• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Bedah & Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB untuk proses radiasi dan pemeriksaan darah. Pemeliharaan hewan laboratorium, kultur in-vitro, dan pemeriksaan histopatologi dilakukan di Bagian Patologi dalam departemen yang sama. Waktu penelitian sejak Oktober 2010 hingga September 2011. Proses ekstraksi rosela dilakukan di Balitro, proses evaporasi dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan uji fitokimia ekstrak kering rosela dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka IPB.

Bahan dan Alat

In-vitro Kultur Limfosit

Bahan yang digunakan untuk kultur limfosit berupa: 12 ekor mencit jantan strain ddy, ekstrak etanol rosela, Dulbecco’s Phosphate-Buffered Saline (PBS) (Gibco BRL®, Life Technologies USA), RPMI Medium 1640 (Gibco BRL®, Life

Technologies USA), L-Glutamine, Sodium Bicarbonate (Gibco BRL®, Life

Technologies USA), Tris-Buffered Saline (TRIZMA® Base, Sigma Chemical Co. USA), Amonium Chloride (Geldenaaksebaan 464, Belgium), Aquabidest®,

Gentamicine®, Fungizone®, New Born Calf Serum (NBCS) Gibco InvitrogenTM

atau Fetal Calf Serum (FCS), alkohol 70%, Tripan Blue, Formaldehide, Kalium

permanganate (PK), Ketamine®, Xylazine®, Penicilline-Streptomicine® dan

Trypsine®.

Alat yang digunakan berupa: set alat bedah, elektrik kauter, jarum bulat no 13, catgut kromik 4/0, tampon, kain duk, oven sterilisator, glove, masker, tutup kepala, baju bedah, mikropipet, magnetic stirer, Erlenmeyer®, gelas ukur, pH meter digital (pHep® HANNA), timbangan presisi digital, mikroskop cahaya, haemositometer, plastik tissue culture well plate dengan 24 well, tissue culture

flask, pipet, centrifuge, inkubator CO2, tabung plastik sentrifus 50 ml, filter 0.2

µm, syringe 50 ml, syringe 20 ml, syringe 1 ml, penyangga tabung, kapas, manual counter.

In-vivo Hewan Coba

Bahan yang digunakan untuk in-vivo diantaranya adalah: 48 ekor mencit strain ddy, aquadest, NaCl fisiologis, ekstrak etanol kering rosela, Clavamox® sirup, Metronidazole® tablet, Zypiran® tablet, serbuk alas kandang, air minum komersial, pakan mencit komersial, sabun detergen, Ketamine® , Xylazine®, kapas, Turk, Hayem, Giemsa 10%, methanol, Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA) 10%, kertas tissue, Buffered Neutral Formaldehide (BNF) 10%, xylol, alkohol absolute, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, parafin, Mayer’s Haematoxylline, Eosin, lithium karbonat, asam sitrat 5%, larutan albumin, air hangat (45°C), dan minyak emersi.

Alat yang digunakan berupa: Kandang plastik dengan tutup kawat, botol minum, mesin radiodiagnostik portable sinar-X (VR-1020, MA medical corp, Japan), apron Pb, pelindung mata, pelindung tiroid, dosimeter digital (MyDOSE miniTM, ALOKA Co., Ltd. Tokyo Japan), sonde lambung (gavage), timbangan digital, alat bedah minor, jarum pentul, pot urin volume 200 ml, syiring 1ml, gelas objek, cover glass, mikrohematokrit, Eppendorf, tissue basket, spidol, kertas label, tissue cassette, Sakura® authomatic tissue processor, inkubator, mikrotom, digital

electronic eyepiece camera (MD130), set komputer, program Image-J® for

Microsoft® Windows®, SPSS® versi 13 for Microsoft® Windows®.

Metode Penelitian

Persiapan Ekstrak Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)

Tanaman rosela diperoleh dari petani rosela di Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Bunga dikeringkan dibawah sinar matahari dan dihaluskan. Serbuk halus bunga rosela sebanyak 200 gram diekstrak dengan 96% ethanol pada suhu 40 C melalui 2 kali masing-masing 500 ml. Tahapan selanjutnya ekstrak dievaporasi hingga kering menjadi ekstrak dasar. Ekstrak dasar dilarutkan dalam 100% etanol hingga saponin dapat dipisahkan dari larutan untuk menghilangkan residu yang terjadi selama proses berlangsung (Dahiru et al. 2003; Olatunji et al. 2006; Fidan et al. 2008). Pemeriksaan fitokimia dilakukan pada: 1) kadar alkaloid, 2) hidroquinon, 3) tanin, 4) flavonoid, 5) saponin, 6) steroid, dan 7) triterpenoid. Uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.

