• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai Januari 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman ubi kayu, umbi kentang (Solanum tuberosum L.) yang bertunas, labu parang (Cucurbita maxima Duchesne), dan bibit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.). Bahan lainnya adalah parasitoid A. lopezi yang diintroduksi dari Thailand, serangga kutu putih dari spesies P. manihoti, P. marginatus, P. jackbeardsleyi, dan F. virgata. Digunakan pula pupuk cair, madu 10%, kapas, larutan fisiologis (larutan Ringer setara dengan NaCl 0.85%), tabung ependof serta alkohol 70%. Alat yang digunakan terdiri atas kurungan serangga, mikroskop stereo, mikroskop kompound, lampu duduk, kamera digital, kuas, jarum mikro, penggaris mini scale, ember plastik, wadah plastik, tabung mika berkasa, gelas objek, kertas label, tisu, timer, dan alat tulis.

Metode Pelaksanaan Persiapan Tanaman Inang bagi Kutu Putih

Persiapan tanaman inang dilakukan untuk pemeliharaan dan perkembangbiakkan kutu putih P. manihoti. Persiapan tanaman meliputi penyiapan bibit tanaman ubi kayu berupa stek yang berasal dari petani. Stek ubi kayu ditumbuhkan di dalam ember plastik yang berisi air dengan campuran pupuk cair, selanjutnya stek dipelihara dan diletakkan di tempat yang cukup cahaya hingga tumbuh daun pucuk baru. Setiap tiga hari sekali ember berisi tanaman diisi kembali dengan air yang baru untuk menjaga kesegarannya.

Pengumpulan dan Identifikasi Kutu Putih

Empat spesies kutu putih yang akan diuji (P. manihoti, P. marginatus, P. jackbeardsleyi, dan F. virgata) dikumpulkan dari berbagai pertanaman di lapangan. Setiap bagian tanaman seperti pucuk daun, batang ataupun buah yang terdapat kutu putih uji dipotong dan dimasukkan ke dalam kotak plastik kecil bertutup kasa. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk dilakukan identifikasi, perbanyakan, dan pemeliharaan.

Identifikasi mengacu pada kunci identifikasi secara morfologi dari sampel yang hidup dan preparat slide untuk memastikan spesies kutu putih yang akan digunakan dalam pengujian (Williams & Granara de Willink 1992; Williams 2004). Cara pembuatan slide preparat terlampir pada Lampiran 1.

Perbanyakan dan Pemeliharaan Kutu Putih

Nimfa dan imago P. manihoti, diperbanyak dan dipelihara pada tanaman ubi kayu, P. jackbeardsleyi dipelihara pada labu parang, P. marginatus dipelihara pada umbi kentang yang bertunas dan F. virgata dipelihara pada bibit tanaman

jambu biji. Nimfa dan imago dari masing-masing spesies kutu putih yang diperoleh dari lapangan diinfestasikan pada masing-masing tanaman inang dalam pemeliharaan. Cara infestasi kutu putih pada tanaman inang yaitu dengan menempelkan langsung bagian tanaman yang mengandung koloni kutu putih atau dengan memindahkan kutu menggunakan kuas secara hati-hati. Pemeliharaan dan perbanyakan P. manihoti pada tanaman ubi kayu dan F. virgata pada bibit jambu biji, masing-masing dilakukan dalam kurungan serangga yang berbeda pada kondisi suhu lingkungan yang teduh namun hangat. Kurungan sama-sama berukuran 100 cm x 50 cm x 120 cm dengan sisi-sisi berbahan kaca dan kain trikod.

Perbanyakan dan pemeliharaan spesies kutu putih lainnya dilakukan menggunakan wadah plastik bertutupkan kain kassa dan dipelihara dalam kondisi gelap di dalam laboratorium. Sekitar tiga sampai empat minggu setelah infestasi awal, instar III dari setiap spesies sudah dapat dikumpulkan dan digunakan untuk pengujian.

