• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. BAHAN DAN METODE

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.3Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran/pita ukur, kertas milimeter, alat tulis dan buku lapangan, Buku Identifikasi, parang, gunting tanaman, sasak kayu (alat press), label spesimen, lakban, soil tester, loupe, lux meter, kamera (dokumentasi), altimeter, pH meter, GPS Garmin 12 XL

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah lumut, kantung plastik ukuran 40 x 60 cm, kertas koran bekas, label gantung, dan tali.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Lapangan

Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling berdasarkan keberadaan tumbuhan lumut yang dianggap mewakili tempat tersebut, sedangkan untuk pengamatan dan koleksi anggrek di dalam komunitas, menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak. Cara kerja sebagai berikut:

1. Penentuan daerah sampel pada Hutan Lindung Aek Nauli ditentukan langsung dengan satuan-satuan petak contoh yang diletakkan pada interval jarak yang sama pada seluruh areal populasi berdasarkan jalur yang sudah ada. Kemudian menentukan petak contoh awal dengan luas 5 x 5 m sebanyak 40 plot, seperti yang terlihat pada Gambar 3

2. Menghitung luas tutupan tumbuhan dengan kertas millimeter blok.

 

4. Melakukan pencatatan ciri tumbuhan yang hilang atau yang tidak dapat diamati setelah diherbarium.

5. Melakukan pencatatan keterangan lapangan yang penting seperti sifat morfologi, tempat tumbuh, dan substrat tumbuh.

6. Melakukan pengkoleksian di lapangan pada tiap jenis tumbuhan lumut dan juga inangnya untuk keperluan identifikasi lanjutan serta pembuatan herbarium kering di lapangan.

7. Pengambilan data ekologi dan media tumbuh tumbuhan lumut dilakukan berdasarkan pada daerah dimana suatu jenis spesies ditemukan. Adapun data ekologi dan media tumbuh adalah rona lingkungan, ketinggian dan titik kordinat (GPS), kelembaban udara (hygrometer), suhu udara (aerothermo digital), suhu tanah (soil termometer), pH dan kelembaban tanah (soil tester), intensitas cahaya (lux meter).

Jalur

5 m x 5 m Gambar 3. Skema Jalur Pengambilan Sampel

3.4.2. Laboratorium

Setelah pengamatan di lapangan berakhir, tumbuhan lumut yang telah dikoleksi dibuka kembali dan dikeringkan dalam oven pengering. Spesimen yang

 

benar-benar kering diidentifikasi di Herbarium MEDANENSE menggunakan beberapa buku acuan sebagai berikut: 'Mosses of The Philippines' (Bartram,1939); 'A Handbook of Malesian Mosses volume 1' (Eddy, 1988); 'A Handbook of Malesian Mosses volume 2' (Eddy, 1990); 'A Handbook of Malesian Mosses volume 3' (Eddy, 1996, selanjutnya untuk spesimen yang tidak dapat diidentifikasi di kirim ke herbarium Bogoriense. Adapun perlakuan spesimen lumut di laboratorium sebagai berikut:

1. Lumut diambil dari tempat tumbuhnya (tanah, permukaan bebatuan, kulit batang) dengan bantuan pisau atau alat pencongkel. Lumut yang hidup menempel pada daun (epifil) dikoleksi bersama dengan daun inangnya. Setiap jenis lumut dimasukkan ke dalam amplop terpisah, kemudian diberi label yang telah diberi nomor urut dan nama kolektor, dan ditulis dengan pensil. 2. Lumut di dalam amplop tersebut akan tahan sampai beberapa hari sebelum

diproses menjadi herbarium. Jika lumut harus diperiksa dalam keadaan segar (terutama lumut hati, untuk diamati bentuk oil body-nya) maka spesimen tersebut harus dimasukkan dalam kantong plastik, diberi tissue basah dan diberi label, kemudian kantong ditutup rapat.

3. Lumut diproses menjadi spesimen herbarium dengan cara diangin-anginkan, atau dimasukkan dalam lembaran-lembaran kertas koran yang setiap hari diganti, atau dimasukkan dalam oven dengan suhu hangat (50-60˚C) sampai lumut benar-benar kering.

4. Lumut berdaging (seperti lumut hati bertalus) dan lumut epifilous (dengan daun inangnya) perlu dimasukkan ke dalam alat pengepres (sasak kayu)

 

selama proses pengeringan. Lumut yang sudah dikeringkan disimpan dalam amplop kertas atau kertas yang telah dilipat, kemudian diberi label dengan keterangan tentang nama jenis (apabila telah diketahui nama jenisnya), nama kolektor, nama koleksi, tempat/daerah asal koleksi, evelasi, habitat, determinator dan tanggal determinasi, keterangan lain yang dianggap perlu. Pemakaian stepler, slip kertas dan selotip untuk menempel harus dihindari. 5. Koleksi lumut dapat disimpan dan disusun rapi dalam kotak bekas sepatu atau

kotak bekas tissue. Lumut berukuran besar dapat disimpan seperti menyimpan koleksi tumbuhan tinggi. Spesimen lumut yang benar-benar kering tidak mudah diserang jamur, oleh sebab itu koleksi tidak perlu diberi racun selama penyimpanan. Namun demikian, koleksi perlu diberi kamfer untuk mencegah pengerusakan oleh serangga (Hasan dan Ariyanti, 2004).

3.4.3. Petunjuk Pengamatan Lumut

Pengamatan lumut untuk identifikasi dapat dilakukan berdasarkan spesimen segar ataupun koleksi spesimen herbarium.

1. Pengamatan koleksi lumut dapat dilakukan dengan cara mengambil spesimen secukupnya, kemudian potongan tersebut direndam dalam air, setelah itu dibuat preparat basah supaya lumut dapat diamati di bawah mikroskop. Untuk pengamatan daun dilakukan pembuatan preparat basah dengan cara lumut pada bagian pangkalnya dijepit dengan jarum atau pinset, kemudian daunnya dirontokkan dengan hati-hati dari atas ke bawah, sedangkan batangnya dibuang. Daun diratakan diatas gelas preparat, ditutup dengan gelas penutup,

 

kemudian diamati dengan memakai mikroskop. Apabila diperlukan pengamatan irisan melintang daun maka daun diiris tipis dengan pisau silet, kemudian diamati di bawah mikroskop.

2. Pembuatan preparat kapsul dari koleksi memerlukan perlakuan khusus. Kapsul dipotong dari setanya, diletakkan pada gelas preparat, selanjutnya kapsul dipotong membujur dan dilebarkan. Jika kapsul sukar diratakan atau kapsul selalu menggulung maka kapsul dapat dipotong menjadi dua atau lebih. Salah satu potongan diperlihatkan sisi luarnya, sedangkan potongan lain diperlihatkan sisi dalamnya.

3. Kemudian preparat ditutup dengan gelas penutup dan diamat. Kadang-kadang pada preparat terlihat banyak gelembung udara dan spora. Hal ini dapat dihindari dengan cara memasukkan kapsul didalam air mendidih sebentar sebelum dipotong. Jika pengamatan memerlukan waktu yang cukup lama maka dibuat preparat awetan sebagai berikut. Gelas preparat yang telah ada potongan kapsulnya dipanaskan dengan hati-hati di atas nyala lilin, sambil diamati sampai airnya mengering dan sporanya menyebar. Setelah itu preparat ditetesi dengan larutan air, lalu ditutup dengan gelas penutup, dan diberi label. Preparat awetan ini dapat disimpan untuk waktu yang lama (Hasan dan Ariyanti, 2004).

Dokumen terkait