49

Prosedur Penelitian In-vitro

Persiapan Media Kultur

Media kultur PBS dibuat dengan melarutkan 1 sachet Dulbecco’s Phosphate-Buffered Saline® dalam 1 liter Aquabidest®. Media RPMI 1640 dibuat dengan melarutkan 1 sachet RPMI 1640® dan 2 g sodium bikarbonat dalam 1 liter Aquabidest®. Media NH4Cl-Tris Buffred Saline dengan melarutkan 2.06 g Tris dalam 100 ml Aquabidest® + 7.47 g NH4Cl dalam 900 ml Aquabidest®. Semua media selanjutnya di ukur pH-nya dan dikalibrasi dengan menambahkan 1 mol HCl 1 N tetes demi tetes hingga diperoleh pH = 7.0 dan selanjutnya difiltrasi dengan pH akhir 7.1 setelah filtrasi (Gambar 24).

Gambar 24 Media kultur. A. Dulbecco’s Phosphate-Buffered Saline, B. Tris-Buffered

Saline, C. RPMI Medium 1640, D. Sodium Bicarbonate, E. Proses

pengadukan media dengan magnetic stirrer, E. Pengukuran pH setelah pengadukan, G. Pengukuran pH setelah kalibrasi pada media Dulbecco’s dan Tris, H. Pengkuran pH setelah kalibrasi pada media RPMI 1640.

Media kultur untuk penumbuh (Growth Medium = GM) dibuat dengan kombinasi medium 89% RPMI 1640, 10% NBCS, 1% L-Glutamine, 0.1% Fungizone, 0.1% Gentamicine. Jumlah GM yang dibuat sesuai dengan kebutuhan kultur dalam volume milliliter (Gambar 25).

Gambar 25 Bahan untuk formulasi media penumbuh. a. New Born Calf Serum (NBCS) Gibco InvitrogenTM, b. Gentamicin Gibco InvitrogenTM, d. Fungizone®, d. L-Glutamin.

Bedah Splenectomy

Sel limfosit untuk kultur diperoleh dari organ limpa segar mencit yang splenectomy. Mencit dipelihara dan diaklimatisasi 2 minggu sebelum diambil limpanya. Selama aklimatisasi, mencit diberikan antibiotik selama 5 hari, anthelmentik single dose, dan anti jamur selama 5 hari. Mencit dibius dengan obat bius kombinasi ketamin dosis 50 mg/kg berat badan dan xylazin 10 mg/kg berat badan. Mencit dicukur pada flank kiri hingga bersih dari rambut setelah terbius. Mencit yang telah terbius selanjutnya dilakukan splenectomy secara aseptis untuk diambil limpanya.

Metode splenectomy berdasarkan modifikasi protokol bedah yang dilakukan oleh Reeves et al. (2001).Sayatan dilakukan pada flank sisi kiri badan sepanjang 0.5 cm dari atas (dorsal) ke bawah (ventral). Mencit diposisikan miring kekanan (Right recumbency) pada meja operasi. Lapisan yang disayat berturut turut kulit, sub kutis, otot abdomen, dan peritoneum. Limpa dikeluarkan setelah peritoneum dikuakkan dan dipotong dengan metode kauterisasi (Gambar 26). Limpa dimasukkan dalam larutan PBS. Peritoneum, otot abdomen dan kulit masing- masing dijahit dengan cat gut 5/0. Mencit dipelihara hingga luka bedah hingga menutup sempurna pemberian antibiotik selama 3-5 hari sebagai penanganan post operatif.

51

Gambar 26 Prosedur splenectomy pada mencit. A. Desinfeksi area bedah, B. Pembukaan lapisan kulit, otot dan peritonium, C. Limpa yang telah dikeluarkan untuk diambil, D. Kauterisasi pembuluh darah limpa, E. Penjahitan peritoneum, otot dan kulit, F. Jahitan pada kulit.

Limpa yang terpisah dari tubuh mencit disterilkan dengan mencelup 1-2 detik dalam alkohol 70% dan selanjutnya dimasukkan dalam larutan PBS yang telah diberi antibiotik Penicilline-Streptomicine® 0.1%. Limpa yang tersimpan dalam PBS selanjutnya dibawa ke ruang kultur untuk diproses lebih lanjut.