Perbanyakan dan Pemeliharaan Parasitoid

A. lopezi yang diperoleh dari Thailand dalam bentuk imago dilepas ke dalam kurungan yang sudah berisi tanaman ubi kayu yang terinfestasi P. manihoti. Kurungan berukuran 50 cm x 45 cm x 45 cm, dengan pintu berlapis kain kassa berukuran sekitar 15 cm x 15 cm dan dinding terbuat dari kassa dan mika. Dalam kurungan juga digantungkan kapas yang mengandung cairan madu 10%. Setiap dua minggu sekali, tanaman ubi kayu yang sudah mengering akibat serangan kutu putih dan terinfestasi parasitoid dikeluarkan dari kurungan dan diganti dengan tanaman baru yang segar dan sudah terinfestasi P. manihoti. Tanaman ubi kayu yang kering tersebut dipotong-potong dan dimasukan ke dalam kotak plastik berkassa berukuran 20 cm x 25 cm untuk memperoleh imago parasitoid baru. Setiap hari imago yang keluar kembali dimasukkan ke dalam kurungan pemeliharaan menggunakan aspirator dan sebagian yang masih berumur satu hari digunakan dalam pengujian. Pemeliharaan parasitoid dilakukan di laboratorium dalam ruangan khusus, dengan suhu ruang 27 °C dan RH 60%. Kurungan berada di bawah penyinaran dua lampu TL 70 Watt berjarak sekitar 20 cm di atas kurungan dengan lama penyinaran 12 jam gelap dan 12 jam terang.

Pengujian Kesesuaian Inang bagi A. lopezi

Pengujian kesesuaian inang bagi A. lopezi dilakukan per spesies kutu putih untuk melihat ketertarikan parasitoid terhadap masing-masing inang. Masing-masing spesies kutu putih (P. manihoti, F. virgata, P. jackbeardsleyi, dan P .marginatus) sebanyak 30 ekor diinfestasikan ke umbi kentang yang bertunas dan ditempatkan di dalam wadah plastik berukuran diameter 5-8 cm dan tinggi 12 cm dengan bagian atasnya tertutup kassa. Dalam hal ini 30 ekor kutu putih dari spesies yang sama berada pada satu umbi kentang. Uji kesesuaian inang parasitoid juga dilakukan pada kutu putih yang diinfestasikan ke tanaman ubi kayu berumur dua minggu, dan dilakukan hanya pada P. manihoti. Tanaman ubi kayu kemudian ditempatkan di dalam wadah plastik berukuran diameter bawah 12 cm dan diameter atas 14 cm. Bagian atas wadah ditutup dengan kurungan mika beratapkan kassa berdiameter 14 cm dan tinggi 47 cm. Selanjutnya tiga ekor A.

16

lopezi betina yang berumur satu hari dan sudah kopulasi dipaparkan ke dalam kurungan selama 24 jam dan setelah itu parasitoid dikeluarkan kembali. Pengujian dilakukan terhadap kutu putih fase nimfa instar III dan dilakukan sebanyak 10 ulangan untuk setiap spesies kutu putih. Pengujian dilakukan di dalam ruangan bersuhu 27 oC dan RH 60% dengan pencahayaan atas lampu TL 70 watt berjarak 30 cm dan waktu terang 12 jam dan gelap 12 jam. Kutu putih diamati setiap hari untuk mengetahui kemunculan parasitoid yang baru.

Keturunan parasitoid dikumpulkan dan dihitung nisbah kelamin serta ukuran parasitoid. Pengukuran dilakukan pada panjang tibia kiri belakang dan total panjang tubuh (dari kepala sampai ujung abdomen). Kriteria yang digunakan untuk menentukan kesesuaian inang adalah jumlah parasitoid yang muncul per ulangan, nisbah kelamin, waktu perkembangan dan ukuran parasitoid.

