. Kebersihan anak selama pemeriksaan

Difinisi operasional : hasil pemeriksaan kebersihan anak berdasarkan pemeriksaan lubang hidung, telinga, kuku jari tangan dan korengan/ tidak untuk mengetahui potensi kecacingan.

Prosedur pengukuran : diamati dan diperiksa oleh peneliti Kalkulasi Indeks : 1. Kotor sekali 2. kotor

3. bersih 4. bersih sekali

Kontrol Kualitas Data

Untuk menjaga tingkat kepercayaan (reliabilitas) data yang dikumpulkan, maka peneliti berusaha dengan cara :

1. Bekerja bersama satu Tim dengan Puskesmas Cepogo, Bidan Desa, Kepala Sekolah, Guru kelas dan Guru UKS di setiap SD lokasi penelitian dan Peneliti sendiri sebagai pengumpul data di SD

2. Melakukan pertemuan / koordinasi antara peneliti dengan Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK), dan Dinas Pendidikan Nasional Kantor cabang Cepogo untuk mendiskusikan setiap masalah yang timbul di lapangan.

3. Penyuntingan data dilakukan segera setelah data terkumpul oleh peneliti dengan bimbingan dan arahan komisi pembimbing.

Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung kepada subyek dengan menggunakan kuesioner. Selain itu dilakukan wawancara mendalam kepada Kepala Puskesmas Cepogo, Kepala Sekolah Dasar terpilih, Guru Kelas dan Guru UKS setiap SD terpilih. Selanjutnya untuk mengidentifikasi masalah dengan pendekatan Fish Bone yaitu melihat masalah dari aspek manusia, lingkungan, metode, alat dan materi. Langkah-langkah yang dilakukan untuk pengumpulan data adalah :

1. Menggalang komitmen dengan DKK Boyolali, Kapuskes dan dokter Puskesmas, Bidan desa, Dinas Pendidikan Nasional cabang Cepogo. Dilanjutkan sosialisasi tentang pelaksanaan penelitian pemberian kapsul iodium dan selenium (frekuensi dan dosis). Hal ini bertujuan untuk menghindarkan over dosis.

2. Setelah sosialisasi kegiatan penelitian dengan pihak DKK Boyolali dan Diknas Boyolali selanjutnya sosialisasi dengan pihak SD dan orangtua murid di setiap lokasi SD terpilih. Dalam hal ini peneliti didampingi pihak Puskesmas.

3. Setelah informed consent diperoleh dari pihak orangtua murid dan disaksikan kepala SD atau guru kelas, maka kegiatan penelitian utama segera dapat dilakukan dengan sampel yang berdasarkan hasil Penapisan.

4. Peneliti bersama dengan tim Puskesmas yang sudah dilatih melakukan pengukuran antropometri, tebal lidah, dan wawancara mendalam tentang konsumsi anak setiap hari, dilanjutkan dengan pengambilan darah oleh tim paramedis dari Prodia Solo. Pengambilan data primer lain seperti identitas dan riwayat kesehatan sampel dilakukan oleh peneliti. Data sekunder besar prevalensi GAKI diverifikasi dengan data dari berbagai pihak terkait.

5. Jenis paket intervensi yang diberikan adalah :

• Kapsul selenium dosis 45 μg/hari dan iodium dosis 50 μg/hari disediakan oleh peneliti untuk dikonsumsi selama 2 bulan (SDN Wanodoyo II). • Kapsul iodium dengan dosis rendah (50 μg/hari) saja diberikan selama 2

• Kapsul selenium dosis 45 μg/hari saja disediakan oleh peneliti untuk dikonsumsi selama 2 bulan (SDN Jombong II).

• Kapsul tanpa iodium maupun selenium (Plasebo) diberikan selama 2 bulan (SDN Jombong I)

Secara teknis, masing-masing subyek penelitian diambil darahnya pada pagi hari melalui Vena median cubiti sebanyak 3 ml dan ditampung dalam tabung EDTA untuk pengukuran kandungan zat gizi selenium dan iodium dalam plasma. Garam diambil dari masing-masing rumah tangga untuk pengukuran kadar iodium. Demikian juga air diambil dari rumah tangga secara sub-sampel untuk pengukuran iodium, dan selenium. Asupan iodium dan selenium diperoleh dengan wawancara 24-hour recall dan FFQ (Food Frequency Qiestionaire) untuk mengetahui asupan protein hewani dan zat goitrogenik. Informasi distribusi kapsul iodium dan selenium dilakukan dengan lembar catatan kepatuhan minum kapsul (Lampiran 1). Semua data kegiatan penelitian di lapangan kemudian diolah dengan cara :

• Hasil wawancara 24-hour recall diolah dengan komputer program Nutri-Soft (2005) kemudian dibandingkan dengan AKG.

• Pengukuran iodium dan selenium pada plasma darah anak SD dengan metode NAA (Neutron Activation Analysis).

Analisis Data

Data yang diperoleh di tabulasi dan dianalisis dengan software SPSS for windows Release 13. Data kualitatif diolah untuk penyusunan pola kecenderungan dan analisis hubungan antar berbagai pola yang diperoleh. Sedangkan data kuantitatif diolah untuk menganalisis perubahan profil darah antar kelompok, status gizi, status kesehatan dan skor IQ anak antar kelompok yang diberi suplemen dan kelompok kontrol (sebelum dan sesudah diberikan perlakuan) menggunakan Independent T-test dilanjutkan analisis Ancova Table

test. Uji Chi-square digunakan untuk menguji kesamaan distribusi peubah non

parametrik antar kelompok perlakuan. Uji ANOVA digunakan untuk membandingkan perbedaan peubah parametrik sebelum perlakuan seperti kadar Hb, Ht, eritrosit, leukosit, MCV, MCH, MCHC, kadar Se dan I, status gizi

(underweight dan stunted), skor IQ dan jumlah tanda khas kretin anak. Uji efektivitas suplementasi menggunakan selisih nilai (∆) parameter profil darah, status gizi, skor IQ dan jumlah tanda khas ketin pada anak sebelum dan sesudah perlakuan. Sebelum semua data diolah perlu dilakukan tes kenormalan data dengan Kolmogorov Smirnov Goodness of Fit.