Persiapan Sel Limfosit

Limpa diletakkan pada cawan petri dan dicuci 2x dengan PBS. Limpa dicacah dalam sedikit larutan PBS dengan pisau bedah hingga hancur dan ditetesi dengan Trypsine® dibiarkan selama 5 menit untuk memisahkan sel limfosit dari ikatan antar sel. Sel limfosit dilarutkan dalam 5 ml PBS dan didiamkan agas cacahan organ limpamengendap. untuk selanjutnya dipindahkan dengan pipet kedalam 2 tabung plastik sentrifus dan ditambahkan masing-masing hingga 15 ml PBS (Gambar 27).

Gambar 27 Preparasi sel limfosit dari limpa mencit. A. Proses pencincangan limpa, B. Penambahan Trypsin dan PBS untuk memanen sel, C. Pemindahan sel dalam cairan ke dalam tabung sentrifus, D. Proses sentrifus, E. Sel limfosit dalam

tissue cultureflask, F. Inkubasi sel dalam inkubator.

Suspensi sel dalam tabung setrifus 50 mL disentrifus pada kecepatan putaran 1000 rpm selama 10 menit dengan suhu 20 °C. Supernatan dibuang dan endapan dilarutkan kembali dengan menambahkan PBS masing-masing 20 ml. Tahap ini diulang 2 kali. Endapan yang terbentuk ditambahkan dengan 20 ml media NH4Cl-Tris Bufferd Saline, dilarutkan dengan pipet dan dibiarkan selama 5 menit untuk melisiskan sel darah merah (RBC). Larutan disentrifus dan supernatan dibuang. Tahap ini diulang jika endapan sel masih berwarna merah. Selanjutnya ditambahkan masing-masing 20 ml media RPMI 1640 suhu dingin dan di sentrifus. Supernatan dibuang dan pelarut diganti dengan masing-masing 5 ml media penumbuh (GM), dilarutkan dengan pipet dan dihitung jumlah sel limfosit/ml (Gambar 28).

53

Sel limfosit dalam 10 ml GM dipindahkan dengan pipet ke dalam tissue culture flask untuk diinkubasi selama 6-12 jam untuk pemulihan sel selama pemrosesan (Gambar 28). Tissue culture flask disimpan dalam inkubator CO2 dengan suhu 37°C dan kelembaban teratur. Sel dilihat di bawah mikroskop sebelum inkubasi dan setelah inkubasi.

Pembuatan Media Kultur Ekstrak Rosela

Media kultur dengan konsentrasi 100 µg/ml ekstrak rosela berbeda dibuat dengan melarutkan 0.0063g ekstrak etanol rosela dalam 56 ml RPMI 1640,10% FCS, 1% L-Glutamin, 0.1% Fungizon, dan 0.1% Gentamisin. Selanjutnya dipisahkan sebagian untuk diencerkan untuk konsentrasi yang lebih rendah (Gambar 29).

Gambar 29 Bagan pembuatan media penumbuh dengan konsentrasi ekstrak rosela berbeda. GM=Growth Medium; ER=Ekstrak Etanol Rosela

Kelompok Perlakuan

Kelompok perlakuan dalam kultur in-vitro sel limfosit terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu kelompok tanpa radiasi dan kelompok radiasi. Metode penelitian merupakan modifikasi metode yang dilakukan oleh Jeong et al. (2003).

Masing-masing kelompok besar terdiri atas 4 kelompok dengan konsentrasi ekstrak berbeda yaitu, konsentrasi 0 µg/ml, 25 µg/ml, 50 µg/ml dan 100 µg/ml. Sel limfosit dalam masing-masing tabung plastik sentrifuse 50 ml diisi oleh masing-masing konsentrasi. Setiap tabung ditambahkan 432 µl sel dari sediaan suspense sel. Jumlah sel limfosit 8.87 x 106 sel/ml pada setiap tissue culture well suspensi sel kultur. Ulangan setiap perlakuan dilakukan sebanyak 6 ulangan. Posisi pengaturan konsentrasi berbeda pada tissue culture plate baik kelompok tanpa radiasi maupun dengan radiasi sebagaimana pada Gambar 30.

Gambar 30 Posisi pengaturan kelompok konsentrasi dan ulangan perlakuan pada tissue

cultureplate. GM= Growth Medium; ER=Ekstrak etanol Rosela.