Pengujian Tingkat Kerentanan Kutu Putih sebagai Inang Parasitoid (Uji Tanpa Pilihan)

Pengujian tingkat kerentanan spesies kutu putih dilakukan dengan cara menempatkan sepuluh kutu putih dari setiap spesies berbeda secara berkelompok di dalam cawan petri yang berbeda beralaskan tisu yang terpisah satu sama lain. Dalam hal ini per cawan petri berisi 10 ekor kutu putih dari spesies yang sama. Sebelumnya setiap cawan petri sudah berisi selembar daun ubi kayu sebagai pakan dari kutu putih. Selanjutnya satu ekor parasitoid betina yang berumur satu hari dan sudah berkopulasi dimasukkan ke dalam setiap cawan. Pada setiap cawan, parasitoid dan kutu putih diamati secara terus menerus selama 30 menit untuk diamati dan dicatat jumlah pertemuannya dengan inang (encounter), penyelidikan ovipositor (ovipositor probing) dan pengisapan inang (host feeding) dari parasitoid terhadap inang. Setelah 30 menit pemaparan, parasitoid dikeluarkan dan setelah dua hari pasca pemaparan, seluruh kutu putih yang telah terpapar parasitoid dibedah dalam setetes larutan fisiologis di atas permukaan gelas objek menggunakan jarum mikro. Pembedahan dilakukan di bawah mikroskop stereo dan dilanjutkan menggunakan mikroskop kompound untuk mengamati jumlah telur atau larva parasitoid yang terdapat di dalam tubuh per inang. Pengujian dilakukan terhadap setiap spesies kutu putih fase nimfa instar III dengan masing-masing pengujian dilakukan sebanyak 20 ulangan. Rata-rata suhu harian dan kelembaban relatif selama pengujian berlangsung masing-masing adalah 29.18 °C (kisaran 27.1-30.7 ºC) dan 57.68% (kisaran 32-77%).

Jumlah pertemuan, penyelidikan ovipositor, host feeding, inang yang terparasit (host parasitized) oleh imago A. lopezi, jumlah total telur yang diletakkan dan atau larva yang berkembang per parasitoid betina, dan jumlah telur dan atau larva parasitoid per inang, digunakan sebagai kriteria untuk menentukan tingkat kerentanan spesies inang. Hasil dari pengujian ini menjadi kriteria dalam menentukan tingkat parasitisasi dan kerentanan setiap spesies inang. Pengolahan data dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis menggunakan progam SPSS 22.0 dan diuji lanjut dengan uji Dunn pada tingkat kepercayaan 95%.

Pengujian Preferensi A. lopezi pada Spesies Inang (Uji Dua Pilihan)

Pengujian preferensi A. lopezi melalui uji dua-pilihan dilakukan dengan cara menempatkan 5 ekor dari spesies P. manihoti dipasangkan dengan 5 ekor dari salah satu pesies kutu putih uji lainnya, sehingga dalam hal ini satu cawan petri

berisi dua spesies kutu putih yang berbeda. Pengujian dilakukan juga terhadap setiap spesies kutu putih lainnya. Setiap cawan petri yang sudah diberi alas tisu, sebelumnya sudah berisi selembar daun ubi kayu. Selanjutnya parasitoid betina yang sudah berumur satu hari dan melakukan kopulasi dimasukkan ke dalam cawan petri untuk mulai dilakukan pengujian.

Pada setiap cawan, parasitoid dan kutu putih diamati secara terus menerus selama 30 menit untuk diamati dan dicatat jumlah pertemuannya, penyelidikan ovipositor dan pengisapan inang dari parasitoid terhadap kedua pilihan inang uji. Setelah 30 menit pemaparan, parasitoid dikeluarkan dan dua hari kemudian seluruh kutu putih yang telah terpapar parasitoid dibedah dalam setetes larutan fisiologis di atas permukaan gelas objek. Pembedahan menggunakan jarum mikro, dilakukan di bawah mikroskop stereo dan dilanjutkan menggunakan mikroskop kompound. Pengamatan meliputi jumlah telur atau larva parasitoid yang berkembang dari satu imago parasitoid dan jumlah telur atau larva di dalam tubuh per inang. Masing-masing pengujian dilakukan sebanyak 20 ulangan dan dilakukan terhadap setiap spesies kutu putih fase nimfa instar tiga III. Rata-rata suhu harian dan kelembaban relatif selama pengujian berlangsung masing-masing adalah 29.25 °C (kisaran 27.3-31.6 ºC) dan 59.9% (kisaran 43-79%).

