• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Keras

Dalam dokumen smk10 SeniRupa AgungSuryahadi (Halaman 179-184)

PerhatikannIah karya-karya yang menggunakan cat minyak berikut ini, bagaimana potensi cat minyak

C. Bahan dan Alat Seni Rupa Tiga Dimensional

3. Bahan Keras

Yang termasuk bahan keras adalah kayu, batu dan logam. Ketiga jenis bahan ini telah digunakan oleh perupa dan kriyawan sejak jaman dahulu untuk membuat karya seni rupa dan kriya. Karena bahan ini sukar dibentuk, maka memerlukan alat-alat khusus seperti alat potong berupa gergaji, gunting, alat pembentuk berupa pahat dan sebagainya. Di antara ketiga bahan itu yang paling banyak peralatannya adalah logam, karena di samping jenis alat di atas dibutuhkan pula peralatan lain, seperti alat penyambung berupa las serta alat pelebur dan pencetak.

a. Kayu

Hampir seluruh kebudayaan masyarakat menggunakan kayu sebagai bahan untuk produk seni rupa dan kriya. Hal ini disebabkan karena, hampir di seluruh penjuru dunia ada kayu. Tingkat kekerasan kayu berbeda-beda, yakni kayu sangat keras, keras, sedang, dan lunak. Hal ini akan menentukan cara pengerjaannya. Kayu sangat keras sangat sulit membentuknya, sedang kayu lunak mudah patah, untuk itu dibutuhkan pengalaman yang cukup untuk mengetahui sifat-sifat kayu termasuk tekstur, serat, dan daya tahannya terhadap perubahan cuaca. Namun demikian, dibanding bahan keras lainnya kayu relatif mudah dibentuk dengan menggunakan alat peraut (pisau), gergaji, pahat, dan ketam dalam membuat benda seni rupa dan kriya seperti patung, mainan anak, peralatan rumah tangga dan sebagainya. Alat utama dan minimal yang harus dimiliki untuk mengerjakan kayu dalam seni rupa adalah pisau raut, dan pahat dengan berbagai jenis dan fungsi serta alat pemukulnya. Dengan kedua jenis alat ini seorang perupa telah dapat membuat produk seni rupa tiga dimensi dengan teknik raut, ukir, dan membentuk.

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang kondisi kayu adalah faktor kekeringan dan pengawetan, serat, dan mata kayu. Kekeringan dan pengawetan harus menjadi pertimbangan serius dalam mengerjakan produk seni dengan bahan kayu, oleh karena banyak kasus terjadi produk kayu yang diekspor ke luar negeri sering mengalami masalah pecah dan dimakan hama atau ’bubukan’ sehingga kayu menjadi kropos. Faktor kekeringan yang baik adalah kadar air dibawah 12 persen. Jadi bagi perupa yang menggunakan bahan dasar kayu utuk karyanya perlu mempelajari teknologi pengawetan dan pengeringannya dengan baik. Serat kayu ada beberapa macam, dan hal ini perlu juga diketahui sifatnya karena berhubungan dengan cara mengerjakannya. Ada beberapa jenis serat kayu yakni serat lurus dan rapat, serat kasar, dan serat diagonal. Serat kayu lurus dan rapat adalah sangat baik untuk pmembuat produk seni, serat kasar dan serta diagonal memerlukan kehati-hatian dan kesabaran dalam mengerjakannya. Selain serat ada pula bagian lapisan kayu yang dapat digunakan untuk mengetahui mudah dan sulit dalam mengerjakan; lapisan kayu yang warnanya cerah dan lebar menandakan kayu tersebut mudah untuk dikerjakan, sebaliknya lapisan yang gelap lebih keras dan sulit untuk mengerjakannya. Untuk referensi lebih detail tentang sifat kayu lihat dalam Wood Carving Basic tulisan Allan dan Gill Bridgewater.

b. Batu

Karya seni rupa yang menggunakan batu biasanya dalam wujud patung dan relief. Bahan batu jenisnya bervariasi, ada batu pualam, marmer, onix dan batu kali. Sejak zaman dahulu batu telah digunakan untuk membuat benda-benda yang berhubungan dengan ritual. Pada

zaman purba batu digunakan untuk alat potong seperti kapak. Hasilnya untuk pemujaan nenek moyang. Belakangan berkembang menjadi wujud lingga dan yoni. Oleh karena bahannya tahan lama menyebabkan karya- karya dengan bahan ini menjadi tidak lekang dimakan jaman, sehingga jejak seni rupa yang menggunakan bahan batu sangat banyak diketemukan. Jenis bahan batu ada beberapa macam, yaitu mamer, onix, batu andesit dan batu paras. Marmer adalah jenis batu yang paling keras sebaliknya batu paras adalah jenis batu yang paling lunak.

a

b

Gambar 156. (a) Patung Dewa Kuwera dengan bahan logam (sumber: Museum Nasional, (b)Patung Penunggang Kuda dari Nias bahan batu.

c. Logam

Ada beberapa nama bahan logam yang kekerasannya juga bertingkat, yaitu: aluminium, besi, baja, tembaga, perunggu, kuningan, nikel, emas, perak dan platina. Bahan-bahan ini dalarn pembentukannya dapat langsung ditekuk, dikenteng, disambung dengan las maupun harus dicairkan untuk keperluan teknik cor. Bahan logam tahan sangat lama, misalnya perunggu, tembaga, kuningan, perak dan emas yaitu jenis logam yang anti karat, sehingga karya-karya dengan bahan ini dapat tahan berabad-abad dan tidak rusak. Di Indonesia hal ini telah dibuktikan oleh peninggalan seni rupa jaman pra Hindu, jaman Hindu, Budha dan Islam berupa patung, relief, alat upacara dan perhiasan.