Paparan Radiasi Radiodiagnostik

Radiasi ionisasi dilakukan pada dosis 0.2 mSv (1x paparan) hari ke-1, 0.6 mSV (0.2mSv + 2x paparan) hari ke-2, dan 1.2 mSv (0.6 mSv + 3x paparan) hari ke-3. Radiasi ionisasi dosis rendah pada tissue culture plate dilakukan dengan mesin diagnostic X-Ray. Faktor paparan pada mesin x-ray menggunakan kVp 80, mAs 12 pada ±1 detik dengan dosis 0.2 mSv/paparan dan jarak sumber radiasi pada berkas sinar utama hingga dasar tissue culture plate secara tegak lurus 100 cm (Gambar 31).

55

Gambar 31 Proses paparan radiasi radiodiagnosti sinar-X. a. Saklar/tombol untuk melakukan paparan sinar-X, b. Mesin penghasil sinar-X, c. Tissue culture

plate kelompok yang dipapar radiasi, d. Jarak sumber sinar-X dengan tissue

cultureplate.

Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan 18-24 jam setelah proses radiasi. Data diambil pada hari ke-0 sebelum radiasi, hari ke-1, 2 dan 3 setelah radiasi. Larutan sel dalam GM setiap diaduk terlebih dahulu dengan pipet. Sebanyak 10µL GM dengan sel dari tiap well + 90µL Trypan blue dan diaduk dengan pipet hingga rata. Satu tetes campuran diteteskan pada tepi cover glass diatas haemometer, larutan akan merembes mengisi kamar hitung. Penghitungan jumlah sel dilakukan pada mikroskop cahaya dengan alat hitung manual (Gambar 32).

Gambar 32 Proses perhitungan sel limfosit pada setiap kelompok perlakuan. A. Pewarnaan suspensi dengan Trypan blue, B. Suspensi yang diwarnai diteteskan pada haemometer (Bio-Resource 2008), C. Penghitungan dengan menggunakan mikroskop cahaya, D. Skematis prosedur perhitungan (WHO 2010).

Prosedur Penelitian In-vivo

Hewan Coba

Mencit jantan strain ddy sebanyak 36 ekor dengan umur 6-8 minggu memiliki berat badan 18-20 gram. Aklimatisasi dilakukan selama 2 minggu sebelum penelitian. Mencit menerima antibiotik (Clavamox®) dosis 30 mg/kg berat badan selama 5 hari, anthelmentik (Zypiran®) dosis10 mg/kg berat badan satu dosis, dan anti jamur (Metronidazole) dosis 25 mg/kg berat badan selama 5 hari. Mencit dikelompokkan dalam 4 kelompok perlakuan diantaranya adalah 1) kelompok kontrol negatif (K) dimana mencit tidak diradiasi dan diberi cekokan NaCl fisiologis 0.9%, 2) kelompok kontrol positif (P) dimana mencit diradiasi setiap 2 hari sekali setelah dicekok dengan NaCl fisiologis 0.9%, 3) kelompok kontrol rosela (R) dimana mencit tidak diradiasi dan diberi cekokan ekstrak rosela dosis 50mg/kg berat badan, 4) kelompok rosela dengan radiasi (RP) dimana mencit diradiasi setiap 2 hari sekali setelah dicekok dengan ekstrak rosela.

57

Suplementasi Ekstrak Rosela

Ekstrak rosela dosis 50 mg/kg berat badan (Akindahunsi & Olaleye 2003; Ali et al. 2005) atau NaCl fisiologis 0.9 % diberikan secara peroral sebanyak 0,2 ml pada setiap mencit sesuai dengan kelompok penelitian. Mencit dikandangkan dalam kandang plastik dengan penutup kawat. Pakan komersial disediakan sesuai dengan kebutuhan harian mencit dan air minum diberikan secara ad libitum. Mencit dicekok NaCl fisiologis 0.9 % atau ekstrak rosela menggunakan sonde lambung (gavage) setiap 2 hari sekali sesuai dengan perlakuan (Gambar 33).

Gambar 33 Proses pencekokan/suplementasi ekstrak rosela dan NaCl fisiologis 0.9%. Sumber: Coutsoukis 2008.

Radiasi Ionisasi Radiodiagnostik

Proses radiasi dosis rendah berulang diberikan setelah pencekokan. Paparan radiasi radiodiagnostik dilakukan satu kali setiap 2 hari. Radiasi ionisasi dosis rendah pada seluruh tubuh (Total Body Radiation/TBR) dilakukan dengan mesin Diagnostic X-Ray (VR 1020, Japan MA Medical Corp.) Dosis paparan radiasi yang diberikan sebesar 0.2 mSv/2 hari berselang. Monitoring dosis paparan dilakukan dengan menggunakan MYDOSE miniTM, ALOKA CO., Ltd Tokyo Japan. Faktor paparan pada mesin x-ray menggunakan kVp 80 dan mAs 12 pada ±1 detik (1/10 detik) dengan dosis 0.2 mSv/paparan. Jarak sumber radiasi pada berkas sinar utama hingga dasar kandang secara tegak lurus adalah 100 cm (Gambar 34).