Pencatatan data meliputi jumlah pertemuan, penyelidikan ovipositor, host feeding, banyaknya inang yang terparasit, jumlah telur parasitoid yang diletakkan per ulangan, dan jumlah telur parasitoid per diterimanya oleh inang, yang selanjutnya digunakan sebagai kriteria dalam menentukan preferensi parasitoid setelah P. manihoti dipasangkan dengan spesies inang lainnya. Pengolahan data dilakukan dengan uji Mann Whitney menggunakan progam SPSS 22.0.

HASIL

Spesies Kutu Putih pada Ubi Kayu

Phenacoccus manihoti

Ciri morfologi tubuh nimfa dan imago betina P. manihoti yang hidup adalah berwarna merah muda, berbentuk oval, dan peruasan tubuhnya sangat jelas serta dilapisi oleh tepung lilin berwarna putih (Gambar 1). Selain itu mata relatif menonjol dan tungkai berkembang dengan baik dan berukuran sama. Imago jantan kutu putih ini tidak dihasilkan karena P. manihoti berkembangbiak secara partenogenesis teliotoki.

Beberapa ciri khusus P. manihotii dari hasil pembuatan slide preparat sesuai dengan kunci yang disusun oleh Williams dan Granara de Willink (1992), yaitu tubuhnya memiliki 18 pasang serari (Lampiran 2a), masing-masing dengan dua seta lankeolat yang membesar tanpa seta auksilari kecuali pada bagian lobus anal. Seta pada bagian dorsal berbentuk seperti jarum dan lankeolat seperti pisau, tanpa kumpulan pori trilokular di sekitar setal collars. Pori quinquelokular banyak terdapat di sekitar kepala bagian anterior hingga ke bagian clypheolabral shield, mencapai 32-68 (Lampiran 2e). Umumnya lempeng pori multilokular banyak terdapat di dorsal sekitar tepi, juga pada bagian toraks (Lampiran 2c). Sekelompok saluran tubular banyak terdapat di sekitar tepi dorsal tubuhnya. Karakter penting lainnya adalah antena yang memiliki 9 ruas dan kadang dengan 7 atau 8 ruas (Lampiran 2d), terdapat dentikel pada kuku, tibia tungkai belakang tanpa pori translusen dan sebuah sirkulus yang berbentuktanduk (Lampiran 2b).

Gambar 1 Koloni kutu putih P. manihoti

Paracoccus marginatus

Morfologi yang dapat diamati secara langsung terhadap tubuh imago betina P. marginatus adalah tubuhnya yang berwarna kekuningan dilapisi filamen lilin putih pada permukaan dorsal, terlihat seperti kerutan melintang di antara setiap ruas tubuhnya. Tubuh imago betina berbentuk oval berukuran panjang 2-3 mm dan lebarnya 1.4 mm (Gambar 2a). Spesimen P. marginatus jika dimasukkan ke dalam alkohol akan berubah warna menjadi hitam, sehingga penanganan untuk koleksi perlu dimasukkan ke dalam air panas atau direbus sebentar terlebih dahulu sebelum menggunakan alkohol. Imago jantannya memiliki sepasang sayap, panjangnya berukuran sekitar 1 mm dengan toraks yang melebar sekitar 0.3 mm

(Gambar 2b). Tubuh imago jantan berwarna coklat, namun seringkali selama fase pra pupa dan pupa berwarna merah muda. Antena terdiri dari 10 ruas dan bagian pori lateral mengeluarkan sepasang filamen lilin seperti ekor berwarna putih, selain itu terdapat tonjolan yang tersklerotisasi pada bagian toraks dan kepala (Walker et al. 2003, Sharma et al. 2013).