Menyaksikan karya seni atau membuat karya seni, khususnya seni rupa, memerlukan kepekaan persepsi terutama yang berhubungan dengan masalah keindahan atau disebut estetik atau disebut the sense of beauty. Ada tiga cara yang umum untuk melatih kepekaan persepsi penglihatan. Pertama dengan latihan melihat langsung berbagai jenis karya seni rupa. Kedua dengan cara latihan membuat langsung karya seni rupa. Ketiga, dengan membaca ulasan atau keterangan mengenai seni rupa.

Pada umumnya orang yang melihat langsung karya seni akan mudah mencerna jika karya seni rupa itu wujudnya realis. Artinya, karya seni rupa itu menggambarkan secara nyata tentang kondisi sesungguhnya dari suatu kenyataan. Namun apabila karya seni rupa itu tampilan wujudnya bukan realis atau bukan mengungkapkan kondisi sesungguhnya dari suatu kenyataan, maka secara umum orang akan mulai merasa tidak dapat puas menikmatinya. Kenapa hal itu dapat terjadi? Hal ini dapat dikiaskan sebagai orang yang belum ‘melek huruf’ lalu disuruh membaca sebuah kata atau kalimat. Orang tersebut tidak dapat mengetahui makna bentuk huruf atau rangkaian huruf yang membentuk kata, atau rangkaian kata yang membentuk kalimat. Begitu pula orang yang pertama kali mendengarkan percakapan bahasa asing tentu apa yang didengarnya hanya merupakan bunyi yang keluar dari orang yang bercakap tanpa diketahui maknanya.

Untuk mengetahui dan dapat memahami karya seni rupa yang nampaknya ‘asing’ karena wujudnya tidak menampilkan kenyataan yang sudah dikenal baik, seseorang perlu mengetahui ‘bahasa’ rupa dan propertinya. Bahasa rupa itu disebut unsur-unsur seni rupa dan prinsip pengorganisasiannya. Namun demikian, hal ini belumlah cukup sebab bahasa rupa itu dipahami bukan dengan pengertian nalar atau logika, tetapi dapat dipahami dengan kehalusan perasaan yang berhubungan dengan the sense of beauty. Kepekaan estetik ini sangat penting, terutama bagi orang yang berprofesi dalam bidang seni, karena kepekaan estetik merupakan hal pokok dalam dunia seni. Bagi masyarakat umum juga penting karena hakekat menjadi manusia salah satunya memiliki kebutuhan untuk menikmati keindahan, baik yang ada di alam maupun buatan manusia.

Kepekaan estetik tidak mudah didapat, maksudnya tidak secepat menghafal sebuah rumus-rumus kimia atau matematik atau per- bendaharaan kata. Kepekaan didapat dengan mengasah setiap saat.

Orang yang hidup di lingkungan masyarakat seni akan lebih cepat memiliki kepekaan estetik dibanding yang tinggal terpencil dari pusat budaya dan seni. Namun demikian, setiap orang memilikinya, karena hal ini telah ada dan dibawa sejak lahir. Selain itu kenyataan telah membuktikan, bahwa masyarakat yang masih terbelakang pun dalam peradaban ini dapat menghasilkan karya seni. Berarti secara naluriah manusia memang membutuhkan seni dalam kehidupannya.

Dalam mengasah kepekaan estetik tersebut, dalam seni rupa dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu secara produktif melalui praktek, apresiatif melalui kegiatan analisis karya seni rupa baik langsung maupun melalui mediator, dan melalui alat bantu visual,seperti buku, slide, foto reproduksi dan sebagainya.

Perhatikanlah karya-karya seni rupa (gb 157 dan 158) berikut !

a b c

Gambar 157 . (a) Bonnet, Pengarit, (b) Basuki Abdulah, Penari Bali, (c) Nyoman Gunarsa, Dua Penari Bali (sumber: (a,b)Koleksi Presiden Soekarno, (c) Foto Agung Suryahadi)

Dari enam jenis karya seni rupa di atas ini semuanya memberikan kesan ‘rasa’ yang berbeda. Perhatikan gambar (157 a, b dan c), begitu pula gambar patung (158 a,b,c). Dapatkah diungkapkan perasaan atau kesan apa yang disampaikan oleh masing-masing karya seni rupa tersebut? Setiap orang akan memberikan ungkapan yang berbeda, hal ini tergantung dari kemampuan kepekaan persepsi visual seseorang dalam ‘mencerna’ unsur-unsur yang ada dalam karya itu, yang juga dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman setiap individu dalam intensitasnya ‘bergaul’ dengan karya seni rupa. Agar dapat efektif mengasah kepekaan

persepsi visual yang berhubungan dengan estetik, pembahasan unsur- unsur seni rupa disajikan melalui teori dan praktek.

Gambar 158. (a) Ratu dan putrinya, karya patung zaman Mesir Kuno (b) Thorn Puller, karya patung zaman Helenistik, (c) Nyoman Nuarta (sumber: (a,b) Paul Zelanski, (c) Indonesian Heritage).

Dalam dokumen smk10 SeniRupa AgungSuryahadi (Halaman 179-184)