Untuk mengkoreksi (adjusted) peubah perancu (confounder) yang diduga berpengaruh terhadap besaran selisih dampak setelah 2 bulan perlakuan menggunakan uji ANCOVA. Kemudian bila uji ancova nyata dilanjutkan analisis hubungan antar variabel digunakan Regresi Linier Sederhana dilanjutkan analisis multivariate (two factor nested design) untuk mengetahui nilai odds ratio kretin endemik pada anak menurut standar nilai kandungan Se dan I dalam plasma darah.

Protokol Penelitian 1. Penapisan Anak

a. Kriteria penerimaan (Tabel 16) b. Kriteria penolakan

• anak SD umur kurang dari 9 dan atau lebih 12 tahun pada waktu penapisan (skrining)

• tidak bersedia memberikan ‘inform consent’ / tidak kooperatif • sedang menderita penyakit tertentu

2. Pengelompokan Anak

a. Anak kelas IV+V dari SDN Wanodoyo II mendapat kapsul selenium dosis 45 μg/hari dan iodium dosis 50 μg/hari yang disediakan oleh peneliti untuk dikonsumsi selama 2 bulan (Kelompok A)

b. Anak kelas IV+V dari SDN Wonodoyo I mendapat kapsul iodium dengan dosis 50 μg/hari saja diberikan selama 2 bulan (Kelompok B)

c. Anak kelas IV+V SDN Jombong II mendapat kapsul selenium dosis 45 μg/hari saja disediakan oleh peneliti untuk dikonsumsi selama 2 bulan (Kelompok C).

d. Anak kelas IV+V SDN Jombong I mendapat kapsul tanpa iodium maupun selenium (Plasebo) diberikan selama 2 bulan (Kelompok D)

3. Dosis dan Pemberian Suplemen

Dosis suplemen iodium yang diberikan mengacu pada rekomendasi WHO/ UNICEF/ICCIDD (1992) yaitu sebesar 50 μg /hari untuk anak usia 9-12 tahun. Sementara dosis Se yang diberikan mengacu pada besarnya ekskresi Se sebesar 50% - 60% atau 45 μg (Elson, 2003). Dosis rendah yang ditetapkan tersebut masih berada pada batas aman (safe level intake). Seluruh suplemen untuk penelitian ini diproduksi oleh PT Kimia Farma tepatnya Divisi Riset dan Pengembangan di Bandung. Pengujian Laboratorium Analisis Kimia Farma di Surabaya untuk pemeriksaan bentuk, warna, isi, waktu hancur dan ketepatan kadar selenium selenat maupun iodium dapat disimpulkan telah memenuhi syarat seperti yang diharapkan dalam penelitian. a. Pemilihan suplemen

Suplemen utama dalam penelitian ini adalah kapsul selenium dan iodium. Untuk mengkondisikan bebas kecacingan diberikan terlebih dulu obat cacing ‘albendazole’ dosis 400 mg cukup satu kali di minum sebelum penelitian.

i. Kapsul selenium (Se) adalah kapsul suplemen yang mengandung selenium selenat 45 μg yang diberikan kepada anak setiap hari selama dua bulan

ii. Kapsul iodium (I) adalah kapsul suplemen yang mengandung iodium 50 μg yang diberikan kepada anak setiap hari selama dua bulan

iii. Kapsul plasebo adalah kapsul yang secara fisik sama dengankapsul prlakuan tetapi hanya mengandung selulosa yang diberikan setiap hari selama dua bulan.

Pemberian suplemen secara tersamar

Pada tahap I semua anak menerima obat cacing ‘Albendazole’ 400 mg dalam satu kapsul. Kemudian randomisasi dan terdapat empat kelompok (A, B,C,D) i. Pada tahap II suplemen kapsul iodium dan selenium dimulai di setiap kelompok dengan dosis harian 50 μg/hari (1 kapsul iodium) dan dosis harian 45 μg/hari (1 kapsul selenium) diberikan saat anak mengikuti pelajaran sekolah setelah istirahat pertama.

ii. Tahap III setelah suplemen diberikan selama 2 bulan dilakukan monitoring dampak selama 2 bulan dengan pemantauan tiap bulan. Jadi ada 4 kali pengukuran antropometri, 2 kali (pre dan post) pengukuran profil darah dan skor IQ

4. Kepatuhan anak

Kepatuhan anak untuk minum kapsul iodium dan selenium dapat diandalkan keterjaminannya karena setiap anak minum kapsul di sekolah di depan guru dan tim peneliti lapangan yang ditunjuk dari Puskesmas Cepogo. Adapun formulir catatan harian untuk melihat kepatuhan anak dapat dilihat pada Lampiran 2.

5. Pengukuran respon intervensi gizi dan pencatatan data

a. Semua data mulai dari awal sampai akhir penelitian dicatat setelah ‘item’ kegiatan selesai untuk menghindari ‘data hilang’ atau data kurang

Dokumen terkait