Gambar 34 Proses radiasi ionisasi radiodiagnostik pada mencit penelitian. A. Proses paparan radiasi sinar-X, B. Kondisi mencit pada kandang dan posisi alat ukur radiasi.

Pengambilan Data

Data klinis gambaran darah tepi diambil secara acak dari kelompok perlakuan K, P, R dan RP. Proses pengambilan data dilakukan setiap 2 minggu sekali (Murray et al 2000; Meyer & Harvey 2004; Hrapkiewicz & Medina 2007) pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Data gambaran histopatologi sumsum tulang, dan limpa diambil dari setiap kelompok pada minggu ke-4+1 hari dan 8+1 hari setelah perlakuan dan minggu ke- 8 dan 12 setelah masa pemulihan. Data paparan radiasi yang diterima mencit dan jumlah kematian mencit yang terjadi dicatat setiap hari selama pelaksanaan penelitian (Gambar 35).

59

Prosedur Pemeriksaan Klinis Darah

Darah diambil melalui vena pada sinus retroorbitalis mata setelah mencit dibius (Gambar 36). Sediaan bius menggunakan Ketamin HCl dosis 30 mg/kg berat badan dikombinasi dengan Xylzin HCl dosis 5 mg/kg berat badan dan diberikan secara Intraperitonial (Murray et al 2000; Hrapkiewicz & Medina 2007). Darah sebanyak 0.5 mL dikumpulkan menggunakan mikrokapiler hematokrit dan ditampung dalam plastik Eppendorf. Tabung plastik Eppendorf terlebih dahulu ditetesi dengan 0.05 mL EDTA untuk mencegah terjadinya koagulasi darah (Meyer & Harvey 2004).

Gambar 36 Proses pengambilan darah tepi mencit. A. Pembiusan mencit, B. Pengambilan darah, C. Gambar skematis vena retro orbitalis (Coutsoukis 2008), D.

Eppendorf dengan EDTA, E. Eppendorf yang telah berisi darah mencit.

Parameter pemeriksaan yang diambil pada gambaran darah tepi diantaranya adalah (Meyer & Harvey 2004; Thrall 2004; Noviana et al. 2010a): a) jumlah sel darah merah, b) hemoglobin (Hb), c) hematokrit (PCV), d) jumlah sel darah putih, e) differensiasi sel darah putih pada preparat ulas (Gambar 37), dan f) jumlah trombosit.

Gambar 37 Proses pembuatan preparat ulas darah mencit (QGHLab 2011). A. Penetesan sampel darah, B,C. Pengulasan darah pada gelas objek, D. ulas darah sebelum diwarnai, E. Morfologi preparat ulas darah yang telah diwarnai dengan Giemsa.

Prosedur Nekropsi

Proses nekropsi dan pengukuran berat organ dilakukan secara manual di Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Berat organ diukur pada minggu ke-4 dan 8 setelah radiasi. Data pemulihan diambil 30 hari setelah masing-masing radiasi yaitu pada minggu ke-8 dan 12. Mencit dibius dengan kombinasi Ketamin 30 mg/kg berat badan dan Xylazin 5 mg/kg berat badan (Murray et al 2000; Hrapkiewicz & Medina 2007). Mencit yang terbius selanjutnya dieutanasi dengan melakukan dislokasio tulang ocipitalis. Mencit letakkan pada posisi dorsal rekumbensi pada alas stereofoam dengan ke-4 kaki difiksasi menggunakan jarum pentul pada alas. Nekropsi dilakukan mulai dari penyayatan kulit abdomen dari depan os pubis ke arah depan hingga pangkal mandibula. Otot-otot abdominal dan thorakal akan tampak jelas (Gambar 38).

Gambar 38 Proses nekropsi. A. Proses pembukaan tubuh mencit dimulai dari kulit, B. Posisi mencit dorsal rekumbensi dengan fiksasi dilakukan menggunakan jarum pentul, C. Sampel organ dalam cawan petri dengan BNF 10%.