Gambar 2 Koloni kutu putih P. marginatus, (a) nimfa dan imago betina, (b) imago jantan

Ciri morfologi P. marginatus yang sudah dibuat dalam bentuk slide preparat adalah terdapat pori trilokular dan saluran tulubar pada bagian dorsal tanpa kombinasi (Lampiran 3a). Seta bagian dorsal dengan seta flagel, umumnya lebih tipis dari seta serari. Karakteristik yang menjadi penciri utama adalah serari di bagian anterior dengan sepasang lobus anal, tanpa seta tambahan. Serari berjumlah 18 pasang, umumnya sekitar 8 pasang terdapat pada abdomen dan sebagian di toraks. Panjang antenanya 310-370 µm dengan 8 ruas (Lampiran 3b). Serari lobus anal masing dengan 2 seta konikal yang panjangnya masing-masing 125-130 µm, umumnya dengan 3 seta auksilar dan beberapa pori trilokular, semua dalam ukuran kecil, dengan sklerotisasi area yang lemah (Lampiran 3d). Tidak terdapat lempeng pori multilokular dari tepi ventral lateral hingga toraks. Secara umum oral rim saluran tubular berkembang baik terbatas pada tepi tubuh bagian dorsal (Lampiran 3c). Tungkai berkembang dengan baik dan banyak terdapat pori translusen pada koksa belakang, namun tidak terdapat pada tibia tungkai belakang atau hanya terwakili satu atau dua pada distal (Lampiran 4g) (Williams & Granara de Willink 1992, Parsa et al. 2012).

Pseudococcus jackbeardsleyi

Karakter khas kutu putih P. jackbeardsleyi secara langsung yang dapat terlihat adalah tubuh oval dan memiliki banyak filamen lilin di seluruh sisi-sisi tubuhnya. Terdapat dua filamen lilin panjang di bagian ujung posterior yang mencapai setengah dari panjang tubuh (Gambar 3a). Tubuh pra dewasa berwarna merah muda kecoklatan dan semakin jelas menjelang imago. Imago betina berwarna keabu-abuan sedangkan yang jantan berwarna orange tua dan memiliki sepasang sayap (Gambar 3b). Calon imago jantan setelah mencapai nimfa instar III akan membentuk pupa terlebih dulu. Imago jantan berukuran sekitar 1.5 mm.

b

0.5 mm

a

20

Gambar 3 Koloni P. jackbeardsleyi, (a) nimfa dan imago betina, (b) imago jantan Pengamatan terhadap ciri P. jackbeardsleyi dalam bentuk slide preparat imago betina adalah ada bagian yang tersklerotisasi di sekitar mata yang dikelilingi dengan 4-9 pori diskoidal (Lampiran 4e) dan terdapat banyak oral-rim tubular duct di sekitar dorsal abdomen (Lampiran 4a). Menurut Mani et al. (2013) dan Williams (2004), karakteristik morfologi yang digunakan dalam identifikasi P. jackbeardsleyi adalah antena betina terdiri dari 8 ruas (Lampiran 4d), tungkai berkembang baik, pori translusen terdapat pada femur dan tibia tungkai belakang dan tidak terdapat pada koksa belakang. Serari dengan 17 pasang dan serari lobus anal dengan 2 seta konikal dengan banyak pori trilokular pada daerah yang tersklerotisasi (Lampiran 4c dan 4g). Serari lainnya terdapat di daerah yang bermembran. Serari bagian anterior dengan seta yang relatif lebih kecil dengan 2 sampai 3 seta auksilar. Serari VII (C7) dan serari di bagian kepala dengan 3-4 seta konikal. Permukaan dorsal dipenuhi pori trilokular dan seta kecil yang tersebar hampir merata, selain itu seluruh serari bagian frontal dengan oral rim tubular duct tepat di bagian belakangnya. Oral rim tubular duct lainnya terdapat di submedian dan submarginal pada bagian toraks dan abdomen. Masing-masing oral rim tubular duct sering dengan 1 atau 2 seta pendek dan 1 atau 2 pori diskoidal berdekatan dengan rim, terdapat satu per satu di belakang setiap serari bagian frontal. Di antara lobus anal dan serari ke-2 dari belakang terdapat oral collar tubular duct (Lampiran 4b). Permukaan ventral dengan seta yang ramping. Lempeng pori multilokular terdapat pada ruas abdomen V sampai VII (Lampiran 4f).

Ferrisia virgata

Ciri morfologi F. virgata yang sangat khas dan secara langsung dapat terlihat pada kutu putih yang hidup adalah bentuk tubuhnya yang oval memanjang dan sedikit ramping serta permukaan tubuhnya penuh dengan lapisan lilin (Gambar 4a & 4c). Pada imago betina, bagian tengah dorsum terdapat dua stripe memanjang seperti garis di bagian sub medial, gundul tanpa dilapisi lilin (Gambar 4c). Selain itu baik nimfa maupun imago pada ujung posteriornya terdapat sepasang filamen lilin yang panjangnya hampir setengan dari panjang tubuhnya. Imago jantan memiliki sepasang sayap, panjang tubuh sekitar 1.5 mm berwarna cokelat terang dan gelap di bagian toraks (Gambar 4b).

3 mm

a b

Gambar 4 Kutu putih F. virgata , (a) nimfa, (b) imago jantan, (c) imago betina Identifikasi pemeriksaan mikroskopis melalui slide preparat imago betina F. virgata (Lampiran 5a) disesuaikan dengan kunci identifikasi menurut Williams dan Granara de Willink (1992) serta Williams (2004). Ukuran tubuh kutu ini relatif besar, yaitu mencapai 5 mm dan umumnya bentuk abdomen lonjong. Ciri utama adalah adanya saluran tubular yang membesar, kemudian setiap lubang dikelilingi oleh lingkaran serta daerah yang tersklerotisasi dengan 2-4 seta yang tumpul dan 1 atau 2 pori diskoidal berbentuk oval didekat tepi (Lampiran 5d). Saluran tubular ini berkelompok sebanyak 2 atau 3 di sekeliling tepi tubuh kutu putih, kecuali pada abdomen ruas VII. Pada permukaan ventral terdapat seta tumpul dan biasanya lebih panjang daripada yang terdapat di dorsum. F. virgata dapat dikenali juga dari serari lobus anal yang masing-masing dengan 2 seta konikal dan lempeng pori multilokular (Lampiran 5b). Ciri ini terdapat pada ruas abdomen VI sekitar vulva dalam satu baris yang jelas dan selalu berjumlah setidaknya 8 lempeng pori multilokular atau lebih (Lampiran 5e). Antena terdiri dari 8 ruas (Lampiran 5c). Oral collar tubular duct kecil ramping dan sedikit, terdapat di antara ruas abdomen V dan ruas posterior serta dalam kelompok kecil di tepi ruas abdomen, satu atau dua juga terdapat pada tepi tubuh di setiap ruas anterior dari lobus anal sampai bagian kepala.

Kesesuaian Jenis Spesies Inang

Keberhasilan A. lopezi berkembang menyelesaikan hidupnya hingga menjadi imago hanya terjadi pada uji kesesuaian menggunakan inang kutu putih P. manihoti. Selain ditunjukkan dengan kemunculan imago, kesesuaian A. lopezi sebagai inang P. manihoti adalah terjadinya mumifikasi pada kutu putih baik yang diuji pada media tanaman inang ubi kayu maupun kentang bertunas (Gambar 5). Mumifikasi dan kemunculan imago parasitoid tidak terjadi pada P. marginatus, P. jackbeardsleyi, maupun F. virgata yang sengaja dipaparkan tiga ekor parasitoid betina selama 24 jam pada uji kesesuaian ini. Ketiga spesies kutu putih tersebut tetap mampu berkembang biak menghasilkan keturunan yang baru.

c 2 mm b 0.5 mm a 2 mm

22

Gambar 5 Mumifikasi P. manihoti yang terparasit, (a) pada tanaman ubi kayu, (b) pada kentang bertunas

Kemunculan imago parasitoid sebagai keturunan A. lopezi yang dipaparkan terhadap 30 ekor P. manihoti menggunakan media tanaman inang kutu putih berupa kentang bertunas, rata-rata setiap ulanganya menghasilkan sebanyak 7.40±2.17 individu, dengan perbandingan rata-rata jantan dan betina 5:2 (Tabel 1). Imago jantan A. lopezi muncul lebih banyak dan lebih dahulu muncul, dengan lama perkembangan A. lopezi sejak infestasi hingga menjadi imago rata-rata kisaran antara 14.9-26.4 hari. Hasil berbeda dan menunjukkan jumlah yang lebih banyak ditunjukkan pada kemunculan imago A. lopezi yang dipaparkan terhadap 30 ekor P. manihoti menggunakan media tanaman inang kutu putih berupa tanaman ubi kayu. Rata-rata kemunculan total imago parasitoid adalah 11.7±5.12 individu, dengan perbandingan rata-rata jantan dan betina 7:5 (Tabel 1). Kemunculan imago jantan juga lebih banyak dibandingkan dengan betina dan jantan muncul lebih dulu daripada betina. Lama perkembangan A. lopezi sejak infestasi hingga menjadi imago rata-rata kisarannya antara 15.5-24 hari.