61

Penyayatan selanjutnya pada otot abdomen hingga terlihat jelas organ-organ abdominal. Penyayatan dilanjutkan hingga daerah leher dan organ thorak hingga leher terlihat jelas. Organ dalam dipisahkan dari letaknya dan diukur beratnya menggunakan timbangan digital. Berat relatif (BR) atau berat indeks organ dihitung dengan membandingkan berat absolut organ (BO) dengan berat badan (BB) mencit yang selanjutnya dikalikan dengan 100 (Olatunji et al. 2006).

Rumus perhitungan:

Indeks organ (BR) = Berat organ (BO) x 100

Berat badan (BB)

Prosedur Pemeriksaan Histopatologis Sumsum Tulang dan Limpa

Mencit yang telah terbius kemudian dieuthanasi dengan metode dislokasio os occipitalis dan dilanjutkan dengan nekropsi. Setiap organ dalam dipisahkan dan dilakukan penimbangan berat organ. Bagian saluran pencernaan seperti usus halus dan usus besar diambil sampel masing-masing sebanyak 2 cm, dibuka dan ditempelkan pada kertas karton. Tulang femur kaki kanan dan kaki kiri dibersihkan dari otot dan tendon yang menempel dan kedua ujungnya dipotong melintang agar larutan fiksatif dapat masuk dan menfiksasi jaringan. Selanjutnya organ dan tulang sumsum dimasukkan kedalam larutan fiksatif Buffered-Neutral Formaline (BNF) 10% selama 2 x 24 jam (Gambar 39) (Humason 1967; Kiernan 1990).

Gambar 39 Organ dalam larutan BNF 10%. a. Sampel organ dalam gelas plastik yang berisi BNF 10%, b. Sampel organ dalam blok parafin.

Proses dekalsifikasi sumsum tulang dalam larutan 5% asam nitrat agar tulang menjadi lunak. Larutan dibuat dengan mencampur 5-10 ml asam nitrat dengan 95-90 ml formaldehid sehingga menjadi larutan 5-10%. Tulang femur direndam selama 2-3 hari hingga tulang menjadi menjadi lunak (Carleton & Drury 1957). Jaringan didehidrasi menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat mulai dari konsentrasi 70% hingga absolut. Pembuatan blok jaringan dengan parafin sebelum dilakukan pemotongan (Gambar 40). Jaringan dalam blok parafin selanjutnya dipotong setebal 5µm dengan menggunakan mikrotom dan kemudian diproses dengan teknik histologi konvensional untuk diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin (HE) (Gambar 41) (Humason 1967; Kiernan 1990).

Gambar 40 Proses embedding sampel organ dalam paraffin. A. Proses penanaman, B. Proses pendinginan paraffin, C. Blok sampel organ dalam paraffin.

Gambar 41 Proses pemotongan blok parafin dan pewarnaan. A. Proses pemotongan dengan mesin mikrotom, B. Slide dengan tempelan hasil potongan, C. Proses pewarnaan dengan hematoksilin-eosin (HE), D. Slide hasil pewarnaan HE.

Parameter yang diamati pada histopatologi sumsum tulang diantaranya adalah: a) jumlah sel lemak, b) jumlah sel megakariosit, e) jumlah sel limfoid, dan f) luas daerah sumsum, g) luas area sumsum tulang, dan h) luas rongga tulang.

63

Parameter pada histopatologi organ limpa diantaranya adalah: a) luas limpa, d) luas pulpa putih, dan e) persentase luas pulpa putih.

Gambar histopatologi diambil dengan kamera digital Electronic Eyepiece MD-130® menggunakan mikroskop cahaya (Gambar 42). Gambar yang telah diambil selanjutnya dianalisa menggunakan software NIH Image-J® for

Microsoft® Widows® (Girish & Vijayalakshmi 2004).

Gambar 42 Perangkat elektronik untuk pengolahan foto histopatologi. A. Unit computer untuk pengambilan foto slide, B. Electronic Eyepiece MD-130® untuk pengambilan foto slide, C. Software NIH Image-J®forMicrosoft® Windows®

untuk mengolah gambar.

Analisis dan Penyajian Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisa rancangan acak kelompok dua faktorial pada analisis varian (Oneway-ANOVA) post hoc Duncan Test menggunakan sotfware Statistical Package for Social Sciences (SPSS)® 13 for

Microsoft® Windows® untuk mengetahui perbedaan pada setiap perlakuan pada

p<0.05. Data disajikan dalam rataan dengan standar deviasi dan disampaikan secara deskriptif naratif.

Dokumen terkait