Tabel 1 Perbandingan imago jantan dan betina A. lopezi yang muncul dari inang P. manihoti

Media inang kutu putih

Jumlah imago parasitoid yang muncul

(individu) Total (Rata-rata±SD)a Jantan (Rata-rata±SD) Betina (Rata-rata±SD) Kentang bertunas 51 (5.10±2.18) 23 (2.30±1.64) 74 (7.40±2.17)b

Tanaman ubi kayu 69 (6.90±6.71) 48 (4.80±3.68) 117 (11.7±5.12)a

Total 120 71 191

a

Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji BNT α = 5%).

Ukuran tubuh A. lopezi betina lebih besar daripada jantan (Lampiran 6), dan pengukuran panjang tubuh dan panjang tibia sebelah kiri betina menjadi kriteria penilaian kebugaran parasitoid. Imago betina yang muncul dari inang, P. manihoti yang diujikan menggunakan kentang bertunas umumnya berukuran relatif lebih kecil dibadingkan dengan parasitoid yang muncul dari inang, P. manihoti yang diujikan menggunakan ubi kayu. Masing-masing panjang tubuhnya rata-rata

0.5 mm

b a

berturut-turut adalah 1.26±0.32 mm dan 1.75±0.21 mm. Panjang tibia sebelah kirinya rata-rata adalah 0.37±0.14 mm dan 0.47±0.08 mm (Tabel 2).

Tabel 2 Pengukuran imago betina A. lopezi yang berhasil berkembang pada P. manihoti

Media inang P. manihoti Kisaran Rata-rata ± SDc Jumlah

ulangan (n) Panjang tubuh (mm)

Kentang bertunasa 0.75-1.78 1.26±0.32b 23

Tanaman ubi kayub 1.25-2.00 1.75±0.21a 30

Panjang Tibia kiri (mm)

Kentang bertunas 0.25-0.75 0.37±0.14b 23

Tanaman ubi kayu 0.28-0.53 0.47±0.08a 30

a

Imago muncul dari P. manihoti dengan media inang kentang bertunas; b Imago muncul dari P. manihoti dengan media inang tanaman ubi kayu; c Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak menunjukkan beda nyata (Uji BNT α = 5%).

Kerentanan Spesies Inang (Uji Tanpa Pilihan)

Pada percobaan tanpa pilihan terhadap empat spesies kutu putih, parasitoid A. lopezi memperlihatkan respon yang berbeda nyata dalam hal penemuan inang (P=0.002), penyelidikan ovipositor (P<0.001) dan banyaknya inang terparasit (P<0.001) (Tabel 3, Lampiran 7).

Tabel 3 Penemuan inang, penyelidikan ovipositor, host feeding dan oviposisi A. lopezi terhadap empat spesies kutu putih tanaman ubi kayu pada uji tanpa pilihan (pengamatan dalam 30 menit)

Spesies kutu putih Rata-rata (± SD)a Penemuan inang (kali) Penyelidikan ovipositor (kali) Host feeding (kali) Inang terparasit (individu) Telur&larva ditemukan (individu) P. manihoti 13.70± 7.18b 8.20±5.68b 0.20±0.41a 2.05±1.43b 2.05±1.43b

P. marginatus 9.85±10.24a 0.70±1.84a 0.25±0.55ab 0a 0a

P. jackbeardsleyi 6.60± 3.62a 0.35±0.68a 0.30±0.47b 0a 0a

F. virgata 5.75± 4.09a 0.10±0.45a 0a 0a 0a

χ2

14.682 41.152 6.388 58.344 58.344

Df 3 3 3 3 3

P-value <0.002 <0.001 0.094 <0.001 <0.001

Dokumen terkait